• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDUDUKAN COMMON LAW SYSTEM DAN CIVIL LAW SYSTEM MELALUI SUDUT PANDANG HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA

N/A
N/A
Muhammad Abdi Usman

Academic year: 2023

Membagikan "MENDUDUKAN COMMON LAW SYSTEM DAN CIVIL LAW SYSTEM MELALUI SUDUT PANDANG HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

RechtsVinding Online

1

MENDUDUKAN COMMON LAW SYSTEM DAN CIVIL LAW SYSTEM MELALUI SUDUT PANDANG HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA

Oleh:

Muhammad Dzikirullah H. Noho*

Diterima : 1 September 2020, disetujui : 8 September 2020

Selama ini sistem hukum Indonesia masih mengadopsi sistem hukum kolonial belanda (civil law system). Sistem yang mulanya berasal dari daratan eropa dan didasarkan pada hukum Romawi dengan ciri utamanya yang ditandai oleh sistem kodifikasi dari prinsip-prinsip hukum yang utama (Kusumohamidjojo, 2015:28).

Pengembangan dalam sistem ini dikemukakan oleh seorang filsuf Perancis, Monstesquie, dengan istilah “trias politica”, yang berarti kekuasaan. Adapun definisi dari Trias Politica adalah suatu ajaran yang mempunyai anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari 3 (tiga) macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif (Yulistyowati &

Pujiastuti, 2016:330).

Konsep Trias Politica ini merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan- kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa (Budiardjo, 2005:152). Lembaga yang mengatur larangan-larangan atau batasan tersebut

bertumpu pada legislative institutive. Tidak heran apabila peraturan-peraturan lembaga ini tidak mencerminkan keadilan kepada masyarakat, karena eksistensi lembaga ini mengedepankan kebenaran positivis (ada,pasti). Bahkan seringkali kita temukan adanya gap antara das sein dan das sollen dalam rumpun bernegara.

Menurut Prof. Mahfud dalam kuliah umum mengatakan, negara Indonesia bukanlah sistem negara hukum common law (anglo saxon) maupun civil law (eropa continental) tetapi negara hukum Prismatik, dimana negara yang berlandaskan pada cita (ide tentang hukum) hukum Indonesia. Maka keberadaan dua sistem ini adalah sebagai

“penyeimbang” dan pengadopsiannya tidak bersifat mutlak, masih ada proses penyaringan (filter) di dalamnya (MD, 2018).

Istilah “common law” berasal dari bahasa Perancis “commune –ley” (dari Lat:

communis lex) yang merujuk pada adat kebiasaan (custom) di Inggris yang tak tertulis dan yang melalui keputusan-

(2)

RechtsVinding Online

2 keputusan hakim dijadikan berkekuatan

hukum (Kusumohamidjojo, 2015:33).

Perbedaan common law system (Anglo- Saxon) dengan civil law system (Eropa Continental) diantaranya meliputi:

Tabel. Perbedaan Common Law System dengan Civil Law System

Perbedaan Civil Law System

(Eropa Continental)

Common Law System

(Anglo- Saxon) Sumbernya Produk

legislative

Produk keputusan badan peradilan Strukturnya Mengakui

Statuter dan mengenal pembedaan hukum publik dan privat

Tidak mengenal publik dan privat dan adanya lembaga equity law Sistematika Tersusun

secara sistematis, KUHP, KUHD

Terhimpun dalam himpunan keputusan hakim Pembuktian Menerapkan

sistem adversial (perlawanan)

Menerapkan sistem inquisitorial (interogasi)

Setidaknya terdapat empat kategorisasi perbedaan antara civil law system (eropa continental) dan common law system (anglo-saxon) yaitu sumber hukum, struktur, sistematika hukum, dan pembuktian. Keempat perbedaan ini tidak terlepas dari sejarah dan kultur hukum yang ada di tiap-tiap sistem hukum atau keluarga hukum.

Common law system (anglo-saxon) khususnya di Indonesia, kedudukannya dapat ditelusuri di dalam sumber hukum di Indonesia, diantaranya yurisprudensi dan kebiasaan. Maksud dari yurisprudensi ini, dimana suatu keputusan yang diambil oleh hakim berdasarkan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara yang belum diatur dalam undang-undang, sedangkan kebiasaan merupakan kebiasaan-kebiasaan lokal yang selama ini diakui dan hidup dimasyarakat, dalam istilah common law disebut “kaidah-kaidah lokal” (Rahardjo, 2014:259).

Hukum progresif merupakan sebuah teori yang memandang hukum sebagai perilaku (das sein) dan hukum yang terus mengalir mencari jati dirinya, yang tidak mau terjebak dalam “status quo”, sehingga menjadi mandeg (stagnant). Hukum progresif selalu ingin setia kepada asas- asas besar, bahwa ‘hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum’,

(3)

RechtsVinding Online

3 karena dinamika manusia penuh dengan

dinamika dari waktu kewaktu (Ravena,Artikel:191).

Dalam fisika Liek Wilardjo menyebut proses diatas sebagai “Revolusi Keilmuan”, di mana proses hukum ini masih sedang berlangsung atau mengalami ingsutan dari bagian-bagian ke keseluruhan, struktur ke proses, dari ilmu objektif ke ilmu epistemic, dari metafora bangunan ke metafora jaringan, dan dari kebenaran ke deskripsi hampiran (Wilardjo,Artikel:5-8).

Keberadaan hukum progresif merupakan kekecewaan kepada para penganut paham positivisme yang kerap berdalih paham civil law yang

‘mengharuskan’ hakim sebagai corong undang-undang (la bouche de la loi). Civil law system yang kerap juga memisahkan antara peraturan dan perilaku (rules and behavior), maka dari itu teori hukum progresif ingin mengembalikan hukum pada rohnya dengan berangkat dua asumsi dasar. Pertama hukum adalah untuk manusia dan kedua hukum merupakan institusi yang mutlak serta final, karena hukum selalu berada dalam proses untuk menjadi (law as process, law in the making) (Suteki, 2015:8-9).

Cara pandang hukum progresif terhadap civil law tidak berlaku bagi common law (anglo saxon). Hukum

progresif memandang common law cukup plural dalam melihat hukum, salah satu tokohnya Oliver W. Holmes (hakim Amerika) yang menyatakan “law as not logic but experience” (Samekto, disampaikan dalam perkuliahan Metodologi Penelitian Hukum 10 September 2018). Kehadiran hukum common law yang mengakui kaidah-kaidah lokal ini mempunyai kesamaan dengan hukum progresif sebagai living law, Soetandyo menyebut ini sebagai cerminan hukum rakyat yang hidup dan dianut rakyat setempat di dalam kehidupan sehari- harinya. Namun dalam menerapkan kaidah-kaidah lokal ini harus disesuaikan dengan hukum setempat (Negara) (Wignjosoebroto,Artikel:3).

Pertama, common law (anglo saxon) dan civil law (eropa continental) memiliki perbedaan yang cukup beragam, salah satunya mengenai sumber hukum. Sumber hukum ini diadopsi ke dalam sumber hukum di Indonesia berupa yurisprudensi dan kebiasaan, sehingga common law system mempunyai kedudukan di dalam sistem hukum Indonesia. Kedua, teori hukum progresif memandang kedua sistem ini berbeda-beda, di dalam civil law system hukum bersifat kaku dan memisahkan peraturan dan perilaku, sehingga perlu dikembalikan pada roh hukum tersebut.

(4)

RechtsVinding Online

4 Sedangkan common law system, hukum

bersifat kaidah-kaidah lokal, namun penekanan hukum progresif dalam sistem ini lebih condong mengggunakan istilah

*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

‘hukum rakyat’ sehingga ada perbedaan dalam penerapannya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, peradilan di Indonesia tidak lagi sepenuhnya sejalan dengan sistem hukum civil law karena telah memiliki dan menerapkan beberapa karakteristik yang

Karenaya, setiap masyarakat selalu menghasilkan tradisi hukum yang berbeda dengan masyarakat lainnya, misalkan tradisi hukum civil law dan common law memiliki

Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah keputusan pengadilan dijadikan sebagai dasar tradisi hukum dari common law dan keputusan legislatif sebagai dasar

hukum Anglo-saxon common law tradition hukum antar golongan conflict of laws hukum antar tata hukum comparative law hukum antar tata hukum conflicts of laws. hukum bisnis

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai peranan sistem Civil Law atau Eropa Kontinental pada sistem hukum di Indonesia yaitu, yang

Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah keputusan pengadilan dijadikan sebagai dasar tradisi hukum dari common law dan keputusan legislatif sebagai dasar

20 S umber-sumber hukum dalam sistem common law, meliputi: yurisprudensi yakni hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan- peraturan hukum

History of the Common Law System The Common Law system developed in most parts of the UK as a result of the activities of the courts in the UK, so that the law formed is not the