DAFTAR ISI DAFTAR ISI1
BAB I PENDAHULUAN 2 1.1 Latar Belakang 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Penjelasan Sekuensing 3
2.2 Penjelasan Next Generation Sequencing 3
2.3 Penjelasan Aplikasi Next Generation Sequencing untuk Analisis Transkriptom 4
2.4 Penjelasan Down Syndrome 5
2.5 Mekanisme Analisis Transkriptom untuk Kemungkinan Down Syndrome 5
BAB III PEMBAHASAN 6
3.1 Penjelasan Dasar Sequencing 6
3.2 Aplikasi Next Generation Sequencing untuk Analisis Transkriptom 6 3.3 Analisis Transkriptom untuk Kemungkinan Down Syndrome 7 BAB IV PEMBAHASAN 9
4.1 Kesimpulan 9 4.2 Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode Next Generation Sequencing memiliki kemampuan dalam analisis DNA yang jauh melampaui metode Sanger. Teknik Next Generation Sequencing mampu melakukan sekuensing terhadap jutaan fragmen DNA dalam satu kali run dan dengan biaya yang relatif kecil. Seperti teknik sekuensing Sanger, teknik Next Generation Sequencing menentukan komposisi dasar basa nukleotidik melalui deteksi chemiluninescence. Penggunaan teknologi Next Generation Sequencing tidak hanya terbatas pada sekuensing genom saja, namun juga telah menuju pada tahap aplikasi seperti deteksi ekspresi gen skala besar menggunakan transkriptom.
Transkriptom sendiri memiliki tujuan untuk menentukan struktur transkripsi dari gen dan mengukur tingkat ekspresinya pada waktu dan kondisi tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penjelasan Sekuensing
DNA (Deoxyribonucleic Acid) sekuensing merupakan prosedur untuk menentukan urutan dari empat basa yang membentuk molekul DNA. Sekuens DNA adalah sebuah informasi genetik yang dibawa oleh suatu sekmen DNA spesifik. Informasi sekuens DNA tersebut dapat digunakan untuk menentukan sekuens DNA mana yang mengandung gen, mengaktifkan atau non-aktifkan gen dan yang paling penting, data sekuens dapat menunjukkan variasi pada gen yang dapat menyebabkan penyakit. Pada DNA sekuens, double helix, dana empat basa kimia selalu berikatan dengan pola yang sama untuk membentuk base pairs. Lebih mudahnya, adenine (A) selalu berpasangan dengan thymine (T); cytosine (C) selalu berpasangan dengan guanine (G). genome manusia mengandung sekitar 3 milyar base pairs (Mitra, 2018).
Sanger sekuensing merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Frederick Sanger pada tahun 1997. Sanger sekuensing dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai DNA. Teknik tersebut elibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuksekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi. Pada metode sanger, pemanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonikleotida pendek yang disebut primer (Allison, 2007).
2.2 Penjelasan Next Generation Sequencing
Sekuensing DNA dengan metode Sanger telah digunakan selama 20-30 tahun terahir sebagai standar untuk identifikasi dan diagnosis penyakit genetik.
Ahir-ahir ini banyak dikembangkan teknologi sekuensing, yang biasa disebut
“Next Generation Sequensing”(NGS). NGS merupakan teknologi sekuensing paling modern dan lebih murah dalam melakukan sekuensing genome dibandingkan dengan sanger sekuensing. Berbagai jenis sekuensing telah dikembangkan. 3 jenis sekuensing yang telah dapat digunakan secara komersial yang dapat memproduksi secara gigabase adalah Illumina sekuensing dengan sintesis DNA, Roche’s 454 dengan pyrosekunsing, dan ABI SOiD dengan ligasi oligonukleotida(Zhang et al; 2012).
Next Generation Sequensing memiliki keunggulan diantaranya lebih murah dan menghasilkan hasil sekuensing yang lebih banyak dibandingkan dengan metode sekuensing tradisional seperti metode Sanger. Hasil sekuensing yang banyakdapat memfasilitasi penemuan dari gen dan elemen regulasi yang berasosiasi dengan penyakit. Sekuensing target dapat dijadikan identifikasi dari penyakit penyebab mutasi untuk diagnosis dari konsisi patologis. Sekuens RNA dapat member informasi pada seluruh trancriptome dari sample pada single analisis. Meskipun NGS lebih murah dan lebih hemat waktu dibanding generasi pertama sekuensing, NGS maih terlalu mahal untuk beberapa lab, uji dengan NGS dapat berharga lebih dari 100.000 dolar amerika dan harga reagen sekuensing dapat mencapai 1.000 dolar amerika per genome. Selain itu, NGS pada sekuens pembacaan sekuens pada rantai pendek (200-500 nukleotida) dapat menyebabkan eror, dan analisis data dapat memakan waktu yang lama (Grsa and Weinbrecht, 2013).
2.3 Penjelasan Aplikasi Next Generation Sequencing untuk Analisis Transkriptom
Teknologi NGS adalah sebuah alat yang sangat baik dan murah untuk mendapatkan hasil yang baik dalam analisis transcriptome. Dengan menganalisis trancriptome pada keakuratan yang belum pernah dilakukan, ribuan variasi transkrip baru dan isoforms telah ditunjukkan pada jaringan atau organ mamalia.
Keuntungan ini dapat mempercepat pemahaman terhadap kompleksitas dari ekspresi gen. Teknik baru ini biasanya membutuhkan jumlah yang sangat sedikit
dari total RNA untuk analisisnya (Tang et al, 2009). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ekspresi gen selalu heterogeneous meskipun dari tipe sel yang sama (Hang, 2009). Perbedaan dalam transcriptome juga dapat memberikan informasi utama pada komposisi dalam suatu tipe sel. Heterogenitas dari ekspresi gen termasuk kesamaan tipe sel dapat dilihat dari perbedaan pada status epigenetic dari genom(Tang et al; 2011).
2.4 Penjelasan Down Syndrome
Down Syndrome adalah salah satu penyebab utama pada disabilitas intelektual dan jutaan pasiendari penyakit ini menderita berbagai masalah kesehatan termasuk belajar dan ingatan, penyakit jantung congenital, Alzheimer, leukemia, kanker, dan lainnya. Down Syndrome merupakan akibat dari tidak seimbanggnya gen yang terletak pada kromosom 21 manusia(Has 21). Trisomi 21(kariotipe 47, XX, + 21 untuk perempuan dan 47, XY, + 21 untuk laki-laki) disebabkan oleh kegagalan kromosom 21 untuk berpisah selama dalam perkembangan sel telur atau sel sperma(Asim et al; 2015).
2.5 Mekanisme Analisis Transktriptom untuk Kemungkinan Down Syndrome
Sindrom Down terjadi karena adanya kelainan jumlah kromosom no. 21 sehingga berpengaruh terhadap perkembangan fisik dan mental manusia. Analisis transkriptom digunakan sebagai salah satu deteksi terjadinya kelainan baik pre maupun post-natal. Pemrofilan RNA dapat diketahui dengan sekuensing fragmen-fragmen pendek nukleotida secara keseluruhan untuk diperoleh peta sekuens RNA (Mutz et al., 2013). Sindrom Down ditandai dengan over- expression segmen gen Hsa21 dibandingkan dengan gen dari kromosom lainnya.
Penerapan NGS pada analisis transkriptome lebih menguntungkan apabila digunakan dalam deteksi Sindrom Down karena lebih efektif dan efisien (Pelleri et all., 2018).
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Penjelasan Dasar Sequencing
Deteksi adanya kelainan ekspresi pada suatu sel dapat dideteksi dengan melihat pemetaan sekuens khususnya RNA-seq atau transkriptom. Sekuensing merupakan bagian dari molekuler yang berkaitan dengan pengurutan basa-basa nitrogen dari nukleotida. Teknik NGS memiliki prinsip dasar pyrosequencing, 454 sequencing, Solexa, dan SOLiD. Pyrosequencing merupakan teknik pemetaan DNA yang berdasarkan deteksi terhadap pirofosfat (PPi) yang dilepaskan selama sintesis DNA. Teknik ini memanfaatkan reaksi enzimatik yang dikatalisis oleh ATP Sulfurilase dan Luciferase untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama penambahan nukleotida.
Secara garis besar proses yang terjadi yaitu pemotongan fragmen dengan panjang kira-kira 100 bp. Fragmen yang telah berupa single-stranded ditempel pada beads yang terpisah satu sama lain. Reaksi Polimerase Berantai dilakukan dengan siklus yang berulang hingga diperoleh jutaan copy fragmen nukleotida.
Jutaan fragmen tersebut dimasukkan dalam enzim sehingga terjadi penambahan fragmen nukleotida. Fragmen-fragmen tersebut akan terbaca dan dapat dideteksi ekspresi yang dihasilkan dengan melihat komposisi fragmen yang ada.
3.2 Aplikasi Next Generation Sequencing untuk Analisis Transkriptom Teknik sekuensing bertujuan untuk menentukan urutan basa suatu genom atau transkriptome. Teknik sekuensing berkembang dengan cepat dan terus mengalami perbaikan mulai dari metode Sanger hingga NGS. Teknologi NGS, memungkinkan untuk menggabarkan keseluruhan dari ekspresi RNA. RNA sequencing (RNA-seq), menggambarkan ekspresi seluruh transkriptome dengan
demikian dimungkinkan untuk analisis transkriptome dan metabolisme pada makhluk hidup.
Analisis Sequencing RNA terdiri dari beberapa tahapan, yaitu data mentah yang dihasilkan oleh NGS yang terdiri dari sinyal fluorescent yang harus dikonversi menjadi urutan fragmen yang pendek, lalu potongan fragmen tersebut disamakan dengan genom referensi atau transkriptome. Jumlah fragmen pendek yang telah dipetakan dihitung serta dihitung juga tingkat ekspresi gen dengan algoritma. Selanjutnya dengan menggunakan analisis statistik, ekspresi gen yang berbeda antara genom normal dan genom yang dianalisis dapat ditentukan, sehigga analisis trankriptome dapat dilakukan.
3.3 Analisis Transkriptom untuk Kemungkinan Down Syndrome
Down syndrome disebabkan oleh trisomi pada kromosom 21 dan terjadi pada sekitar 1 dari 700 bayi yang lahir. Down syndrome menunjukkan berbagai kompleks fenotip, termasuk kelainan perkembangan, defisiensi pada system kekebalan tubuh, fitur wajah yang khas, keterbelakangan mental, dan penyakit jantung bawaan. Kisaran dan variablitas dari sifat-sifat klinis menunjukkan bahwa banyak gen yang terlibat dalam pathogenesis Down Syndrome. Region-region yang diduga mengandung gen-gen yang berkontribusi dalam sifat-sifat Down Syndrome merupakan Down Syndrome Critical Region (DSCR). Beberapa peneliti telah mengindikasikan bahwa sebuah wilayah (region) berukuran 1,6 hingga 2,5 Mb dapat mengandung semua gen dengan dosis yang tidak seimbang yang menyebabkan sebagian besar sifat Down Syndrome. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa adanya gen lain yang dipetakan diluar DSCR yang turut terlibat dalam sejumlah fenotip dari Down Syndrome. DSCR minimal manusia diketahui mengandung beberapa gen yaitu, SIM2, HLCS, DSCR5, TTC3, DSCR3, DYRK1, KCNJ6, DSCR4, KCNJ15, and ERG. Gen-gen tersebut teridentifikasi dalam katalog gen awal urutan 33,5 Mb dalam kromosom 21 manusia (HSA21) (Toyoda et al., 2002).
Diagnosis Down Syndrome dapat dilakukan pada masa kehamilan dengan menggunakan pengambilan sampel chorionic villus (CVS) dengan menggunakan teknologi Next Generation Sequencing (NGS). Diagnosis Down Syndrome dilakukan dengan menentukan rasio kromosom alelik, yaitu rasio antara kromosom target (kromosom 21) dengan kromosom referensi (kromosom 1). Pada janin perempuan Euploidi terdapat rasio kromosom X dan kromosom 21 sama dengan kromosom 1 (rasio 2:2). Jika terdapat peningkatan kromosom 21 dibandingkan kromosom 1 maka akan didapatkan rasio 3:2 yang menunjukkan adanya trisomi pada kromosom 21. Selain menggunakan CVS, diagnosis dapat pula dilakukan dengan menggunakan cell-free fetal DNA (cffDNA) yang berada dalam plasma maternal, namun cukup sulit dilakukan karena tingginya kemungkinan DNA ibu dapat terdeteksi (Sillence, 2013).
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diagnosis Down Syndrome dapat dilakukan pada masa kehamilan dengan pengambilan sampel chorionic villus dengan menggunakan teknologi Next Generation Sequencing. Data yang diperoleh dari metode Next Generation Sequencing tersebut, terdiri dari sinyal fluorescent yang kemudian akan dikonversi menjadi urutan fragmen yang pendek, fragmen-fragmen tersebut akan disamakan dengan genom referensi atau transkriptom, yang jumlahnya akan dihitung kemudian ditentukan tingkat ekspresi gen dengan algoritma. Penentuan ekspresi gen yang berbeda antara genom normal dengan genom yang sedang dianalisis tersebut dapat dilakukan menggunakan analisis statistik, sehingga analisis transkriptom dapat dilakukan. Diagnosis terhadap Down Syndrome sendiri dilakukan melalui penentuan rasio kromosom alelik, yaitu rasio antara kromosom target, yaitu kromosom 21 dengan kromosom referensi, yaitu kromosom 1.
4.2 Saran
Menurut kami, observasi secara langsung penting dilakukan untuk mengenali lebih lanjut metode Next Generation Sequencing untuk pendeteksian Down Syndrome menggunakan transkriptom. Hal ini disebabkan, karena terdapatnya perbedaan pada tiap sumber bacaan yang ditemukan, sehingga penting dilakukannya observasi secara langsung dalam mendeteksi Down Syndrome menggunakan transkriptom pada metode Next Generation Sequencing.
DAFTAR PUSTAKA
Allison, L.A. (2007). Fundamental Molecular Biology. Malden, MA: Blackwell Publishing.
Asim, A; A. Kumar, S. Muthuswamy, S. Jain and S. Agarwal. 2015. “Down syndrome: an insight of the disease .Journal of Biomedical Science.
22(41):1-9.
Grada, A and K.Weinbrecht.2013. Next-Generation Sequencing: Methodology and Application. Journal of Investigative Dermatology. 133(11):1-4.
Hattori. 2002. Comparative Genomic Sequence Analysis of the Human Chromosome 21Down Syndrome Critical Region. Genome Research.
12:1323–1332.
Huang, S. Non-genetic heterogeneity of cells in development: more than just noise. Development 136, 3853–3862 (2009).
Mitra,M. 2018. DNA Sequencing Basics and its Applications. SCIOL Genet Sci.
1(2):80-84.
Mutz, K. O., A. Heikenbrinker, M. Lonne, J. G. Valter, and f. Stahl. 2013.
Transcriptome Analysis using Next-Generation Sequencing. Current Opinion in Biotechnology. 24: 22-30.
Pelleri, M. C., C. Cattani, L. Vitale, F. Antonaros, P. Strippoli, C. Locatelli, G.
Cocchi, A. Piovesan, and M. Caracausi. 2018. Integrated Quantitative Transcriptome Maps of Human Trisomy 21 Tissues and Cells. Frontiers in Genetics. 9 (125): 1-15.
Sillence, K. A., T E. Madgett, L. A. Roberts, T. G. Overton and N. D. Avent.
2013. Non-Invasive Screening Tools for Down’s Syndrome: A Review.
Diagnostics. 3: 291-314.
Tang,F; C. Barbacioru, Y. Wang, E. Nordman, C. Lee, N. Xu, X. Wang, J.
Bodeau, B. B. Tuch, A. Siddiqui, K. Lao and M .A. Surani. 2009. mRNA-
Seq whole-transcriptome analysis of a single cell. Nature Method. 6(5) : 377-384.
Tang,F; K. Lao and M. A. Surani. 2011. Development and applications of single- cell transcriptome analysis. Natural Method. 8(4) : 6-11.
Toyoda, A., H. Noguchi, T. D. Taylor, T Ito, M. T. Pletcher, Y. Sakaki, R. H.
Reeves, and M. Zhang,W; H. Cui, and L. J. C. Wong.2012. Application of Next Generation Sequencing to Molecular Diagnosis of Inherited Diseases. Top Curr Chem. DOI: 10.1007/128_2012_325