1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sarana untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian adalah industri farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan baku obat. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/MENKES/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri, yang dimaksud dengan industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan.
Obat jadi ini berupa sediaan atau bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan serta kontrasepsi. Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Menkes RI, 2010).
2
penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembuatan. Cara Pembuatan Obat yang Baik mencakup seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi (Badan POM RI, 2012).
Personalia, yang salah satunya adalah apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan dalam pedoman CPOB, yaitu apoteker berperan sebagai penanggung jawab (Kepala Bagian) produksi, penanggung jawab (Kepala Bagian) pengawasan mutu dan penanggung jawab (Kepala Bagian) manajemen mutu (pemastian mutu). Untuk menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, maka setiap industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi (Badan POM RI, 2012).
3
mencakup seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi (Badan POM RI, 2012).
Dengan demikian, apoteker harus mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup, yang salah satunya dapat diperoleh melalui kegiatan Praktik Kerja Profesi di industri farmasi. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi di Industri, Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja Kilometer 9 Nomor 59, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia.
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri ini bertujuan:
1. Mengetahui dan melihat secara langsung peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi.
2. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
1.3 Manfaat