• Tidak ada hasil yang ditemukan

Moderasi Beragama Dalam Masyarakat Multikultural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Moderasi Beragama Dalam Masyarakat Multikultural"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Buku Bab Moderasi Keagamaan pada Masyarakat Multikultural Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2022 dapat diselesaikan dengan baik. Diharapkan buku Bab Moderasi Beragama pada Program Studi Masyarakat Multikultural Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh dapat menjalankan fungsinya sebagai pedoman belajar dengan sebaik-baiknya.

KATA PENGANTAR

Buku ini terutama ditujukan bagi mahasiswa yang belajar ilmu agama di bidang ilmu agama. Kami mengucapkan terima kasih kepada tim yang telah menyusun buku Bab Moderasi Beragama dalam Masyarakat Multikultural, Program Studi Agama-agama, yang telah menyusun buku ini.

DAFTAR ISI

Agama dan Eksistensi Sosial Manusia~ 95 Agama dan Organisasi Keagamaan Dra. Suraiya IT dan Evi Yuliana).

ESOTERISME, TOLERANSI DAN DINAMIKA KEAGAMAAN DI

ERA MODERNISASI

Latar Belakang

  • Toleransi
  • Dinamika

Kenyataannya sudah jelas bahwa kemajuan teknologi merupakan sumbangsih dan sumbangsih yang sangat besar dan berharga bagi kehidupan manusia. Tentu ada konsekuensinya jika teknologi juga berdampak buruk dan hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan sosial masyarakat.

Aliran Keagamaan: Sebuah Gejala Fragmentasi Otoritas Keagamaan

Islam di Indonesia yang merupakan negara multikultural, muncul dan terjadi dinamika “otoritas keagamaan”, di sini terlihat dari “fenomena pergeseran posisi sentral ulama dalam urusan agama. Pergeseran sebagaimana tersebut di atas akan terus berlanjut hingga saat ini, realitanya, bahwa dengan merajalela dan dimana-mana baik media online maupun toko buku merupakan karya intelektual para ulama dan terbentuknya komunitas pemikir yang menekankan terminologi khusus bagi mereka, sehingga lahirlah sejumlah individu yang mengklaim untuk memiliki otoritas Islam, akhirnya muncul “pemuka agama” yang kurang memahami pendidikan agama secara mendalam.

Kehadiran Agama dan Ekspresi Keberagamaan

Dalam konteks Indonesia, semua itu mencerminkan kekuatan agama dalam kehidupan masyarakat Jawa, dan candi merupakan simbol peradaban yang dibangun di atas landasan agama, yaitu Hindu dan Budha. Ketiga, menyelubungi keyakinan tersebut dalam aura faktualitas, sehingga perasaan dan motivasi di atas menjadi realistis.

Toleransi Spiritual dalam Religiusitas

Kedua, apa yang disebut “religiusitas gnostik”, mengenai hal ini sangat sensitif bagi seseorang yang menggunakan relasi untuk menegaskan kebenaran keyakinannya. Di sini terlihat bahwa "religiusitas gnostik" tidak stabil dan berubah, tidak mengenal keragaman, bersifat kritis, juga penyelidikan independen terhadap kebenaran.

Peran Lembaga Keagamaan Dalam Menangani Perkembangan Aliran Keagamaan

Mencermati tesis di atas, manajemen gejala muncul dan berkembang terhadap keyakinan agama di masyarakat. Kedua level tersebut, khususnya pada sisi akademik, para ilmuwan/ulama telah berusaha dengan berbagai cara untuk mengatasi dan mencegah timbulnya dan berkembangnya aliran-aliran agama di masyarakat.

MANAJEMEN KEAGAMAAN DALAM MODERASI BERAGAMA

Pengertian Manajemen

Secara umum kegiatan manajemen dalam organisasi ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Yakni, Nawawi menyatakan, “Manajemen adalah kegiatan yang memerlukan kerjasama orang lain untuk mencapai tujuan”. sasaran.

Fungsi Manajemen

Oleh karena itu yang dimaksud dengan manajemen adalah proses pencapaian tujuan organisasi dengan cara menempatkan orang lain untuk melakukan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian usaha-usaha organisasi dalam segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Lembaga Keagamaan

  • Pengertian Lembaga Keagamaan
  • Ciri-Ciri Lembaga Agama
  • Macam-macam Lembaga Agama
  • Fungsi Dan Peran Lembaga Agama

Selain itu, konsep lembaga keagamaan adalah organisasi yang dibentuk oleh umat beragama dengan maksud memajukan kepentingan kehidupan beragama dalam kehidupan. Pengertian lain dari lembaga keagamaan adalah praktik keagamaan dan sistem kepercayaan dalam masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan.

Konsep Lembaga Keagamaan

Itu juga ditemukan dalam masyarakat Katolik Roma di zaman modern seperti di Portugal dan Spanyol. Tipe 3, relatif jarang, misalnya, adalah sekelompok pengikut sekte agama di Amerika Serikat, terpisah dari suasana kegiatan yang terorganisir, hanya membagikan literatur keagamaan dan sesekali berkumpul.

Kultur Moderasi Beragama

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk beragama dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar. Pluralisme pada tataran agama dan internal agama, bagaimanapun, harus diakui sebagai potensi konflik berbasis isu agama. Kadek Hengki Primayana, Putu Yulia Angga Dewi Manajemen Pendidikan Dalam Moderasi Keagamaan Di Era Disrupsi Digital “Tampung Penyang: Jurnal Agama dan Budaya Hindu”, Volume 19, Edisi 1.

INKLUSIVISME JALAN MENUJU DIALOG

Pola Dialog Antar Umat Beragama

Hubungan I - It adalah pola hubungan di mana satu orang tampil sebagai ego dan menganggap bahwa orang lain harus ditundukkan, dikuasai dan dimanfaatkan. Sedangkan dalam hubungan aku – kamu, pola hubungan menjadikan seseorang sebagai pribadi dan memandang orang lain sebagai pribadi. Pola hubungan ini akan menjadi puncak hubungan dengan Sang Pencipta, yang diimplementasikan dalam bentuk ketaatan pada ajaran agama, yang meliputi pengembangan nilai-nilai kemanusiaan di alam.

Pentingnya Studi Perbandingan Agama

Namun di sini selalu muncul persoalan yang sangat serius, bagaimana hubungan antara pendidikan agama komparatif dengan dialog. Dan memang memicu perdebatan sengit tentang perdebatan ilmu perbandingan agama. Dengan demikian, kajian perbandingan agama di Indonesia, selain untuk kajian keilmuan agama, juga ditujukan untuk pembangunan masyarakat dan negara di Indonesia.

Sikap Dialog Antar Umat Beragama

Tidak ada keselamatan di luar Gereja), juga berkaitan dengan masa depan, extra ecclesiam nullus propbeta. Di antara para teolog Protestan terkemuka yang menganut pandangan ini adalah Karl Barth dan Hendrick Kraemer. Islam mengutamakan “rumusan iman” (dalam hal ini tauhid) dan pengalaman iman mengikuti rumusan iman.

Dialog dan Kerjasama

Bersama-sama mereka merasakan keperluan untuk memelihara dan memelihara alam sekitar agar ia tidak dimanipulasi oleh kepentingan komersial yang tidak adil, yang bukan sahaja mengecewakan manusia, tetapi juga memusnahkan alam semula jadi. Secara bersama-sama analisis situasi yang dialami bersama dapat dijalankan, kajian teologi juga boleh dijalankan, baik pada peringkat teologi saintifik mahupun pada peringkat pelbagai pengalaman yang lebih mudah. Dalam aksi dialog umat antara agama bersama untuk mentransformasikan masyarakat akan menjadi lebih adil, sehingga keutuhan ciptaan, lingkungan hidup terpelihara.

Masa Depan Agama-agama

Kemutlakan yang dihilangkan pada premis ke-2 adalah kemutlakan yang memaksa pengalaman pengabdian religius seseorang kepada orang lain sebagai kebenaran yang dihargai. Ini tidak berarti, bagaimanapun, bahwa Anda memaksakannya pada orang lain atau gagal untuk mengakui bahwa pada orang lain ada komitmen mutlak yang sama untuk pengalaman tertentu, yang, sebagaimana dinyatakan dalam premis kedua, berbeda dari pengalaman khusus seseorang. Premis keenam menyatakan bahwa perkembangan spiritual tidak muncul dari isolasi atau eksklusivitas, melainkan dalam konteks pluralisme agama.

Membangun Inklusivisme

Legitimasi diskursus agama semakin kuat dominasinya di negara yang secara sadar menggunakan agama sebagai sumber pembenaran atas apa yang dimaksudkan sebagai fatwa, sekalipun satu atau lebih anggota masyarakat dirugikan atau banyak orang yang keberatan karena di luar jangkauan. pemikiran manusia pergi. Wacana agama dikurung dalam sangkar besi yang sangat kuat sehingga tidak tersentuh oleh rakyat biasa dan menjadi sangat eksklusif dan melibatkan setiap orang yang beragama tetapi tidak memiliki akses politik kekuasaan, atau hanya sedikit akses politik karena semua ada. pintu dan wilayah yang tidak bisa mereka masuki, karena dijaga oleh tradisi politik agama yang dominan. Otoritas dominan atas penafsiran teks kitab suci agama mungkin perlu direkonstruksi agar tidak mengekang wacana keagamaan itu sendiri, yang memang dengan perangkat ajarannya telah mengajarkan umatnya untuk hidup damai, rukun dan sejahtera. terbukalah.

AGAMA DAN MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Multikulturalisme memandang masyarakat sebagai budaya yang diterima secara umum dalam masyarakat yang coraknya seperti mozaik. Namun, agama juga dapat memberikan efek negatif pada masyarakat, terutama dalam masyarakat yang majemuk. Namun tidak dapat dipungkiri, pada orang yang sudah beragama nampaknya muncul pandangan yang menyatakan bahwa ada perebutan orang untuk suatu agama tertentu.

AGAMA SEBAGAI INSTITUSI (LEMBAGA) SOSIAL

Aspek Kepercayaan Keagamaan

Keyakinan beragama merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pemeluknya karena keyakinan beragama memiliki aspek kognitif atau intelektual untuk dapat memahami dan meyakini keyakinannya karena agama membentuk cara pandang seseorang terhadap dunia. Pertama, mitos merupakan bentuk ekspresi intelektual primordial dari berbagai sikap dan keyakinan keagamaan, mitos sangat erat kaitannya dengan perasaan batin seseorang. Selanjutnya, Comte mendefinisikan tahapan religius (tahapan teologis) sebagai periode pandangan dan pemahaman mistik; tahap metafisik, adalah masa ketika yang digunakan untuk menata dunia pengalaman bukanlah kategori-kategori rasional subyektif, melainkan kategori-kategori dan konsep-konsep abstrak; sedangkan fase positif adalah masa berkembangnya model pemahaman ilmiah dan terbentuknya konsep-konsep modern.8 Demikian langkah-langkah yang ditempuh para pemikir dalam pembahasan keyakinan agama.

Aspek Ritus-Ritus Keagamaan

Selanjutnya Durkheim mereduksi makna yang terkandung dalam upacara keagamaan menjadi keutuhan masyarakat atau solidaritas sosial9 Agama dan ritus merupakan simbol yang mempersatukan kelompok sekaligus berfungsi untuk meningkatkan persatuan dan solidaritas kelompok dalam suatu agama. Bernard menegaskan bahwa suatu tindakan keagamaan disebut sebagai ritual keagamaan bukan hanya karena isi, tindakan dan waktu dari ritual tersebut, tetapi karena makna atau makna yang diberikan oleh kelompok agama yang bersangkutan. Ritus keagamaan yang benar-benar terekspresikan dalam keyakinan memiliki kekuatan yang luar biasa yang dirasakan oleh penganutnya.

Aspek Simbol-Simbol Keagamaan

Lambang adalah lambang-lambang yang dimaknai yang dapat mengungkapkan jiwa individu yang dapat menyatu dengan Tuhan. Bernard menulis bahwa simbol-simbol agama membangkitkan perasaan keterikatan dan persatuan di antara anggota agama yang sama. Adanya kesamaan simbol merupakan cara yang efektif untuk lebih memperkokoh rasa persatuan dalam suatu kelompok umat.12 Simbol-simbol yang terkandung dalam agama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan beragama bagi para penganutnya, karena simbol-simbol tersebut menghubungkan individu dengan ekspresi dan hubungannya dengan yang transenden. .

Aspek Pengalaman Keagamaan

Ketika berhadapan dengan yang sakral, anggota suatu agama mencoba mengungkapkan pengalaman religius ini melalui doa, meditasi, pemujaan, tarian dan nyanyian. Sedangkan isi dan pengalaman iman sangat tergantung pada keyakinan pengikutnya tentang apa yang mereka hadapi. Setiap pengalaman religius yang dialami oleh individu terkait dengan kekuatan atau kekuatan yang sakral.

Aspek Masyarakat Agama

Kebutuhan akan transendensi ini tidak lebih dari, sebagaimana dijelaskan di atas, sebagai ungkapan “pengalaman-pengalaman batas” yang selalu melingkupi setiap proses eksistensi sosial manusia. Orang sadar bahwa ada sesuatu yang menyapa mereka, sesuatu yang “sama sekali berbeda”.29 Dalam konteks kapasitas ini, agama dapat memberikan apa yang disebut Paul Tillich sebagai universal. Artinya orang-orang dalam kesadaran beragama keluar dari dirinya sendiri menuju “Yang Lain” yang mampu menciptakan kesucian.

AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN

Eksklusivisme

Sikap eksklusivitas akan menimbulkan pandangan bahwa ajaran yang paling benar hanyalah agama yang menganutnya, sedangkan agama lain sesat dan harus diberantas, atau pemeluknya berpindah agama, karena agama dan pemeluknya terlaknat di mata Tuhan. 9 Sikap ini menjadi pandangan dominan dari masa ke masa, dan masih dipertahankan hingga saat ini. Juga di ayat lain (Kis 4,12) dikatakan: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun kecuali di dalam Dia, karena tidak ada nama lain di bawah langit yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan". Menurut Budhy Munawar Rachman, untuk contoh Islam, meskipun tidak ada kekuasaan gerejawi dalam agama Kristen, khususnya Katolik yang dapat mengeluarkan fatwa yang komprehensif seperti contoh di atas, banyak penafsir selama berabad-abad yang menyempitkan Islam menjadi pandangan yang eksklusif.

Inklusivisme

Di sini Rahner membawa istilah komprehensif, Anonymous Christian (Kristen anonim), yaitu non-Kristen. Dalam contoh Islam juga sering disebut, misalnya istilah seorang filosof muslim abad ke-14, Ibnu Taimiyyah, yang membedakan antara manusia dengan agama Islam secara umum (non muslim par excellence), dan manusia dengan agama tertentu Islam (Muslim par excellence). Dalam tafsir para penganut “All-inclusive Islam”, bahwa meskipun para nabi mendakwahkan pandangan hidup yang disebut al-Islam, bukan berarti mereka dan umatnya secara literal menyebut agamanya al-Islam dan mereka sendiri adalah muslim. .

Pluralisme Atau Paralelisme

Misalnya, perbedaan antara Islam dan Kristen (dan antara agama-agama pada umumnya) diterima sebagai perbedaan prioritas antara 'formulasi iman' dan 'pengalaman keyakinan'. Menurut penganut Islam pluralistik (misalnya Schuon dan Hossein Nasr), setiap agama pada hakekatnya terdiri dari dua hal: “formulasi keyakinan” dan “pengalaman keyakinan”. Kekristenan, sebaliknya, mengutamakan “pengalaman iman” (dalam hal ini pengalaman akan Tuhan yang menjelma dalam diri Yesus Kristus, yang kemudian dilambangkan dalam sakramen-sakramen Misa dan Ekaristi), dan “rumusan iman” .

Eklektivisme

Sikap ini sekaligus menyampaikan pesan harapan dan kesabaran; Saya harap kita akan bertemu pada akhirnya dan bersabar karena kita masih harus menerima perbedaan kita untuk saat ini.

Universalisme

12 Tim Persiapan Kementerian Agama RI, Moderasi Keagamaan, (Jakarta: Badan Litbang Kemenag RI, 2019), hal.16. Berdasarkan pemahaman tentang moderasi beragama, ternyata umat Islam Indonesia pada umumnya telah menerapkan ajaran Islam yang moderat. Tim persiapan dari Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2019).

PERAN LEMBAGA AGAMA SEBAGAI SARANA KERUKUNAN

ANTAR UMAT

Macam-macam Lembaga Agama

Kementerian Agama (Kemenag) merupakan salah satu contoh lembaga keagamaan yang memberikan kontribusi terhadap keseluruhan peran pendidikan di masyarakat. Peradilan Agama merupakan salah satu bentuk lembaga keagamaan yang mengatur perbuatan menyimpang dengan norma atau hukum yang berlaku di masyarakat. Kementerian Agama (Kemenag), merupakan salah satu jenis lembaga keagamaan yang diakui memiliki peran tertinggi dalam masyarakat dengan memberikan hubungan dengan badan legislatif yaitu presiden.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kontekas agama, pemeluk agama Islam mengenal moderasi dengan istilah Islam washatiyah atau islam moderat, yaitu dengan Islam yang memilih jalur tengah yang