• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Pembelajaran Sejarah

N/A
N/A
Tamam Rizkiardi

Academic year: 2024

Membagikan "Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Pembelajaran Sejarah "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Pembelajaran Sejarah

Tamam Tri Atmaja Rizkiardi NIM. 3101422037 A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pendidikan adalah mengajarkan peserta didik untuk bisa berpikir kritis (Zubaidah, 2010). Mempersiapkan peserta didik untuk terjun dunia kerja, yang diharapkan peserta didik menjadi pekerja dengan memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan, menerapkan pemikiran kritis dalam meningkatkan produktivitas dan profesionalisme, serta memberikan kontribusi pada pengetahuan, pertukaran informasi, dan kemajuan di masyarakat, sehingga bisa berperan dalam menciptakan kesejahteraan sosial dan pendidikan menjadi sarana akan hal tersebut (Sasson et al,2018).

Beyer (1995) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah menjadikan masalah-masalah yang saat ini terjadi masuk akal. Dia melihat berpikir kritis sebagai bentuk penilaian kualitas dari aktivitas sederhana seperti aktivitas normal keseharian hingga menyusun sebuah simpulan dari tulisan yang dipakai seseorang dalam mengevaluasi validitas tertentu. Facione (2008) menjelaskan tentang berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan hal yang menciptakan interpretasi, inferensi, analisis, dan evaluasi, maupun informasi menggunakan sebuah bukti, konsep, metodologi, atau pertimbangan yang sesuai dalam membuat keputusan.

Berpikir kritis berguna sebagai alat inkuiri yang menjadikan sebuah kekuatan sumber pemikiran dalam hidup individu dan masyarakat. Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan atau kemampuan yang digunakan dalam menjawab dan menghadapi tantangan di kehidupan sehari-hari. Kemampuan individu dalam memahami dan mengevaluasi informasi yang diperoleh dan yang dihasilkan. Kita tahu informasi yang beredar, tidak semuanya bisa diyakini kebenarannya.

Keterampilan berpikir kritis dapat diartikan sebagai potensi kecerdasan yang mampu ditingkatkan dengan kegiatan pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis bukan hanya merupakan keterampilan tingkat tinggi yang berpengaruh pada perkembangan moral, sosial, mental, dan kognitif individu serta masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga memiliki keterkaitan yang erat dengan kemampuan pengendalian diri. Kemampuan ini tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga ditemukan pada berbagai makhluk hidup. Oleh sebab itu, penting bagi kita tidak hanya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis secara pribadi, tetapi juga untuk mengajarkannya kepada orang lain. Keterampilan berpikir kritis sangat penting dalam setiap aspek kehidupan, karena memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi ide informasi, atau situasi secara mendalam, baik secara induktif maupun deduktif, yang krusial dalam pengambilan keputusan dan pengembangan diri dalam berbagai bidang.

Sejarah merupakan sebuah ilmu pengetahuan tentang perjalanan hidup manusia di masa lalu yang penuh dengan kompleksitas dan perkembangannya. Sejarah pada pembelajaran sekolah adalah sebuah bidang keilmuan untuk menanamkan identitas bangsa kepada peserta didik,

(2)

serta membantu memahami proses berpikir dalam menganalisis kejadian di masa lalu. Jadi peserta didik ini didorong untuk berani mempertanyakan peristiwa sejarah yang di dalamnya berisi asumsi dengan berbagai bentuk referensi dalam mempertanyakan dirinya sendiri.

Konektivitas antara masa lalu dan masa sekarang yang membuat sejarah harus dipelajari secara menyeluruh dengan begitu sejarah akan memberikan bekal pembelajaran dalam menjalani kehidupan di masa depan.

Pembelajaran sejarah mampu memberikan peserta didik cara berpikir kritis yang mendalam sehingga peserta didik bisa mengambil nilai yang ada pada kejadian sejarah serta membentuk kepribadian baik peserta didik (Hasan 2008). Pembelajaran sejarah lebih menonjolkan bagaimana mengembangkan cara berpikir peserta didik sehingga bisa memahami sebuah kejadian sejarah berdasarkan sudut pandang yang sesuai konteks waktu, dan memberikan analisis yang sesuai dengan sifat manusia saat ini. Sejarah diajarkan sebagai sarana pencapaian dalam mendorong pemahaman akan diri sendiri, pemberian visual mengenai konsep waktu, ruang dan masyarakat; menjadikan siswa bisa mengevaluasi nilai-nilai.

(Kochlar 2008).

Permasalahan yang ada saat ini adalah banyak sekolah yang masih menerapkan pembelajaran sejarah yang monoton dan membosankan, hal tersebut yang menurunkan minat peserta didik dalam belajar sejarah. Mapel sejarah mereka anggap sebagai pelajaran yang membosankan karena cenderung pembelajarannya berfokus pada hafalan saja. Sehingga banyak siswa menganggap mapel sejarah ini, mapel yang tidak bermanfaat karena hanya berpusat pada masa lalu, yang tidak memiliki pemberian yang berarti bagi perkembangan dan pembangunan bangsa. Realitas yang sangat memprihatinkan pada pembelajaran sejarah yaitu kegiatan belajar sejarah hanya dijadikan kegiatan yang hampa, tidak memiliki makna dan cenderung negatif pada pandangan peserta didik. Pengajaran satu arah (konvensional) oleh guru tanpa melibatkan interaktif peserta didik juga menjadi permasalahan yang serius. Ketidakmampuan guru dalam memberikan pendekatan dan penguasaan materi sejarah yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan hanya pemberian tugas yang begitu banyak dan memberatkan menambah peserta didik enggan belajar sejarah.

Paper ini bertujuan menganalisis peran pembelajaran sejarah yang memiliki potensi besar dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Dalam era informasi saat ini, kemampuan berpikir kritis adalah keterampilan penting yang perlu dimiliki oleh setiap individu. Paper ini akan membahas bagaimana pendekatan dalam pembelajaran sejarah dapat digunakan dalam mengasah kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Penelitian yang mendukung dalam pembuatan paper ini adalah hasil penelitian dari Ikbal Husni Restu Prana Ilahi yang berjudul Peningkatan pemikiran kritis siswa SMAN 1 Plus Matauli Pandan melalui pendekatan Sejarah. Hasil penelitian memuat pembelajaran sejarah dengan metode dan pendekatan yang sesuai dapat memicu pemikiran kritis siswa.

Pembelajaran sejarah tidak hanya menjadi tujuan akademis melainkan sebagai fondasi peningkatan keterampilan berpikir kritis yang mendasar di kehidupan seharinya.

Penelitian selanjutnya adalah hasil penelitian dari Yanyan Hardiana dengan judul Pembelajaran sejarah Indonesia berbasis peristiwa-peristiwa lokal di Tasikmalaya untuk

(3)

meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian menjelaskan bahwa belajar sejarah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan menganalisis perubahan di sekitarnya. Dengan memahami peristiwa sejarah, mereka juga dapat memperoleh kesadaran tentang nilai-nilai yang tersemat dalam setiap peristiwa tersebut. Pembelajaran sejarah yang efektif adalah yang mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam menghubungkan konteks masa lalu dengan realitas masa kini, membantu mereka mengidentifikasi dan memahami implikasi perubahan sejarah terhadap dunia modern.

Dibantu kedua penelitian di atas, penulis akan mencoba menganalisis dan mengaitkan peran pembelajaran sejarah dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada peserta didik serta implikasinya.

B. Pembelajaran Interaktif

Rohmalia Wahab (2018) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran interaktif merupakan teknik pembelajaran yang sering digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran. Peran pendidik sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan edukatif, serta memfasilitasi interaksi antara guru dan siswa dengan konten pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian belajar. Dalam pembelajaran interaktif, baik guru dan siswa maupun antar siswa, terlibat dalam proses pembelajaran. Melalui interaksi ini, siswa dapat mengembangkan kemampuan intelektual mereka.

Adapun langkah-langkah dalam praktik pembelajaran interaktif menurut Mulyanta dan Marlon Leong (2009) antara lain:

1) Tahapan Awal

Pada kegiatan awal ini pendidik menjadi fasilitator, di mana pendidik mengkondisikan peserta didik dan suasana belajar agar mereka semua siap dan termotivasi, sehingga ketika pembelajaran berlangsung peserta didik bisa membersamai pembelajaran dengan baik dan diharapkan mampu mencapai hasil pembelajaran yang efektif dan sudah ditentukan.

2) Tahapan inti

Bagian inti pembelajaran menekankan pentingnya mencapai kompetensi dasar melalui pendekatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menantang, dan menyenangkan.

Tujuannya adalah untuk memotivasi peserta didik agar aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

3) Tahapan akhir

Pada tahap akhir ini pendidik dan peserta didik membuat refleksi dan menyimpulkan materi yang sudah dipelajari. atau dengan membuat sebuah kelompok kecil dengan perwakilan kelompok yang wajib memberikan jawaban sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan.

Adapun manfaat dari pembelajaran interaktif yang dikutip dari buku dengan judul Media Pembelajaran Manfaat Strategi Pembelajaran Interaktif oleh Arsyad (2013) antara lain:

(4)

1) Pembelajaran akan terasa lebih menarik dan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar

2) Materi ajar akan lebih jelas dan tepat sasaran sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami materi ajar tersebut.

3) Guru akan memiliki banyak strategi mengajar yang inovatif dan bervariasi sehingga menghasilkan pembelajaran yang tidak membosankan

4) Kegiatan belajar yang melimpah membuat siswa dapat menikmatinya setiap kegiatan belajar tersebut.

Pembelajaran sejarah yang interaktif dengan melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses belajar, tidak hanya sebagai pendengar yang pasif tetapi sebagai pendengar dan penerima informasi yang aktif. Mereka tidak hanya belajar tentang fakta sejarah tetapi mereka diharapkan mampu mengembangkan kemampuan analisis. Pendekatan secara interaktif membantu siswa dalam belajar kritis, reflektif, dan terbuka.

Beberapa teknik belajar yang bisa diimplementasikan dalam membangun pembelajaran sejarah yang interaktif yaitu :

1) Diskusi kelompok

Teknik ini memungkinkan para peserta didik berpartisipasi dalam pembelajaran dengan bertukar ide pada topi-topik sejarah yang sedang diajarkan. Dengan berdiskusi secara kelompok siswa bebas dalam mengajukan pendapat, pertanyaan, argumen dan mencoba memahami sudut pandang yang berbeda dari anggota kelompoknya. Diskusi menjadi salah satu teknik belajar sejarah yang tepat dalam merangsang pemikiran kritis peserta didik karena pada kegiatannya siswa diharuskan siap mempertimbangkan dan mengevaluasi berbagai sudut pandang yang berbeda dengan apa yang mereka yakini selama ini.

2) Permainan peran

Untuk mendalami sebuah sejarah, guru bisa memberikan kegiatan belajar seperti permainan peran dimana siswa berperan sebagai tokoh-tokoh sejarah. Dengan memainkan peran seperti ini dapat meningkatkan pemikiran kritis anak, dalam menggali karakter tokoh dan memutuskan keputusan yang mempengaruhi hasil sejarah, memberikan pengalaman belajar sejarah yang mendalam dan pengembangan rasa empati dan kemampuan berpikir kritis mereka.

3) Simulasi sejarah

Hampir sama dengan permainan peran, simulasi sejarah adalah menciptakan lingkungan belajar yang sesuai atau menyerupai situasi sejarah pada masa itu. Dalam simulasi ini, masing-masing siswa diberikan peran sendiri dan memiliki tujuan mereka masing-masing.

Siswa perlu bekerja sama atau bersaing untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan simulasi ini siswa mampu belajar bagaimana menilai sebuah sudut pandang, mempertimbangkan setiap tindakan dan keputusan yang harus mereka ambil, hal inilah yang memicu pemikiran kritis pada anak didik.

(5)

Pembelajaran sejarah yang interaktif seperti ini akan menciptakan suasana belajar yang berkesan bagi siswa maupun guru. Selain mendapatkan pengalaman belajar baru siswa mampu meningkatkan kualitas dan cara berpikir mereka dalam belajar sejarah. Tidak hanya bergantung pada satu sumber ajar tetapi inisiatif mencari referensi lain yang memiliki perspektif lain. Guru juga mampu mengembangkan individunya dalam mengajarkan sejarah yang efektif kepada peserta didiknya.

C. Analisis Sumber Belajar

Menurut Sudjana (2010), sumber belajar merujuk pada segala bentuk yang memfasilitasi dan memudahkan individu dalam proses pembelajaran. Sudjana juga menggambarkan bahwa sumber belajar memungkinkan pertukaran informasi antara pendidik dan peserta didik, seperti yang dijelaskan oleh Rohani (1997). Di sisi lain, Kesimpulannya, sumber belajar adalah elemen yang digunakan dalam proses pendidikan untuk membantu dan memfasilitasi pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dapat digunakan sepenuhnya atau sebagian.

AECT (Association for Educational Communication and Technology), seperti yang diuraikan oleh Sanjaya (2011), mengidentifikasi enam jenis sumber pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar :

1) Pesan (Message)

Pesan yang menjadi sumber pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pesan formal dan non formal. Pesan formal adalah pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti pemerintah atau disampaikan oleh guru dalam proses belajar. Pesan ini dapat berupa komunikasi lisan maupun tertulis, seperti dokumen resmi, kurikulum, atau peraturan.

Di sisi lain, pesan non formal merujuk kepada pesan-pesan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran, seperti legenda, cerita lisan, ceramah dari tokoh-tokoh sejarah, atau peninggalan sejarah seperti bangunan candi.

2) Orang (People)

Pada dasarnya semua manusia bisa berperan sebagai sumber belajar, namun pada umumnya mereka dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama yaitu manusia yang didesain sebagai sumber belajar itu sendiri, seperti guru, dosen, instruktur, pustakawan dsb. sedangkan kelompok kedua merupakan orang yang berprofesi berbeda dari lingkungan pendidikan yang profesinya tidak terbatas, seperti petani, psikolog, politisi, tenaga kesehatan dsb.

3) Bahan (Materials)

Bahan pada sumber belajar adalah sebuah format yang digunakan sebagai simpanan bentuk pembelajaran, seperti buku teks, modul, PPT, alat peraga dsb. biasanya bahan sumber belajar biasa disebutsoftwareatau perangkat lunak.

4) Alat (Device)

Jika bahan tadi bersifat perangkat lunak sedangkan alat sebagai sumber sejarah ini adalah mereka (benda-benda) yang memiliki bentuk fisik. Alat ini berfungsi sebagai perantara dalam

(6)

penyajian bahan-bahan atau perangkat lunak tadi, misalnya proyektor, tape recorder, layar proyektor, dsb.

5) Teknik (Technique)

Teknik dalam sumber belajar ini adalah cara bagaimana seseorang itu memberikan pembelajaran atau informasi yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran, contohnya guru menggunakan teknik pembelajaran ceramah, diskusi dan permainan peran.

6) Latar (Setting)

Latar atau lingkungan dalam konteks sumber belajar merujuk pada tempat-tempat yang memfasilitasi proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

Contohnya termasuk kelas, laboratorium, halaman sekolah, lapangan olahraga, perpustakaan, dan sebagainya. Lingkungan ini berperan penting dalam menciptakan kondisi yang mendukung untuk pembelajaran efektif dan interaktif.

Selanjutnya Menurut Widja (1989) sumber belajar sejarah antara lain:

a. Peninggalan sejarah seperti jejak tertulis, jejak benda, dan jejak tertulis seperti catatan harian VOC, babad, candi, prasasti, museum dsb.

b. Jejak lisan seperti sepuh yang menjadi saksi sejarah atau bahkan pelaku sejarah itu sendiri.

c. Model, seperti permainan peran, miniatur candi dsb.

d. Bagan, seperti mind map, silsilah, dsb.

e. Peta, seperti peta dinding, globe, atlas, dsb.

f. Media Modern, seperti PPT, podcast, video animasi, dsb.

Analisis sumber belajar dalam pembelajaran sejarah adalah keterampilan analisis siswa terhadap sumber belajar yang sedang digunakan. Siswa akan dihadapkan dengan sumber-sumber sejarah seperti dokumen tertulis, artefak, gambar, atau sumber multimedia dengan itu siswa mampu menata ulang informasi yang ia terima, mencari tahu konteks kesejarahannya, dan mengembangkan sudut pandang kritis pada aspek kesejarahan.

Beberapa cara yang bisa digunakan guru dalam merangsang siswa untuk menganalisis sumber belajar dalam pembelajaran sejarah yaitu :

1) Pendedahan terhadap berbagai jenis sumber belajar sejarah

Pada kegiatan ini guru pertama-tama harus mengenalkan berbagai sumber sejarah baik yang bersifat primer maupun sekunder kepada siswa. Dengan diperkenalkannya sumber sejarah tersebut siswa akan mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang berbagai aspek kehidupan pada masa lalu. Contohnya, dengan melakukan penelitian tentang dokumen sejarah berupa surat-surat, pidato, atau catatan harian, siswa bisa mendapatkan wawasan tentang pemikiran, perasaan, dan pengalaman individu pada masa itu. Contoh lainya ketika siswa meneliti tentang artefak sejarah seperti alat rumah tangga, seni atau karya masa lalu, dan senjata perang, mereka dapat melihat aspek material dan kebudayaan masyarakat masa lalu.

(7)

2) Pertanyaan Analitis

Guru bisa mengajarkan siswanya untuk mengajukan pertanyaan analisis tentang setiap sumber yang mereka teliti. Pertanyaan yang mungkin bisa diajukan, seperti tujuan pembuatan sumber, siapa, kapan, di mana, dan mengapa 5W+1H. Dengan demikian mereka mampu kenyataan sejarah yang terjadi pada setiap sumber belajar yang mereka teliti, siswa juga bisa memahami latar belakang dan motivasi dibuatnya sumber sejarah itu serta menyadarkan mereka bahwa setiap sumber yang diberikan memiliki sudut pandang sendiri atau kepentingan tertentu dalam pembuatannya.

3) Evaluasi keberpihakan

Siswa dilatih untuk melihat dan mengevaluasi keberpihakan setiap sumber yang sedang diteliti. Pada evaluasi ini penilaian yang dihadirkan seperti kredibilitas pembuat sumber, konteks pembuatan sumber, serta potensi keberpihakan dan kecenderungan politik dari sumber tersebut. Dengan mengajarkan penilaian-penilaian tersebut siswa menyadari kelemahan dan kelebihan setiap sumber serta dapat menumbuhkan sikap skeptis dan kritis tentang informasi sejarah yang mereka dapatkan.

Dengan ketiga cara diatas siswa dapat mengembangkan keterampilan analitis yang kuat tidak hanya dalam konteks sejarah melainkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan mengetahui bahwa setiap sumber memiliki kelebihan dan kelemahan mampu menciptakan sikap skeptis dan kritis tentang informasi yang mereka dapatkan selain menjadi siswa yang terampil dalam berpikir kritis mereka akan menjadi pembaca yang cerdas dan pemikir yang berdiri sendiri.

D. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Menurut Polya (1973) pemecahan masalah dapat diartikan sebagai dengan mencari jalan keluar atau cara keluar dari sebuah rintangan atau perkara yang menyulitkan untuk mencapai tujuan yang tidak serta merta kita mengerti. Pemecahan masalah juga dapat diartikan sebagai aktivitas berpikir yang difokuskan dalam mencari jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan seleksi atas berbagai kemungkinan yang sedang dihadapi (Solso, 2008). Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam mencari jawaban dari sebuah permasalahan yang sedang dihadapi, tujuan yang ingin dicapai dan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Pemecahan masalah sejarah adalah proses keterlibatan siswa dalam menyelidiki, menganalisis, dan memadukan informasi untuk menjawab tantangan atau pertanyaan historis.

Dalam konteks pembelajaran sejarah, siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai masalah dan pertanyaan historis dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti yang relevan, dengan demikian siswa mampu mengembangkan argumen atau penjelasan yang mendasar dari pemikiran kritis mereka.

Adapun tahapan-tahapan dalam pemecahan masalah sejarah antara lain:

1) Identifikasi masalah

(8)

Tahapan pertama dalam pemecahan masalah sejarah adalah mengidentifikasi masalah atau pertanyaan yang diajukan. Siswa didorong dalam mempertimbangkan topik-topik yang sedang dibicarakan, peristiwa sejarah yang memiliki dampak besar, atau aspek kehidupan yang menarik perhatian mereka. Dengan mengidentifikasi permasalahan itu dengan tepat, siswa dapat memimpin penelitian dengan lebih terarah.

2) Pengumpulan dan Analisis Bukti

Setelah mengidentifikasi masalah, siswa selanjutnya melakukan pengumpulan dan analisis bukti-bukti yang berkaitan atau relevan dalam mendukung argumen atau jawaban mereka.

Mereka bisa menggunakan sumber-sumber sejarah dalam pengumpulan dan analisis bukti seperti dokumen, arsip, artefak, dan rekaman suara. Namun dalam pengumpulan dan analisis bukti ini siswa perlu mengevaluasi relevansinya dengan masalah yang sedang diajukan.

3) Pengembangan argumen

Setelah mendapatkan bukti yang cukup, siswa kemudian perlu mengembangkan argumen atau jawaban yang masuk akal terkait masalah tersebut. Dengan demikian, penggunaan pemikiran yang kritis akan sangat diperlukan, dalam menganalisis setiap aspek dan pengaruhnya dalam menyimpulkan jawaban dan solusi yang didukung oleh bukti.

Dari tahapan-tahapan di atas akan berdampak positif bagi siswa di antaranya:

1) Memperkenalkan siswa pada kompleksitas sejarah: pemecahan masalah sejarah ini membantu siswa dalam menyadarkan dan memahami bahwa sejarah tidak senantiasa abu-abu, melainkan penuh dengan intrik dan kompleksitas di setiap peristiwa sejarah.

2) Mendorong pemikiran analitis: dengan pemecahan masalah ini siswa diajak untuk berpikir secara analitis perihal sejarah, mereka perlu mempertimbangkan setiap faktor dan motivasi yang mempengaruhi terjadinya peristiwa tersebut.

3) Meningkatkan kemampuan dalam berargumentasi dan penalaran: siswa yang sudah berpengalaman dalam memecahkan masalah mampu mengembangkan argumen yang independen dengan didukung oleh bukti yang sudah ia teliti dan mampu meningkatkan kemampuan mereka tentang mengemukakan pendapat dan ide-ide secara jelas.

Pemecahan masalah sejarah bisa menjadi aspek yang digunakan guru dalam pembelajaran sejarah karena memungkinkan siswa dalam pengembangan pemahaman tentang masa lalu dan menguatkan keterampilan berpikir kritis. Dengan tahapan-tahapan yang dilalui siswa, siswa mampu menjadi pelajar yang aktif dan terbuka dalam memahami warisan sejarah mereka.

E. Penggunaan Teknologi

Perkembangan teknologi di era saat ini mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan penerapan teknologi dan pengetahuan yang semakin canggih, kita menyaksikan integrasi teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sebagai individu yang terlibat dalam dunia pendidikan, baik sebagai pengajar maupun peserta didik, penting bagi kita untuk terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Hal ini tidak hanya

(9)

relevan bagi para guru atau dosen, tetapi juga bagi siswa dan mahasiswa, sehingga kita semua dapat memanfaatkan potensi teknologi secara maksimal dalam proses belajar-mengajar.

Guru perlu penggunaan teknologi dalam pembelajaran di sekolah, metode konvensional seperti ceramah harus perlahan ditinggalkan, karena saat ini pembelajaran tidak berpusat kepada guru lagi melainkan siswanya. Penggunaan teknologi pada pembelajaran sekolah mengharuskan siswa untuk lebih aktif, pendekatan yang berpusat pada siswa ini perlu dibimbing oleh guru dalam memecahkan masalah yang sedang dialami siswanya pada proses pembelajaran (Kurniawan, dkk. 2018:2; Antika, 2014:253; Gantrisia, dkk, 2018:18).

Pada pembelajaran sejarah teknologi digunakan sebagai pembuka peluang baru bagi siswa untuk menjelajahi, menganalisis, dan memahami kejadian di masa lalu dengan cara yang lebih inovatif dan interaktif. Dengan banyaknya akses ke sumber-sumber digital, siswa dapat memperoleh wawasan yang lebih luas bahkan dibanding gurunya. Berikut beberapa cara di mana penggunaan teknologi mampu memperkaya pengalaman belajar sejarah:

1) Akses ke Sumber-Sumber Digital

Dengan memanfaatkan teknologi saat ini siswa mampu mengakses berbagai sumber-sumber sejarah secara digital baik berupa tulisan maupun lisan. Dengan menggunakan internet siswa lebih mudah dalam mencari dan mengeksplorasi sumber sejarah dari berbagai periode waktu dan lokasinya. Dengan mudahnya pencarian sumber belajar membuka pintu siswa untuk melakukan pembelajaran secara mandiri dan eksplorasi yang mendalam tentang sejarah.

2) Penggunaan multimedia dalam presentasi

Perkembangan teknologi yang kita rasakan saat ini memungkinkan siswa dalam pembuatan presentasi multimedia yang kreatif dan menarik mengenai topik sejarah yang selama ini dilihat dalam bentuk hitam putih. Siswa yang mampu memanfaatkan perangkat lunak presentasi, pembuat video, atau platform online lainya, bisa menyajikan informasi sejarah yang memikat para audiens. Selain membantu dalam pengembangan pemikiran kritis, mereka siswa juga bisa mengembangkan keterampilan kreativitasnya.

3) Permainan edukatif

Dengan memanfaatkan teknologi guru mampu menciptakan pembelajaran yang menarik.

Permainan edukatif dalam konteks sejarah bisa memberikan siswa pandangan betapa menyenangkan pembelajaran sejarah yang mereka alami saat ini. Sebagai guru memberikan pengalaman belajar yang imersif seperti ini akan membantu siswa untuk memahami kompleksitas sejarah dengan cara yang senang dan mudah.

Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran sejarah memberikan harapan yang besar untuk meningkatkan pengalaman belajar sejarah siswa dan memperkuat keterampilan kritis maupun kreatif siswa. Dengan memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran seperti contoh di atas guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang baik, menarik, dinamis dan yang terpenting berpusat pada siswanya serta membekali mereka dengan keterampilan teknologi yang bertambahnya hari semakin berkembang.

F. Penutup

(10)

Selain belajar tentang masa lalu, sejarah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didiknya. Keterampilan kritis menjadi bekal yang penting bagi setiap individu untuk bisa bertahan hidup di era berkembangnya teknologi saat ini.

Pembelajaran sejarah bisa merangsang keterampilan tersebut dengan pendekatan pembelajaran yang interaktif, analisis sumber belajar, pemecahan masalah, dan pemanfaatan teknologi, memberikan peluang besar bagi sejarah untuk meningkatkan keterampilan kritis siswanya. Guru saat ini harus meninggalkan pembelajaran dengan metode konvensional yang membosankan dan satu arah, guru bisa mencoba pendekatan dan pemanfaatan yang lebih relevan dengan zaman saat ini sehingga guru mampu mengimbangi kebutuhan siswanya serta pembelajaran saat ini yang lebih berpusat kepada siswa, menjadikan guru sebagai fasilitator yang mensupport dan mendorong perkembangan siswanya baik berpikir kritis atau motivasi untuk menjalani hidup.

G. Daftar Pustaka

Ade, Sanjaya. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Ahmad Rohani. 1997. Media instruksional Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta

Alfianti, R. A., Suprapta, B., & Andayani, E. S. (2019). Model Pembelajaran Interaktif dan Keterampilan Sosial terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa pada Pembelajaran Sejarah di SMA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 4(7), 938-943.

Antika, R. R. (2014). Proses pembelajaran berbasis student centered learning (Studi deskriptif di sekolah menengah pertama Islam Baitul ‘Izzah, Nganjuk). Jurnal biokultur, 3(1), 251-265.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Beyer, B. K. (1995). Critical Thinking. Fastback 385. Phi Delta Kappa, 408 N. Union, PO Box 789, Bloomington, IN 47402-0789.

Effendi, D., & Wahidy, A. (2019, July). Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran menuju pembelajaran abad 21. In Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang.

Evitasari, O., Qodariah, L., & Gunawan, R. (2020). Pemanfaatan Fungsi Museum sebagai Sumber Belajar Sejarah dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis. Estoria: Journal of Social Science and Humanities, 1(1), 43-56.

Facione, N. C., & Facione, P. A. (2008). Critical thinking and clinical judgment. Critical thinking and clinical reasoning in the health sciences: A teaching anthology, 2008, 1-3.

Gantrisia, K., Ekawati, D., & Cansrina, G. METODE SCL BERBASIS E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA JERMAN SEBAGAI BAHASA ASING.

(11)

Hardiana, Y. (2017). Pembelajaran sejarah Indonesia berbasis peristiwa-peristiwa lokal di Tasikmalaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam Historia Jurnal Pendidikan Sejarah dan Sejarah, 15.

Hasan, S. Hamid, Pengembangan Kompetensi Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah, Makalah: Seminar IKAHIMSI di UPI, 8 April 2008.

Husni, I., & Ilahi, R. P. (2023). Peningkatan Pemikiran Kritis Siswa SMAN 1 Plus Matauli Pandan melalui Pendekatan Pembelajaran Sejarah. Indonesia Bergerak: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 74-79.

I Gede Widja. 1989. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan.

Semarang: Satya Wacana

Kurniawan, M. A., Miftahillah, A., & Nasihah, N. M. (2018). Pembelajaran berbasis student-centered learning di perguruan tinggi: suatu tinjauan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 21(1), 1-11.

Leong, Marlon dan St Mulyanta. (2009).. Tutorial Membangun Multimedia Interaktif Media Pembelajaran. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Polya, G. (1973). How To Solve it: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey, USA: Princeton University Press.

Pujiono, E. (2017). Media pembelajaran interaktif berbasis construct 2 pada mata pelajaran sejarah Indonesia materi Hindu Budha untuk SMA Negeri 1 Semarang kelas X. JP3 (Jurnal Pendidikan Dan Profesi Pendidik), 3(1), 1-17.

Rohmalia Wahab. (2018). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Rusman. (2009). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran. Bandung: UPI Press

Santosa, F. H., Umasih, U., & Sarkadi, S. (2018). Pengaruh model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa di SMA Negeri 1 Pandeglang. JTP-Jurnal Teknologi Pendidikan, 20(1), 13-27.

Sasson, I., Yehuda, I., & Malkinson, N. (2018). Fostering the skills of critical thinking and question-posing in a project-based learning environment. Thinking Skills and Creativity, 29, 203–212.

Solso, L.R., Maclin, H.O., & Maclin, K.M. Psikologi Kognitif. Erlangga:Jakarta, 2008

Sudjana, Nana. 2010. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sumargono, S., Basri, M., Istiqomah, I., & Triaristina, A. (2022). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah. Tarbiyah Wa Ta'lim: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 141-149.

Utomo, S, S. (2020) Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Sejarah. CV. Amerta Media.

(12)

Zubaidah, S. (2010, January). Berpikir Kritis: kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran sains. In Seminar Nasional Sains (pp. 1-14).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil menunjukkan bahwa penerapan keterampilan berpikir kesejarahan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa

masalah, maka permasalahan yang dikaji pada rumusan masalah ini adalah “Baga imana pendekatan Open Ended untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

Artinya pembelajaran dengan pendekatan metakognitif AO lebih memfasilitasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah untuk indikator merencanakan penyelesaian masalah dan

Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis

Hasil penelitian ini adalah dengan mengintegrasikan langkah pembelajaran berbasis masalah ke dalam keterampilan berpikir kritis, dapat meningkatkan keterampilan berpikir

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan hasil implementasi model pembelajaran berbasis masalah pada mata kuliah kajian wanita dalam sejarah dalam upaya

Hasil penelitian ini adalah dengan mengintegrasikan langkah pembelajaran berbasis masalah ke dalam keterampilan berpikir kritis, dapat meningkatkan keterampilan berpikir

Dari analisis terhadap 30 artikel yang berfokus pada pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa, disimpulkan bahwa aplikasi