LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
Di
PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk.
Plant Medan
Disusun Oleh:
Teti Ferida, S.Farm.
NIM 113202066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk.
Plant Medan
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh:
Teti Ferida, S. Farm.
NIM 113202066
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
Medan
Pembimbing,
Asisten Manager Pengelolaan Mutu
Heru Khoerudin, S.Si., Apt.
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
Laporan ini ditulis berdasarkan materi yang disampaikan oleh pihak P.T. Kimia
Farma (Persero) Tbk. PlantMedan dan tinjauan langsung ke lapangan.
Selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa arahan, bimbingan
dan masukan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt., selaku Plant Manager P.T. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
2. Bapak Heru Khoerudin, S.Si., Apt., selaku Asisten Manager Pengelolaan
Mutu P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kami selama melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
3. Bapak Drs. Zulfadli., Apt., selaku Asisten Manager Produksi P.T. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada kami selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA).
4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt., selaku Dekan Fakultas
kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk dapat menjalani Praktek
Kerja Profesi (PKP) Apoteker ini
5. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
dapat menjalani Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker ini.
6. Bapak dan Ibu staf Pengajar Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan yang selalu
memberikan bimbingan, pengetahuan dan bantuan kepada penulis.
7. Seluruh staf dan karyawan P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
8. Orangtua dan seluruh keluarga serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi
Profesi Apoteker (PSPA) atas semangat, bantuan moril dan materil yang tak
ternilai.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan
balasan yang berlipat ganda, dan penulis berharap semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, juni 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RINGKASAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 4
2.1 Sejarah Perusahaan ... 4
2.2 Visi dan Misi ... 10
2.3 Lokasi dan Sarana Produksi ... 11
2.3.1 Struktur Organisasi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan ... 12
2.3.2 Sediaan-Sediaan Obat yang Diproduksi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan ... 12
2.3.3 Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris (PPPI) ... 13
2.3.4 Produksi ... 15
2.3.6 Pemeriksaan Mutu Bahan Baku dan Bahan
2.4.6.9 Penyimpanan Bahan Awal, Produk
4.7 Aspek Pengawasan Mutu ... 65
4.8 Aspek Pemastian Mutu ... 66
4.9 Aspek Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 66
4.10 Aspek Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 66
4.11 Aspek Dokumentasi ... 67
4.12 Aspek Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak . 68 4.13 Aspek Kualifikasi dan Validasi ... 68
4.14 Laboratorium ... 69
4.15 Pengolahan Limbah ... 69
4.16 Pengolahan Udara ... 70
4.17 Pengolahan Air ... 72
4.18 Pengemasan ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi P.T. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Medan ... 76
Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Krim ... 77
Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Tablet ... 78
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktik Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang merupakan salah satu program
dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar mahasiswa/ mahasiswi
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi,
yang diharapkan dapat sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, serta mengetahui
gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan.
PKP di Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
dilaksanakan pada tanggal 24 April 2012 hingga 25 mei 2012 dengan jumlah jam
efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Industri antara lain
membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan kegiatan
produksi, Laboratorium Quality Control (QC), pengemasan skunder, gudang
bahan baku, gudang bahan kemasan, dan gudang obat jadi, sistem pengolahan air
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktik Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang merupakan salah satu program
dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar mahasiswa/ mahasiswi
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi,
yang diharapkan dapat sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, serta mengetahui
gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan.
PKP di Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
dilaksanakan pada tanggal 24 April 2012 hingga 25 mei 2012 dengan jumlah jam
efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Industri antara lain
membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan kegiatan
produksi, Laboratorium Quality Control (QC), pengemasan skunder, gudang
bahan baku, gudang bahan kemasan, dan gudang obat jadi, sistem pengolahan air
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sarana untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian adalah
industri farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud
dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan baku obat.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/MENKES/SK/V/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri,
yang dimaksud dengan industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan
produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan.
Obat jadi ini berupa sediaan atau bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan serta kontrasepsi. Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan
untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau
mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin
tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan
setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Personalia, yang salah satunya adalah Apoteker dalam industri farmasi
memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.
pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu Apoteker berperan
sebagai penanggung jawab (Kepala Bagian) produksi, penanggung jawab (Kepala
Bagian) pengawasan mutu dan penanggung jawab (Kepala Bagian) manajemen
mutu (pemastian mutu). Untuk menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya, maka setiap industri farmasi wajib menerapkan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat
bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan
berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam
produk selama keseluruhan proses pembuatan. Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) mencakup seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap
produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.
Praktek kerja profesi di industri farmasi merupakan salah satu bagian dari
pada Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU. Dalam
pelaksanaan Latihan Kerja Profesi di Industri, Fakultas Farmasi bekerja sama
dengan P.T. Kimia Farma (Pesero) Tbk. Plant Medan yang berlokasi di Jalan
Sisingamangaraja Kilometer 9 Nomor 59, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera
1.2 Tujuan
Melalui Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi ini diharapkan calon
Apoteker mampu mengelola industri farmasi, menyangkut produksi obat jadi yang
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI
P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN
2.1 Sejarah Perusahaan
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan pioner dalam industri farmasi
Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika
Naamloze Vennootschap (N.V.) Chemicalien Handle Rathkamp & Co.,
perusahaan farmasi yang didirikan pertama kali di Hindia Timur. P.T. Kimia
Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk
sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas (P.T.) pada tanggal 16 Agustus 1971.
Sejak berdirinya hingga sekarang ini P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. telah
mengalami beberapa perubahan, yaitu:
1. Periode I (1957-1959)
Periode ini adalah periode dimana pemerintah melaksanakan
nasionalisasi perusahaan farmasi milik bangsa Belanda yang ada di
Indonesia. Program nasionalisasi ini dikoordinasi oleh Badan Pengambil
Alihan Perusahaan Farmasi (BAPPHAR). Adapun perusahaan farmasi milik
Belanda tersebut yaitu:
a. Naamloze Vennootschap (N.V.) Rathkamp dan Naamloze
Vennootschap (N.V.) Bavosta di Jakarta
b. Naamloze Vennootschap (N.V.) Bandoengsche Kinine Febriek di
c. Naamloze Vennootschap (N.V.) Ordeneming Iodium Watadakon di
Mojokerto
d. Naamloze Vennootschap (N.V.) Industri Tella di Surabaya
e. Commanditaire Vennootschap (C.V.) Apotek Malang di Malang
f. Drogistry Van Belem dan Naamloze Vennootschap (N.V.) Sari Delle
di Yogyakarta
2. Periode II (1960-1968)
Periode ini adalah periode pembentukan Perusahaan Negara Farmasi
(PNF) dan perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yang telah
dinasionalisasikan sebelumnya. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) ini
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1961 dibawah
koordinasi Badan Pimpinan Umum Farmasi Negara sebagai peleburan
Badan Pengambil Alihan Perusahaan Farmasi (BAPPHAR) yang bernaung
dibawah Departemen Kesehatan.
Perusahaan-perusahaan yang didirikan adalah :
a. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Radja Farma (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Rathkamp) di Jakarta
b. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Nurani Farma (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Van Gorkom) di Jakarta
c. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Nakula Farma (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Bavosta) di Jakarta
d. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Bhinneka Kimia Farma di
e. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Sari Husada (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Sari Delle) di Yogyakarta
f. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Kasa Husada (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Varbanstaffen)
g. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Biofarma (yang dahulunya
Naamloze Vennootschap (N.V.) Pasteur Institute) di Bandung
3. Periode III (1969-1970)
Untuk meningkatkan efisiensi setiap Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dikeluarkan Intruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 sehingga
Departemen Kesehatan melebur perusahaan-perusahaan milik negara
tersebut ke dalam Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan Alat-Alat
Kesehatan Bhinneka Kimia Farma serta Perusahaan Negara Farmasi (PNF)
Kasa Husada di Surabaya dirubah menjadi Perusahaan Umum dan
Perusahaan Daerah, kemudian Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Sari
Husada di Yogyakarta berdiri sendiri sebagai anak perusahaan.
4. Periode IV (1971-2001)
Periode IV dimulai tahun 1971 ditandai dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 116 tahun 1971 yang berlaku sejak tanggal 19
Maret 1971. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan Alat-Alat Kesehatan
Bhinneka Kimia Farma setelah melalui proses audit dinyatakan lulus untuk
menjadi Perseroan Terbatas (P.T.) yang selanjutnya disahkan pada tanggal
16 Agustus 1971 sebagai P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. dengan akta
5. Periode V (2001-sekarang)
Pada periode ini tepatnya tanggal 28 Juni 2001 P.T. Kimia Farma
(Persero) menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk.) dengan nama P.T. Kimia
Farma (Persero) Tbk. dimana untuk privatisasi tahap I saham yang lepas
adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham
Karyawan dan Manajemen (KSKM) P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk., dan
sebanyak 6% untuk masyarakat umum.
Pada tanggal 4 Januari 2003 P.T. Kimia Farma membentuk 2 anak
perusahaan yaitu:
a. P.T. Kimia Farma Health & Care
b. P.T. Kimia Farma Trading & Distribution
Sedangkan pabrik sebagai P.T. Kimia Farma Holding Company.
Sejak tanggal 4 Juli 2001 pula P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk.
tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187
tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini P.T. Kimia Farma
(Persero) Tbk. telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan
kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam
pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.
Dengan dukungan kuat Penelitian dan Pengembangan, segmen usaha yang
dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional,
yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas
Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, sirup kering,
suspensi, sirup, tetes mata, krim, antibiotika dan injeksi. Unit ini merupakan
satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk
memproduksi obat golongan narkotika. Industri formulasi ini telah memperoleh
sertifikat, yaitu: Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International
Organization for Standardization) 9001:2008.
Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya,
rifampisin, obat asli indonesia dan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup, serbuk, dan produk
kontrasepsi Pil Keluarga Berencana (Pil KB). Unit produksi ini telah menerima
sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International
Organization for Standardization) 9002.
Plant Semarang mengkhususkan diri pada minyak jarak, minyak nabati,
serta bedak. Untuk menjamin kualitas produksi, unit ini secara konsisten
menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO (International Organization
for Standardization) 9001:2008 serta telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).
Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang
mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodium dan
garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet
besi untuk obat tambah darah, dan kapsul lunak ”Yodiol” yang merupakan obat
pilihan untuk pencegahan gondok. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas
produksi formulasi seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirup, dan
(CPOB), ISO (International Organization for Standardization) 9002 dan ISO
(International Organization for Standardization) 14001.
Plant Medan di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, dikhususkan untuk
memasok kebutuhan obat di wilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan oleh
pabrik yang telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
untuk tablet, krim dan kapsul serta ISO (International Organization for
Standardization) 9001:2008.
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan berdiri pada tahun 1967
dengan nama Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Radja Farma dan dulunya juga
merupakan perusahaan farmasi milik Belanda yang dinasionalisasikan oleh
pemerintah Indonesia. Pada tahun 1971 perusahaan ini berubah nama menjadi
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. dan menjadi perusahaan cabang dari P.T. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Jakarta. Dengan adanya Surat Keputusan Direksi Nomor
14/DIR/VI/2004 pada tanggal 14 Juni 2004 maka P.T. Kimia Farma (Persero)
cabang Medan berubah menjadi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
Distribusi obat-obatan dikelola oleh Unit Logistik Sentral (ULS) yang berada di
Jakarta. Unit Logistik Sentral (ULS) ini nantinya yang mendistribusikannya
2.2 Visi dan Misi
Visi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah: Komitmen pada peningkatan
kualitas kehidupan kesehatan dan lingkungan. Untuk mewujudkan visi tersebut,
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki misi, diantaranya:
1. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian
dan pengembangan produk yang inovatif.
2. Mengembangkan bisnis Pelayanan Kesehatan Terpadu (Health Care
Provider) yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan sistem
informasi perusahaan.
Misi ini diwujudkan melalui strategi perusahaan, yakni:
1. Meningkatkan sinergi antar unit usaha dengan menggunakan salah satu unit
usaha yang kuat untuk mengembangkan unit usaha lain.
2. Meningkatkan efektifitas pemasaran dengan penyusunan program
pemasaran yang lebih fokus dan perluasan cakupan daerah pemasaran yang
ada.
3. Memperkuat struktur bisnis distribusi dengan melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi kegiatan distribusi.
4. Melakukan diversifikasi dan pengembangan produk, baik yang berasal dari
pengembangan sendiri maupun kerja sama dengan pihak luar.
5. Melakukan pengembangan usaha yang terkait dengan pelayanan kesehatan
yang dilakukan sendiri, kerja sama dengan pihak luar ataupun melalui
6. Mengembangkan sumber daya manusia untuk memperoleh sumber daya
manusia yang mempunyai komitmen-komitmen tinggi, melalui pelatihan
dan pendidikan yang terencana dan berkesinambungan.
7. Mengembangkan sistem dan prosedur operasi ditunjang dengan sistem ilmu
teknologi yang memadai untuk peningkatan efisiensi dan menuju
Operasional yang Baik (Excellence Operational).
2.3 Lokasi dan Sarana Produksi
P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan berada pada jalan
Sisingamangaraja Kilometer 9 dengan luas 20.269 meter persegi
1. Ruang perkantoran.
Kotamadya
Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Perusahaan ini berdiri di atas lahan
dengan luas 20.269 meter persegi yang terdiri dari:
2. Ruang laboratorium pengelolaan mutu (Ruang Asisten Manager
Pengelolaan Mutu, Ruang Mikrobiologi, Ruang Pengawasan Mutu, Ruang
Instrumen, Ruang Contoh Pertinggal) dan Pengawasan Selama Proses (In
Process Control/IPC).
3. Ruang produksi tablet/kapsul.
4. Ruang produksi krim/salep.
5. Ruang penimbangan sentral.
6. Gudang bahan baku.
7. Gudang bahan kemas.
8. Gudang etiket.
10. Bangunan penunjang seperti tempat pencucian, dapur, mushola, dan tempat
olahraga.
Konstruksi bangunan P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah
dibuat sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
dimana dinding dan langit-langit memilki permukaaan licin dan tidak terdapat
sambungan. Lantai dan dinding di dalam ruangan produksi dilapisi dengan epoksi,
ruang produksi untuk masing-masing bentuk sediaan terletak terpisah. Sistem
pengaturan udara pada ruang produksi menggunakan Unit Pengatur Udara (Air
Handling Unit/AHU) dengan Peyejuk Udara (Air Conditioner/AC) sentral.
2.3.1 Struktur Organisasi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
Dalam melaksanakan kegiatanya P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
Medan menggunakan struktur organisasi yang disusun sedemikian rupa sehingga
jelas terlihat batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil
dalam organisasi. Struktur organisasinya dapat dilihat pada Lampiran 1, dimana
di dalamnya mencakup tingkat manager sampai pada tingkat asisten manager dan
tingkat supervisor, sedangkan untuk level karyawan tidak digambarkan.
2.3.2 Sediaan-Sediaan Obat yang Diproduksi P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
1. Betametason 0,1% krim.
2. Betason-N®
8. Kloramfenikol 250 miligram kapsul (1000 kapsul per botol dan 250 kapsul
per botol).
9. Kalsium Laktat 500 miligram tablet (1000 tablet per botol).
10. Parasetamol 500 miligram tablet (kemasan 10 tablet per strip dalam 10 strip
per kotak dan 1000 tablet per botol).
11. Gliseril Guaiakolat 200 miligram (1000 tablet per botol).
12. Gentamisin salep kulit.
13. Antalgin 500 mg tablet (kemasan 10 tablet per strip dalam 10 strip per kotak
dan 1000 tablet per botol).
14. Vitamin B kompleks tablet (1000 tablet per botol).
2.3.3 Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris (PPPI)
Tugas dan fungsi dari Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris
(PPPI) (Plan Production And Inventory Control/PPIC) yaitu:
1. Merencanakan kebutuhan bahan produksi.
2. Mengontrol jalannya pembuatan obat.
3. Merencanakan pengiriman obat jadi.
4. Melakukan stok opname ke gudang pada setiap akhir triwulan.
Dasar perencanaan adalah pemesanan pemasaran yang berasal dari
direktorat pemasaran di Jakarta setiap triwulan. Dari jumlah pesanan tersebut di
konversikan per Bets (Batch) karena tiap produk memiliki ukuran Bets (Batch)
yang berbeda.
Untuk pemesanan bahan, Perencanaan Produksi dan Pengendalian
produk ruahan atau setengah jadi dan stok produk jadi di gudang, sehingga dapat
diketahui beberapa bahan yang akan dipesan.
Setelah semua jumlah bahan yang diperlukan untuk produksi dihitung, maka
Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris (PPPI) mengeluarkan Surat
Permintaan Pembelian Bahan (SPPB) ditujukan kepada bagian pembelian.
Pembelian ada dua cara yaitu: secara terpusat di Jakarta dan secara lokal di
Medan. Bagian pembelian ini akan memilih pemasok yang paling murah tetapi
memenuhi spesifikasi bahan yang diminta, kemudian bagian pembelian
menerbitkan Surat Pemesanan (SP) (Purchase Order/PO) dan ditandatangani
Manager Plant. Dibuat tembusan satu lembar arsip pesanan ke bagian gudang agar
disiapkan tempatnya.
Bahan pesanan yang datang diterima oleh bagian gudang dimana bagian
gudang akan memeriksa kecocokan Nomor Pesanan, Jumlah, Spesifikasi Bahan
yang diminta pada Surat Pemesanan dengan bahan yang akan diantarkan. Bahan
tersebut akan dikarantina dan diberi label kuning sementara bagian gudang
membuat surat permohonan periksa ke Bagian Pengawasan Mutu untuk
melakukan sampling dan pemeriksaan terhadap bahan tersebut. Bila bahan
memenuhi syarat akan diberi label hijau disertai Hasil Pemeriksaan Laboratorium
(HPL). Jika tidak memenuhi syarat yang akan diberi label merah disertai Hasil
Pemeriksaan Laboratorium (HPL) untuk nantinya akan dikembalikan ke pihak
pemasok.
Setelah semua bahan yang dipesan lengkap, maka Perencanaan Produksi
dan Pengendalian Inventaris (PPPI) membuat Surat Perintah Kerja (SPK) ke
tersebut ditulis Nomor Surat Perintah Kerja (Nomor SPK), Nama Sediaan, Nomor
Bets (Batch), dan kapan obat tersebut diharapkan siap diproduksi. Surat Perintah
Kerja (SPK) dari Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris (PPPI) yang
dikirim ke bagian produksi dilampiri Catatan Pengolahan Bets (Batch), Catatan
Pengemasan Bets (Batch), Surat Perintah Pengeluran Bahan Baku (SPPBB) dan
Surat Perintah Pengeluran Bahan Kemas (SPPBK). Surat Perintah Kerja (SPK)
dibuat rangkap 4 dengan distribusi ke bagian Produksi, bagian Gudang, bagian
Laboratorium dan sebagai Arsip.
Obat jadi yang telah siap diproduksi dan dikemas kemudian dikirim ke
gudang penyimpanan obat jadi setelah dilakukan Analisis Kemasan Akhir
(Finished Pack Analysis) oleh petugas pengawasan mutu. Obat jadi tersebut akan
dikirimkan dari gudang oleh Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris
(PPPI) ke Unit Logistik Sentral (ULS) Jakarta, maka Perencanaan Produksi dan
Pengendalian Inventaris (PPPI) membuat Surat Pengeluaran Produk Jadi (SPPJ)
ke bagian gudang untuk menyiapkan obat jadi tersebut untuk dikirimkan ke
Jakarta dan akan dilakukan stock opname. Pada bahan yang telah di stockopname
akan diberi label stock opname yang dituliskan tanggal dilakukan stock opname,
nama bahan dan jumlahnya.
2.3.4 Produksi
Produksi adalah semua kegiatan pembuatan mulai dari penerimaan bahan
awal, pengolahan sampai dengan menghasilkan obat jadi. Kegiatan produksi ini
dilakukan di area tertutup dan tidak berhubungan langsung dengan bagian gudang
Produksi dilaksanakan setelah adanya Surat Perintah Kerja (SPK) dari
bagian Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventaris (PPPI) ke bagian
Produksi dan dilakukan Produksi sesuai dengan Prosedur Tetap (ProTap) yang
telah ditetapkan serta mendokumentasi setiap tindakan yang dilakukan selama
produksi. Laporan proses produksi memuat Sediaan, Nomor Bets (Batch), Besar
Bets (Batch), Tahapan Proses, Operator, Tanggal, Jam, Hasil, Pengawasan yang
berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu Bets (Batch) sediaan dan kualitas sediaan yang dihasilkan.
Laporan proses produksi ini diisi oleh petugas yang melakukan suatu tahapan
proses produksi dan diketahui oleh supervisor produksi.
Selama proses produksi berlangsung dilakukan Pengawasan Selama Proses
(In Process Control/IPC). Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC)
yang dilakukan ada 2 macam, yaitu:
1. Dilakukan oleh pihak produksi, yaitu setiap 15 menit sekali dilakukan
pemeriksaan keseragaman bobot.
2. Dilakukan oleh pihak pengawasan mutu, antara lain: uji kekerasan, waktu
hancur, disolusi, friabilitas, keseragaman bobot dan kadar zat berkhasiat.
Obat yang telah selesai diproduksi akan dilakukan pengemasan primer di
bagian produksi yang selanjutnya diserahkan ke bagian pengemasan melalui
Kotak Hantar (Passing Box) untuk dilakukan pengemasan sekunder sampai
dihasilkan obat jadi. Obat jadi yang telah selesai dikemas, ditimbang dan dicatat
selanjutnya dibuat permohonan periksa ke Bagian Pemastian Mutu untuk
dilakukan Analisis Kemasan Akhir (Finished Pack Analysis). Obat jadi yang lulus
Bagian Produksi pada PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan terdiri
dari beberapa jalur, diantaranya:
1. Jalur Produksi Krim dan Salep.
Jalur produksi krim terpisah dari jalur produksi yang lain dimana pada
jalur produksi ini terdiri dari beberapa ruangan. Ruangan tersebut telah
diatur suhu, kelembaban dan tekanan dengan Unit Pengatur Udara (Air
Handling Unit/AHU). Adapun ruangan pada jalur produksi krim terdiri dari:
a. Ruangan penimbangan.
Pada rungan ini dilengkapi dengan beberapa alat timbangan
digital (elektrik), lemari asam, Pengumpul Debu (Dust Collector),
Unit Pengatur Udara (Air Handling Unit/AHU). Bahan-bahan yang
telah ditimbang akan di tempatkan pada area antara (staging area)
untuk kemudian diambil oleh petugas produksi lain untuk dilakukan
proses produksi selanjutnya. Ruangan penimbangan dipakai untuk
menimbang bahan sediaan krim, salep, tablet dan kapsul.
b. Ruangan pencampuran.
Pada ruangan ini dilengkapi dengan alat Double Jacket Tank
untuk memanaskan air, alat Ultra Turrax untuk mencampur bahan
aktif dengan bahan dasar krim, alat Pencampur (Mixer) untuk
pengadukan sehingga diperoleh produk ruahan. Alat-alat tersebut
dibersihkan setiap pagi hari sebelum digunakan dan sore hari sesudah
selesai digunakan. Bila tidak ada kegiatan produksi maka pembersihan
Selama Proses (In Process Control/IPC) oleh Bagian Pengawasan
Mutu.
c. Ruangan pengisian.
Ruangan untuk melakukan pengisian sediaan krim ada 3 yaitu:
• Ruangan pengisian I: dilengkapi dengan mesin pengisian krim
(Elemech) dengan kapasitas 2400 tube per jam dan dilengkapi
juga dengan neraca analitik.
• Ruang pengisian II: dilengkapi dengan mesin pengisian krim
(Pharmech) dengan kapasitas 900 tube per jam sampai 2000
tube per jam dan dilengkapi juga dengan neraca analitik.
• Ruang pengisian III: dilengkapi dengan mesin pengisian krim
(Pharmech) dengan kapasitas 1600 tube per jam dan dilengkapi
juga dengan neraca analitik.
Sebelum pengisian krim, tube kosong yang telah dibersihkan di
bagian pengemasan di masukkan ke Kotak Hantar (Passing Box),
dibawa oleh petugas produksi ke ruang pengisian dan disusun ke
mesin pengisian yang telah dimasukkan massa krim kemudian
dilakukan pengisian. Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan bobot
oleh operator dan pada awal dan akhir pengisian dilakukan
pemeriksaan oleh Bagian Pengawasan Mutu.
d. Ruangan karantina.
Pada ruang ini disimpan produk ruahan untuk menunggu
pemeriksaan laboratorium. Produk ruahan yang telah selesai diperiksa
Box) untuk dilakukan pengemasan sekunder. Bagan Alur proses
Produksi krim dan salep dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Jalur Produksi Tablet.
Jalur produksi tablet terletak terpisah dari jalur produksi krim untuk
menghindari terjadinya pencemaran silang. Pada unit tablet juga terdapat
beberapa jalur. Ruangan tersebut telah diatur suhu, kelembaban dan tekanan
dengan Unit Pengatur Udara (Air Handling Unit/AHU). Juga dilengkapi
dengan Pengumpul Debu (Dust Collector) sentral. Adapun ruangan pada
produksi tablet terdiri dari:
a. Ruangan pencampuran.
Semua bahan tambahan dan bahan aktif dimasukkan ke dalam
Super Mixer dan dicampur hingga homogen, pengecualian untuk
bahan pelicin dan bahan penghancur luar. Massa di atas digranulasi
dengan menggunakan alat Rotary Wet Granulator sehingga didapat
granul basah. Untuk selanjutnya granul basah tersebut di pindah ke
ruang pengeringan.
b. Ruang pengeringan.
Granul basah yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 50oC sampai dengan 60oC selama 10 jam (tergantung pada bahan
yang akan dikeringkan). Kapasitas oven tersebut 450 kg per hari.
Setelah kering dilakukan pemeriksaan laboratorium dan selanjutnya
c. Ruang granulasi.
Massa granul yang telah dikeringkan digranulasi dengan alat
Communiting Fitz Mill, kemudian hasil granulasi dibawa ke ruang
pencampuran akhir.
d. Ruang pencampuran akhir.
Massa yang telah digranulasi dimasukkan ke dalam alat V-Mixer
dan ditambahkan dengan bahan pelicin dan bahan penghancur luar.
Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan Pengawasan
Selama Proses (In Process Control/IPC). Massa disimpan di ruang
karantina.
e. Ruang pencetakan.
Ruang untuk pencetakan ada 5, masing-masing terdapat 1 alat
cetak dan juga terdapat Pengumpul Debu (Dust Collector), neraca
analitis, dan Unit Pengatur Udara (Air Handling Unit/AHU).
Pencetakan dilakukan dengan menggunakan mesin cetak tablet merek
Cadmach CU dengan kecepatan mesin 50000 tablet per jam. Setiap 15
menit operator harus memeriksa keseragaman bobot. Bagian
Pengawasan Mutu di dalam ruang produksi melakukan pemeriksaan
atau pengujian terhadap produk ruahan yang meliputi: pemerian,
friabilitas, waktu hancur, kekerasan tablet, disolusi dan keseragaman
f. Ruang sortir.
Tablet yang dihasilkan disortir oleh petugas, tablet disortir dari
debu dan juga untuk disortir dari bentuk tablet yang tidak bagus atau
pecah. Kemudian dipindahkan ke ruangan pengemasan.
g. Ruang pengemasan.
Tablet yang telah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu
dibawa ke ruang pengemasan primer dan dikemas dalam kantong
plastik atau diblister. Tiap kantong berisi 1000 tablet dengan
menggunakan mesin penghitung dan diberi silika gel. Pada kemasan
strip atau blister masing-masingnya berisi 10 tablet dan dikemas ke
dalam kotak yang setiap kotak berisi 10 strip atau blister. Setelah
selesai dilakukan pengemasan primer dipindahkan ke ruangan melalui
Kotak Hantar (Passing Box) untuk dilakukan pengemasan sekunder.
Bagan alur produksi tablet dapat dilihat pada Lampiran 3.
3. Jalur Produksi Kapsul.
Sediaan kapsul yang diproduksi oleh P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan adalah Kloramfenikol Kapsul. Seperti jalur produksi krim,
salep dan tablet, jalur produksi Kapsul juga terletak terpisah untuk
menghindari terjadinya pencampuran atau pencemaran silang (Mix Up atau
Cross Contamination). Pada jalur produksi kapsul juga terdapat beberapa
ruangan dimana setiap ruangan tersebut diatur suhu, kelembaban dan
tekanan dengan menggunakan Unit Pengatur Udara (Air Handling
Unit/AHU), juga dilengkapi Pengumpul Debu (Dust Collector) sentral.
a. Ruang pengeringan.
Bahan yang akan dipakai untuk pembuatan kapsul ditimbang di
ruang penimbangan sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK). Untuk
bahan pengisi (Avicel) dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven
selama kurang lebih 12 jam pada suhu 85o
b. Ruang pencampuran.
C. Setelah itu semua bahan
dipindahkan ke ruang pencampuran.
Pada ruang ini dilakukan pencampuran bahan aktif, bahan
pengisi dan bahan tambahan lainnya dengan menggunakan alat
Pencampur-V (V-Mixer) selama kurang lebih 15 menit. Setelah
homogen, dilakukan pemeriksaan massa oleh Bagian Pengawasan
Mutu dan kemudian dipindahkan ke ruang pengisian kapsul.
c. Ruang pengisian kapsul.
Massa yang telah homogen dimasukkan ke dalam mesin
pengisian kapsul (Kwang Dah). Pada awal dan akhir pengisian
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan setiap 15 menit dilakukan
pemeriksaan keseragaman bobot oleh operator. Setelah itu
dipindahkan ke ruang seleksi kapsul.
d. Ruang sortir.
Kapsul yang dihasilkan disortir oleh petugas, Kapsul disortir
dari debu dan juga untuk disortir dari bentuk kapsul yang tidak bagus.
e. Ruang pengemasan.
Kapsul yang telah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu
dibawa ke ruang pengemasan primer dan dikemas dalam kantong
plastik. Tiap kantong berisi 250 kapsul dan 1000 kapsul dengan
menggunakan mesin penghitung dan diberi silika gel. Setelah selesai
dilakukan pengemasan primer dipindahkan ke ruangan pengemasan
melalui Kotak Hantar (Passing Box) untuk dilakukan pengemasan
sekunder. Bagan alur produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 4.
2.3.5 Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu
Pengawasan mutu adalah semua pengawasan yang dilakukan selama
pembuatan dan dirancang untuk menjamin agar produk obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi spesifikasi, identifikasi, kekuatan, kemurnian dan
karakteristik lain yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu merupakan bagian
yang paling penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar tiap obat
yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu:
1. Memastikan bahan awal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanan.
2. Memastikan tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang
ditetapkan dan telah divalidasi.
3. Memastikan semua Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC)
suatu Bets (Batch) obat telah dilaksanakan dan Bets (Batch) tersebut
memiliki spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.
4. Memastikan suatu Bets (Batch) obat memenuhi persyaratan mutunya selama
waktu peredaran yang ditetapkan. Setiap bahan baku yang dikarantina
dilakukan pengujian oleh Bagian Pengawasan Mutu yang mencakup:
spesifikasi identitas, kualitas, kekuatan/potensi dan persyaratan lain yang
ditentukan.
2.3.6 Pemeriksaan Mutu Bahan Baku dan Bahan Pengemas
Bahan baku dan bahan pengemas datang dari pemasok ke bagian gudang,
kemudian petugas laboratorium melakukan sampling dan pemeriksaan terhadap:
1. Bahan baku dan bahan tambahan.
Pemeriksaan terhadap bahan baku dan bahan tambahan meliputi
pemeriksaan:
a. Pemeriksaan organoleptis, meliputi bentuk, warna, bau dan rasa.
b. Pemeriksaan kimia, meliputi pemeriksaan kualitatif, kuantitatif dan
pH.
c. Pemeriksaan fisika, meliputi titik lebur, kelarutan dan berat jenis.
2. Bahan pengemas.
Pemeriksaan terhadap bahan pengemas meliputi pemeriksaan:
a. Pemeriksaan ukuran dan kebocoran wadah.
b. Pemeriksaan etiket, meliputi ukuran, kebenaran tulisan dan lambang,
2.3.7 Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC)
Tujuan dilakukan pengawasan selama berlangsungnya proses pengolahan
atau Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC) yaitu untuk mencegah
terlanjur diproduksinya obat yang tidak memenuhi spesifikasi. Laboratorium
Pengujian Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC) terletak di area
produksi. Pengawasan ini dilakukan dengan cara mengambil contoh dan
mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan pada
tahap-tahap tertentu dari proses pengolahan.
Pengawasan dalam proses pengolahan dilaksanakan oleh 2 pihak, yaitu:
1. Bagian Produksi, yang menjamin bahwa mesin dan peralatan produksi serta
proses yang digunakan akan menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan.
2. Bagian Pengawasan Mutu, yang meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan
pada tahap tertentu telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum
dilanjutkan proses berikutnya. Bagian Pengawasan Mutu menentukan
apakah tahap lanjutan dari proses pengolahan dapat dilaksanakan
berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan.
Pengawasan Selama Proses (In Process Control/IPC) hendaklah meliputi
pengujian parameter kualitas, antara lain:
1. Tablet: pemerian, kadar air, bobot rata-rata, bobot satuan, kadar bahan aktif,
kekerasan, friabilitas, waktu hancur dan disolusi.
2. Kapsul: pemerian, bobot rata-rata, bobot satuan, kadar bahan aktif, waktu
3. Krim dan Salep: pemerian, pH, bobot rata-rata, homogenitas dan kadar
bahan aktif.
2.3.8 Pengawasan Selama Pengemasan
Pengawasan dalam proses pengemasan hendaklah meliputi pemeriksaan
parameter kualitas, antara lain:
1. Kerapatan tutup wadah seperti tutup botol dan tutup tube.
2. Jumlah satuan produk dalam kemasan.
3. Kebenaran dan kebersihan bahan pengemas yang dipakai.
4. Kerapian pengemasan, penulisan Nomor Bets (Batch), tanggal kadaluarsa.
5. Kebocoran produk yang dikemas dalam strip.
2.3.9 Uji Stabilitas
Pengujian stabilitas bertujuan untuk memberikan bukti mengenai bagaimana
mutu bahan baku atau produk berubah sepanjang waktu karena pengaruh berbagai
faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya. Pengujian stabilitas
memungkinkan ditetapkannya cara penyimpanan yang direkomendasikan, periode
uji ulang, masa edar (tanggal kadaluarsa) bahan aktif atau produk.
Program pengujian stabilitas hendaklah dipatuhi dan mencakup jumlah
contoh dan jadwal pengujian, kondisi penyimpanan, metode pengujian, dan
pengujian dalam kemasan yang sama dengan kemasan obat yang dipasarkan.
Pengujian stabilitas produk obat hendaklah dilakukan dengan cara:
1. Pengujian jangka panjang mutu produk obat untuk suatu jangka waktu yang
ditentukan, terbagi dalam beberapa interval: minimal setiap tiga bulan untuk
tahun pertama, setiap enam bulan untuk tahun kedua, serta selanjutnya
30oC kurang lebih 2o
2. Pengujian dipercepat mutu produk selama 3 sampai 6 bulan terbagi
sedikitnya dalam empat interval waktu dengan kondisi yang diperberat,
seperti temperatur dan kelembaban tinggi, pemaparan cahaya dan
sebagainya. Dengan cara pengujian stabilitas dipercepat, laju penguraian
obat dapat diperkirakan dan stabilitas produk dapat diramalkan untuk
kondisi penyimpanan tertentu, yakni 10
C, kelembaban relatif 60% kurang lebih 5%.
Khususnya bahan baku aktif/produk jadi yang peka terhadap panas
hendaklah disimpan pada suhu yang lebih rendah, yang pada akhirnya akan
ditetapkan menjadi suhu penyimpanan jangka panjang. Lama periode
pengujian biasanya ditentukan oleh masa edar yang diperkirakan bagi
produk tersebut.
o
C di atas suhu penyimpanan jangka
panjang dengan kelembaban yang sesuai, misalnya 40oC kurang lebih 2o
2.3.10 Pengolahan Limbah
C,
kelembaban relatif 75% kurang lebih 5%.
Pengolahan limbah yang ada di Industri P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan diantaranya:
1. Pengolahan Limbah Cair
Sumber limbah cair berasal dari air cucian atau bilasan di ruang
Gambar 2.1 Denah bak pengolahan limbah cair P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.
Keterangan gambar : A = Saluran masuk
B = Bak penampung
C = Mesin pompa
D = Bak Netralisasi
E = Bak Aerasi I
F = Bak Aerasi II
G = Bak Sedimentasi
H = Bak Biokontrol
Proses pengolahan limbah cair yaitu:
a. Limbah cair yang dikeluarkan dari ruangan melalui Saluran Masuk
(A) ditampung dalam Bak Penampungan (B)
b. Selanjutnya dipompakan dengan Mesin Pompa (C) ke Bak Netralisasi
(D).
c. Pada Bak Netralisasi (D) bila perlu, ditambahkan air kapur untuk
menetralkan limbah cair yang dikeluarkan. Selanjutnya limbah cair
yang telah netral dialirkan ke Bak Aerasi I (E)
d. Pada Bak Aerasi I (E) dilakukan aerasi dengan menggunakan aerator
supaya bakteri aerob yang terdapat dalam bak tersebut dapat
melakukan penguraian bahan-bahan organik yang terdapat dalam
limbah cair tersebut. Selanjutnya juga dialirkan ke Bak Aerasi II (F).
e. Pada Bak Aerasi II (F) juga mendapat perlakuan yang sama dimana
dilakukan aerasi dengan menggunakan aerator yang bertujuan untuk
menginjeksikan udara ke dalam bak tersebut supaya bakteri aerob
yang terdapat dalam bak tersebut dapat melakukan penguraian
bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Lalu
dialirkan ke Bak Sedimentasi (G).
f. Pada Bak Sedimentasi (G), limbah cair tersebut didiamkan atau
diendapkan beberapa hari selanjutnya dialirkan ke Bak Biokontrol
(H).
g. Pada Bak Biokontrol (H), dilakukan pengujian terhadap hasil
pengolahan limbah cair tersebut berupa nilai BOD (Biological Oxygen
Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) bila telah memenuhi
syarat nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) maka limbah cair yang telah diolah tersebut dapat
dibuang ke lingkungan.
2. Pengolahan Limbah Padat
Sumber limbah padat berasal dari:
a. Debu yang pada Pengumpul Debu (Dust Collector) di ruang
b. Debu yang berasal dari Pembersih Vakum (Vacuum Cleaner)
yang digunakan untuk membersihkan ruangan produksi dan alat
produksi.
c. Wadah dan etiket yang rusak dari bagian pengemasan. Untuk
tube sebelum dimusnahkan harus digunting terlebih dahulu.
d. Bahan-bahan yang tidak memenuhi spesifikasi ataupun yang
telah rusak yang berasal dari bagian gudang.
Semua limbah padat tersebut dibakar oleh petugas dan sisa
pembakaran tersebut dibuang ke tempat pembuangan akhir.
2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
2.4.1 Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
Pemastian mutu merupakan suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari
obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu pemastian mutu mencakup Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ditambah dengan faktor lain di luar pedoman
ini seperti desain dan pengembangan produk. Sistem pemastian mutu yang benar
dan tepat bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa:
1. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan semua langkah
produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas.
3. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan
awal dan pengemas yang benar.
4. Semua pengawasan terhadap produk antara dan Pengawasan Selama Proses
(In Process Control/IPC) lainnya memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
5. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses
pengemasan dan pengujian Bets (Batch) dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua
faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil dan Pengawasan
Selama Proses (In Process Control/IPC), pengkajian dokumen produksi
termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah
ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
6. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu
(pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap Bets (Batch) produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk.
7. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat
mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar atau masa simpan
obat.
8. Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara berkala
9. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
10. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
11. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk.
12. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
13. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah bagian dari Pemastian
Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten
untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
Persyaratan dasar dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah:
1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
2. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) termasuk:
a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih.
b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai.
d. Bahan, wadah dan label yang benar.
4. Prosedur dan instruksi yang disetujui dan tempat penyimpanan serta sarana
transportasi yang memadai.
5. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada
6. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar. sarana
yang tersedia.
7. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
8. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi.
9. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat Bets (Batch) secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan
dalam bentuk yang mudah diakses.
10. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap
mutu obat.
11. Tersedia sistem penarikan kembali Bets (Batch) obat manapun dari
peredaran.
12. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan
2.4.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
Personil Kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi
utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala Bagian Produksi dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) serta Kepala Bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Kepala Bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan Manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala
Bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam
produksi obat.
Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan Manajerial sehingga
Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh
untuk melaksanakan tugas yang berhubungan pengawasan mutu obat selama
proses produksi.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan Manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala
Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
sistem mutu atau pemastian mutu.
2.4.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan
kontruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam melaksanakan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai,
sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai
Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air maupun dari kegiatan di dekatnya. Apabila bangunan itu terletak pada
tempat yang tidak sesuai, tindakan yang efektif hendaklah diambil untuk
mencegah pencemarannya.
Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung hendaklah
dipertimbangkan hal-hal berikut:
1. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana
yang sama atau dalam sarana yang berdampingan.
2. Luasnya ruang kerja, yang memungkinkan penempatan peralatan dan
bahan-bahan secara teratur dan logis serta memungkinkan terlaksananya
kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif
maupun untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan.
3. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas
umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat
penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.
Rancang bangun dan penataan gedung hendaklah memenuhi
persyaratan-persyaratan berikut:
1. Mencegah resiko tercampur baurnya obat atau komponen obat yang
berbeda, kemungkinan terjadinya pencemaran silang oleh obat atau
bahan-bahan lain serta resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses
produksi.
2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang
3. Disediakan ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat
dipindah-pindahkan dan ruangan untuk menyimpan alat pembersih.
4. Kamar ganti dan sekaligus kamar simpan pakaian berhubungan langsung
dengan daerah pengolahan tetapi letaknya terpisah.
5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan
ventilasi yang baik.
Untuk kegiatan-kegiatan berikut diperlukan daerah tertentu yaitu:
1. Penerimaan bahan.
2. Karantina barang masuk.
3. Ruang sampling.
4. Penyimpanan bahan awal.
5. Penimbangan dan penyerahan.
6. Pengolahan.
7. Penyimpanan produk ruahan.
8. Pengemasan.
9. Karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir.
10. Penyimpanan obat jadi.
11. Pengiriman barang.
12. Laboratorium.
13. Pencucian peralatan.
Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai
ventilasi dengan fasilitas Sistem Pengatur Udara (Air Handling Sistem/AHS)
(termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam
2.4.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai dengan desain serta seragam dari Bets
(Batch) ke Bets (Batch) dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Pemasangan dan penempatan alat harus dapat mencegah terjadinya
kontaminasi silang dan cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja.
Saluran air, uap dan udara bertekanan harus diatur dengan baik sehingga kualitas
ruangan dan sediaan yang baik dicapai selama kegiatan berlangsung.
Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal agar tetap berfungsi dengan
baik dan mencegah pencemaran terhadap produk. Catatan mengenai pelaksanaan,
pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicakup dalam
buku catatan harian yang menunjukkan Tanggal, Waktu, Kekuatan, Nomor Bets
(Batch) produk dan Jumlah Produk yang Dihasilkan yang diolah dengan peralatan
tersebut serta pelaksana pembersihan.
2.4.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
2.4.5.1 Higiene Perorangan
1. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan
pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.
2. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau
bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor,
pengunjung anggota manajemen senior dan inspektur.
3. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung
yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian
kerja kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah
tertutup hingga saat pencucian.
4. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap
berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi
secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan
pengawasan serta pengemasan. Program higiene hendaklah dipromosikan
oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
5. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang
memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat mempengaruhi
pemeriksaan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual
hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.
6. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua
personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah
memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.
7. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang
dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia
sembuh kembali.
8. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong inisiatifnya untuk
melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau
personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.
9. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan
bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan
bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
10. Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk
tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
11. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan
makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya
diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi,
laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap
2.4.5.2 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
1. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
2. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi
yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari
area pembuatan.
3. Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian
personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
4. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah
dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi
standar sanitasi.
5. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan
di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di
luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala dengan mengindahkan
persyaratan sanitasi.
6. Rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang
diproses dan/atau produk jadi.
7. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,
agen fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis tersebut
hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap
peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label
digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan
terkait.
8. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab
untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal,
metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk
pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah
dipatuhi.
9. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan
oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu
selama pekerjaan operasional biasa.
10. Segala praktik tidak higiene di area pembuatan atau area lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.
2.4.5.3 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
1. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta
dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan
dari Bets (Batch) sebelumnya telah dihilangkan.
2. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan
sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
3. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan
dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan
4. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan
serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat,
divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar pencemaran
peralatan oleh agen pembersih atau sanitasi yang dicegah. Prosedur ini
setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode,
peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode
pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan
untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur
juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas Bets (Batch)
sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap
pencemaran sebelum digunakan.
5. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi sebelum
penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.
6. Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran mikroba;
enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam wadah yang
sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu
tertentu kecuali bila disterilkan.
2.4.5.4 Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
Prosedur pembersihan sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan
dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi
persyaratan.
2.4.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah