• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul 3 Imunologi

N/A
N/A
Nabilla Nuraini A

Academic year: 2024

Membagikan " Modul 3 Imunologi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL IMUNOLOGI (PSF 215)

MODUL 3 ANTIGEN

DISUSUN OLEH

INHERNI MARTI ABNA S.Si, M.Si

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2020

(2)

I. Pendahuluan

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu : 1. Menguraikan definisi antigen dan imunogen

2. Menguraikan tipe antigen

3. Menguraikan determinan Antigen – Epitop dan Paratop 4. Menguraikan klasifikasi dan contoh antigen

5. Menguraikan karakteristik dan sifat Antigen

B. Uraian dan Contoh 1. Definisi

Antigen adalah molekul asing yang dapat menginduksi adanya respons imun dan bereaksi secara spesifik dengan produk yang dibentuk dari induksi respons imun yang terjadi.

Definisi lama dari antigen agak kurang tepat karena yang dimaksud sebenarnya adalah imunogen. Definisi antigen yang sebenarnya adalah senyawa asing yang dapat memicu pembentukan senyawa antibodi dan bereaksi secara spesifik dengan antibodi yang telah dipicu pembentukannya.

Antigen (Ag) adalah substansi pada tubuh inang dapat mendorong pembentukan antibodi. senyawa yang mampu menginduksi respon imun. Pada umumnya antigen adalah protein, tetapi ada pula yang tersusun dari polisakarida/polipeptida. Awalnya istilah antigen merupakan molekul yang mengikat secara khusus untuk antibodi, tetapi istilah ini sekarang juga mengacu pada molekul atau fragmen molekul yang dapat terikat pada major histocompatibility complex (MHC) yang untuk selanjutnya diserahkan kepada reseptor sel T.

Antigen “diri sendiri” (dari tubuh organisme yang bersangkutan) biasanya ditoleransi oleh sistem kekebalan tubuh, sedangkan antigen “non-diri” atau dari luar tubuh diidentifikasi sebagai penyusup dan diserang oleh sistem kekebalan tubuh. Gangguan autoimun timbul dari sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap antigen diri sendiri.

2. Tipe Antigen

Antigen terbagi atas dua macam tipe, yaitu complete antigen dan incomplete antigen.

Perbedaan antara complete antigen dan incomplete antigen adalah kemampuannya untuk menginduksi respons imun dari tubuh. Complete antigen adalah antigen yang dapat

(3)

menginduksi respons imun tubuh sehingga terjadi pembentukan antibodi dan juga dapat bereaksi dengan antibodi yang telah dibentuknya. Incomplete antigen adalah antigen yang hanya dapat bereaksi dengan antibodi tetapi tidak dapat memicu terjadinya respons imun tubuh berupa pembentukan antibodi. Selain perbedaan kemampuan dalam memicu respons imun, perbedaan lain dari complete dan incomplete antigen terdapat pada susunan kimianya dan ukuran molekulnya. Complete antigen biasanya berupa senyawa yang kompleks seperti protein atau polisakarida. Complete antigen juga memiliki berat molekul yang relative besar, yaitu lebih dari 10.000 dalton. Incomplete antigen umumnya berupa senyawa-senyawa yang lebih sederhana tetapi bersifat reaktif dan berukuran molekul kurang dari 10.000 dalton.

Incomplete antigen disebut juga hapten. Hapten berdasarkan struktur kimianya terbagi menjadi dua jenis, yaitu simple hapten yang berupa molekul kecil dan complex hapten yang berupa molekul lebih besar seperti lipid atau asam nukleat. Incomplete antigen sendiri tidak bersifat immunogen, artinya tidak dapat memicu respons imun tubuh berupa pembentukan antibodi. Hapten perlu bergabung membentuk kompleks dengan molekul yang lebih besar yang disebut dengan karier, agar dapat memicu respons imun tubuh. Gabungan antara hapten dengan protein carrier akan membentuk kompleks hapten-carrier atau yang dikenal dengan istilah conjugated antigen.

Hapten sebelum bergabung dengan protein carier tidak memiliki determinan yang sesuai sehingga tidak dapat memicu respons sistem imun tubuh berupa pembentukan antibodi.

Peranan carier bagi hapten adalah selain untuk menambah ukuran molekul , carier juga berperan menyediakan determinan yang sesuai sehingga dapat memicu respons imunitas dari dalam tubuh. Contoh hapten adalah arsenilic acid. Arsenilic acid tidak dapat memicu respons imun berupa pembentukan antibodi, namun dengan berkonjugasi dengan protein lain seperti BSA dan membentuk kompleks hapten-karier maka dapat terjadi respons imun dari tubuh berupa pembentukan antibodi yang bersesuaian.

Hapten merupakan antigen yang bersifat univalent. Antigen univalent merupakan senyawa kimia yang berukuran kecil namun dapat membentuk kompleks dengan antibodi.

Ketika sebuah senyawa univalent bergabung dengan antibodi yang bersesuaian, maka kompleks hapten-antibodi akan terbentuk. Senyawa kompleks antigen-antibodi yang terbentuk bersifat mudah larut dan tidak terjadi pembentukan endapan ketika pembentukan kompleks hapten-antibodi karena tidak adanya proses bridging atau proses pembentukan lattice.

Hapten secara umum dapat berupa simple hapten dan complex hapten. Simple hapten tersusun atas senyawa kimia sederhana, sedangkan complex hapten berupa senyawa lebih

(4)

besar dapat berupa lipid atau asam nukleat. Contoh dari complex hapten adalah kolestrol atau lesitin.

6. Mempunyai kapasitas untuk mengintervensi sistem imun yang selektif (Sel B dan Sel T) Imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya.

Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respon imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi dan atau TCR. Antigen lengkap adalah antigen yang mampu menginduksi baik respon imun maupun bereaksi dengan produknya. Antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi respon imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa (carrier).

Immunogen adalah tipe spesifik antigen. Sebuah immunogen didefinisikan sebagai zat yang mampu merangsang respon imun adaptif jika disuntikkan pada sendiri. Dengan kata lain, suatu immunogen mampu menginduksi respon kekebalan, sedangkan antigen mampu menggabungkan dengan produk respon imun setelah mereka dibuat. Konsep tumpang tindih imunogenisitas dan antigenicity dengan demikian agak berbeda.

Menurut definisi para ahli “Imunogenisitas adalah kemampuan untuk membujuk/menginduksi kekebalan humoral dan / atau respon imun yang diperantarai sel”.

“Antigenicity adalah kemampuan untuk menggabungkan secara khusus dengan produk akhir respon kekebalan (yaitu reseptor permukaan pada T-sel). Walaupun semua molekul memiliki perangkat imunogenisitas yang dimiliki juga oleh antigenicity, sebenarnya ini tidak benar.

Pada tingkat molekuler, antigen ditandai dengan kemampuannya untuk menjadi “terikat” di lokasi pengikatan antigen di antibodi. Perhatikan juga bahwa antibodi cenderung membedakan antara bentuk struktur molekul khusus yang ada pada permukaan antigen.

(5)

Antigen biasanya protein atau polisakarida. Ini berasal dari bagian kulit, kapsul, dinding sel, flagela, fimbrae, dan racun dari bakteri, virus, dan mikroorganisme lainnya. Lipid dan asam nukleat menjadi antigenik hanya bila dikombinasikan dengan protein dan polisakarida. Antigen non-mikroba eksogen (non-self) contohnya adalah serbuk sari, putih telur, dan protein dari jaringan dan organ yang dicangkokkan atau pada permukaan sel darah yang ditransfusikan ke dalam tubuh. Vaksin adalah contoh-contoh antigen imunogenik yang sengaja diberikan untuk menimbulkan kekebalan yang diperoleh si penerima.

Sel-sel menyediakan antigen imunogenik pada sistem kekebalan tubuh melalui molekul histokompatibilitas. Tergantung pada antigen yang tertangkap dan jenis molekul histokompatibilitas, beberapa jenis sel kekebalan dapat menjadi aktif. Antigen selalu berupa protein yang mempunyai berat molekul lebih dari 10.000 dalton, tidak mudah hancur dan terurai oleh cairan-cairan tubuh (darah, limfa dan sebagainya). Sel bakteri, virus maupun toksinnya yang terdiri atas protein akan bertindak sebagai antigen apabila sehingga merangsang dibentuknya antibodi.

Induksi respon imun humoral dan seluler Sel B + Antigen  Sel B efektor + Sel B memori



Sel Plasma  Sekresi Antibodi

Sel T + Antigen  Sel T efektor + Sel T memori



CTLs, Th, dll  Sekresi sitokin dan faktor sitotoksik

Beberapa jenis karbohidrat dan lemak, apabila masuk dalam jaringan tubuh tidak akan bersifat antigen, tetapi apabila berikatan dengan suatu protein akan bersifat antigen, sehingga merangsang terbentuknya antibodi. Karbohidrat atau lemak yang dapat berikatan dengan protein dan bersifat antigen disebut Hapten.

Salah satu contoh antigen adalah bakteri Salmonella sp. Salmonella memiliki 3 macam antigen, yaitu Ag simatik (O), Ag flagell (H) yang berbeda satu/dua fase dan Ag kapsul (Vi).

Ag O dan Ag H adalah antigen utama Salmonella. Bakteri Salmonella membentuk Ag (O) dan AG (H) yang termostabil. Antigen (O) kodenya angka Romawi (I, II dsb). Antigen yang dihubungkan dengan sifat virulensi S. typhi diberi kode Vi, antigen ini tidak tahan panas.

(6)

Antigen O (Antigen somatik) merupakan bagian di struktur pembentuk dinding sel bakteri. Sifat Ag ini ditentukan oleh lipopolisakarida yang tahan panas (100 °C), alkohol dan asam). Antibodi yang dibentuk terutama IgM. Antibodi terhadap antigen O bersifat protektif.

Sebagian besar Salmonella sp. memiliki lebih dari satu Ag (O). Antigen (O) ini ditulis dengan angka dimulai dari angka 1-65, contohnya S. enteritidis 1, 9, 12, yang artinya mempunyai Ag(O) : 1, 9, 12.

Antigen (H) terdiri dari protein yang disebut flagellia. Antigen ini bersifat termolabil.

Antigen menjadi tidak aktif pada suhu diatas 60 °C atau dalam suasana asam. Antigen (H) terdiri dari 2 fase yaitu tipe 25 monofase (kode huruf kecil:a, b dsb) dan tipe difase (kode angka Arab: 1, 2 dsb). Antigen (H) dibagi kedalam dua fase yaitu fase spesifik (fase 1) dan fase group (fase 2). Antigen fase 1 ditulis dengan huruf kecil (a, b, c, dst) dan untuk selanjutnya ditulis dengan huruf Z dan angka (1, 2, 3, dst). Variasi Ag ini digunakan sebagai dasar untuk membedakan serotipe dalam masing-masing group, contohnya S. paratyphi B mempunyai Ag (H): b: 1, 2.

Antigen (Vi) berasal dari kata “virulance”, berhubungan dengan virulensi bakteri Antigen (Vi) merupakan polisakarida yang terdapat pada permukaan sel bakteri. Antigen (Vi) dapat hancur pada inkubasi suhu 60 °C selama 1 jam, pada kondisi asam atau di dalam phenol.

Toksisitasnya berhubungan dengan membrane permukaan yang mengandung lipopolisakarida (LPS), yang berfungsi juga melindungi bakteri dari lingkungan sekitarnya. LPS tersusun atas antigen-O, inti polisakarida, dan lipid A, yang menghubungkannya dengan outer membrane.

Lipd A tersusun dari dua phosphorylated glucosamines yang terikat dengan asam lemak. Grup fosfat ini menentukan toksisitas bakteri. Beberapa binatang mengeluarkan enzim yang memecah grup fosfat ini sebagai bentuk pertahanan dari patogenitas bakteri tersebut.

Antigen-O, yang berada pada bagian paling luar dari kompleks LPS, bertanggung jawab dalam respon imun penjamu. S. typhimurium memiliki kemampuan mengendalikan antigen-O, yang berpengaruh pada perubahan konformasinya, sehingga antibody lebih sulit mengenali. Salmonella typhimurium menyebabkan gastroenteritis pada manusia dan mamalia lain. Ketika sel bakteri memasuki epitel usus, menyebabkan kerusakan mikrovili pada permukan sel.

Hal ini meyebabkan kenaikan jumlah sel darah putih ke mukosa, sehingga mengacaukan absorbsi dan sekresi, suatu proses yang mengarah pada diare. Pada mencit, S.typhimurium menyebabkan gejala yang sama dengan demam tifoid pada manusia.

(7)

3. Adjuvan

Adjuvan adalah bahan yang berbeda dari antigen yang ditambahkan ke dalam vaksin untuk meningkatkan respon imun, aktivasi sel T melalui peningkatan akumulasi APC (Antigen Presenting Cell) di tempat paparan antigen dan ekspresi konstimulator dan sitokin oleh APC. Adjuvant yang baik harus memiliki sifat-sifat berikut:

1. Membuang depot antigen dan melepas antigen sedikit demi sedikit sehingga memperpanjang paparan antigen dengan sistem imun.

2. Mempertahankan integritas antigen 3. Mempunyai sasaran APC

4. Menginduksi CTL/Tc

5. Memacu respon imun dengan afinitas tinggi

4. Determinan Antigen – Epitop dan Paratop

Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing- masing merangsang produksi antibodi spesifik yang berbeda. Paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop atau TCR yang mengikat epitop pada antigen.

Heterophile antigen adalah suatu antigen (epitope) yang terdapat dalam spesies hewan, tanaman, atau bakteri yang berbeda yang sama-sama memiliki cross-reactivity dengan antibodi dari grup heterophile. Heterophile antigen umumnya berupa karbohidrat. Forrsman antigen merupakan salah satu contoh heterophile antigen. Cross reactivity adalah kemampuan dari antibody atau T cell receptor untuk bereaksi dengan dua atau lebih antigen yang memiliki bentuk epitope yang hampir sama.

5. Pengklasifikasian dan Contoh-contoh Antigen A.Klasifikasi Antigen

Menurut epitopnya antigen terbagi atas :

1. Unideterminan, univalen : hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul.

2. Unideterminan, multivalen : hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut pada satu molekul.

3. Multideterminan, univalen : banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein)

(8)

4. Multideterminan, multivalen: banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul.

Menurut spesifisitas antigen terdiri atas:

a. Heteroantinogen , yang dimiliki oleh banyak spesies

b. Xenoantinogen , yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu.

c. Aloantinogen, yang spesifik untuk individu dalam satu spesies d. Antigen organ spesifik , yang hanya dimiliki organ tertentu.

e.Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri

Menurut ketergantungan terhadap sel T antigen terbagi atas :

a. T dependen , yang memerlukan pengenalan sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi.

b. T independen , yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.

Menurut sifat kimiawi antigen terdiri atas:

a. Hidrat arang (polisakarida) b. Lipid

c. Asam Nukleat d. Protein

Salah satu antigen lain yaitu toksin. Toksin adalah segala bentuk zat yang memiliki efek destruktif bagi fungsi sel dan struktur sel tubuh. Beberapa jenis toksin bersifat fatal, dan beberapa jenis lain bersifat lebih ringan.

6. Karakteristik dan Sifat-sifat Antigen A.Karakteristik Antigen

Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur tersier.

1. Ukuran , antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar.

Tetapi molekul kecil dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat imunogen dengan membentukkompleks kecil (hapten) dan protein inang (carrier).

2. Bentuk, bentuk determinan sangat penting sebagai komponenutama, seperti DNP dalam DNP-L-lisin yang memberi bentukmolekul yang tidak dapat ditemukan dalam homolog primer.

3. Rigiditas , Gelatin yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non imunogenik. Kespesifitasnya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke gelatin.

(9)

4. Lokasi determinan , bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting yang dapat dimasukkan oleh molekul besar.

5. Struktur tersier , struktur tersier dari protein penting dalammendeterminasi kespesifikan dari respon suatu antibodi. Produksi antibodi rantai A dari insulin tidak bereaksi dengan molekul alami. Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease di bawah kondisi kontrol diproduksi dari campuran molekul protein yang berbeda hanya dalam struktur tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur tersier dari imunogen akan dihancurkan.

B.Sifat- Sifat Antigen

Antigen memiliki beberapa sifat-sifat yang khas sebagai berikut : 1. Keasingan

Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhisyarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetikasing terhadap hospes.

2. Sifat-sifat Fisik

Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyaiukuran minimum tertentu, yaitu mempunyai berat molekul lebih besar dari 40.000 dalton, respon terhadap hospes minimal, umumnya berupa protein asing, alergen bersifat stabil (tahan bila dipanaskan, sukardipecahkan), mampu merangsang terbentuknya AB serta antigen poten alamiahnya berupa makromolekul dan kompleks polisakarida, serta fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan protein-protein jaringan. Hapten dapat merangsang terjadinya respon imun yang kuat jika bergabung protein pembawa dengan ukuran sesuai.

3. Kompleksitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputisifat fisik dan kimia molekul.

4. Bentuk-bentuk (Conformation)

Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen.Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang,serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun.

5. Muatan (Charge)

Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan.

6. Kemampuan masuk

Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun.

(10)

Sifat antigenisitas dari suatu agen ditentukan oleh berbagai karakteristik dari antigen dan kemampuan genetik dari host. Karakteristik dari antigen yang baik bergantung pada ukurannya, berat molekulnya, bentuknya, konfigurasi dari molekul, jumlah free reactive point pada permukaannya, dan derajat kelarutannya. Antigenisitas akan meningkat jika ukuran suatu molekul semakin besar. Molekul antigenik kecil adalah antigen lemah. Rute pemberian antigen juga penting terhadap pembentukan formasi antibody, beberapa antigen dapat menjadi lebih efisien jika pemberian antigen dilakukan secara intravenous dan beberapa dengan subcutaneous. Kadar antigen dan kondisi dari antigen yang diberikan juga merupakan salah satu faktor. Sifat antigenisitas akan meningkat jika diberikan penambahan dengan garam aluminium atau aluminium hidroksida.

C. Latihan Soal

1. Jelaskan apa yang dimaksud antigen 2. Sebutkan sifat-sifat adjuvan

3. Jelaskan perbedaan complete antigen dan incomplete antigen

D. Kunci Jawaban

1. Antigen yang sebenarnya adalah senyawa asing yang dapat memicu pembentukan senyawa antibodi dan bereaksi secara spesifik dengan antibodi yang telah dipicu pembentukannya.

2. Adjuvant yang baik harus memiliki sifat-sifat berikut:

1. Membuang depot antigen dan melepas antigen sedikit demi sedikit sehingga memperpanjang paparan antigen dengan sistem imun.

2. Mempertahankan integritas antigen 3. Mempunyai sasaran APC

4. Menginduksi CTL/Tc

5. Memacu respon imun dengan afinitas tinggi

3. Antigen terbagi atas dua macam tipe, yaitu complete antigen dan incomplete antigen.

Perbedaan antara complete antigen dan incomplete antigen adalah kemampuannya untuk menginduksi respons imun dari tubuh. Complete antigen adalah antigen yang dapat menginduksi respons imun tubuh sehingga terjadi pembentukan antibodi dan juga dapat bereaksi dengan antibodi yang telah dibentuknya. Incomplete antigen adalah antigen yang hanya dapat bereaksi dengan antibodi tetapi tidak dapat memicu terjadinya respons imun tubuh berupa pembentukan antibodi.

(11)

II. Mekanisme Antigen

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu : 1. Menguraikan mekanisme masuknya antigen ke dalam tubuh 2. Menguraikan interaksi antigen

B. Uraian dan Contoh

1. Mekanisme Masuknya Antigen dalam Tubuh

Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel Limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi. Contoh hapten diantaranya adalah toksin, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainnya yang dapat membawa efek alergik. Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.

Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma kemudian akan membentuk antibodi yang mampu berikatan dengan antigen yang merangsang pembentukan antibodi itu sendiri. Tempat melekatnya antibodi pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel. Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut:

1. Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman,udara, injeksi, atau kontak langsung.

2. Antigen berikatan dengan antibodi.

3. Histamine keluar dari sel mast dan basofil 4. Timbul manifestasi alergi

2. Interaksi Antigen

Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.

Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma kemudian akan membentuk antibodi yang mampu berikatan dengan antigen yang

(12)

merangsang pembentukan antibodi itu sendiri. Tempat melekatnya antibodi pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.

Terdapat 3 kategori interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:

1. Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.

2. Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

a. Netralisasi, adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan efek yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibodi mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

b. Aglutinasi, adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan

c. Presipitasi, adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.

d.Fagositosis, adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.

e. Sitotoksis, adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.

3.Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen- antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis mencegah meningitis (radang selaput otak) oleh Haemophilus influenzae. Tetapi karbohidrat yang dimurnikan tersebut kurang imunogenik pada anak-anak berumur dibawah 2 tahun. Polisakarida tersebut hanya akan memiliki imunogenisitas jika secara kimiawi dikaitkan dengan molekul protein sebagai carrier.

(13)

Gambar: Interaksi Antigen-Antibodi

Terdapat empat macam ikatan yang dapat mengikat antigen dan antibodi, yakni: Gaya elektrostatik, Ikatan hidrogen, Ikatan hidrofobik, dan Ikatan Van der Walls. Gaya elektrostatik adalah ikatan tarik-menarik yang terbentuk antara dua molekul ionic yang memiliki medan magnet berbeda. Ikatan hidrogen adalah jembatan hidrogen reversibel yang terbentuk antar dua molekul hidrofilik. Ikatan hidrofobik adala h ikatan yang terbentuk antarmolekul yang hidrofobik. Gaya Van der Walls adalah interaksi antara electron terluar dari orbit antar dua makromolekul yang berbeda.

Tahap pertama dari respon antibodi dimulai dari fagositosis antigen oleh makrofag atau sel lain dalam sistem retikuloendotelial yang meliputi sel-sel Langerhans di kulit, se l dendritik pada spleen dan lymph node, serta monosit dalam darah. Sel-sel tersebut berdasarkan fungsi imunologisnya digolongkan sebagai antigen-presenting cells (APC).

Pengikatan antibodi terhadap kebanyakan antigen memerlukan interaksi dan pengaktifan kedua-dua sel B dan T. Antibodi memiliki kemampuan spesifik untuk mengikat determinat site dari antigen atau yang disebut dengan determinan antigenik. Sel-sel ini mungkin menghasilkan gerak balas terhadap epitop berbeda pada antigen yang sama, tetapi epitop-epitop tersebut mesti tergabung (physically-linked). Kompleks antigen yang tergabung ke reseptor sel B (terdiri dari imunoglobulin permukaan, sIg) akan didegradasi dalam sel yang mengandungi molekul MHC II. Kompleks peptida-MHC ini akan diekspresikan pada permukaan sel, di mana ia akan berinteraksi dengan sel T yang mempunyai reseptor sesuai.

(14)

Hasil dari pergabungan antigen serta sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel T, sel B diaktifkan dan menjalani proses proliferasi menjadi sel penghasil antibodi (sel plasma).

Pemrosesan antigen T cell-dependent (A) dan T cell-independent (B). Antigen yang bergantung pada sel T biasanya terdiri dari lebih dari satu determinan antigenik. Setelah diproses dengan antigen-presenting cells (APC), file determinan antigen kompleks MHC yang diekspresikan di permukaan akan dikenali oleh sel B dan T spesifik antigen. Sel T akan melepaskan interleukin, misalnya, IL-4 dan IL-6, yang akan menginduksi proliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma penghasil antibodi. Antigen yang tidak bergantung sel T, seperti antigen polimer dengan determinan yang berulang, dapat mengikat langsung ke imunoglobulin di permukaan sel B. Jenis ikatan silang ini sering terjadi pada membran sel dengan adanya mitogen lain, akan menginduksi proliferasi dan diferensiasi sel B. Antigen independen sel T biasanya hanya menghasilkan produksi antibodi IgM dengan titer rendah.

Antigen yang mempunyai epitop berulang-berulang boleh menghubung-silangkan reseptor sel B (BCR) dan mengaktifkan sel B secara terus. Kebanyakan antigen protein tidak mempunyai epitop seperti itu tetapi terdiri daripada epitop-epitop yang berlainan. Oleh karena itu, untuk menghasilkan gerak balas terhadap antigen protein, sel B memerlukan isyarat-isyarat dari sel T CD4+. Antigen seperti ini dipanggil antigen bergantung timus. Berhasilnya antibodi terhadap antigen bergantung timus memerlukan pengaktifan dan interaksi kedua sel B dan T.

Penggabungan antigen dan sitokin yang dihasilkan oleh sel T, sel diaktifkan dan menjalani proliferasi dan berubah menjadi sel plasma penghasil antibodi. Jenis sitokin yang dihasilkan mempengaruhi kelas antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma. Dalam gerak balas primer, sel T paling berkesan diaktifkan oleh antigen yang diproses oleh sel dendritik. Sel T teraktif ini kemudian akan berinteraksi dan mengaktifkan sel B. Dalam gerak balas sekunder sel dendritik tidak diperlukan. Sel B dan T bekerjasama dengan efisien karena sel-sel ini telah aktif. Dalam gerak balas sekunder sel B memerangkap antigen melalui reseptornya (sIg) dan kompleks antigen-sIg ditelan, kemudian didegradasi dengan molekul MHC II, diangkut dan diekspresikan pada permukaan sel di mana ia akan berinteraksi dengan sel T CD4+. Interaksi ini disertai oleh interaksi antara beberapa molekul permukaan lain. Hasilnya kedua sel B dan T menjadi teraktif: sel T akan menghasilkan sitokin dan sel B menghasilkan antibodi.

Interaksi antigen-antibodi dapat diamati dengan cara melakukan pemeriksaan golongan darah. Biasanya, antigen masuk ke dalam tubuh dalam bentuk virus, bakteri, ataupun substansi protein lainnya. Atas dasar inilah dilakukan pemeriksaan golongan darah.

Darah akan berperan sebagai antibodi, sehingga apabila diteteskan antigen spesifik, maka darah akan diekspresikan sebagai proses imun. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan

(15)

golongan darah ABO dan Rh adalah dengan menggunakan darah dari probandus dan larutan anti-serum, yaitu Anti-A, Anti-B, Anti-AB, dan Anti-D.

Ada 3 aktivator yang berbeda yang mendeteksi kuman dan mengaktifkan C3 yang merupakan komplemen kunci. Sistem komplemen mengandung lebih dari 18 macam protein.

Protein-protein ini bertindak dalam suatu kaskade, dimana satu protein mengaktifkan protein berikutnya. Sistem komplemen bisa diaktifkan melalui 2 cara yang berbeda:

1. Jalur alternatif : diaktifkan oleh produk mikroba tertentu atau antigen

2. Jalur klasik : diaktifkan oleh antibodi khusus yang terikat pada antigen (komplek imun).

Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C1 yang dicetuskan oleh kompleks imun antibody dan antigen. IgM memiliki sebanyak 5 Fc mudah diikat oleh C1 , meskipun C1 tidak mempunyai sifat enzim, namun setelah dia berikatan dengan Fc dapat mengakifkan C2 dan C4 yang selanjtunya mengkatifkan C3. IgM dan IgG1, IgG2, IgG3 (IgM lebih kuat dibandingkan dengan IgG) yang membentuk kompleks imun dengan antigen, dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik, jalur klasik melibatkan 9 komplemen protein utama yaitu C1-C9. Selama aktivasi, protein-protein tersebut diaktifkan secara berurutan.

Produk yang dihasilkan menjadi katalisator dalam reaksi berikutnya. Jadi stimulus kecil dapat menimbulkan reaksi aktivasi komplemen berantai.

Pengaktifan komplemen melalui jalur alternatif :

* Bakteri (endotoksin)

* Jamur, virus, parasit

* Zimosan

* Agregat IgA (IgA1, IgA2) dan IgG4

* Faktor nefritik

C3b dalam jumlah sedikit di dalam serum, dapat mengikat faktor serum yang disebut faktor B Komplemen ini selanjutnya diaktifkan faktor D dalam serum yang mengikat C3bB membentuk kompleks imun C3bBD yang berfungsi sebagai konvertase C3 yang melepas C3a dan C3b. Kompleks C3bBD dengan cepat dipecah oleh protein serum tetapi pemecahan tersebut dicegah oleh protein lain dalam serum yaitu Properdin .

(16)

C.Latihan Soal

1. Sebutkan interaksi antigen secara garis besar 2. Sebutkan contoh-contoh hapten

3. Sebutkan pembagian antigen menurut spesifisitas

D. Kunci Jawaban

1. Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut:

1. Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman,udara, injeksi, atau kontak langsung.

2. Antigen berikatan dengan antibodi.

3. Histamine keluar dari sel mast dan basofil 4. Timbul manifestasi alergi

2. Contoh hapten diantaranya adalah toksin, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainnya yang dapat membawa efek alergik.

3. Menurut spesifisitas antigen terdiri atas:

a. Heteroantinogen , yang dimiliki oleh banyak spesies

b. Xenoantinogen , yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu.

c. Aloantinogen, yang spesifik untuk individu dalam satu spesies d. Antigen organ spesifik , yang hanya dimiliki organ tertentu.

e.Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri

E. Daftar Pustaka

1. Baratawidjaja K. G, Imunologi Dasar, edisi ke-6, FKUI, Jakarta, 2004 2. Kresna B, Dasar Imunologi Klinik, FKUI, Jakarta, 2004

3. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS, Celluler and Molecular Imunology, Philadelpia, WB Saunders Company, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Siswa mampu menjelaskan perbedaan sifat fisik (titik didih, titik leleh) berdasarkan perbedaan gaya antar molekul (gaya Van der waals, gaya London, dan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuat sehiaan lotion hengan zat aktif Virgin Coconut Oil yang mempunyai sifat fisik yang stabil han hapat memberikan efek

Semua aotm dari suatu unsur mempunyai massa dari sifat yang sama, tetapi atom-atom dari suatu unsur berbeda dengan atom-atom dari unsur yang lain, baik massa (berat

jam ini sebagai adsorben bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari parameter proses seperti konsentrasi zat warna yang digunakan yaitu Orange DNA 13 yang mana mempunyai berat

HF dan HI(jika dilihat dari berat molekulnya HI lebih besar dari pada HF, namun HF memiliki titik didih yang lebih tinggi dinadingkan dengan HI karena di dalam molekul HF terdapat

Skripsi yang berjudul “Kajian Sifat Fisik Dan Mekanik Refractory Material Semen Tahan Api Untuk Variasi Berat Fly Ash 40%, 50%, Dan 60%”, disusun untuk menlengkapi salah satu

Pengujian terhadap sampel dilakukan dalam bentuk pengujian sifat fisik aspal yang meliputi uji penetrasi, uji titik lembek, uji daktilitas, uji berat jenis dan

Kandungan silika yang amorf >40% dari fly ash dapat berpotensi memberikan sumbangan keaktifan mempunyai sifat pozzolan, sehingga mudah mengalami kontak dan bereaksi dengan zat kapur