• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Etika Perundang Undangan Farmasi 10

N/A
N/A
Nabilla Nuraini A

Academic year: 2024

Membagikan " Modul Etika Perundang Undangan Farmasi 10"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN FARMASI (PSF 205)

MODUL 10

APLIKASI KODE ETIK FARMASIS SERTA PERMASALAHAN DAN PELANGGARAN ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PRAKTEK

KEFARMASIAN DI BIDANG FARMASI (INDUSTRI FARMASI)

DISUSUN OLEH

apt. Dra. Ayu Puspitalena RTR. MP

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2020

(2)

INDUSTRI FARMASI

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

Mampu mengaplikasikan kode etik farmasis dalam berbagai bidang farmasi yaitu industri farmasi,

B. Uraian dan Contoh

Beberapa Contoh Studi Kasus Industri Farmasi

Pembahasan ditinjau dari peraturan-peraturan terkait dengan Kode Etik dan Industri Farmasi serta sanksi yang diberikan dapat sanksi pidana, denda ataupun administratif. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan terkait industri farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan secara tertulis;

b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;

c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;

d. penghentian sementara kegiatan;

e. pembekuan izin industri farmasi; atau f. pencabutan izin industri farmasi.

Contoh beberapa kasus

(3)
(4)
(5)

Kode Etik Apoteker Indonesia

Kode etik apoteker Indonesia berikut ini : A. Kewajiban umum Apoteker harus :

1. Menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan Sumpah Apoteker ; 2. Berusaha dengan sungguh menghayati, mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia;

3. Menjalankan profesi sesuai kompetensi Apoteker Indonesia

mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya

4. Aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan umumnya dan bidang farmasi khususnya;

5. Menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;

6. Berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain;

7. Menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya;

8. Aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang Kesehatan dan farmasi

B. Kewajiban Apoteker terhadap penderita :

Mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi Penderita dan melindungi mahluk hidup insani

C. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat harus : 1. Memperlakukan teman sejawat secara sebenarnya;

(6)

2. Saling mengingatkan dan menasehati untuk patuh pada kode Etik;

3. Mempergunakan kesempatan untuk meningkatkan kerjasama farmasis memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian dan saling

percaya dalam menunaikan tugasnya;

D. Kewajiban Farmasis terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya : 1. Mempergunakan kesempatan membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai,menghormati sejawat petugas kesehatan;

2. Hendaknya menjauhkan diri dari tindakan/perbuatan yang

mengakibatkan berkurang/ hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya

Industri Farmasi

Menurut Peraturan MenKes RI 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal di Kementerian Kesehatan.

Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi adalah sebagai berikut : a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas;

b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;

c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan

e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian

(7)

Industri Farmasi mempunyai fungsí:

a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;

b. pendidikan dan pelatihan; dan c. penelitian dan pengembangan.

Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Industri Farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya:

a. sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan

b. sekali dalam 1 (satu) tahun

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan.

Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik tercantum dalam peraturan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan

Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi atau sarana telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat Obat dan/atau Bahan Obat.

Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan pembuatan Obat dan Bahan Obat. Pedoman CPOB meliputi:

sistem mutu industri farmasi; personalia; bangunan-fasilitas; peralatan; produksi;

cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik; pengawasan mutu; inspeksi diri;

(8)

keluhan dan penarikan produk; dokumentasi; kegiatan alih daya; kualifikasi dan validasi; pembuatan produk steril; pembuatan bahan dan produk biologi untuk penggunaan manusia; pembuatan gas medisinal; pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan; pembuatan produk darah; pembuatan obat uji klinik; system komputerisasi; cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik;pembuatan radiofarmaka; penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat; sampel pembanding dan sampel pertinggal; pelulusan real time dan pelulusan parametris;

dan manajemen risiko mutu.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Duabelas aspek CPOB adalah berikut ini : a. sistem mutu industri farmasi;

b. personalia;

c. bangunan-fasilitas;

d. peralatan;

e. produksi;

f. cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik;

g. pengawasan mutu;

h. inspeksi diri;

i. keluhan dan penarikan produk j. dokumentasi;

k. Kegiatan Alih Daya l. Kualifikasi dan Validasi

Sistem Mutu Industri Farmasi

Pemegang Izin Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau efektivitas yang tidak memadai.

Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan tanggung jawab

(9)

memobilisasi sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai kepatuhan terhadap regulasi.

Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat di berbagai departemen dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan Sistem Mutu yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu. Pelaksanaan sistem ini hendaklah didokumentasi lengkap dan dimonitor dipantau efektivitasnya. Semua bagian Sistem Mutu hendaklah didukung ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal diberikan kepada pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) dan kepada Pemastian Mutu.

Personalia

Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Tanggung jawab individual secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Manajemen puncak hendaklah menetapkan dan menyediakan sumber daya yang memadai dan tepat (manusia, finansial, bahan, fasilitas dan peralatan) untuk menerapkan dan mengawasi Sistem Mutu Industri Farmasi dan meningkatkan efektivitas secara terus-menerus. Tiap personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan sehingga menimbulkan risiko terhadap kualitas.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi di mana hubungan antara Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu ditunjukkan dengan jelas di tingkat manajerial.

(10)

Bangunan-Fasilitas

Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasi silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

Produksi

Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten.

Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan di mana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan.

Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Yang Baik

Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi

(11)

semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor.

Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan.

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.

Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Keluhan dan Penarikan Produk

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.

(12)

Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah diterapkan pada investigasi, penilaian cacat mutu dan proses pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta tindakan pengurangan- risiko lain.

Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi.

Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah mencakup penjabaran rinci yang memadai terhadap pemahaman umum mengenai persyaratan, di samping memberikan pencatatan berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan yang memadai, sehingga penerapan persyaratan yang berkelanjutan dapat ditunjukkan.

Kegiatan Alih Daya

Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.

Kualifikasi dan Validasi

Bagian menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang diterapkan di fasilitas, peralatan, sarana penunjang, dan proses yang digunakan pada pembuatan obat dan juga dapat digunakan sebagai pedoman tambahan untuk bahan aktif obat tanpa persyaratan tambahan pada Aneks 8 Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang

(13)

Baik. CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi pengendaliannya dinilai. Sistem komputerisasi yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah juga divalidasi sesuai dengan persyaratan Sistem Komputerisasi.

Konsep dan pedoman yang relevan yang disajikan dalam ICH Q8, Q9, Q10, dan Q11 hendaklah juga diperhitungkan.

Registrasi Obat

Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar. Untuk memperoleh Izin Edar harus dilakukan Registrasi yang diajukan oleh Pendaftar kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar yang diberikan oleh Menteri; Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;

Dikecualikan dari ketentuan untuk:

a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;

b. Obat Donasi;

c. Obat untuk Uji Klinik;

d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Dapat dimasukkan ke wilayah indonesia melalui Mekanisme jalur khusus yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan. Pelaksanaan dilaporkan kepada Kepala BPOM.

Undang-undang Perlindungan Konsumen Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

(14)

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran,, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadarluarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

“halal” yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

(15)

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(5) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Undang-undang Kesehatan Ketentuan Pidana

(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya

(16)

kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(5) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

C. Latihan

1. Berapa minimal jumlah apoteker di Industri Farmasi?

2. Bagaimana sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu?

3. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku untuk berapa lama?

(17)

D. Kunci Jawaban

1. Tiga (3) orang apoteker

2. pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Lima (5) tahun sepanjang masih memenuhi persyaratan

E. Daftar Pustaka

1. Anonim. 2009. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI, Jakarta (dan peraturan lain yang mendukung) 2. Anonim, 1999, Undang-Undang RI no 8 tahun 1999. Jakarta (dan peraturan lain

yang mendukung)

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/ MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi

5. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik

6. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi CPOB

7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat

8. Peraturan BPOM No.15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/Xi/2008 Tentang Registrasi Obat

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1120/Menkes/Per/Xii/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/Xi/2008 Tentang Registrasi Obat

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan pedoman CPOB, mutu obat bergantung pada bahan awal,.. proses pembuatan dan pengawasan mutu, peralatan, bangunan

Pengawasan mutu adalah bagian dari cara pembuatan obat yang baik untuk. memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa mempunyai mutu

yang paling penting dari Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) agar tiap obat.. yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan. penggunaannya. Tanggung

43/MenKes/ SK/II/1998 menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat.. yang Baik) disetiap industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.. oleh industri farmasi dalam seluruh

Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi

CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat

Kegiatan PKP di PTKimia Farma (Persero)meliputi mempelajari sistem CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik ) seperti manajemen mutu (Pemastian Mutu) suatu obat, memahami