WUJUDKAN PENDIDIKAN YANG ILMIAH, DEMOKRATIS, DAN MENGABDI PADA RAKYAT!
MODUL PENDIDIKAN
DASAR, MENENGAH, DAN LANJUTAN FRONT MAHASISWA NASIONAL
★
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN PROPAGANDA PIMPINAN PUSAT FRONT MAHASISWA NASIONAL
2024
2 MODUL
PENDIDIKAN DASAR, MENENGAH, DAN LANJUTAN FRONT MAHASISWA NASIONAL
(PDO-PMO-PLO FMN)
DIPERBAHARUI, DIBAHAS, DAN DITETAPKAN DALAM RAPAT PLENO II DPP FMN
MAKASSAR, SULAWESI SELATAN 22 SEPTEMBER 2024
3
PIMPINAN PUSAT
FRONT MAHASISWA NASIONAL
Alamat: Jakarta | Telepon: 085290859100 | Email: [email protected] | Instagram: @fmn.pusat | Website: fmnpusat.wordpress.com (sementara)
KATA PENGANTAR Salam Demokrasi Nasional!
Modul ini adalah bahan pendidikan jenjang FMN yang berisi materi pendidikan dasar, menengah, dan lanjutan organisasi, yang telah diperbaharui, disesuaikan, dilengkapi, dan disetujui dalam Rapat Pleno II Dewan PImpinan Pusat (DPP) Front Mahasiswa Nasional (FMN), 20-22 September 2024 di Makassar.
Materi-materi dalam PDO, PMO, dan PLO adalah konsep-konsep dasar yang mesti dipahami oleh pimpinan dan anggota, yang akan dirincikan beberapa topik khususnya dalam pendidikan khusus dan kursus (PKK), kemudian dijelaskan standar operasionalnya dalam Pedoman Kerja Organisasi (PKO).
Pendidikan Organisasi adalah hak yang harus diberikan kepada seluruh anggota sebagai dasar teori bagi praktek kerja massa FMN untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan seluas- luasnya massa mahasiswa dalam perjuangan rakyat demokratis nasional. Kedalaman teori adalah dasar keluwesan praktek. Dengan mempelajari materi-materi dalam modul ini secara kolektif, terus- menerus, dan dipadukan dengan praktek perjuangan massa, FMN pasti mampu berkontribusi aktif pada perubahan masyarakat Indonesia.
Selamat belajar, Berorganisasi, dan Berjuang!
Jayalah Perjuangan Massa!
Makassar, Oktober 2024
Hormat kami,
Departemen Pendidikan dan Propaganda
Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (PP FMN)
4
PENDAHULUAN: TENTANG KURIKULUM FMN PENDIDIKAN DASAR
PDO diberikan bagi anggota baru dan massa luas (yang harus segera diorganisasikan), agar memahami problem sektor dan kampusnya, serta ambil bagian aktif dalam organisasi untuk merubah keadaan.
Masing-masing materi diberikan dan didiskusikan dalam waktu 1 jam sampai 1,5 jam, sehingga PDO diselesaikan dalam waktu 3 jam sampai 4,5 jam. Pasca PDO, peserta diharapkan mampu melakukan propaganda tentang situasi sektor dan kampusnya, merekrut anggota baru dari kelas, jurusan, fakultas, dan kampusnya, serta terlibat aktif dalam kerja massa. Materi PDO adalah:
1. Pemuda Mahasiswa dan Problem Pokoknya (4 halaman) 2. Tentang FMN (8 halaman)
3. Tentang Kampus PENDIDIKAN MENENGAH
PMO diberikan bagi anggota yang telah menerima PDO dan bekerja selama 1-2 minggu, agar mampu melakukan kerja massa, merefleksikan pengalaman kerjanya, memahami sistem pendidikan nasional, dan memahami sejarah dan orientasi gerakan massa mahasiswa. Setiap materi diberikan dan didiskusikan dalam waktu 2 jam sampai 2,5 jam, sehingga PMO diselesaikan dalam waktu 6 jam sampai 8 jam. Materi dapat diberi terpisah atau sekaligus asalkan kondusif. Pasca PMO, peserta diharapkan mampu memimpin praktek kerja massa di kampus, menganalisis kebijakan pendidikan, membangun gerakan mahasiswa dalam kampusnya, dan terlibat dalam perluasan organisasi. Materi PMO adalah:
1. Kerja Massa (7 Halaman)
2. Sistem Pendidikan Nasional (11 Halaman)
3. Tentang Gerakan Mahasiswa di Indonesia (4 Halaman) PENDIDIKAN LANJUTAN
PLO diberikan pada anggota yang telah menerima PMO dan bekerja selama 1-2 minggu setelahnya, agar memahami orientasi jangka panjang kerja massa FMN dalam perjuangan demokratis nasional.
Setiap materi diberikan dan didiskusikan dalam waktu 3 sampai 4 jam, sehingga PLO diselesaikan dalam waktu 6 sampai 8 jam, yang dapat diberikan terpisah atau sekaligus asalkan kondusif. Pasca PLO, peserta diharapkan mampu memimpin kerja perluasan, menganalisis isu dan situasi multisektor regional-nasional, membangun aliansi multisektor, serta memimpin organisasi. Materi PLO adalah:
1. Tentang Masyarakat Indonesia (18 Halaman) 2. Tentang Perjuangan Demnas (7 Halaman) MATERI KHUSUS DAN KURSUS
Selain Pendidikan jenjang, terdapat juga Pendidikan Khusus dan Kursus (PKK). Materi khusus diberikan pada anggota menurut jenjang pendidikannya, yang berfungsi untuk memberi rincian topik dalam materi tiap jenjang sebagai pendidikan interval. Materi khusus dapat diberikan kepada massa luas dan harus segera diorganisasikan sebab tak mampu dipahami terpisah dengan materi utama di tiap jenjang. Kursus singkat diberikan pada anggota untuk meningkatkan kemampuan kerja massa menurut jenjang pendidikannya.
5
PEMUDA MAHASISWA DAN PROBLEM POKOKNYA
Tujuan Materi: Agar peserta memahami peran dan kedudukan pemuda mahasiswa dalam mendukung perjuangan rakyat Indonesia, serta memahami persoalan pemuda mahasiswa dan orientasi perjuangannya
Indikator Capaian: Peserta mampu menjelaskan masalah pendidikan dan pekerjaan sebagai problem pokok pemuda mahasiswa, serta pentingnya berorganisasi sebagai alat perjuangan pemuda
Kedudukan Pemuda Mahasiswa dalam Masyarakat Indonesia
Pemuda adalah sektor/golongan masyarakat yang berusia 15-35 tahun. Pemuda berkarakter aktif, dinamis, bermobilitas tinggi, dan cinta perubahan. Pada 2023, BPS menyatakan bahwa pemuda berjumlah 64,16 Juta jiwa atau 23,18% (hampir seperempat) dari total jumlah penduduk Indonesia.
Pemuda tersebar dalam berbagai kelas dan sektor, baik pemuda buruh/proletariat, pemuda tani, pemuda mahasiswa, dan lain-lain. Dalam usia produktif ini, pemuda memiliki masa depan untuk bisa mengembangkan diri dengan membangun segala bidang. Karena karekternya, pemuda berperan aktif dalam perjuangan rakyat Indonesia baik sejak masa kolonial, masa revolusi agustus 1945, masa fasis Orde Baru, masa Gerakan Demokratis 1998 (Reformasi), hingga saat ini.
Secara khusus, pemuda mahasiswa berkedudukan sebagai bagian dari borjuasi kecil, yaitu kelas1 bermilik (memiliki modal, pengetahuan, dan keterampilan untuk mengakumulasi kapital) yang terbatas, dengan lapisan-lapisan tingkatannya. Mahasiswa adalah borjuasi kecil Intelektual yang memiliki kesempatan belajar di perguruan tinggi, sehingga memiliki modal lebih banyak dibanding pemuda kelas buruh maupun pemuda tani.
Nyaris sebagian besar pimpinan pergerakan Indonesia di awal abad 20 berasal dari sektor pemuda terutama kalangan pelajar-mahasiswa. Mereka menggagas dan membentuk berbagai organisasi untuk berjuang memerdekakan Indonesia dari dominasi imperialis dan tuan tanah feodal2 , serta mengukuhkan identitas masyarakat yang mandiri dan bersatu secara teritori, ekonomi, bahasa, dan karakter nasional lewat Sumpah Pemuda 1928. Di masa pendudukan fasisme Jepang, pemuda yang direkrut menjadi anggota PETA kemudian berbalik menjadi kekuatan rakyat untuk melawan Jepang3. Demikian pula dalam perang kemerdekaan, para pemuda mahasiswa bersama rakyat membangun laskar untuk melawan pendudukan Belanda lewat pertempuran yang sengit. Para pemuda telah mengorganisasikan diri dalam berbagai organisasi militan dan progesif, telah menumbuhkan kesadaran bahwa organisasi adalah alat perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan. DI masa kekuasaan fasis Suharto, para pemuda mahasiswa kembali mendirikan berbagai organisasi yang maju di tengah tindasan yang hebat dari rezim boneka4 AS ini. Meski menjadi sasaran represi rezim, pemuda mahasiswa telah memberanikan diri untuk berjuang di kampus bahkan terlibat dalam pengorganisasian serikat buruh di pabrik dan serikat tani di pedesaan. Mereka mendirikan berbagai komite aksi independen tingkat kampus, kota dan nasional. Pemuda mahasiswa juga menjadi kekuatan dalam menjatuhkan fasisme Soeharto.
1 Kelas (terkadang ditulis sebagai ‘Klas’): kedudukan sosial yang dilihat dari hubungan produksinya, dari kepemilikan alat produksi dan kepentingan ekonominya.
2 Supeno. Sejarah Singkat Gerakan Rakyat Untuk Kebebasan. Jakarta, 1983
3 M.C. Ricklefs.Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Serambi ilmu semesta, Jakarta 2005
4 Rezim boneka: pemerintahan yang tak memiliki kedaulatan, hanya jadi alat orang lain selain rakyatnya.
6
Pendidikan dan Pekerjaan sebagai Problem Pemuda Mahasiswa di bawah Penindasan Sistem Setengah Jajahan dan Setengah Feodal
Sistem Setengah Jajahan Setengah Feodal (SJSF) yang berkuasa di Indonesia hari ini tidak berpihak pada pemuda dan rakyat Indonesia. Sistem ini adalah situasi: (1) dominasi kapitalisme monopoli internasional (imperialisme) di lapangan politik, ekonomi, budaya, hingga militer dengan kepentingan menguasai sumber daya alam sebagai pasokan bahan baku, memanfaatkan sumber daya manusia yang melimpah dan diupah murah, membangun pasar produknya, dan melimpahkan krisisnya; (2) monopoli tanah dan penghisapan feodalisme yang masif di pedesaan, baik oleh tuan tanah besar dan kelas borjuasi komprador; (3) berkuasanya birokrasi korup (kapitalis birokrat/kabir), yang memfasilitasi imperialisme asing meraup keuntungan dari monopoli tanah feodal.
Bagan I. Skema Sistem Setengah Jajahan dan Setengah Feodal
Krisis di negeri-negeri SJSF adalah pelimpahan dari krisis over produksi dalam tubuh Imperialisme yang dipimpin Amerika Serikat (AS). Krisis over produksi adalah bertumpuknya kelebihan produksi hasil industri (khususnya barang-barang berteknologi tinggi dan persenjataan yang tak terjual di pasar dunia) serta penumpukan kapital akibat rendahnya daya beli dan kemiskinan rakyat dunia.
Kesenjangan ekonomi ekstrim ini adalah dampak dari sistem Kapitalisme yang mempunyai watak (1) ekspolitasi, (2) ekspansi, dan (3) akumulasi modal sebagai syarat hidupnya di dunia. Krisis over produksi ini berkembang menjadi krisis energi, pangan, hingga krisis finansial. Demi menyelamatkan perusahaan-perusahaannya dari keruntuhan, imperialis AS beserta sekutunya ditopang oligarki finans melalui utang dan bailout (dana talangan), serta pemecatan hubungan kerja berkedeok penghematan (efisiensi). Tetapi, usaha penghematan itu berujung pada tumpukkan kelebihan barang hasil industri yang tidak terbendung. Hal ini membuat imperialisme AS membutuhkan negara-negara setengah jajahan yang berada di bawah dominasinya baik secara ekonomi, politik, budaya bahkan militer seperti Indonesia. Di sisi lain, rakyat dunia beserta pemuda mahasiswa Indonesia malah terdampak dengan problem-problem pokok maupun khususnya.
Imperialisme, Feodalisme, dan Kapitalisme Birokrasi membuat pemuda menghadapi berbagai persoalan. Problem Pokok pemuda Indonesia adalah Pendidikan dan Pekerjaan. Pendidikan adalah hak dasar dan konstitusional setiap Warga Negara Indonesia, yang mengajarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, sebagai modal untuk menjadi tenaga produktif yang memajukan kondisi rakyat Indonesia. Namun karena dominasi Imperialisme, pendidikan mengalami liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi. Liberalisasi berarti pelepasan tanggung jawab negara pada jaminan sosial rakyat melalui deregulasi (mengubah kebijakan) dan privatisasi (swastanisasi). Privatisasi adalah bentuk liberalisasi yang mengalihkan pendidikan pada sektor swasta yang komersial. Komersialisasi adalah
IMPERIALISME
FEODALISME Imperialisme membutuhkan SDA dan SDM murah dari monopoli
tanah feodal untuk terus bertahan
KAPITALIS BIROKRAT Kabir mengeluarkan kebijakan pro-imperialis
dengan ganti investasi dan hutang yang akan
diakumulasi kabir
Feodalisme membutuh- kan legitimasi hukum dan perlindungan dalam menjalankan tindasannya dari kapitalis birokrat
7
bentuk konkret dari liberalisasi dan swastanisasi yang menjadikan pendidikan serta sarana-prasarana pendidikan sebagai komoditas. Akhirnya, pendidikan semakin mahal. Mahalnya biaya pendidikan membuat rendahnya akses rakyat terutama dari kalangan klas buruh dan tani. Hal ini mempertahankan kebudayaan terbelakang masyarakat. Orientasi politik pendidikan di Indonesia pun hanya melegitimasi kebijakan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang menguntungkan imperialis AS dan tuan tanah feodal. Hingga saat ini, sistem pendidikan yang tidak ilmiah, tidak demokratis dan tidak mengabdi kepada rakyat melahirkan sarjana, master, dan profesor, yang menjadi hamba perusahaan-perusahan imperialis AS dan tuan tanah feodal.
Sementara itu, lapangan pekerjaan adalah tempat bagi pemuda untuk mengembangkan kemampuan skill dan ilmu pengetahuan sebagai tenaga produktif bangsa. Namun, sempitnya lapangan pekerjaan dan ketiadaan pekerjaan layak, menciptakan pemuda penggangguran, hanya bekerja serabutan, serta tidak bekerja sesuai dengan disiplin ilmu dan keahliannya untuk mendukung pembangunan nasional yang mengabdi kepada rakyat. Dari angkatan kerja 2024 sebanyak 149,38 Juta orang, terdapat 7,2 juta pengangguran dan 2,11 Juta setengah pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik, lulusan universitas menyumbang angka 5,18% dalam jumlah pengangguran. Dari total angkatan kerja yang beruntung mendapat pekerjaan, separuhnya (59,17%) adalah pekerja non-formal dan serabutan.
Situasi jumlah pengangguran yang tinggi ini dipertahankan oleh rezim boneka untuk melegitimasi politik upah murah. Jika pemuda sebagai tenaga produktif tidak diberikan akses atas lapangan pekerjaan, pemuda pun terhambat untuk dapat mendukung reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional sebagai syarat kemajuan rakyat Indonesia.
Akhirnya, ketiadaan lapangan kerja dan mahalnya pendidikan mendorong pemuda menjadi lumpen proletariat perkotaan atau pedesaan yang tidak memiliki alat produksi serta bertahan hidup melalui tindakan anti sosial seperti merampok, mencuri, memakai obat terlarang, premanisme, dll., dengan karakter dan kebudayaan terbelakang. Tanpa ketersediaan lapangan pekerjaan dan pendidikan, pemuda tak akan mampu mengembangkan dan membentuk diri sebagai tenaga produktif masyarakat.
Krisis kronis yang makin mendalam secara obyektif membangkitkan protes massa. Ada tiga macam bentuk yang berkembang saat ini, yaitu: (1) menggerutu; yaitu protes spontan melalui celetukan dan pembicaraan lepas mengenai ketidakpuasan atas situasi sosial atau kekuasaan anti rakyat. Bentuk ini yang paling dominan berkembang di rakyat. (2) aksi massa spontan; Ditandai adanya tindakan yang ditujukan pada sasaran protes atau bersikap membangkang secara massal tetapi bersifat spontan, tidak terorganisasi, dan tidak terpimpin. Jika aksi massa ini tidak terorganisasi dan terpimpin baik maka perlawanan tersebut tidak akan bisa berkesinambungan dengan program yang tepat. Alhasil, gerakan massa itu akan mudah dipukul, mengalami demoralisasi, atau dimanfaatkan oleh kelas reaksioner5. (3) aksi massa yang terorganisasi; yaitu aksi yang telah terorganisasi dengan dipimpin oleh program perjuangan. Inilah cara yang tepat untuk merubah keadaan.
Jalan Keluar bagi Pemuda Mahasiswa adalah Perjuangan Demokratis Nasional
Untuk merubah situasi dalam setiap zaman kehidupan bangsa Indonesia, semua sektor berjuang melalui organisasi, dan setahap demi setahap memeroleh kemenangan. Proklamasi Agustus 1945 dimulai berpuluh-puluh tahun sebelumnya dengan pembangunan organisasi massa baik Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Indishe Partij, dll. Gerakan Demokratis 1998 dimulai belasan tahun sebelumnya dengan pembentukan organisasi-organisasi baik terbuka atau tertutup. Hal tersebut membuktikan bahwa organisasi massa adalah senjata rakyat dari zaman ke zaman. Hal ini harus kita teladani dan kita kembangkan dengan bergabung pada organisasi massa yang memiliki karakter dan program perjuangan yang benar.
5 Reaksioner: anti-perubahan dan kemajuan. Bedakan dengan “reaktif”, yaitu sifat cenderung tanggap atau segera bereaksi terhadap sesuatu yang timbul atau muncul.
8
Dalam tahap perkembangan masyarakat yang masih setengah jajahan dan setengah feodal di bawah pemerintahan boneka, pemuda mahasiswa harus mampu menggelorakan perjuangan yang berwatak demokratis (anti-feodalisme) dan nasional (anti-imperialisme). Perjuangan anti-feodalisme dilakukan dengan mengadakan reforma agraria sejati, yaitu menghapuskan monopoli tanah dengan membagi- bagikan tanah bagi rakyat tani yang menggarapnya. Perjuangan anti-imperialisme dilakukan dengan memperjuangkan industrialisasi nasional untuk menghapuskan dominasi perusahaan-perusahaan asing dan peraturan pesanan asing yang mereka paksakan untuk melindungi perusahaan mereka.
Bagan II. Perjuangan Demokrasi Nasional sebagai anti-tesis Dominasi Feodalisme dan Imperialisme
Setengah Feodal Setengah Jajahan
berbagai bentuk penindasan: sewa tanah yang timpang, peribaan, dan perampasan tanah, yang mendasari ketiadaan demokrasi dalam kehidupan
rakyat karena Monopoli tanah Feodal
Kebutuhan Imperialisme atas SDA dan SDM yang murah, tempat pemasaran produk dan pelimpahan
krisis, yang bersandar pada monopoli tanah dan pemerintahan korup yang bisa dikontrol Dilawan dengan Perjuangan Demokratis Dilawan dengan Perjuangan Nasional Reforma agraria sejati: penghapusan monopoli
tanah dengan membagi-bagi tanah pada kaum tani penggarap (tani miskin dan buruh tani)
Industrialisasi Nasional: pembangunan industri dasar (yang menciptakan, bukan hanya merakit) dengan modal mandiri hasil surplus produksi
bangsa Indonesia sendiri
Menghasilkan Menghasilkan
Meningkatnya produktivitas rakyat tani, Kedaulatan pangan indonesia, dan surplus produksi pertanian dalam negeri
Meningkatnya lapangan kerja,
Bebasnya indonesia dari intervensi politik asing karena tak bergantung pada modal asing
Perjuangan Demokratis Nasional (demnas) bagi pemuda berarti berjuang meraih hak-hak ekonomi, politik, dan kebudayaannya, dengan memblejeti rezim berkuasa yang menjalankan kepentingan musuh-musuh rakyat. Di lapangan ekonomi, pemuda harus menuntut jaminan kerja yang layak tanpa diskriminasi gender, ras, suku bangsa dan agama, jaminan atas penghidupan layak, perbaikan kondisi kerja dan jam kerja menjadi 8 jam kerja sehari. Di lapangan politik, pemuda harus berjuang demi sebuah pemerintahan rakyat demokratis dan berdaulat, serta partisipasi aktif pemuda dalam politik seperti hak berorganisasi dan berpendapat bebas. Dalam kebudayaan, pemuda harus berjuang mewujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat, serta mengembangkan budaya yang patriotis, progresif, dan ilmiah.
Perjuangan pokok bagi pemuda mahasiswa di kampus adalah mengkampanyekan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat sebagai wujud penolakan kita atas dominasi imperialis AS dan tuan tanah feodal. Melalui berbagai perdebatan ilmiah, orasi politik, tulisan, pamflet, kampanye, aksi massa, dan acara kebudayaan, kita mengangkat berbagai persoalan dan menghubungkannya dengan isu-isu rakyat di ruang kuliah. Dengan cara inilah kita membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakkan massa luas pemuda mahasiswa ke dalam Perjuangan Demokratis Nasional melalui organisasinya.
Bukan hanya itu, kita juga harus mampu mendukung perjuangan klas buruh, kaum tani, nelayan, perempuan, buruh migran Indonesia, serta suku bangsa minoritas yang sama-sama mempunyai persoalan akibat dominasi imperialis AS dan feodalisme di Indonesia. Untuk mewujudkan pendidikan ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat, Persatuan pemuda mahasiswa bersama rakyat, adalah sebuah keharusan. Hanya dengan persatuan sajalah, persoalan-persoalan rakyat dan pemuda mahasiswa dapat kita selesaikan.
9
TENTANG FRONT MAHASISWA NASIONAL
Tujuan Materi: Agar Peserta mengetahui sejarah panjang perjuangan mahasiswa yang melahirkan FMN, serta memahami program perjuangan dan konstitusi FMN.
Indikator Capaian: Peserta mampu menjelaskan profil dan garis besar program perjuangan dalam rangka memperbesar organisasi FMN.
Selayang Pandang Gerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa sering menjadi pelopor perjuangan di suatu bangsa karena karakternya yang bermobilitas tinggi, aktif, dinamis dan cinta perubahan. Mahasiswa mempunyai keuntungan dibanding sektor rakyat lain seperti petani, buruh, atau miskin kota, karena mampu mengecap pendidikan tinggi, dan dapat menjadi tenaga kerja produktif-profesional untuk mengabdi pada rakyat.
Gerakan pemuda mahasiswa di Indonesia dan belahan dunia, menginginkan sebuah perubahan sosial terutama dalam ranah kebudayaan (pendidikan) dan lapangan kerja.
Sejarah perjuangan rakyat Indonesia sejak masa pra-kemerdekaan hingga Gerakan Demokratis 1998 telah menunjukan peran aktif pemuda mahasiswa dan organisasinya. Di masa kolonial, pemuda buruh telah mempelopori perjuangan menuntut hak-hak demokratis melalui serikat buruh kereta api negara yakni Staats Sporwegen (SS) Bond pada 1905, yang menjadi Vereneging van Spoor en Tram Personeels (VSTP) di tahun 1908. Hal ini diteladani oleh pemuda borjuasi kecil intelektual dengan membangun organisasi seperti Budi Utomo pada 1908, Sarekat Dagang Islam yang menjadi Sarekat Islam (SI) pada 1909 oleh RA Tirtoadisuryo, Indisch Partij pada 1912 oleh Douwes Dekker, Cipto Mangunkusomo,dan Ki Hadjar Dewantara pada 1912. Mereka menuntut adanya persamaan derajat dan penghapusan diskriminasi, serta kemerdekaan penuh. Pacsa kemerdekaan, di masa Rezim Fasis Orde Baru, gerakan pemuda mahasiswa berhasil menjatuhkan rezim Suharto pada 21 Mei 1998 yang membrendel dan menghancurkan nilai-nilai demokrasi Indonesia hampir 32 tahun.
Tapi, organisasi-organisasi mahasiswa pasca 1998 masih cenderung sempit, spontan, musiman dan tidak bertalian erat dengan perjuangan rakyat terutama kaum buruh dan tani. Gerakan mahasiswa hingga kini masih meyakini slogan ‘Agent of Change’ (menganggap dirinya sebagai agen perubahan yang terpisah dari massa ‘biasa’), dan ‘Moral Force’ (membatasi diri hanya sebagai gerakan moral alih- alih menjadi gerakan politis yang aktif merubah masyarakat). Gerakan mahasiswa masa itu juga tak memiliki pandangan komperhensif mengenai karakter masyarakat Indonesia, sehingga tak mempunyai garis politik yang tegas serta orientasi yang benar dalam berjuang. Hal ini menjadi dasar lahirnya Front Mahasiswa Nasional (FMN) sebagai organisasi massa mahasiswa yang dalam dialektikanya mempelajari dan menilai secara objektif perjuangan mahasiswa dan sistem masyarakat Indonesia.
Front Mahasiswa Nasional (FMN) adalah organisasi massa mahasiswa demokratis berskala nasional, anti imperialisme dan anti feodalisme, yang lahir pada 18 Mei 2003 untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan seluas-luasnya massa mahasiswa terlibat aktif dalam perjuangan rakyat. FMN berjuang untuk mewujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat, di atas kemenangan perjuangan demokratis nasional, yaitu reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional. FMN berjuang agar pemuda mahasiswa mampu mengembangkan ilmu pengetahuan di dalam bekerja sebagai tenaga produktif bangsa.
Banyak organisasi mahasiswa yang berdiri sebelum dan sesudah FMN lahir, namun FMN adalah organisasi mahasiswa yang memiliki garis politik Demokrasi Nasional sebagai perjuangan yang benar untuk membebaskan masyarakat Indonesia. Ini adalah buah dari dialektika panjang pembangunan dan penempaan FMN sejak masa Orde Baru. FMN adalah “Sang Anak Zaman” yang belajar dari perasan teori dan praktek maju gerakan rakyat dan mahasiswa Indonesia setiap zamannya.
10 Sejarah FMN
1. Membangun Embrio Gerakan Mahasiswa Skala Nasional (80-97)
Akhir tahun 80-an, kelompok studi tidak mampu lagi menjadi wadah yang efektif untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan melawan rezim tirani Soeharto. Akhir tahun 80-an hingga awal tahun 90-an, muncul serikat-serikat mahasiswa sebagai alternatif yang maju. Beberapa organisasi mahasiswa yang pernah terbentuk secara nasional di antaranya Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Namun kedua organsiasi ini tidak bertahan lama seiring dialektikanya. Di luar konsolidasi organisasi itu, beberapa organisasi kemahasiswaan tingkat kampus di Yogyakarta, Medan, Jakarta, Lampung dan Sulawesi mengadakan workshop di Bandar Lampung tahun 1993 dan mendirikan jaringan Komite Pendidikan Nasional (KPN) pada tahun 1994. KPN inilah yang dalam perjalanannya menjadi cikal bakal berdirinya Front Mahasiswa Nasional (FMN)6.
Untuk perjuangan dan kampanye terbuka, mereka membentuk komite-komite aksi untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa di kampus dan rakyat secara luas di tengah tindasan rezim Suharto yang makin fasis. Letupan–letupan perjuangan massa mereka terjadi di berbagai tempat, seperti aksi anti kenaikan biaya angkot yang berujung pada tewasnya 2 mahasiswa di Makassar tahun 1996, aksi Golput pada pemilu 1997 di Bandung dan Jakarta, aksi anti SDSB, aksi anti Suharto di Jerman,7 juga berbagai aksi rakyat lainnya seperti pemogokkan buruh, anti penggusuran, aksi solidaritas petani Kedung Ombo, dan sebagainya.
Di bawah bayang-bayang rezim militeristik Soeharto, mereka mengadakan pertemuan-pertemuan informal, diskusi antara pimpinan serikat, serangkaian aksi dan kegiatan bersama. Akhirnya, pada tahun 1997 lahirlah Forum Mahasiswa Nasional (FMN).
2. Menghimpun Kekuatan untuk Berjaringan (1997-1999)
Pada tahun 1997 terbentuklah Kelompok Kerja Nasional Forum Mahasiswa Nasional (Pokja FMN) di Bandung oleh perwakilan komite aksi mahasiswa dari lima kota: Front Indonesia Muda-Bandung (FIM- B), Komite Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat (KMKR) Yogyakarta, Forum Studi Ekonomi Politik (FORSTEP) Malang, Komite Mahasiswa untuk Perubahan Rakyat (KMPR) Jombang dan Serikat Mahasiswa untuk Perjuangan Rakyat (SMPR) Surabaya. Zulkarnaen dari Bandung ditunjuk sebagai koordinator FMN. Program yang dibuat saat itu masih sebatas kurikulum pendidikan bersama, komunikasi antar kota dalam hal pendidikan kader, serta mengajak komite aksi kota lain untuk bergabung dalam FMN. Pada masa ini FMN hanyalah sebatas jaringan dan forum komunikasi antar kota dengan garis politik masing-masing serta identitasnya sendiri-sendiri meski aktif terlibat menjatuhkan rejim Soeharto.
Tahun 1998 Di tahun 1998 kembali diadakan pertemuan di Malang, yang membahas perumusan kurikulum pendidikan dan pembangungan organisasi tingkat kota. Koordinator FMN diganti oleh Adul dari Bandung. Usaha menarik kota-kota baru untuk bergabung dan mengembangkan FMN di kampus- kampus terus gigih dilakukan. Pada 1998 Serikat Mahasiswa Bandar Lampung (SMBL) bergabung dalam FMN, disusul Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) kota Mataram pada 1999, dan Front Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat (FMKR) Palembang.
6 Tugas Dan Tanggung Jawab Front Mahasiswa Nasional Sebagai Gerakan Massa Demokratis Nasional Di Perkotaan. Materi PA FMN, 2010.
7Widjojo, Muridan. Politik di Indonesia (Gerakan Mahasiswa). Pusataka Sinar harapan, Jakarta 1999
11
Pada 1999, karena ketiadaan mekanisme menilai perkembangan organisasi, munculnya masalah subjektif yang tak ditangani, serta lemahnya komunikasi, beberapa jaringan mengundurkan diri FMN.
SMBL mengundurkan diri, sementara SMKR Yogyakarta, KMPR Jombang, dan FORSTEP Malang mengalami perpecahan lalu bubar. Beberapa anggota SMPR Surabaya juga mengundurkan diri.
3. Membangun Kembali Semangat Berorganisasi untuk Maju (2000-2002)
Kemunduran pada 1999 melahirkan refleksi di banyak organisasi jaringan FMN. Tanggal 31 Oktober 2001, di Bandung diadakan pertemuan nasional pokja FMN untuk merancang prasyarat kuantitas dan kualitas FMN sebagai organisasi gerakan mahasiswa skala nasional. Pertemuan ini dihadiri oleh tujuh kota: Lampung, Bandung, Komite Bersama untuk Kedaulatan Rakyat (KIBLAT) Yogyakarta, Merahnya Api Perjuangan (MERAPI) Solo, Jombang, Surabaya, dan Serikat Mahasiswa untuk Demokrasi Rakyat (SAMUDERA) Malang. Perwakilan Palembang dan Mataram tidak dapat hadir dalam pertemuan ini.
Willy Aditya ditunjuk sebagai koordinator pokja FMN.
Pada 2001 di Yogyakarta, modul pendidikan nasional bersama dibuat untuk menyamakan pemahaman tentang peran posisi mahasiswa, garis perjuangan, hingga bentuk pengorganisiran dan pengembangan organisasi di semua kota, demi mempersiapkan organisasi skala nasional. Modul inilah yang menyatukan pemahaman tentang berorganisasi dan berjuang secara nasional.
Pada November 2002 di kota yang sama, diadakan Workshop Pembangunan Organisasi Nasional yang dihadiri oleh perwakilan kota FMN, yaitu Padang, Palembang, Lampung, Bandung, Yogyakarta, Purwokerto, Malang, Surabaya, Jombang, dan Mataram. Di sini mengemuka wacana FMN sebagai organisasi massa legal berskala nasional. Berpegang pada hasil workshop, dilakukan penyamaan langgam kerja dan standar pembangunan organisasi dari komite kampus hingga komite kota. Mulai tahun ini pula, identitas dan simbol Forum Mahasiswa Nasional mulai dikenalkan dengan mengadakan aksi di UGM untuk menolak kedatangan PM Australia, John Howard, yang membawa agenda liberalisasi pendidikan.
Tetapi ide-ide maju tersebut mendapatkan ganjalan karena masalah-masalah subjektif dan keorganisasian, serta ketidaksepakatan politik. Misalkan, di Bandung terjadi perpecahan di KA-Unpad, organisasi tingkat kampus. Beberapa menyatakan bubar, sisanya dipengaruhi alumni untuk tetap eksis diluar FMN. Namun, hal-hal semacam ini tak menghentikan semangat untuk membangun ormas mahasiswa skala nasional yang maju. Mayoritas komponen organisasi menyadari bahwa perjuangan mahasiswa skala nasional adalah jawaban dari kebuntuan pergerakan mahasiswa.
4. Bersatu dalam Satu Barisan (Mei-Desember 2003)
Pada 18 Mei 2003, FMN mendeklarasikan diri sebagai Front Mahasiswa Nasional melalui Founding Congress (Kongres Pendirian) di Balai Rakyat Utan Kayu, Jakarta. Pada Founding Kongres itulah, semua level organisasi dilebur dalam satu identitas; tidak ada lagi Forum Mahasiswa Nasional, tidak ada lagi FMKR Palembang, SMBL di Lampung, FIM Bandung, KIBLAT Yogya, KMPR Jombang, SMPR Surabaya, SAMUDRA Malang, maupun FKMM di Mataram. Semua menggunakan satu identitas organisasi dan berada di bawah satu kepemimpinan Komite Pusat (KP) FMN. FMN menjadi organisasi massa mahasiswa yang legal dan terbuka bagi seluruh mahasiswa di Indonesia, tidak lagi sebagai organisasi semi-legal dengan langgam ‘satu kamar’ antara pemuda mahasiswa. Mukadimah Kongres Pendirian FMN dengan lantang menyatakan bahwa garis garis perjuangan FMN adalah perjuangan Demokrasi Nasional yang anti imperialisme, anti feodalisme dan anti kapitalisme birokrasi.
Sebanyak 700 anggota FMN dari berbagai kota hadir dalam Kongres Pendirian dan 740 orang anggota mengikuti aksi nasional perdananya di Jakarta. Betapa progresif dan patriotiknya kesadaran anggota yang bergelora melahirkan organisasi yang mereka tunggu-tunggu. Pasca Founding Congress semua anggota bersemangat, bergairah dan bangga pada organisasinya. Anggota FMN terus bertambah dan
12
basis semakin meluas di Jakarta, Jambi, dan Lamongan. Dalam perkembangannya, dilaksanakan Rakernas I FMN untuk menyusun mekanisme keorganisasian. Pada Rakernas II, KP FMN didemisionerkan karena tidak dapat berfungsi sesuai tugas dan tanggung jawabnya, sehingga membentuk Badan Persiapan Kongres FMN (BPK FMN) sebagai pengganti KP FMN.
5. Ayo Maju, Bangun Ormas Demnas sebagai Alat Perjuangan Mahasiswa! (2004-Sekarang) Kongres Nasional I
Kongres I FMN dilaksanakan di Metro, Bandar Lampung pada 18 Mei 2004. Lebih dari 200 orang utusan dari berbagai daerah ambil bagian aktif menilai pengalaman praktek, merumusan Program Perjuangan dan AD/ART FMN, serta memilih Pimpinan Pusat (PP) beserta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FMN.
Kongres I memilih Hersa Krisna Muslim sebagai ketua dan Seto Pranowo sebagai sekretaris jenderal.
Kongres I menegaskan garis politik Demokratis Nasional yang lahir dari kesimpulan objektif masyarakat Indonesia sebagai masyarakat Setengah Jajahan dan Setengah Feodal (SJSF). Beberapa pimpinan demisioner dan segelintir barisan kampus UI penolak garis politik Demnas secara subjektif, memisahkan diri dengan membangun FMN-Resistance (FMN-R). Tapi mereka tidak bertahan lama karena pandangannya yang keliru tersebut.
Pada periode ini, FMN intensif menjalin komunikasi dengan gerakan rakyat Internasional. Tahun 2005 FMN menghadiri pertemuan International League of People’s Struggle (Liga Perjuangan Rakyat Internasional, ILPS) di Hongkong pada momentum kampanye anti WTO dan resmi menjadi salah satu member ILPS di Indonesia. Selain itu FMN juga bergabung dengan Asian Student Asociation (ASA).
Pada masa ini tercatat, organisasi berkembang dengan berdirinya FMN di Medan dan Denpasar.
Kongres Nasional II
Kongres II FMN dilaksanakan pada bulan Agustus 2006, di Lembang, Bandung. Tema Kongres II adalah
“Pertahankan dan Kembangkan keberhasilan yang diraih, Perbaiki Kesalahan serta Kekuarangan untuk Memajukan Perjuangan Massa”. Kongres II mendeklarasikan Gerakan Pembetulan agar langgam kerja maju (memadukan teori dan praktek, bertalian erat dengan massa, dan menjalankan Kritik Otokritik/KOK) menjadi keseharian anggota FMN se-nasional. Pada Kongres II ini, bendera FMN dengan dasar merah dengan 5 bintang emas mengelilingi bintang besar di tengah-tengah, diganti dengan bendera warna dasar putih dengan tulisan FMN warna merah miring menuju ke satu bintang emas. Penggantian ini dilakukan agar FMN dapat diterima massa lebih luas lagi.
Dalam kongres ini, Ridwan Lukman terpilih sebagai Sekretaris Jenderal. Kongres II memilih Ridwan Lukman sebagai sekretaris jenderal, yang kemudian digantikan oleh Nurshohib Anshary pada pleno V.
Di periode ini, FMN mampu berdiri di Pontianak, Makasar, Bojonegoro, Manado dan Bangka Belitung.
Pada periode ini 12 Anggota dari 27 Anggota DPP FMN dengan berani menerjunkan diri untuk membangun organisasi rakyat, dan memberikan teladan bagi seluruh anggota FMN dalam memajukan Perjuangan Demokratis Nasional.
Kongres Nasional III
Kongres III FMN dilaksanakan di Mataram – NTB pada Maret 2009 dengan tema “Tegakkan Perjuangan Pemuda Mahasiswa Untuk Menyokong Sepenuhnya Perjuangan Buruh dan Tani dengan Memperkuat, Memperbesar Organisasi serta Memperluas Pengaruh Politik di Tengah Massa”. Kongres dihadiri oleh perwakilan 20 cabang FMN se-indonesia: Medan, Jambi, Palembang, Lampung, Bangka Belitung, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Jogjakarta, Wonosobo, Surabaya, Jombang, Malang, Denpasar, Mataram, Lombok Timur, Makasar, Palu, Manado, dan Pontianak. Kongres III memilih Nurshohib Anshary sebagai Koordinator DPP FMN dan Sekretaris Jenderal PP FMN. Dalam Pleno DPP IV di Bandung tahun 2010, ada pergantian Sekretaris jenderal dari Nurshohib Anshary ke Harry Sandy Ame.
13 Kongres Nasional IV
Kongres IV FMN dilaksanakan di Jakarta pada Maret 2014 dengan tema “Betulkan cara kerja dan intensifkan kerja massa untuk memperkuat organisasi sebagai alat perjuangan massa mahasiswa (bersama rakyat)”. Tema ini diambil dari penilaian perkembangan FMN sebagai ormas mahasiswa demnas yang mampu menjadi alat perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak demokratis atas pendidikan dan lapangan kerja. Kongres IV juga menegaskan kedudukan ormas mahasiswa FMN yang akan memegang prinsip persatuan untuk bertalian erat dengan perjuangan rakyat terutama aliansi dasar buruh dan tani. Kongres IV FMN dihadiri peserta/perwakilan dari 19 cabang (5 Cabang tidak hadir). Kongres IV memilih Rachmad P. Panjaitan sebagai Ketua dan Badarudin sebagai Sekretaris Jenderal FMN.
Kongres Nasional V
Kongres V dilaksanakan di Yogyakarta pada 8-15 Maret 2017 dengan tema “Perkuat dan Perluas Organisasi untuk Memajukan Perjuangan Massa demi Mewujudkan Pendidikan yang Ilmiah, Demokratis, dan mengabdi kepada Rakyat“. Kongres V ini memilih Sympathi Dimas Rafi’I sebagai ketua, dan Badarudin sebagai Sekretaris Jenderal.
Pasca Kongres V, terdapat keadaan luar biasa yang mengancam keberlangsungan FMN baik secara politik maupun organisasi. Sejak pandemi Covid-19 yang membuat pelaksanaan Kongres VI tertunda, kolektif PP-DPP berangsur-angsur lulus dari status kemahasiswaannya, fokus menjadi professional, atau bekerja di sektor lainnya. Karena ketiadaan arahan dan bimbingan terpusat, terjadi kemunduran FMN di semua wilayah. Situasi ini direspon dengan Pertemuan Nasional di Mataram pada 28-29 Desember 2023 oleh Bandung, Solo, Purwokerto, Pontianak, Makassar, Palu, Luwuk-Banggai, Denpasar, Mataram, Lombok Timur, dan Kupang untuk melaksanakan kongres luar biasa.
Kongres Nasional VI Luar Biasa
Tak kurang dari 1 bulan pasca Pertemuan Nasional FMN, berbagai capaian berhasil diraih. Rangkaian penyelenggaraan Rapat Umum Anggota dilakukan di Bandung, Denpasar, Solo, Makassar dan Mataram. Terbangun pula komite-komite pembangunan FMN di kampus UNPAD Bandung, di Ternate, Bulukumba, Alor, dan Malang yang sudah hilang sejak lama. FMN juga berhasil mengkonsolidasikan aksi merspon isu pendidikan dalam momentum Pemilu 2024 secara nasional.
Puncaknya adalah Kongres VI Luar Biasa FMN yang dilaksanakan di Mataram pada 27-29 April 2024.
Kongres VI Luar Biasa memiliki tema, “Betulkan Cara Berpikir dan Cara Bekerja yang Salah, Perhebat Perjuangan Massa Rakyat Demokratis Nasional untuk Memperkuat dan Memperbesar Organisasi”.
Dalam agenda ini, FMN melakukan otokritik secara nasional, memperbaharui pedoman kerja, dan memilih L. M. Rizaldy sebagai Ketua serta Rikmadenda A.M sebagai Sekretaris Jenderal PP FMN. FMN kembali bersatu secara politik dan organisasi dalam skala nasional, setelah lima tahun lamanya.8 Karakter dan Prinsip Organisasi FMN
FMN memahami Masyarakat Indonesia hari ini sebagai Masyarakat Setengah Jajahan dan Setengah Feodal (SJSF). Sebagai negeri SJSF, Indonesia berada dalam dominasi Imperialisme, dengan feodalisme sebagai basis sosialnya. Persekutuan imperialisme dan feodalisme telah membentuk pemerintahan diktator bersama antara klas borjuis komparador, tuan tanah besar dan kapitalisme birokrat.
8 Dokumen Khusus “Tentang Kongres VI Luar Biasa FMN: Capaian Besar Menyelamatkan Organisasi dari Periode Kemunduran Secara Nasional, Melawan Anasir Penghambat Kemajuan Dalam Organisasi”. Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional. 2024.
14
Berdasarkan hal tersebut, maka karakter perjuangan mahasiswa dan rakyat Indonesia saat ini adalah Perjuangan Demokratis Nasional: bersifat demokratis untuk menghancurkan penindasan Feodalisme secara politik, ekonomi, dan budaya, juga Bersifat Nasional untuk penghisapan Imperialisme secara politik, ekonomi dan budaya. Tujuan penghancuran imperialisme dan feodalisme adalah untuk menghapuskan penekanan atas kemajuan tenaga produktif masyarakat, sekaligus mengukuhkan identitas kebangsaan yang mandiri dan berdaulat Maka, FMN memiliki Garis Politik Anti Imperialisme, Anti Feodalisme, Anti Kapitalisme Birokrasi.
FMN adalah organisasi massa legal demokratis yang terbuka, berbasis di perkotaan, serta anti-fasis dan anti-imperialis. Legal berarti statusnya tercatat dan kegiatannya menyesuaikan diri dengan hukum yang berlaku, serta berusaha mengadakan reforma untuk mendidik dan memperpanjang nafas perjuangan massa. Terbuka berarti diperuntukan bagi seluruh mahasiswa dan luwes bergaul dengan sesama organisasi mahasiswa. Anti-fasis berarti aktif menjadi benteng pertahanan rakyat dari kekerasan negara, serta menyiarkan dan membantu gerakan massa pedesaan yang lebih keras dibanding gerakan massa perkotaan. Sebagai ormas mahasiswa demokratis nasional, FMN memiliki 5 prinsip yaitu:
1. Kepemimpinan Kolektif
Berarti setiap keputusan organisasi harus ditetapkan melalui forum demokratis di setiap tingkatan. Metode memimpin ini berbeda dengan organisasi tradisional yang mengistimewakan segelintir pimpinan atau tokohnya. FMN adalah milik anggota dan massa mahasiswa, maka setiap keputusan dan kerja politik serta organisasi FMN memegang kuat perkembangan objektif anggota dan massa mahasiswa. Salah-satu faktor maju atau mundurnya FMN dapat dilihat dari kesatuan ide dan tindakan dari kepemimpinan kolektif dalam membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakkan massa mahasiswa.
2. Sentralisme Demokrasi
Adalah prinsip organisasi yang menerapkan sistem demokrasi terpusat dan kepempinan pusat yang berbasiskan demokrasi. Tujuan prinsip sendem adalah untuk memastikan kesatuan ide dan tindakan agar tidak terpecah belah dalam melancarkan perjuangan massa Demokrasi Nasional.
Persatuan dari seluruh pimpinan maupun anggota dari tingkatan Pusat hingga kampus menjadi kunci untuk memenangkan perjuangan massa secara luas.
Prinsip Sendem dalam FMN tercemin sebagai berikut:
a) Setiap pimpinan organisasi dipilih secara demokratis dan bertanggung jawab di forum organisasi yang memilihnya
b) Badan pimpinan organisasi lebih rendah mengikuti kepemimpinan badan organisasi atasanya
c) Setiap badan pimpinan organisasi menyusun dan memberikan laporan pada organisasi atasannya secara reguler, serta meminta arahan maupun petunjuk dari badan pimpinan atasan terkait kerja massa maupun persoalan yang dihadapi. Sehingga badan Pimpinan atasan dapat memberi masukan pada badan organisasi bawahannya
d) Badan Pimpinan atasan harus mampu mengambil kebijakan yang didasari hasil laporan, informasi, perkembangan dari badan pimpinan bawahan
e) Setelah melalui diskusi yang bebas, demokratis, dan memegang teguh garis politik, keputusan diambil serta harus dilaksanakan tanpa pengecualian. Dengan disiplin sebagai berikut:
- Individu menjadi subordinat organisasi.
- Minoritas di bawah mayoritas.
- Tingkat di bawah menjadi bawahan tingkat di atasnya.
15 3. Sistem Komite
Adalah pelaksanaan sehari-hari dari prinsip sentralisme demokrasi dan kepemimpinan kolektif.
Dalam sistem organisasi ini seluruh pimpinan mengambil bagian menjalankan keputusan maupun program yang telah dirumuskan. Sistem organisasi ini berbeda dengan fungsional organisasi tradisional yang hanya melibatkan segelintir struktur pimpinan dalam menjalankan pekerjaan.
Pimpinan akan didorong untuk bersatu dengan anggota dalam menjalankan kerja massa serta ambil bagian dalam perjuangan rakyat. Di sisi lain, aktifnya partisipasi anggota dalam kerja massa akan memajukan kesadaraan politik serta kemampuan anggota untuk bisa menjalankan organisasi.
4. Garis Massa
Adalah prinsip “Dari Massa dan untuk massa”. Sumber ide dan tindakan dalam setiap pekerjaan FMN berasal dari massa dan dikembalikan kepada massa. Kerja FMN harus didasari keadaan objektif massa serta setahap demi setahap memajukan kesadaraan politik massa untuk berorganisasi dan berjuang.
Dengan Garis Massa, FMN menghindari: (1) Komandoisme, yakni seakan-akan kita tahu semua hal tentang massa, dan main perintah saja. Misal bekerja hanya didasari pengetahuan subjektif dari pimpinan, atau tidak mau bekerja dan hanya memerintah anggota; (2) Buntutisme, yakni hanya mengikuti massa namun tidak berinisiatif untuk membangkitkan kesadaraan mereka. Misal, massa memahami bahwa pemilu adalah sistem demokrasi di Indonesia, namun kita tidak aktif menjelaskan bahwa demokrasi tak hanya pemilu saja, namun esensi sistem demokrasi rakyat adalah tentang pemenuhan hak-hak demokratis rakyat baik pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, upah, tanah dan sebagainya.
Untuk bisa menegakkan garis massa dan menghidari penyakit komandoisme dan buntuisme ialah selalu bertalian erat dengan massa, melakukan investigasi sosial, serta memadukan teori dan praktek maju dalam membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakkan massa mahasiswa dan rakyat.
5. Kritik Otokritik (KOK)
Salah satu prinsip yang amat penting dan maju dalam FMN adalah kritik otokritik (KOK). KOK menjadi prinsip untuk menjaga persatuan dan membetulkan kesadaraan serta pekerjaan politik- organisasi. KOK juga bertujuan untuk menyelamatkan kolektif yang mempunyai masalah keorganisasian maupun secara personal. KOK dalam organisasi tradisional sering bersifat menjatuhkan, sementara KOK dalam FMN adalah untuk membetulkan pikiran dan tindakan yang salah serta bersifat membangun kesadaraan politik serta memajukan praktek perjuangan kawan.
Prinsip Kritik Oto Kritik adalah:
1) Tidak saling menjatuhkan
2) Sebelum mengkritik harus melakukan otokritik terlebih dahulu 3) Mau mengakui kesalahan dan mau dibetulkan
4) Mengkritik harus mau memberikan solusi kolektif
5) Melakukan Kritik Oto Kritik tanpa memandang teman dan sesuai kenyataan/fakta 6) Berhak untuk membela diri atau mengklarifikasi
Program Perjuangan FMN
FMN merumuskan program perjuangan berdasarkan persoalan dan kepentingan mahasiswa secara khusus, serta pemuda dan rakyat Indonesia secara umum. Masalah pendidikan dan lapangan pekerjaan adalah persoalan utama bagi pemuda mahasiswa saat ini. Karenanya, FMN harus terus
16
melakukan kerja massa dengan membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakan pemuda mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan sosial-ekonominya. Perjuangan sosial ekonomi ini tidak dapat dipisahkan dengan lapangan politik dan kebudayaan. Sehingga Program Perjuangan FMN meliputi Program umum yang menjelaskan:
1. FMN ambil bagian aktif untuk memobilisasi pemudamahasiswa dalam perjuangan rakyat, untuk membebaskan diri dari belenggu imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrasi menuju Indonesia yang merdeka dan demokratis sepenuhnya.
2. FMN berjuang dan mengabdi pada kepentingan rakyat, khususnya buruh dan tani sebagai klas dasar dalam menggerakkan dan memimpin perubahan fundamental di Indonesia.
3. FMN bersama rakyat Indonesia memperjuangkan lahirnya sistem pendidikan nasional yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat.
FMN juga memiliki Program Khusus di lapangan Politik, Ekonomi, dan Kebudayaan.
Konstitusi FMN
Konsitusi adalah dokumen yang berisi tata aturan organisasi yang memandu FMN untuk menjalankan pekerjaan baik secara politik ataupun organisasi, yang ditetapkan (amandemen) dalam forum tertinggi organisasi (kongres). Konstitusi FMN memiliki Pembukaan dan Batang Tubuh.
Pembukaan Konstitusi FMN berisikan penegasan FMN sebagai ormas mahasiswa yang terdidik, terpimpin, terorganisir, dan menjalankan garis perjuangan demokratis nasional. Dijelaskan juga bahwa perkembangan maju organisasi FMN lahir dari perkembangan masyarakat Indonesia atas kondisi penindasan dan penghisapan SJSF, melalui pemerintah boneka dan kediktatoran bersama antara borjuasi komprador, tuan tanah besar dan kapitalisme birokrat. Di sisi lain, dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, pemuda mahasiswa telah menunjukkan peranan besar sebagai golongan maju dan progesif yang ambil bagian dalam perubahan di setiap masanya. Oleh karena itu, di tengah penderitaan rakyat akibat penindasan imperialisme dan feodalisme, FMN lahir dan bertugas untuk membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakan pemuda mahasiswa dengan organisasi yang besar, kuat, anti imperialisme dan feodalisme untuk mencapai masyarakat Indonesia yang bebas, demokratis dan sejahtera.
Batang tubuh FMN memuat tentang tata aturan dan tata laksana organisasi, yang pada intinya:
- Tentang Azas, Tujuan dan usaha-usaha
- Tentang bentuk, karakter dan prinsip-prinsip organisasi - Tentang Keanggotaan
- Tentang Pelanggaran dan sanksi - Tentang Susunan organisasi
- Tentang keuangan dan kesekretariatan - Tentang Organisasi dalam keadaan luar biasa - Tentang aturan, peralihan dan perubahan
Demikianlah tentang Front Mahasiswa Nasional, organisasi massa sejati bagi seluruh mahasiswa di Indonesia, yang berjuang untuk kepentingan pemuda mahasiswa bersama rakyat, dengan garis politik dan penyimpulan objektif atas pengalaman perjuangan masyarakat Indonesia.
Jayalah Perjuangan Massa!
Jayalah Perjuangan Demokratis Nasional!
Jayalah FMN!
17
Kongres Pendirian Front Mahasiswa Nasional, 18 Mei 2003 di Balai Rakyat Utan Kayu, Jakarta Timur.
Kongres Nasional III Front Mahasiswa Nasional, Maret 2009, di Mataram-NTB
Kongres Nasional V
Front Mahasiswa Nasional, 8-15 Maret 2017 di Yogyakarta
Dewan Pimpinan Pusat terpilih dalam Kongres Nasional IV Luar Biasa
Front Mahasiswa Nasional, April 2024 di Mataram-NTB
18
TENTANG KAMPUS
Tujuan Materi: Peserta memahami keadaan objektif kampus, birokrasi, dan mahasiswa kampus secara komprehensif sebagai dasar ilmiah dan bekal dalam menjalankan kerja massa. Peserta memahami situasi kampus sebagai cerminan sistem pendidikan Indonesia secara umum.
Indikator Capaian: Peserta mampu mengenal dan menguraikan isu-isu dalam kampus dan kepentingan mahasiswa, serta mau terlibat aktif dalam kerja massa FMN untuk merubah keadaan.
Kondisi Kampus
Kondisi Birokrasi
Kondisi Mahasiswa
19 Kondisi Masyarakat Sekitar Kampus
Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Peran Perjuangan FMN
Isu Terkini dan Sikap FMN
20
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Tujuan Materi: Agar peserta memahami sistem pendidikan nasional secara komprehensif sebagai yang berhubungan dengan situasi ekonomi-politik masyarakat Indonesia, serta mengetahui pendidikan sebagai alat kebudayaan yang mampu mentransformasi nilai-nilai dalam sistem masyarakat di Indonesia.
Indokator Capaian: Peserta mampu menjelaskan garis besar situasi objektif pendidikan nasional, mampu menjelaskan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat sebagai jalan keluar masalah sistem pendidikan Indonesia, serta mampu menganalisis kebijakan pendidikan.
Pendidikan Sebagai Alat Kebudayaan Masyarakat
Pendidikan adalah proses dialektika manusia dalam mengembangkan kemampuan akal untuk mengetahui kenyatan objektif, memahami dan menganalisis situasi, serta memecahkan permasalahan dan mengubah keadaan sosial. Di Zaman Kegelapan9, para raja dan tuan tanah feodal mengaku sebagai wakil Tuhan, lalu membodohi dan merampas hak-hak demokratis rakyat selama ratusan tahun lamannya. Kelas penguasa melarang rakyat berpikir ilmiah, sebab mereka menyadari bahwa pengetahuan ilmiah adalah alat yang mampu membongkar kedok mereka. Pada akhirnya, sejarah membuktikan bahwa perjuangan kaum tani dan klas pekerja dalam Revolusi Prancis, serta perkembangan ilmu pengetahuan dalam Revolusi Industri mampu mengubah keadaan.
Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan (yaitu ide-ide, cara berpikir, kebiasaan) yang lahir dari basis sosial (yaitu sistem ekonomi), untuk melegitimasi (membenarkan) struktur masyarakat dan kelas yang dominan, dan menjadi faktor pendorong kemajuan masyarakat sesuai dengan perkembangan tenaga produktifnya. Hukum perkembangan masyarakat menyatakan bahwa keadaan sosial mempengaruhi kesadaran sosial, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan dipengaruhi oleh keadaan dan sistem sosial yang berlaku di suatu negeri, pun mengikuti perkembangan corak produksi masyarakat. Lebih lanjut, secara politik, pendidikan akan dipengaruhi dan diabdikan pada sistem ekonomi sebagai basis sosial suatu negeri. Sebab, sistem politik suatu negara pun dipengaruhi basis sosial atau sistem ekonomi negeri tersebut. Maka, secara ekonomi, pendidikan berorientasi untuk memajukan taraf hidup dan harus dapat diakses oleh seluruh rakyat.
Basis sosial masyarakat Indonesia adalah setengah feodal, sehingga sistem setengah jajahan dan setengah feodal adalah corak dan karakter dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan Indonesia hari inipun adalah mesin untuk melahirkan kebijakan-kebijakan politik yang menguatkan dan melegitimasi kepentingan imperialisme AS dan borjuasi komprador, tuan tanah besar feodal serta kapitalis birokrat.
Institusi pendidikan menjadi corong propaganda untuk menanamkan nilai-nilai individualisme, pesimisme, dan konsumerisme serta budaya kolot feodal. Pendidikan Indonesia juga menjadi institusi yang meraup keuntungan sebesar-besarnya lewat praktik liberalisasi, komersialisasi dan privatisasi bak perusahaan. Hal ini berdampak pada pendidikan yang mahal dan hanya menciptakan tenaga kerja murah yang berskill rendah.
Organisasi kita adalah gerakan yang militan, patriotik dan demokratik yang berpihak pada massa rakyat Indonesia. Maka, konsep Pendidikan Nasional yang kita perjuangkan adalah usaha mendorong lahirnya sarjana-sarjana ahli sesuai disiplin ilmu yang mampu mempertanggungjawabkan pengetahuan melalui pengabdiannya pada rakyat. Sistem pendidikan Indonesia dalam sejarah masyarakat Indonesia ini mengalami berbagai perkembangan dalam perjuangannya menyongsong
9Zaman Kegelapan (Dark age) adalah zaman ketika tuan tanah beserta raja menjadi kekuatan tunggal dalam menafsirkan kebenaran. Di masa feodalisme ini, kerajaan/kekaisaran menjadi infrastuktur dalam zaman ini yang disebut sebagai perwakilan dari tuhan.
21
kebudayaan yang maju. Maka, kita perlu menelaah perkembangan pendidikan di Indonesia secara objektif, sehingga mampu berjuang mewujudkan pendidikan yang mengabdi pada rakyat Indonesia.
Sejarah Sistem Pendidikan di Indonesia 1. Masa Pra-Kolonial
Pendidikan sudah ada sejak manusia berkelompok (komunal primitif) meski masih sederhana sesuai tingkat perkembangan kesadarannya: masih sebatas pengetahuan untuk bergantung pada alam tanpa mampu mengelolanya agar mempunyai nilai tambah. Di Indonesia, di masa komunal primitif menuju setengah kepemilikan budak, berdiri banyak kerajaan Hindu dan Buddha yang membuka banyak institusi pendidikan agama. Misalkan, komplek Candi Muaro Jambi era Kerajaan Sriwijaya, yang menjadi pusat pendidikan Agama Buddha di Asia sekitar Abad ke-7 hingga 12 Masehi. Sementara, rakyat biasa mempelajari keterampilan turun-temurun menurut mata pencaharian keluarga mereka.
Di masa feodalisme, kesultanan-kesultanan Islam juga membuka banyak madrasah dan pesantren agama. Sistem pendidikan modern yang dikenal sekarang lahir sejak perubahan masa feodalisme menuju kapitalisme-imperialisme di eropa. Sementara, cabang-cabang dari ilmu pengetahuan seperti ilmu sosial, budaya, hukum, dan lain-lain, berkembang sejak abad 19. Sistem pendidikan ala eropa ini masuk ke Indonesia sejak kedatangan bangsa kolonial, Portugis dan Belanda.
2. Masa Kolonial Belanda
Kolonial Belanda berhasil menjalankan politik Cultuur Stelsel (Sistem Tanam Paksa, STP) dengan penggabungan usaha perkebunan dan pertanian komoditas tanaman bernilai tinggi masa itu (seperti kopi, teh, gula nila, tembakau, kayu manis dan kapas), serta pabrik pengolahan dengan administrasi modern juga transportasi modern yang telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Para tuan tanah yang memiliki pengaruh kuat hingga tingkat desa bertanggungjawab untuk memenuhi mobilisasi tanah dan tenaga kerja murah. Sistem Tanam Paksa bukan ditujukan untuk membangun industri di Indonesia, tetapi hanya membangun perkebunan besar yang diurus secara modern oleh tenaga-tenaga rendahan dari kaum inlander (terjajah) yang sedikit mengerti baca dan tulis saja.
Peraturan Poenale Sanctie juga dikeluarkan, yaitu pekerja dilarang meninggalkan perkebunan sebelum habis kontrak Singkatnya, negeri jajahan (Indonesia) hanya dijadikan pelayan atas keperluan industri negara kapitalis Eropa.
Menjelang akhir tahun 1870 politikus-politikus golongan liberal berhasil menguasai parlemen Belanda.
Mereka mengkritik Sistem Tanam Paksa yang menjadikan kemiskinan, kelaparan, dan eksploitasi di Hindia-Belanda dan menyoroti betapa besarnya yang diterima Pemerintahan konservatif Belanda dari tanah jajahan, sebagai alasan untuk mengganti pemerintah konservatif Belanda di Hindia-Belanda.
Padahal, sebenarnya kalangan liberal juga berkeinginan agar keuntungan itu dapat mereka ambil alih10. STP pun berakhir karena 19 kali perjuangan bersenjata kaum tani dan rakyat pada 1810-1870, bukan karena ocehan mulut besar liberal.
Ketika kalangan liberal mengambil pucuk kepemimpinan di Belanda, masuk ke Indonesia, dan menguasai pabrik-pabrik gula, perkebunan dan pertanian pada umumnya seperti golongan konservatif, penindasan tidak berkurang tetapi justru semakin bertambah. Bentuk penindasannya adalah penerapan Politik Etis11 pada 1901. Golongan liberal menyebut bahwa program Politik Etis
10 Multatuli. Max Havelaar. Djambatan cetakan keenaam, Jakarta 1985
11Politik Etis (Politik Balas Budi) adalah pemikiran bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi, sebagai kritik terhadap politik tanam paksa. Namun politik etis ini hanyalah untuk mendorong efisiensi dan efektifitas penghisapan Belanda di Indonesia.
22
merupakan politik “balas budi” yang mencakup: Edukasi (pendidikan), Irigasi (pengairan), Transmigrasi (perpindahan penduduk).
Edukasi hanyalah formalitas karena tak ditujukan untuk meningkatkan taraf berfikir dan kebudayaan rakyat jajahan, melainkan untuk mentrasformasi nilai kebudayaan kolonial terhadap pribumi agar tunduk dan patuh terjajah. Sedangkan irigasi pada dasarnya hanya untuk melayani kemajuan industri gula dan perkebunan pada umumnya. Sementara transmigrasi jelas hanya untuk mobilisasi tenaga kerja murah dengan cara membuka lahan baru bagi perkebunan.
Pada masa itu, telah dididirikan beberapa institusi pendidikan dengan disiplin ilmu disesuaikan dengan kepentingan kolonial belanda seperti; kedokteran, hukum dan teknik. Pada zaman kolonial Belanda pendidikan dasar disebut Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah lulus dari pendidikan dasar HIS, peserta didik bisa lanjut ke Hoogere Burgerschool (HBS) yang merupakan penggabungan SMP dan SMA selama 5 tahun. Pendidikan Tinggi dimulai dengan jurusan Kedokteran yakni Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada Tahun 1851, dan diubah menjadi STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) pada 1902. Pada tahun 1913 didirikan pula NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya.
Pada tahun 1927 di Jakarta didirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool). Sebab, UU Agraria kolonial (Agrarische Wet tahun 1870) sebagai pengganti STP, membutuhkan penciptaan tenaga kerja untuk membangun perkebunan dan pertanian serta birokrasi dari sektor pendidikan.
Pasca Politik Etis, jumlah sekolah milik pemerintah Hindia Belanda semakin membesar. Pada 1909 muncul sekolah hukum (Rechts School) untuk menciptakan ahli-ahli hukum yang diperbantukan pada kejaksaan dan pengadilan. Sekolah pertanian juga didirikan untuk menopang pembukaan lahan pertanian dan perkebunan skala luas. Pada tahun 1876 pernah didirikan lagi sebuah Landbouwschool bagi putra-putra golongan priyayi, yang diganti pada tahun 1903 dengan Sekolah Pertanian di Bogor dengan taraf pendidikan rendah. Pada tahun 1911 sekolah ini ditingkatkan menjadi sekolah menengah. Sekolah formal dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda di Tondano (1873), Amboina (1874), Banjarmasin (1875), Makasar (1876), Padang Sidempuan (1879) dan juga di daerah Indonesia Timur. Sekolah lainnya yang penting adalah sekolah pegawai Pamong Praja. Mula-mula tenaga pamong praja dihasilkan di Hoofdenschool pada tahun 1892 dihapus kecuali di Magelang. Pada tahun 1900 sekolah di Magelang itu dubah menjadi Opleiding school vor Inlandsche Ambtenaaren (OSVIA) untuk menciptakan tenaga-tenaga medis di daerah. Selain itu, pemerintah jajahan juga telah mendirikan sekolah formal pada masa pra politik etis yaitu: Sekolah formal pertama pada tahun 1852 adalah sekolah guru (kweekschool) di Solo untuk pemenuhan tenaga pengajar, disusul dengan sejumlah sekolah sejenis, di Bukit Tinggi (1856), Probolinggo dan Bandung (1866), Tanah Batu (1862), Sekolah Dokter Jawa (1851) dan sekolah mantri cacar (1849).
Pendidikan pada masa ini bertujuan untuk mengefisienkan birokrasi, menjaga hubungan baik dengan raja dan tuan tanah lokal (Residen, Wedana, asisten Wedana serta demang) yang menjadi kaki tangan Belanda dalam negeri, serta melahirkan tenaga administrasi yang mengabdi pada penjajah.
Pendidikan ini juga menghasilkan tenaga-tenaga medis ketika wabah penyakit merebak akibat kondisi buruk kaum pribumi, untuk sekedar memastikan rakyat bisa terus bekerja keras demi kepentingan kolonial. Di sisi lain, sekolah-sekolah pun hanya bisa dinikmati oleh masyarakat golongan atas saja:
Belanda, Eropa, golongan Indo (blasteran eropa), golongan priyayi pribumi serta pedagang Asia dan Timur jauh. Kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan kurikulum di Negeri Belanda, sehingga para lulusan sekolah di Indonesia dapat melanjutkan studi ke Belanda, dengan kriteria-kriteria yang diskriminatif. Diskriminasi pendidikan saat ini sesungguhnya sudah ada sejak masa kolonial belanda.
Para pribumi yang sadar akan segala diskriminasi ini, mulai mendirikan sekolah-sekolah swasta yang lebih terbuka seperti Taman Siswa (didirikan Ki Hajar Dewantara), Muhammadiyah (didirikan K.H.
Ahmad Dahlan), Sekolah Sarekat Islam (didirikan Tan Malaka), Zending, dan lain-lain. Banyak di antara mereka yang kemudian sadar akan nasib bangsanya dan merubah corak perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yang awalnya lokal, tradisional, dan mistik, menjadi perlawanan berskala
23
nasional dan terorganisasi secara modern melibatkan massa luas. Pada 1908 lahir organisasi Boedi Otomo, pada 1919 lahir Serekat Islam, pada 1925 lahir Perhimpunan Indonesia dan kelompok- kelompok diskusi perjuangan mahasiswa melawan kolonial belanda. Sebagian besar organisasi mahasiswa ini memang masih berjuang secara sektarian, dengan nasionalisme sempit dan pikiran kompromis yang menyebabkan kemandekan kelak. Akan tetapi, sejarah mengajarkan pada kita bahwa pendidikan telah melahirkan organisasi yang maju sebagai alat perjuangan mahasiswa dan rakyat.
Terbukti, organisasi mahasiswa dan rakyat menjadi bagian utama dalam perubahan suatu bangsa.
Pada 1942, Jepang berhasil menduduki Indonesia. Kondisi dunia pendidikan di Indonesia semakin suram dengan kebijakan Jepang untuk memobilisasi rakyat Indonesia demi kepentingan perangnya, lalu mengesampingkan pendidikan. Sekolah-sekolah lalu diubah menjadi institusi militer yang mendidik para pemuda untuk berperang, seperti PETA, Heiho, Seinendan, Keibodan dan sebagainya.
Tidak ada satupun keinginan Jepang untuk menjadikan rakyat Indonesia cerdas dan terdidik sampai tiba kekalahan Jepang dan terbitnya kemerdekaan Indonesia.
3. Masa Revolusi Agustus 1945 hingga Orde Lama
Periode Revolusi Fisik 1945-1949 telah membuktikan bahwa semangat belajar, berorganisasi dan berjuang massa rakyat tidaklah menyurut. Kaum tani, klas buruh, laskar pelajar, pemuda dan perempuan berjuang mati-matian melawan agresi militer Belanda. Meski begitu, perjuangan revolusi borjuis Agustus 1945 yang bertujuan menghancurkan imperialisme dan feodalisme mengalami kegagalan. Pemerintahan baru mengkhianati kemerdekaan RI melalui Perjanjian KMB 1949 yang menjadikan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal12. Indonesia kembali berada di bawah cengkraman Imperialisme dan feodalisme yang menjadi musuh sejak abad 17.
Pada masa ini beberapa perguruan tinggi dan sekolah mulai didirikan, usaha-usaha pendidikan pun dilakukan Pemerintah RI. Universitas Gajah Mada dan Universitas Islam Indonesia hadir di antara beberapa sekolah lainnya. Label jaminan dunia pendidikan yang demokratis memang dikampanyekan pemerintah, tetapi sifatnya relatif, dan secara prakteknya masih feodal. Kebijakan yang mengatur pendidikan pada masa ini masih umum yakni Undang-undang No 4 Tahun 1950 tentang tentang dasar- dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Orientasi pendidikan pun masih mempertahankan dominasi imperialisme dan feodalisme sebagai konsekuensi kebimbangaan rejim masa itu.
Pelajar dan mahasiswa pada masa ini tetap melancarkan perjuangan anti-Imperialisme dan anti- feodalisme di berbagai kampus dan sekolah, baik yang didirikan oleh Pemerintah dan Swasta. Mereka membangun berbagai organisasi massa, baik guru, sarjana, mahasiswa dan pelajar, yang berupaya menarik anggota dengan mempromosikan pendidikan yang ideal bagi rakyat. Organisasi massa demokratis saat itu bahkan berusaha membangun taman kanak-kanak, sekolah, dan perguruan tinggi yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat. Lembaga-lembaga pendidikan ini misalnya Akademi Ilmu Sosial Aliarcham (AISA), Sekolah Pertanian Egom, Universitas Res Publica, Akademi Sastra Multatuli, Akademi Technik Ir. Anwari, Akademi Djurnalistik Dr. Rivai, IKIP Dr. Tjipto Mangunkusumo Yogyakarta, Universitas Kotapraja Surakarta, dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa organisasi rakyat adalah senjata perjuangan dari zaman ke zaman.
4. Masa Orde Baru
Kekuasaan Orde Lama pada 1965 berakhir karena pertarungan perebutan kekuasan politik, kudeta terselubung, dan melahirkan tragedi kemanusian yang setara dengan Holocaust Nazi di Jerman.
Semua ini mengawali Orde Baru rezim fasis Suharto yang mengabdi sepenuhnya kepada imperialisme AS. Hak-hak demokratis rakyat lalu diberangus melalui depolitisasi, perampasan tanah besar-besar, praktek liberalisasi dan privatisasi kekayaan alam, pengekangan berserikat dan berorganisasi. Tentu
12Supeno. Sejarah Singkat Gerakan Rakyat Untuk Kebebasan. Jakarta, 1983