• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERSAYA ALAM DAN LINGKUNGAN “METODE RESPON DOSE DAN METODE PREREVENTIF”

N/A
N/A
ratu cholilah

Academic year: 2023

Membagikan "METODE VALUASI EKONOMI SUMBERSAYA ALAM DAN LINGKUNGAN “METODE RESPON DOSE DAN METODE PREREVENTIF”"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERSAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

“METODE RESPON DOSE DAN METODE PREREVENTIF”

A. METODE RESPON DOSIS

Dose-Response Method merupakan prosedur tidak langsung valuasi biaya lingkungan dan manfaat. Dose-Respone methode adalah metode valuasi SDA dan lingkungan dengan menilai pengaruh kandungan zat kimia atau polutan tertentu terhadap kegiatan ekonomi atau utilitas konsumen. Metode ini menekankan pada hubungan antara kehidupan manusia (lebih sempitnya lagi pada pertambahan output dari barang dan jasa yang memiliki pasar) dan perubahan dari sumber daya alam baik kualitas maupun kuantitas (Maller, 1992). Metode ini juga melihat perubahan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang mempengaruhi produktivitas dan biaya produksi, sehingga akan mempengaruhi harga dan produksi. Sebagai contoh perubahan produktivitas lahan akibat pemanfaatan sumberdaya yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri.

Menurut Yakin (1997) berdasarkan pada gagasan bahwa kualitas lingkungan bisa dianggap sebagai suatu faktor produksi. Peningkatan kualitas lingkungan akan mengakibatkan perubahan dalam biaya produksi yang selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya sutu perubahan harga, output, dan atau tingkat pengembalian modalnya. Masalah yang bisa diterapkan dengan metode ini misalnya dampak kualitas air terhadap produktivitas pertanian, perikanan komersial, industri pengguna air bersih, dan dampak polusi udara terhadap bahan/material, kesehatan, produktivitas manusia, serta kebersihan rumah tangga atau bangunan. Saat ini metode ini umumnya diaplikasikan pada penilaian ekonomi dari lingkungan pertanian.

Penelitian yang menggunakan dose response kebanyakan dilakukan oleh negara-negara industri (Lvovsky, 1998). Walaupun demikian, metode ini dapat digunakan di negara berkembang dengan cara ekstrapolasi dan terbukti hasilnya cukup valid. Adapun kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :

1. Metode ini dapat diterapkan pada kasus-kasus dimana orang tidak sadar terhadap dampak yang diakibatkan oleh polusi.

2. Merupakan metode pengukuran manfaat yang sulit dan biasanya menjadi perhatian pembuat kebijaksanaan

Adapun kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut :

(2)

1. Metode ini kesulitan untuk memperkirakan fungsi dose-response, yaitu modelling respon produsen dan memasukkan efek dari output dan harga.

2. Jika nilai non pengguna cukup tinggi maka metode ini akan menyebabkan estimasi yang terlalu rendah terhadap keuntungan dari kebijaksanaan lingkungan.

Terdapat dua tahapan prosedur dalam metode ini, yaitu : (1) menentukan pengaruh secara fisik dari perubahan lingkungan pada kegiatan ekonomi, (2) Menilai hasil perubahan lingkungan tersebut terhadap produksi dan konsumsi, biasanya menggunakan harga pasar.

Tahapan Pelaksanaan (Soemarno, 2010):

a. Menentukan perubahan kuantitas sumberdaya alam yang dihasilkan untuk jangka waktu tertentu

b. Memastikan bahwa perubahan merupakan hal yang berkaitan dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

c. Mengalikan perubahan kuantitas dengan harga pasar.

NO KOMODITI POTENSI

DUGAAN (+/-)

HARGA PASAR PER UNIT

PERKIRAAN NILAI

(x) (ton) (Rp/unit) (Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Total ... ... ...

Nilai = ∑ (komoditi i * harga i)

Contoh Aplikasi Metode Respon Dosis:

1. Nilai Kehilangan Unsur Hara(NKH)/Biaya Pengganti Pupuk (Soemarno, 2010).

NKH = ∑𝑛𝑖=1∑ ( JKHij x HPi x Lj )𝑛𝑗=1 JKHij = ∑𝑛𝑖=1∑ (𝑛𝑗=1 JTDj x Pr Hi )

Dimana:

NKH = Nilai kehilangan unsur hara (Rp)

JKHij = Jumlah kehilangan unsur hara ke-i pada unit lahan-j (kg/ha)

(3)

HPi = Harga pupuk jenis-i (Rp/kg)

Lj = Luas lahan sawah pada unit lahan-j (ha)

JTDj = Jumlah tanah terdegradasi pada unit lahan-j (ton/ha)

Pr Hi = Proporsi unsur hara ke-i dari 1 ton tanah yg terdegradasi(kg) i = Jenis unsur hara atau pupuk (N,P,K)

j = Unit lahan sawah

2. Teknik respon dosis pada produksi sumberdaya alam (pertanian, satwa, ikan) (Lidiawati, 2003)

PNKP = ∑ (KMt x DSFLt x Pt) (1 + i) − t 𝒏𝒕=𝟏 Dimana:

PNKP = nilai kini(present value) perubahan pendapatan selama berlangsungnya dampak

KMt = kerugian marjinal berupa besar penurunan produksi setiap kenaikan satu unit dampak sumberdaya atau fungsi lingkungan pada tahun ke t

DSFLt = selisih kondisi sumberdaya atau fungsi lingkungan antara tanpa (normal) dan dengan adanya pembakaran lahan dan hutan pada tahun ke t

Pt = harga jual produk pada tahun ke t i = suku bunga bank

t = jangka waktu berlangsungnya dampak lingkungan

3. Dampak Polusi Udara terhadap Kesehatan Masyarakat

Dalam penelitian Mursinto dan Kusumawardani (2016), penilaian ekonomi dampak polusi udara akibat gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan masyarakat dilakukan dengan menentukan empat faktor utama yaitu koefisien dose- respone, jumlah penduduk yang terkena dampak, perubahan polutan yang diukur, dan penilaian eknomi terhadap kesehatan.

Tahap pertama adalah mengestimasi dampak polusi udara pada kesehatan masyaraka. Koefisien dose-respon menggambarkan estimasi perubahan yang terjadi pada kasus kesehatan masyarakat dengan perubahan pada kualitas udara.

Tahap ke dua, mengalikan koefisien dose-respone dengan jumlah penduduk yang terkena dampak polusi udara. Dampak polusi udara timbul pada semua penduduk atau sebagian , seperti kelompok anak-anak atau kelompok orang dewasa saja.

(4)

Tahap ketiga, menghitung dampak kesehatan akibat polusi udara dengan menggunakan perhitungan kualitas udara.

Perubahan aktual tergantung pada standar kualitas udara yang digunakan dan data yang diperole. Standar kualitas udara biasanya mengacu pada standar okal yang ditetapkan suatu negara, standar Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, dan standar World Healt Organization (WHO). Perubahan kualitas udara juga dapat dihitung dengan membuat presentase terhadap penurunannya, mislanya 10 %.

Metode ini mengasumsikan bahwa perubahan polusi udara adalah proporsi sederhana trhadap perubahan gas buang kendaraan bermotor, diasumsikan dapat menurunkan kandungan polutan dalam udara dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat sebesar 10 persen.

Ostro (1996) dalam beberapa penelitiannya, menggunakan metode ini untuk meakukan estimasi dampak kesehatan akibat polusi udara. Metode ini disebut juga dose-response relationship karena merupakan hubungan antar kosentrasi polutan (dose) dan dampaknya secara fisik (response) terhadap kesehatan masyarakat. Persamaan matemastis metode ini adalah:

dHi = bi x POPi x dA dimana:

dHi = perubahan resiko kesehatan masyarakat di daerah i

bi = koefisien dose-response terhadap kesehatan masyarakat di derah i POPi = masyarakat di daerah i yang terkena resiko kesehatan

dA = perubahan polutan udara dibawah ambang batas

Tahap terakhir, melakukan penilaian ekonomi dengan menghitung estimasi manfaat yang diperoleh terhadap kesehatan masyarakat. Penilaian ekonomi berdasarkan estimasi willingness to pay (kemauan untuk membayar) untuk menurunkan resiko yang mengakibatkan premature mortality. Sedangkan pendekatan cost of illeness (biaya kesehatan) digunakan dalam melakukan penilaian ekonomi untuk mengestimasi perubahan pada morbidity.

Berbagai penelitian terdahulu mengungkapkan variasi koefisien estimasi dose- respone. Koefisien estimasi atas dan bawah mencerminkan batas dampak kesehatan aktual, yang menitikberatkan pada koefisien estimasi tengah. Penelitian ini hanya memusatkan dampak polusi udara terhadap kesehatan.

(5)

B. METODE PENGELUARAN PREVENTIF

Metode valuasi lingkungan yang menggunakan preventive expenditure merupakan salah satu metode valuasi berbasis biaya (cost-based valuation) (Tsunokawa, 1997). Metode biaya preventif, dengan mengestimasi biaya pencegahan degradasi lingkungan. Metode ini menilai manfaat barang dan jasa lingkungan dengan mengestimasi biaya pencegahan untuk berkurangnya manfaat lingkungan yang diperoleh dari suatu area. Pendekatan ini lebih tepat diterapkan untuk menilai nilai guna tidak langsung. Perlu diingat bahwa manfaat dari biaya preventif ini harus sesuai dengan yang dihasilkan oleh manfaat lingkungan sebenarnya, untuk memperoleh dugaan biaya yang realistik. Pada metode ini memfokuskan pada biaya pencegahan kerusakan sebelum terjadinya kerusakan itu (Nurfatriani, _____)

Pendekatan “preventive expenditure” sering disebut juga dengan istilah mitigative expenditure atau defensive expenditure. Pendekatan ini didasarkan pada observasi bahwa individu, perusahaan, dan pemerintah seringkali mengalokasikan atau menyiapkan anggaran untuk beragam kegiatan yang tujuannya menghindari atau mengurangi dampak lingkungan yang tidak diharapkan. Umumnya, pada saat mengalokasikan ini, para pihak telah mengasumsikan bahwa keuntungan yang diraih akan lebih besar daripada biaya yang perlu disiapkan.

Pada metode “preventive expenditure”, nilai dari lingkungan disimpulkan dari apa yang siap dikeluarkan oleh seseorang untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan. Tindakan penghindaran atau pengurangan atas dampak negatif suatu kegiatan yang dilakukan seseorang akan menunjukkan nilai atas suatu eksternalitas lingkungan. Sebagai contoh, seseorang yang memutuskan untuk pindah ke area pedesaan atau pinggiran demi mendapatkan suasana dan udara yang lebih bersih dan segar, pasti akan mengeluarkan “biaya transportasi tambahan” baik dalam ukuran waktu maupun uang.

Dalam hal standar nilai jasa lingkungan (environmental services) telah tersedia dan memadai, metode ini akan dapat mengukur nilai atas komoditas nonpasar seperti udara dan air bersih, dengan melihat seberapa banyak seseorang mau membayar mengurangi degradasi lingkungan, mencegah hilangnya kemanfaatan ekonomi atas sumberdaya alam, atau untuk mengu bah perilaku dan tindakan masyarakat guna mendapat kualitas lingkungan yang lebih baik.

Dari sudut pandang masyarakat (rumah tangga kecil), konsep preventive expenditure didasarkan pada asumsi umum bahwa masyarakat terkadang bersedia untuk mengeluarkan biaya yang diperlukan dalam mencegah kerusakan terjadi di lingkungannya, sehingga tetap dapat menjaga tingkat kemanfaatan yang diperoleh. Kesediaan untuk mengeluarkan biaya ini

(6)

hanya akan terjadi pada saat masyarakat percaya bahwa kemanfaatan dari pencegahan kerusakan lingkungan tadi bernilai lebih dari jumlah biaya yang dikeluarkan. Kesediaan untuk membayar ini mengindikasikan manfaat dari perlindungan atas lingkungan dan sumberdaya alam.

Secara umum, kelebihan dari cost-based method adalah lebih mudah dalam menghitung biaya produksi dibanding kemanfaatannya itu sendiri. Sehingga pendekatan ini tidak memerlukan data yang intensif. Preventive expenditures juga sering disebut sebagai compensatory expenditures, atau defensive expendi tures dan juga averting expenditures.

Metode preventive expenditure didasarkan dari asumsi bahwa biaya untuk pengelolaan atas kemanfaatan lingkungan merupakan estimasi yang cukup rasional untuk menghitung valuasi atas lingkungan tersebut. Sebagaimana metode berbasis biaya lainnya, preventive expenditure menghitung kemampuan dan kemauan untuk membayar atau willingness to pay (WTP).

Kelebihan mekanisme preventive expenditure ini akan dapat dilihat saat diterapkan dalam estimasi kemanfaatan tidak langsung ketika teknologi untuk pencegahan kerusakan telah tersedia. Sedangkan kekurangannya terletak pada asumsi yang mendasarkan bahwa biaya pengeluaran yang ada merepresentasikan kemanfaatan yang diterima. Hal ini dapat berimbas pada kemungkinan untuk timbulnya asumsi yang akan mengecilkan atau juga melebihkan WTP. Pada metode preventive expenditure, proses “pencocokan” yang tidak tepat atas kemanfaatan dari investasi pencegahan dengan tingkat kemanfaatan aktualnya dapat mengarahkan pada estimasi WTP yang keliru.

Kekurangan utama dari pendekatan ini adalah dimasukkannya valuasi minimum atas dampak lingkungan pada perhitungan untung-ruginya meskipun pada kondisi bahwa upaya preventif tidak pernah dilaksanakan. Pada kondisi ini, kerugian aktual akan menjadi lebih besar daripada yang masuk di perhitungan. Hal ini akan menyulitkan alokasi penggunaan sumberdaya yang ada antar kegiatan serta dalam membagi kemanfaatan antara individu yang mengalami dampak lingkungan dengan para free rider. Untuk itulah, metode valuasi preventive expenditure ini semestinya dipakai hanya pada saat penerapan suatu tindakan pencegahan telah menjadi satu kebijakan standar dalam satu aktivitas usaha dan atau kegiatan.

Pada simpulannya, metode valuasi “preventive expenditure” ini akan lebih mudah diterapkan pada saatnya internalisasi biaya lingkungan telah dilakukan dalam satu aktivitas usaha dan atau kegiatan.

Pada negara berkembang, dimana kesediaan membayar menjadi isu tersendiri, valuasi atas kemanfaatan yang didapat dari ekosistem biasanya rendah, tidak dapat disebandingkan dengan penghasilan aktual (actual income) yang didapatkan. Sementara di sisi lain, dari

(7)

beberapa penelitian, masyarakat lebih enggan untuk menerima nilai kompensasi yang berdasarkan metode “kira-kira”. Metode preventive expenditure akan cukup efisien dalam hal nilai dari pengurangan dampak kerusakan ditambah dengan biaya mitigasi atau pencegahannya lebih kecil nilainya dari nilai aktual dari kerugian yang akan diderita atas kerusakan lingkungan.

Secara umum, metode preventive expenditure berbanding lurus antara biaya preventif yang dikeluarkan dengan level kemanfaatan yang diterima, seperti nampak pada gambar di bawah ini:

Biaya preventif yang dikeluarkan akan sebanding dengan tingkat keamanan atau pencegahan yang didapatkan. Untuk mencapai rasio optimal dari preventive expenditure yang perlu dilakukan adalah menyamakan keuntungan marjinal (marginal benefit) dengan kenaikan biaya (cost of raising). Penghitungan berbasis preventive expenditure menjadi penting untuk diperhatikan secara khusus oleh Pemerintah dalam hal moral hazard atau risk averse behavior dari masyarakat masih cukup rendah.

Gambar 1. Grafik perbandingan biaya preventif dan level kemanfaatan Sumber: Santoso, 2016

Biaya preventif yang dikeluarkan akan sebanding dengan tingkat keamanan atau pencegahan yang didapatkan. Untuk mencapai rasio optimal dari preventive expenditure yang perlu dilakukan adalah menyamakan keuntungan marjinal (marginal benefit) dengan kenaikan biaya (cost of raising). Penghitungan berbasis preventive expenditure menjadi penting untuk diperhatikan secara khusus oleh Pemerintah dalam hal moral hazard atau risk averse behavior dari masyarakat masih cukup rendah.

Keberadaan precautionary approach merupakan salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam berinvestasi untuk pencegahan kerusakan lingkungan dalam konteks

(8)

preventive expenditure. Dari gambar 1, nampak bahwa precautionary approach yang dilakukan sebagai upaya preventif jangka panjang akan memiliki nilai efisiensi yang tinggi.

Preventive expenditure yang dikeluarkan untuk level proteksi jangka panjang akan lebih kecil biayanya dibanding dengan upaya preventif yang dilakukan untuk penyesuaian singkat dan cepat atas suatu kondisi lingkungan. Cata tan khusus di dalam penerapan metode valuasi ini adalah sulitnya penghitungan yang perlu dilakukan terlebih ketika ketersediaan data awal sangatlah minim.

Di sisi lain terdapat sekian banyak aspek dalam lingkungan sosial yang perlu diperhatikan. Adanya perbedaan waktu yang berimbas pada perbedaan kondisi sosial masyarakat antara kondisi lama dengan baru. Pada sudut pandang ini, ketersinggungan precautionary approach sebagai salah satu mekanisme preventif yang dapat dijadikan dasar dalam valuasi keanekaragaman hayati Indonesia cukup nampak. Meskipun, artikel ini membatasi pemaparan pada level konseptual, belum pada tataran teknis implementasi di lapangan.

Metode pengeluaran preventif. Pada metode nilai eksternalitas lingkungan dari suatu kegiatan dihitung dengan melihat berapa biaya yang disiapkan oleh seseorang atau masyarakat untuk menghindari dampak negatif dari penurunan kualitas lingkungan. Misalnya biaya pembuatan terasering untuk mencegah erosi di daerah berlereng atau dataran tinggi. Kerugian ekonomi penduduk dapat diestimasi dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure).

RBP = Rata-rata biaya pencegahan (Rp) Bpi = Biaya pencegahan responden i (Rp) N = jumlah responden

I = Responden ke i (1,2,3....,n)

Contoh penggunaan metode pengeluaran preventif

Contoh dari metode ini dapat dilihat secara mudah pada setiap biaya yang akan dikeluarkan oleh masyarakat untuk mencegah banjir, kebisingan, kebakaran, maupun penurunan kualitas air. Pada penerapan pada konsep perlindungan lingkungan yang dilakukan pemerintah, contoh yang dapat terjadi adalah bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan

(9)

jarak yang memadai serta pagar sepanjang jalan tol merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola tingkat kebisingan yang ditimbulkan.

1. Pada kompleks pemukiman warga di daerah pesisir

Contoh penerapan ini sebagaimana disampaikan oleh Greig and Devonshire (1981) dapat diilustrasikan pada kompleks pemukiman yang berada di daerah pesisir. Pada saat salinitas air meningkat, maka rumah tangga yang ada di pemukiman tersebut akan mengeluarkan biaya lebih untuk deterjen yang lebih mahal, penyaring air, atau untuk perawatan peralatan yang menggunakan air. Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kemanfaatan yang sama dari ekosistem ini akan dapat dihindari jika kawasan hutan di sempadan pantai ada untuk menahan resapan air garam dari laut. Fungsi dari pepohonan yang mampu menyimpan air dalam tanah ini akan meminimalkan salinitas yang ada. Hubungan antara kawasan hijau (green belt) di sempadan pantai dengan tingkat salinitas air, dan antara salinitas air dengan biaya pengeluaran warga merupakan variabel utama yang diterapkan dalam valuasi berbasis metode preventive expenditure. Berapa banyak yang ingin dan mampu dikeluarkan warga untuk mencegah salinitas air ini menjadi nilai hitung dari nilai manfaat penjagaan kawasan hijau di sempadan pantai. Melalui contoh penerapan ini, penelitian Santoso (2016) yang menggunakan metode preventive expenditure menawarkan mekanisme penghitungan yang tepat atas biaya pencegahan yang tersedia untuk dikeluarkan oleh masyarakat mengingat biaya ini akan berkaitan dengan kepentingan individual pada satu situasi yang cukup familiar atau dekat dengan keseharian yang ada. Dari sudut pandang ekonomi, biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh masyarakat pun tersirkulasi di pasar, atau ada pengeluaran riil oleh masyarakat. Sehingga, pada dasarnya jika pengeluaran riil yang dikeluarkan oleh masyarakat ini dialokasikan untuk mekanisme pencegahan lainnya, selama tujuan akhirnya bahwa masyarakat dapat merasakan kemanfaatan dari lingkungan pada kondisi yang sama, maka nilai yang dikeluarkan menjadi cukup beralasanuntuk mengestimasi valuasi atas lingkungan.

Namun demikian, metode preventive expenditure ini juga memiliki keterbatasan saat rumah tangga bersedia untuk membayar lebih dari nilai aktual yang ada untuk menjaga status quo-nya. Pada saat ini terjadi, maka hanya nilai kemanfaatan minimum yang dapat diperkirakan (minimum valuation of benefits). Sehingga dalam aplikasinya, kondisi ekonomi dari rumah tangga seperti perubahan tingkat penghasilan menjadi salah satu komponen yang signifikan dalam analisis berbasis preventive expenditure. Dalam hal kondisi minimum ini dapat terangkum dalam analisis, metode preventive expenditure menjadi cukup menjanjikan dan tepat untuk diterapkan secara luas. Sehingga menjadi catatan tersendiri, untuk memastikan bahwa gap antara nilai WTP dan WTA (willingness to accept) dapat dikelola dengan baik. Hal

(10)

ini terutama didasarkan pada kondisi bahwa reratanya, pertanyaan tentang WTP akan lebih mudah dijawab daripada pertanyaan tentang WTA.

2. Biaya pembelian air oleh rumah tangga karena kondisi air tanah yang tercemar

Metode preventif dapat digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air (water treatment devices) serta pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon dalam upaya untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh kondisi air tanah yang tercemar. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian alat penjernih air diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis alat penjernih air yang digunakan untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah beserta biaya yang dikeluarkan setiap bulannya untuk memperoleh alat penjernih air tersebut. Selain pembelian alat penjernih air, rumah tangga responden juga melakukan tindakan pencegahan dengan mengganti sumber air tanah mereka dengan air galon. Penggantian sumber air bersih ini diasumsikan sebagai suatu tindakan pencegahan oleh rumah tangga untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah.

Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian sumber air pengganti diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis sumber air pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden untuk mengurangi atau agar tidak mengkonsumsi air tanah lagi secara langsung, jumlah atau frekuensi penggunaan sumber air bersih pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden, serta biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh sumber air bersih pengganti tersebut setiap bulannya. Masing-masing data biaya pengeluaran rumah tangga responden untuk melakukan tindakan pencegahan melalui upaya-upaya pembelian alat penjernih air maupun alternatif sumber air bersih pengganti akan ditabulasikan ke dalam tabel yang berisi jenis tindakan pencegahan yang dilakukan, jumlah rumah tangga responden yang melakukan tindakan pencegahan, biaya rata-rata yang dikeluarkan serta total biaya untuk setiap tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bioshop, J.T., 1999. Valuing Forests: A Review of Methods and Applications in Developing Countries. London: International Institute for Environment and Development.

Lidiawati, Ina. 2003. Penilaian Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan Akibat Kebakaran.

Makalah Falsafah Sains Program Pascasarjana S3. IPB.

Mursinto1, Joko Dan Kusumawardani, Deni. 2016. Estimasi Dampak Ekonomi Dari Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat (2) 163-172.

Nurfatriani, Fitiri. _______. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan.Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Hutan.

Soemarno. 2010. Metode Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan Pertanian. Bahan Kajian untuk MK Ekonomi Sumberdaya Alam. PDIP PPS FPUB.

Santoso, Wahyu Yun. 2016. Signifikansi preventive expenditures valuation dalam bioprospeksi sumberdaya genetik di indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 1

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan: Teori dan KebijaksanaanPembangunan Berkelanjutan. Jakarta : CV. Akademika Presindo

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan.. Tujuan

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan metode Travel Cost , yaitu : pendekatan sederhana melalui zonasi,

Perhitungan penyusutan sumber daya alam dan lingkungan akibat penam- bangan emas di Pongkor dilakukan dengan menghitung nilai deplesi emas dan perak serta nilai degradasi

Nilai dari sumberdaya alam kawasan CA Saobi ditunjukkan dalam bentuk manfaat dari sebagian jasa lingkungan yaitu ekonomi air untuk kebutuhan rumah tangga (domestic),

"Analisis Kesediaan Menerima (WTA) Sebagai Proksi Pembayaran Jasa Lingkungan Air Di Pekon Datar Lebuay Kecamatan Air Naningan Kabupaten Tanggamus", Jurnal Sylva Lestari,

• Hutan tidak akan diambil produk kayunya saja, tetapi ada sumbangan/ fungsi hutan yang lain: jasa lingkungan dan sumberdaya biologis yang juga mempunyai manfaat dan nilai. •

Pada pendekatan pengukuran secara langsung, nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan kepada individu atau masyarakat mengenai

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan metode Travel Cost, yaitu : pendekatan sederhana melalui zonasi,