• Tidak ada hasil yang ditemukan

MINI PROJECT PUSKESMAS

N/A
N/A
Shinta Ainun

Academic year: 2023

Membagikan "MINI PROJECT PUSKESMAS "

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN MINI PROJECT

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

dr. Abdul Hafit, S.Ked Pendamping :

dr. Jeanet Prisilia, S.Ked

PUSKESMAS SORAWOLIO DINAS KESEHATAN KOTA BAU-BAU

2022

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MINI PROJECT : TUBERKULOSIS PARU

disusun oleh : dr. Abdul Hafit, S.Ked

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan Mini Project Program Internsip Dokter Indonesia

Pendamping :

dr. Jeanet Prisilia, S.Ked

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Sholawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Suatu nikmat besar yang tiada ternilai manakala penulisan Mini Project yang berjudul “Gambaran Prevalensi Tuberkulosis pada Periode Tahun Januari 2020 - April 2022 di Puskesmas Sorawolio” dapat terselesaikan dengan baik

Mini Project ini disusun sebagai salah satu tugas dalam Program Internsip Dokter Indonesia. Dalam proses penyelesaian Mini Project ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Jeanet Prisilia, S.Ked selaku pendamping yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk memberikan masukan, bimbingan, arahan dan motivasi yang membangun sehingga Mini Project ini dapat tersusun dengan sebaiknya.

Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Mini Project ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatsan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapakan. Akhir kata, penulis berharapa Mini Project ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Bau-Bau, April 2022

Penulis

(4)

Halaman

SAMPUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan... 2

D. Manfaat... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi... 3

B. Epidemiologi... 3

C. Etiologi dan Cara Penularan... 4

D. Patofisiologi... 4

E. Klasifikasi Tuberkulosis... 7

F. Diagnosis... 8

G. Penatalaksanaan Tuberkulosis... 11

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 16

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 16

C. Jenis dan Sumber Data... 16

D. Instrumen Penelitian... 16

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 17

B. Hasil Penelitian... 19

BAB V PENUTUP A. Simpulan... 26

B. Saran... 26

DAFTAR PUSTAKA... 28

(5)

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1 Pengobatan TB Resisten 13

Tabel 2 Distribusi berdasarkan Usia 19

Tabel 3 Distribusi berdasarkan Jenis Kelamin 20

Tabel 4 Distribusi berdasarkan waktu pada periode Januari 2020 - April 2022

21 Tabel 5 Distribusi berdasarkan lokasi pada periode

Januari 2020 - April 2022

22

Tabel 6 Distribusi berdasarkan jenis Tuberkulosis 23

Tabel 7 Distribusi berdasarkan kategori OAT dan status pengobatan

24

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

(6)

Gambar 1 Patofisiologi Tuberkulosis 7

Gambar 2 Update Diagnosis Tuberkulosis 11

Gambar 3 Pengobatan TB 13

Gambar 4 Pengobatan TB dengan KDT 15

Gambar 5 Diagram dari distribusi berdasarkan Usia 19

Gambar 6 Diagram dari distribusi berdasarkan Jenis Kelamin

20

Gambar 7 Diagram dari distribusi berdasarkan waktu pada periode Januari 2020 - April 2022

22

Gambar 8 Diagram dari distribusi berdasarkan lokasi pada periode Januari 2020 - April 2022

23

Gambar 9 Diagram dari distribusi berdasarkan jenis Tuberkulosis

23

Gambar 10 Diagram dari distribusi berdasarkan kategori OAT dan status pengobatan

25

(7)

A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal manusia yang seringkali dikaitkan dengan tempat tinggal dengan lingkungan yang padat penduduk. Pada permulaan abad ke 19, insidensi penyakit tuberkulosis di Eropa dan Amerika sangat besar sehingga angka kematian cukup tinggi, yakni 400 per 100.000 penduduk dan angka kematian berkisar berkisar 15-30% dari semua kematian. 1

Sejak itu, angka kesakitan dan kejadian per tahun dapat diturunkan karena program perbaikan gizi dan kesehatan lingkungan yang baik. Pada tahun 1944 barulah ditemukan obat TB streptomisin yang kemudian disusul oleh penemuan isoniazid pada tahun 1952, pirazinamid dan ethambutol pada tahun 1954, serta rifampisin pada tahun 1963. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia, namun sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Sebagian besar dari kasus TB (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang.

Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65%

dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. 1 Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan kemiskinan pada berbagai penduduk, adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dan perubahan struktur manusia yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak mencakupi dan tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.1

Di Indonesia tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan karena menimbulkan masalah yang sangat komplek, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi dan budaya karena masih terdapat stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap penderita tuberkulosis. Pada wilayah kerja Puskesmas Sorawolio masih terdapat kasus tuberkulosis setiap tahunnya sehingga penulis tertarik membahas tentang tuberkulosis.1

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Berapa prevalensi penderita tuberkulosis pada periode tahun Januari 2020 - April 2022 di Puskesmas Sorawolio?

C. Tujuan

Untuk mengetahui prevalensi penderita tuberkulosis pada periode Tahun Januari 2020 - April 2022 di Puskesmas Sorawolio

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit serta penatalaksanaan tuberkulosis

b. Dapat mengetahui sebaran kasus tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Sorawolio

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan penatalaksanaan kepada pasien tuberkulosis dilakukan secara holistic dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses penyembuhan.

3. Bagi keluarga dan pasien

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesembuhan pasien.

(9)

A. Definisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan Case Notification Rate (CNR), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu), dan mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu).1

B. Epidemiologi

Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2013 yang sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi diseluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dibandingkan perempuan. 2

Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kep.

Bangka Belitung, kasus pada laki-laki hampir dua kali lipat dari kasus pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,57% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,24%.2

(10)

C. Etiologi dan Cara Penularan

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang. Yang sebagian besar dindingnya terdiri atas, asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Jadi karena bersifat dormant, TB dapat kambuh. Adapun cara penularan TB adalah melalui udara ketika pasien TB batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi. Penularan sebagian besar melalui melalui inhalasi basil yang terdapat pada pasien TB paru dengan batuk berdarah maupun TB dengan BTA (+). 3

D. Patofisiologi

1. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini dapat menjadi : 4

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain Ghon focus, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c. Menyebar dengan cara :

1) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan

(11)

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelectasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru yang sakit maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.

3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila imunitas tidak adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, maupun meningitis tuberkulosis.

Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada organ tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, kelenjar adrenal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dari penyebaran mungkin berakhir dengan sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau Meninggal.

2. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.

Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam- macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberkulosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus

(12)

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.

Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 4 a. Diresorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan meninggalkan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi :

1) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.

Sarang pneumoni ini akan mengikuti mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan disebutkan di atas.

2) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

3) Bersih dan menyembuh yang disebut disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

(13)

Gambar 1. Patofisiologi Tuberkulosis

E. Klasifikasi Tuberkulosis

1. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: 5

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

2. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah : Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif. 5

3. Berdasarkan Tipe Pasien : 5

a. Kasus Baru : pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

(14)

b. Kasus Kambuh (relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yaitu, lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll) atau TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis.

c. Kasus Defaulted atau drop out : Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus Gagal : pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

e. Kasus Kronik : Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik .

F. Diagnosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang

(15)

datang ke sarana pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.6

Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain), pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO. 7

Pada wilayah dengan laboratorium yang terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen dengan BTA positif. 8

WHO merekomendasikan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan minimal terhadap rifampisin dan isoniazid pada kelompok pasien berikut: 8

1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB resistan obat banyak ditemukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat gagal pengobatan sebelumnya.

2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka yang tinggal di daerah dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.

3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.

4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.

5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada akhir fase intensif. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada bulan berikutnya.

Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode : 7 1. Metode konvensional uji kepekaan obat

Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan 2 macam medium padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media cair MGIT (Mycobacterium growth indicator tube). Biakan M.TB pada media cair memerlukan waktu yang singkat minimal 2 minggu, lebih cepat

(16)

dibandingkan biakan pada medium padat yang memerlukan waktu 28-42 hari.

2. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)

Pemeriksaan molekular untuk mendeteksi DNA M.TB saat ini merupakan metode pemeriksaan tercepat yang sudah dapat dilakukan di Indonesia. Metode molekuler dapat mendeteksi M.TB dan membedakannya dengan Non-Tuberculous Mycobacteria (NTM). Selain itu metode molekuler dapat mendeteksi mutasi pada gen yang berperan dalam mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1 dan lini 2. WHO merekomendasikan penggunaan Xpert MTB/RIF untuk deteksi resistan rifampisin. Resistan obat antituberkulosis lini 2 direkomendasikan untuk menggunakan second line line probe assay (SL-LPA) yang dapat mendeteksi resistensi terhadap obat antituberkulosis injeksi dan obat antituberkulosis golongan fluorokuinolon. Pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi gen pengkode resistensi OAT lainnya saat ini dapat dilakukan dengan metode sekuensing, yang tidak dapat diterapkan secara rutin karena memerlukan peralatan mahal dan keahlian khusus dalam menganalisisnya.

WHO telah merekomendasi pemeriksaan molekular line probe assay (LPA) dan TCM, langsung pada spesimen sputum. 8

Pemeriksaan dengan TCM dapat mendeteksi M. tuberculosis dan gen pengkode resistan rifampisin (rpoB) pada sputum kurang lebih dalam waktu 2 (dua) jam. Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT menggunakan metode konvensional masih digunakan sebagai baku emas (gold standard).

Penggunaan TCM tidak dapat menyingkirkan metode biakan dan uji kepekaan konvensional yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis definitif TB, terutama pada pasien dengan pemeriksaan mikroskopis apusan BTA negatif, dan uji kepekaan OAT untuk mengetahui resistensi OAT selain rifampisin. 8

Pada kondisi tidak berhasil mendapatkan sputum secara ekspektorasi spontan maka dapat dilakukan tindakan induksi sputum atau prosedur invasif seperti bronkoskopi atau torakoskopi. Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis maupun terdiagnosis

(17)

klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dan lain-lain. 8

Gambar 2. Update Diagnosis Tuberkulosis

H. Penatalaksanaan Tuberkulosis

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: 9

(18)

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

2. Diberikan dalam dosis yang tepat

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu : 1. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

2. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

(19)

Gambar 3. Pengobatan TB

Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500- 700 mg perhari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg perhari. 9

Tabel 1. Pengobatan TB Resisten

Grup Golongan Jenis Obat

A Florokuinolon Levofloksasin (Lfx)

Moksifloksasin (Mfx) Gatifloksasin (Gfx) B OAT suntik lini kedua Kanamisin (Km)

Amikasin (Am) Kapreomisin (Cm) Streptomisin (S)

C OAT oral lini kedua Etionamid (Eto) / Protionamid (Pto) Sikloserin (Cs) / Terizidon (Trd) Clofazimin (Cfz)

Linezolid (Lzd)

D D1 OAT lini pertama:

1) Pirazinamid (Z) 2) Etambutol (E) 3) Isoniazid (H) dosis tinggi

D2 OAT baru:

1) Bedaquiline (Bdq) 2) Delamanid (Dlm) 3) Pretonamid (PA-824)

(20)

D3 OAT tambahan

1) Asam para aminosalisilat (PAS) 2) Imipenemsilastatin (Ipm)

3) Moropenem (Mpm) 4) Amoksilin clavulanat (Amx-Clv)

5) Thioasetazon (T)

Program pengendalian TB nasional memerlukan tiga rejimen baku (WHO, 2010):

10

1. “Rejimen pasien baru”: rejimen yang mengandung rifampisin 6 bulan:

2HRZE / 4HR

2. “Rejimen retreatment dengan obat lini pertama”: 2 HRZES / 5 HRE2 3. “Rejimen MDR”

Panduan yang digunakan adalah (Keputusan Mentri Kesehatan RI No.

HK.01.07/MENKES/755/2019): 10

1. Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 atau 2 (HRZE) / 4 (HR)

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)E

3. Kategori anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZE(S) / 4-10HR

4. Panduan OAT untuk pasien TB Resisten Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid dan Etambutol.

(21)

Gambar 4. Pengobatan TB dengan KDT

(22)

A. Jenis Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Data dikumpukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Sorawolio. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis mengenai subjek penelitian. Setelah memperoleh data objektif mengenai angka kejadian tuberkulosis pada cakupan wilayah Kecamatan Sorawolio periode Januari 2020- April 2022

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Sorawolio 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2022 C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan angka kejadian tuberkulosis di Puskesmas Sorawolio

D. Instrumen Penelitian

1. Sumber data : sumber data berasal dari data sekunder (Jumlah kunjungan pasien tuberkulosis)

2. Intervensi : dilakukan dengan memberikan informasi melalui penyuluhan mengenai tuberkulosis, gejala yang ditimbulkan, serta upaya pencegahannya

(23)

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Komunitas Umum

Puskesmas Sorawolio adalah salah satu Puskesmas dengan nomor registrasi P7472030101 dengan jenis puskesmas bertipe rawat inap terletak kurang lebih 15 km kearah Timur dari pusat Kota Baubau tepatnya di Kelurahan Bugi Kecamatan Sorawolio dengan luas Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Sorawolio adalah 83,3 km2. Jumlah penduduk kisaran 8.745 jiwa dengan terdiri dari 4.318 jiwa laki-laki dan 4.427 jiwa perempuan.

Visi dan Misi sebagai berikut: 11

Visi : Mewujudkan masyarakat Kecamatan Sorawolio yang Sehat dan Mandiri Serta Menjadikan Puskesmas Berkualitas Pilihan Masyarakat.

Misi :

 Mendorong pembangunan berwawasan kesehatan

 Mendorong kemandirian masyarakat Kecamatan Sorawolio untuk hidup sehat dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan baik promotif, preventif maupun kuratif.

 Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang bermutu, efektif, efisien, adil dan merata serta terjangkau bagi masyarakat Sorawolio dan sekitarnya.

 Meningkatkan mutu SDM dalam meningkatkan kualitas layanan

 Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dengan menumbuhkan empatik governance kepada pelanggan

 Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

(24)

2. Data Geografis

Dilihat dari segi geografus Sorawolio memiliki batas wilayah :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Bungi

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Sampolawa

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Wolio

Wilayah Sorawolio memiliki perbukitan dan pegunungan yang berpotensi dijadikan cadangan untuk ekosistem guna mendukung pembangunan berwawasan lingkungan. Sebagian wilayah Kecamatan Sorawolio merupakan daerah pertanian yang merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakatnya. Kelurahan Kaisabu Baru merupakan kelurahan dengan wilayah terluas sebesar 40,15 km2 sedangkan Bugi merupakan kelurahan terkecil.

3. Data Demografik

Wilayah kerja Puskesmas Sorawolio terletak di Kecamatan Sorawolio Kota Bau-Bau yang secara administrative terdiri atas 4 (empat) kelurahan antara lain :

1) Kelurahan Kaisabu Baru 2) Kelurahan Karya Baru 3) Kelurahan Bugi

4) Kelurahan Gonda Baru

(25)

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan hasil yaitu : 1. Distribusi berdasarkan usia

Tabel 2. Distribusi berdasarkan usia

Responden yang diteliti berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Usia Jumlah (Orang) Presentase (%)

10 – 20 th 3 8,57

21 – 30 th 14 40

31 – 40 th 6 17,14

41 – 50 th 5 14,3

51 – 60 th 3 8,57

61 – 70 th keatas 4 11,42

Total 35 100

Sumber : Data primer Januari 2020- April 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah sampel dalam penelitian ini jumlah pasien terbanyak adalah pada rentan usia 21-

(26)

30 tahun yaitu sebanyak 14 orang (40%).

1020 th

2130 th

3140 th

4150 th

5160 th

6170 th keatas 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45

3

14

6 5

3 4

8.57

40

17.14

14.3

8.57 11.42 Jumlah (Orang) Presentase (%)

Gambar 5. Diagram dari distribusi berdasarkan usia

2. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Responden yang diteliti berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Populasi

Jumlah (Orang) Presentase (%)

Laki-laki 25 71,42 %

Perempuan 10 28,58 %

Total 35 100 %

Sumber : Data primer Januari 2020- April 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah sampel dalam penelitian ini jenis kelamin yang memiliki jumlah terbanyak adalah laki-laki sebanyak 25 orang (71,42%) sedangkan perempuan

(27)

sebanyak 10 orang (28,58%).

Laki-laki Perempuan

0 10 20 30 40 50 60 70 80

25

10 71.42

25.58

Jumlah (Orang) Presentase (%)

Gambar 6. Diagram dari distribusi berdasarkan jenis kelamin

3. Distribusi Berdasarkan Waktu

Responden yang diteliti memiliki waktu berbeda-beda dalam mengalami tuberkulosis. Waktu responden dimulai dari periode Januari 2020 - April 2022. Distribusi responden berdasarkan waktu dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Distribusi berdasarkan waktu pada periode Januari 2020 - April 2022

Waktu Jumlah (Orang) Presentase (%)

2020 Januari 2 5,71

Februari 4 11,42

Maret 2 5,71

April 0 0

Mei 0 0

(28)

Juli 0 0

Agustus 2 5,71

September 3 8,6

Oktober 0 0

November 1 2,85

Desember 3 8,6

2021 Januari 1 2,85

Februari 0 0

Maret 3 8,6

April 1 2,85

Mei 0 0

Juni 0 0

Juli 2 5,71

Agustus 0 0

September 1 2,85

Oktober 2 5,71

November 0 0

Desember 2 5,71

2022

Januari 2 5,71

Februari 2 5,71

Maret 1 2,85

April 1 2,85

Total 35 100

Sumber : Data primer Januari 2020 - April 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah sampel dalam penelitian ini waktu kunjungan tertinggi adalah pada bulan Februari 2020 yaitu sebanyak 4 orang (11,42%).

Gambar 7. Diagram dari distribusi berdasarkan waktu pada periode Januari 2020 - April 2022

4. Distribusi berdasarkan lokasi

Responden yang diteliti berdasarkan sebaran lokasi di kecamatan Sorawolio dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Distribusi berdasarkan lokasi pada periode Januari 2020 - April 2022

0 2 4 6 8 10 12

2 4

2

0 0 0 0 2

3

0 1

3

1

0 3

1

0 0 2

0 1

2

0

2 2 2 1 1

0 5.71

11.42

5.71

0 0 0 0 5.71

8.6

0 2.85

8.6

2.85

0 8.6

2.85

0 0 5.71

0 2.85

5.71

0

5.715.715.71

2.852.85

0

Jumlah (Orang) Presentase (%)

(29)

(Orang)

Gonda 4 11,42

Bugi 9 25,71

Kaisabu Baru 12 34,3

Karya Baru 10 28,57

Total 35 100

Sumber : Data primer Januari 2020 - April 2022

Berdasarkan tabel diatas, sebaran kasus tuberkulosis di kecamatan Sorawolio tertinggi berada di kelurahan Kaisabu Baru sebanyak 12 orang (34,3%).

Gonda Bugi Kaisabu Baru Karya Baru 0

5 10 15 20 25 30 35 40

4

9

12 10

11.42

25.71

34.3

28.57

Jumlah (Orang) Presentase (%)

Gambar 8. Diagram dari distribusi berdasarkan lokasi pada periode Januari 2020 - April 2022

5. Distribusi berdasarkan Jenis Tuberkulosis

Distribusi responden berdasarkan jenis Tuberkulosis yang dialami dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Distribusi berdasarkan jenis Tuberkulosis

Jenis Jumlah

(Orang)

Presentase (%)

Tuberkulosis Paru 35 100

Tuberkulosis Ekstra Paru 0 0

Total 35 100

(30)

Sumber: Data primer Januari 2020 - April 2022

Dari tabel diatas ditemukan bahwa responden yang mangalami Tuberkulosis paru sebanyak 35 kasus (100%) sedangkan Tuberkulosis ekstra paru tidak didapatkan.

TB Paru TB Ekstra Paru 0

20 40 60 80 100 120

35

0 0 0

100

0 0 0

Jumlah (Orang) Presentase (%)

Gambar 9. Diagram dari distribusi berdasarkan jenis Tuberkulosis

6. Distribusi berdasarkan Kategori OAT dan status pengobatan

Responden yang diteliti berdasarkan kategori OAT dan status pengobatan dapat dihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7. Distribusi berdasarkan kategori OAT dan status pengobatan Jenis Kategori Status

Pengobatan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Kategori I

Berhenti sebelum pengobatan

1 2,86

Awal 2 5,71

Lanjutan 4 11,42

Selesai 26 74,3

Putus 0 0

Meninggal 2 5,71

Awal 0 0

Lanjutan 0 0

(31)

Kategori II

Selesai 0 0

Putus 0 0

Meninggal 0 0

Total 35 100

Sumber : Data primer Januari 2020 - April 2022

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan responden yang mendapat pengobatan kategori 1 sebanyak 35 orang, 1 orang (2,86%) berhenti sebelum pengobatan, 26 orang (74,3%) telah selesai pengobatan, 2 orang (5,71%) dalam tahap awal pengobatan, 4 orang (11,42%) dalam pengobatan lanjutan dan 2 (5,71%) orang dilaporkan meninggal.

Sedangkan responden yang mendapatkan pengobatan kategori 2 tidak didapatkan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 4

26

0 2

0 0 0 0 0

2.86 5.71

11.42 74.3

0

5.71

0 0 0 0 0

Jumlah (Orang) Presentase (%)

Gambar 10. Diagram dari distribusi berdasarkan kategori OAT dan status pengobatan.

(32)

A. Simpulan

BAB V PENUTUP

1. Berdasarkan usia, jumlah pasien terbanyak adalah pada rentan usia 21- 30 tahun yaitu sebanyak 14 orang (40%).

2. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki menjadi pasien terbanyak menderita Tuberkulosis pada periode Januari 2020 – April 2022 yaitu sebanyak 25 orang (71,42%) sedangkan perempuan sebanyak 10 orang (28,58%).

3. Berdasarkan waktu terdapatnya kasus TB kunjungan tertinggi adalah pada bulan Februari 2020 yaitu sebanyak 4 orang (11,42%)

4. Terdapat 35 kasus baru Tuberkulosis di kecamatan Sorawolio pada periode Januari 2020 – April 2022 dimana kasus terbanyak terdapat pada kelurahan Kaisabu Baru sebesar 12 kasus (34,3%).

5. Berdasarkan jenis Tuberkulosis, keseluruhan penderita yang terdata pada periode Januari 2020 – April 2022 mengalami Tuberkulosis paru.

6. Berdasarkan jenis kategori pengobatan OAT pada responden didapatkan keseluruhan pasien mendapat kategori 1 dimana dari 35 kasus, 1 orang (2,86%) berhenti sebelum pengobatan, 26 orang (74,3%) telah selesai pengobatan, 2 orang (5,71%) dalam tahap awal pengobatan, 4 orang (11,42%) dalam pengobatan lanjutan dan 2 (5,71%) orang dilaporkan meninggal. Sedangkan responden yang mendapatkan pengobatan kategori 2 tidak didapatkan.

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam diagnosis kasus tuberkulosis.

2. Bagi institusi memperbanyak program penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis meliputi edukasi pencegahan dan pengobatan.

(33)

3. Bagi masyarakat dilakukan edukasi mengenai tentang penularan kasus tuberkulosis, melakukan deteksi dini pada kasus yang dicurigai tuberkulosis.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. Jakarta,.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. KEMENKES RI.

3. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2018. Info Datin : Dicari Para Pemimpn untuk Dunia Bebas TB. Jakarta.

4. Amin Z, Bahar A .2014. Tuberculosis .Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC.

Jakarta: Jilid II.

5. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

6. 2. World Health Organization (WHO). 2021. Global Tuberculosis Report 2021. Geneva.

7. Center for Disease Control and Prevention. 2021. Tuberculosis : TB Risk Factor. diakses di https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm pada 29 Desember 2021.

8. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2020. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Tatalaksana Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

9. World Health Organization (WHO). 2010. Treatment of Tuberculosis: Guidelines. Ed 4.Switzerland.

10. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2019. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07./Menkes/755/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Jakarta.

11. Yunitasari, Rezki. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Aktualisasi. 2021.

Kendari.

Referensi

Dokumen terkait