• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN FARMASI

N/A
N/A
Nabilla Nuraini A

Academic year: 2024

Membagikan "MODUL ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN FARMASI "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN FARMASI (PSF 205)

MODUL 8

PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN REGISTRASI, LISENSI DAN AKREDITASI APOTEKER

DISUSUN OLEH

apt. Dra. Ayu Puspitalena RTR. MP

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2020

(2)

PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN REGISTRASI, LISENSI DAN AKREDITASI APOTEKER

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

Mampu menjelaskan peraturan yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian, registrasi apoteker, STRA, SIPA dan sertifikat apoteker.

B. Uraian dan Contoh

1. Pekerjaan Kefarmasian

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.

Beberapa istilah lainnya yang perlu diketahui berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yaitu :

-Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

-Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

-Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

-Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

-Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

-Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(3)

-Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

-Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

-Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.

-Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.

-Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian

Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.

-Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.

-Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

-Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:

a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan

(4)

c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:

a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;

b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;

c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi;

d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.

Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.

Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi

Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab.

Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi

(5)

Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.

Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik.

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau penyaluran.

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :

a. Apotek;

b. Instalasi farmasi rumah sakit;

c. Puskesmas;

d. Klinik;

e. Toko Obat; atau f. Praktek bersama.

Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

(6)

Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.

Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri Kesehatan dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:

a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;

b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat.

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan

(7)

Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Tenaga Kefarmasian

Tenaga Kefarmasian terdiri atas:

a. Apoteker; dan

b. Tenaga Teknis Kefarmasian.

Tenaga Teknis kefarmasi terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:

a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;

b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau

c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Keahlian dan kewenangannya harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.

Dalam melaksanakan kewenanganya harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Standar Profesi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Apoteker merupakan pendidikan profesi setelah sarjana farmasi. Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan. Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:

a. komponen kemampuan akademik; dan

b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian.

Standar pendidikan profesi Apoteker disusun dan diusulkan oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Peserta pendidikan

(8)

profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi.

Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.

Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang pendidikan. Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian, peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja.

Ijazah dan rekomendasi wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja.

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi diperuntukkan bagi Apoteker berupa STRA dan Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK

Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah Apoteker;

b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

STRA dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat.

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Apoteker sebagaimana dimaksud pada wajib memiliki STRA. Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.

(9)

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin dapat berupa:

a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;

b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;

c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau

d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.

Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Apoteker pendamping hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

Untuk mendapat surat izin Tenaga Kefarmasian harus memiliki:

a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;

b. tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan

c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.

Surat Izin batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.

Registrasi Apoteker

Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Jadi Apoteker sebagai tenaga kefarmasian wajib memiliki tanda registrasi. Hal ini juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu bahwa Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (“STR”).

Surat tanda registrasi tersebut berupa Surat Tanda Registrasi Apoteker (“STRA”) bagi Apoteker. STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri

(10)

Kesehatan kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA tersebut dikeluarkan oleh Menteri yang kemudian menteri mendelegasikan kepada KFN.

Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah Apoteker;

b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung. Permohonan STRA diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.

Izin Praktik dan Izin Kerja Apoteker

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

Surat izin yang diperoleh berupa:

a. Surat Izin Praktik Apoteker (“SIPA”) bagi Apoteker; atau b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

Dalam Permenkes 889/2011 yang disebut dengan surat izin praktik dan surat izin kerja apoteker adalah:

1. Surat Izin Praktik Apoteker (“SIPA”) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.

2. Surat Izin Kerja Apoteker (“SIKA) adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.

Namun kemudian, Permenkes 31/2016 menegaskan bahwa Surat Izin Kerja harus dibaca dan dimaknai sebagai Surat Izin Praktik. Artinya, baik surat izin kerja dan surat izin praktik merupakan hal yang sama.

SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Dikecualikan dari ketentuan tersebut, SIPA bagi

(11)

Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.

SIPA diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.

Mengenai izin juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yaitu, setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. Dalam hal ini yang tenaga kesehatan yang dimaksud adalah apoteker.

Memang sebelumnya antara SIPA dengan SIKA dibedakan, tetapi sejak adanya Permenkes 31/2016, maka surat izin kerja harus dibaca dan dimaknai sebagai surat izin praktik. Artinya, baik surat izin kerja dan surat izin praktik merupakan hal yang sama. Jadi untuk melakukan praktik atau bekerja di pelayanan kefarmasian, apoteker harus memperoleh Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).

Sanksi

Mengenai sanksi bagi apoteker yang tidak mempunyai izin tidak diatur dalam Permenkes 889/2011 maupun Permenkes 31/2016, tetapi diatur dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) sebagai berikut:

Pasal 85 ayat (1) jo. Pasal 44 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, berbunyi:

Pasal 85 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:

Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100 juta.

Pasal 44 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:

Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.

Pasal 86 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, berbunyi:

(12)

Pasal 86 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:

Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100 juta.

Pasal 46 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:

Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.

Selain itu juga diatur dalam Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”), yaitu:

Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100 juta.

2. Seven Stars Pharmacist

Apoteker adalah “orang yang disiapkan untuk merumuskan, mengeluarkan, dan memberikan informasi klinis pada obat-obatan atau obat-obatan untuk para profesional kesehatan dan pasien.”

Seorang apoteker adalah salah satu orang dalam tim perawatan kesehatan, dan ia memainkan peran kunci dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan pelayanan farmasi kepada publik. Mereka adalah ahli dalam obat- obatan dan menggunakan keahlian klinis mereka, bersama-sama dengan formulasi, kontrol kualitas, pengetahuan praktis, untuk menjamin pasokan yang aman dan penggunaan obat-obatan oleh masyarakat..

Apoteker bertanggung jawab untuk menjamin kualitas obat-obatan / obat- obatan yang diberikan kepada pasien sesuai kebijakan pemerintah / peraturan, dan edukasi farmasi pasien termasuk konseling pasien.

(13)

1. Caregiver/pemberi layanan

Apoteker harus memberikan layanan kepedulian dengan kualitas terbaik, dan harus praktek terintegrasi serta berkesinambungan dengan orang-orang dari sistem perawatan kesehatan dan profesional kesehatan lainnya.

2. Decision-maker/pengambil keputusan

Landasan kerja apoteker berada pada keputusan yang dibuat atau diambil dengan akurat mengenai penggunaan yang tepat, berkhasiat, aman, dan hemat biaya sumber daya (misalnya, personel, obat-obatan, bahan kimia, peralatan, prosedur, dan praktik).

Apoteker juga harus memainkan peran penting dalam mengatur kebijakan obat- obatan baik di tingkat lokal dan nasional. Apoteker harus memiliki kemampuan untuk mengevaluasi, mensintesis data dan informasi, dan memutuskan tindakan yang paling tepat.

3. Komunikator

Apoteker harus mampu menghubungkan antara dokter dan pasien, dan untuk profesional perawatan kesehatan lainnya. Ia harus memiliki pengetahuan yang lengkap tentang semua obat-obatan dengan update terbaru dan percaya diri, saat berkomunikasi dengan profesional perawatan kesehatan dan masyarakat anggota lainnya.

Apoteker harus memiliki kemampuan komunikasi pasien yang efektif dan dapat membantu dia untuk memberikan pelayanan farmasi yang lebih baik kepada masyarakat dengan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan pasien, memastikan kualitas hidup pasien.

Keterampilan komunikasi yang efektif membantu praktisi untuk mengumpulkan informasi yang akurat dan komprehensif membentuk pasien dan akan membantu praktisi untuk memberikan pendidikan farmasi patientrelated sukses kepada pasien.

Keterampilan komunikasi yang kuat akan memungkinkan apoteker untuk membangun hubungan yang diperlukan untuk membangun hubungan saling percaya; dan untuk memastikan pertukaran informasi yang efektif diperlukan untuk apoteker untuk menghargai kebutuhan pasien, dan bagi pasien untuk memahami dan menerima rekomendasi apoteker.

(14)

4. Manajer

Apoteker harus memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam dan komersial yang meliputi tenaga, fisik dan sumber daya keuangan. Dia harus bertanggung jawab lebih besar untuk mengelola informasi label obat, menjamin kualitas obat-obatan dan mempertahankan kompetensi klinis dan fungsi dalam kegiatan perawatan pasien.

Mengembangkan dan mempertahankan kebijakan divisi dan prosedur, tujuan, sasaran, program jaminan mutu, keamanan, dan standar pengendalian lingkungan yang merupakan komponen kunci dalam membantu apoteker dalam berkembang sebagai manajer yang efisien.

5. Long-life learner/ pembelajar seumur hidup

Tidak mungkin untuk memperoleh pendidikan farmasi / apoteker yang lengkap dalam sebuah lembaga dan pengalaman profesional yang diperlukan untuk mengejar karir seumur hidup sebagai seorang apoteker.

Konsep belajar seumur hidup harus dimulai, saat menghadiri sekolah farmasi dan harus didukung sepanjang karier apoteker.

Apoteker secara teratur memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka untuk menjaga dengan tren saat ini dalam isu-isu yang terkait dengan manajemen terapi obat.

Dewan Akreditasi untuk Pendidikan Farmasi dan Pengembangan Profesi (Ikatan Apoteker Indonesia dan BAN PT #Red.) dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran yang membantu individu dalam mengembangkan dan mempertahankan kompetensi lanjutan, meningkatkan praktek profesional mereka, dan mendukung pencapaian tujuan karir mereka

Sistem pendidikan Apoteker berkelanjutan harus terstruktur untuk mendukung pengembangan terus menerus dan mempertahankan serta meningkatkan kompetensi Apoteker. Termasuk juga mengembangkan dan mempertahankan efisiensi dalam memberikan perawatan pasien; bekerja sebagai bagian dari tim interdisipliner; praktek kefarmasian berbasis bukti dan berfokus pada peningkatan kualitas.

(15)

6. Guru

Salah satu tanggung jawab apoteker adalah untuk membantu melalui pendidikan dan pelatihan generasi masa depan apoteker dan masyarakat umum. Mode dinamis farmasi dalam mengajar tidak hanya mengimpor keterampilan dan pengetahuan kepada orang lain; ia juga menawarkan kesempatan bagi para profesional untuk mendapatkan pengetahuan baru.

Sesi pengajaran terbaik dilakukan dalam pengaturan praktek yang sebenarnya, di mana apoteker muncul dapat membenamkan diri dalam pengalaman praktik farmasi di dunia nyata.

Institusi dan organisasi profesi Apoteker juga mengadakan berbagai pelatihanan untuk mendapatkan pengetahuan tentang hukum farmasi dan peraturan untuk meningkatkan kompetensi apoteker secara profesional.

7. Pemimpin

Apoteker juga memainkan peran sebagai pemimpin dalam sistem kesehatan untuk membuat suatu keputusan, berkomunikasi, dan mengelola secara efektif.

Seorang pemimpin adalah orang yang dapat membuat ide / visi dan memotivasi orang lain sebagai anggota tim untuk mencapai visi.

Seorang pemimpin adalah orang yang terus-menerus mendorong perbedaan konstruktif.

Seorang pemimpin adalah mendorong misi tanpa egosentris.

Para pemimpin apotek efektif adalah ahli dalam menunjukkan dan menciptakan praktik farmasi dengan kinerja tinggi yang ditandai dengan perawatan yang berkualitas tinggi terhadap pasien, peningkatan keselamatan obat, dan produktivitas maksimum.

Selain 7 hal tersebut, ada tambahan 2 lagi peranan Apoteker yaitu sebagai Researcher dan Enterpreneur.

Researcher :

– Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik. disamping itu farmasi juga dapat meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan kosmetik).

(16)

Enterpreneur :

– Seorang farmasi/apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat. misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan, baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan apotek, serta bisnis tanaman obat dan lai lainnya.

Dapat disimpulkan Farmasi adalah jantung dari sistem kesehatan, dan memainkan peran yang sangat penting dalam melayani peran penting dalam kesehatan pasien, pendidikan, konseling dan penemuan obat.

Apoteker harus berbangga diri, untuk menjadi bagian integral dari sistem kesehatan, dan praktek profesi apoteker dengan cara yang sangat profesional, untuk mencapai semua kebutuhan itu maka WHO memunculkan konsep Seven-Star Pharmacist.

C. Latihan

1. Apakah yang dimaksud Pekerjaan Kefarmasian?

2. Sebutkan 7 seven stars Pharmacist!

3. Apa saja persyaratan untuk mendapatkan STRA?

D. Kunci Jawaban

1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2. Seven stars Pharmacist :

1. Caregiver/pemberi layanan

2. Decision-maker/pengambil keputusan 3. Komunikator

4. Manajer

5. Long-life learner/ pembelajar seumur hidup 6. Guru

7. Pemimpin

(17)

3. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah Apoteker;

b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

E. Daftar Pustaka

1. Anonim. 2009. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI, Jakarta (dan peraturan lain yang mendukung) 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang

Pekerjaan Kefarmasian

3. Seven-star pharmacist concept by World Health Organization, Journal of Young Pharmacists Vol 6, Issue 2, Apr-Jun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki dasar pendidikan dan keterampilan di bidang farmasi serta diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan

Unit Pelaksana Teknis Daerah Sentra Industri Kecil yang selanjutnya disingkat UPTD SIK adalah unsur yang melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan /atau

Surat Izin Kerja Bidan yang selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas

d) Asli Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) untuk Tenaga Kesehatan Asisten Apoteker. e) Asli surat keterangan dokter yang menerangkan jenis/tingkat

Sakit, pada bagian klasifikasi dan perizinan rumah sakit tipe B diperlukan 12 apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang disesuaikan dengan beban kerja, dengan rincian

Surat Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat SIPR adalah wewenang yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk melaksanakan usaha

Surat Izin Praktek yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Bupati kepada tenaga medis dan paramedis ( Dokter spesialis/Dokter umum/Dokter

Nama dan tanda tangan penanggung jawab yang mengesahkan : Bila berkaitan dengan pelayanan kefarmasian maka yang menyusun adalah Apoteker Pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian