• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGUASAAN TANAH DI JAWA PADA MASA PEMERINTAH LETNAN

N/A
N/A
MUHAMMAD SANDY WIJAYA

Academic year: 2023

Membagikan "SISTEM PENGUASAAN TANAH DI JAWA PADA MASA PEMERINTAH LETNAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

SISTEM PENGUASAAN TANAH DI JAWA PADA MASA PEMERINTAH LETNAN GUBERNUR THOMAS STAMFORD RAFFLES TAHUN 1811-1816

M. Anas Sururi, Kayan Swastika, Sumarjono.

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37, Jember 68121

E-mail:[email protected]

ABSTRAK

Latar belakang pelaksanaan sistem sewa tanah di Jawa oleh Thomas Stamford Raffles berawal dari Kedatangan Inggris ke pulau Jawa tahun 1811. Pemerintah kolonial masa Raffles membuat pembaharuan sistem pemerintahan dengan prinsip kebebasan dan kepastian hukum. Raffles ingin menghapuskan sistem penyerahan paksa dan kerja wajib, mengubah administrasi negara dalam bentuk modern (Barat), dan memberikan kebebasan berusaha pada rakyat Jawa. Permasalahan yang dikaji adalah (1) mengapa Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa (2) bagaimana implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles (3) bagaimana dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap sosial ekonomi masyarakat di Jawa. Tujuan kajian ini adalah (1) menganalisis latar belakang Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa (2) menganalisis implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles (3) menganalisis dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap sosial ekonomi masyarakat di Jawa. Teori ini menggunakan teori ketergantungan Paul Baran dan pendekatan ekonomi politik. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sistem sewa tanah pada masa pemerintah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles tahun 1811-1816 telah menimbulkan pengaruh dalam segi ekonomi, politik, dan sosial budaya bagi kehidupan masyarakat Jawa.

Kata kunci: sistem, penguasaan tanah, Thomas Stamford Raffles.

Abstract

The implementation background of the land loan system by Tomas Stamford Raffles in Java started from the arrival of United Kingdom to Java in the 1811. The Raffles’s colonial goverment make innovation of the goverment system with the principles of freedom and the certanty of the law. Raffles wants to abolish the system of forced labor and compulsory work, change the administration of the country in the form of modern (western), and to give freedom of trying to the people of java. Problems examined are (1) why Raffles make the system policy of the land loan in Java (2) how the implementation of the authority system in java on the Raffles(3) how the impact of the application of the authority system of land on the raffles in 1811-1816 towards socio-economic community in Java. The purpose of this study are (1) to analyze the background of raffles make the system policy of the land loan in Java (2) to anayze the implementation of The authority system of land in Java on the raffles (3) to analyze the impact of the application of the authority system of land on the raffles in 1811-1816 towards socio-economic community in Java. This theory uses the dependency theory of Paul Baran and the political economy approach. The methods used in this study is a method of historical research which includes heoristics, criticism, interpretation, and historiography.the system of land loan during the Thomas Stamford Raffles lieutenant governor in 1811-1816 has influence in terms of economic, political, and sociocultural for the life of societies of java.

Keywords: System, Authority of land, Thomas Stamford Raffles.

(2)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816 A. PENDAHULUAN

Penguasaan tanah merupakan suatu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek kehidupan yang ada di dalam masyarakat. Penguasaan tanah di negara-negara agraris hubungan itu dipandang sebagai suatu yang bersifat “religio-magis”, dan yang paling utama adalah menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia. Penguasaan tanah di Jawa yang terjadi adalah lebih kepada hubungan antarmanusia yang mencakup hubungan antara pemilik tanah dengan buruhnya, antara sesama buruh tani. Masyarakat Jawa mengenal sistem feodal dan mempunyai stratifikasi sosial yaitu, raja, kaum bangsawan, dan para bawahan yang terdiri dari rakyat petani (Tjondronegoro dan Wiradi, 2008 :346-347). Masyarakat Jawa menganggap raja sebagai utusan Tuhan, jadi selain mempunyai hak atas tanah juga memperoleh pengabdian dari rakyat yang dianggap sebagai wujud ketaatan kepada penguasa.

Penguasaan tanah di Jawa dengan sistem feodal dimanfaatkan pada masa kompeni Belanda yang masih berbentuk kongsi dagang bernama Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). Tujuan dari kongsi dagang VOC adalah keuntungan ekonomi, sehingga urusan pemerintahan tetap diberikan kepada penguasa daerah dengan sistem dan tradisi setempat dan sebagai ganti atas pengakuan terhadap kekuasaan VOC, kepala daerah harus melakukan kerja wajib dan penyerahan hasil bumi. Sistem feodal di Jawa tetap dipertahankan pada masa kolonial Belanda masa Gubernur Jendral William Daendels tahun 1808-1811 yang sekaligus menjadi akhir masa kekuasaan Belanda karena digantikan oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles dari Inggris setelah penyerangan terhadap wilayah koloni Belanda di Indonesia (Kartodirdjo dan Suryo, 1991: 27-28).

Pendudukan Inggris di Jawa dimulai pada tahun 1811 dan berakhir tahun 1816. Pemerintahan Inggris di Jawa diserahkan kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles yang mempunyai arah politik dengan menggunakan dasar prinsip liberalisme. Politik kolonial Inggris ingin mewujudkan suatu kebebasan dan kepastian hukum yang dilaksanakan dalam bentuk kebijakan sistem sewa tanah (land rent system) (Kartodirdjo, 1999: 292).

Kebijakan sewa tanah yang diintrodusir oleh Raffles

berpatokan pada tiga asas yaitu, segala bentuk penyerahan wajib dan kerja rodi perlu dihapuskan, bupati dijadikan bagian yang integral dari pemerintahan kolonial sesuai fungsi-fungsi pemerintahan seperti di negeri-negeri Barat, dan kebijakan yang menyatakan pemerintah Inggris merupakan pemilik tanah sehingga tanah-tanah itu akan disewakan kepada para petani.

Sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah Raffles di Jawa muncul dari gagasan- gagasannya yang dipengaruhi dari keadaan negara Inggris dan keberhasilan kebijakan pemerintah kolonial Inggris di India tentang pelaksanaan pajak tanah. Kebijakan ekonomi yang dikenal dengan land rent sytem, oleh Raffles dilaksanakan selama menjabat sebagai penguasa daerah jajahan Inggris di pulau Jawa setelah melakukan berbagai pertimbangan yang menyamakan keadaan pulau Jawa dengan daerah Benggala di India (Paul Baran dalam Suwarsono dan Alvin, 2000:110-112).

Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan di Jawa menggunakan aturan kontrak atau kesepakatan bersama antara pemilik dan penyewa tanah dan mengenai pajak tanah akan disesuaikan dengan nilai tanah. Para petani sebagai penyewa akan mendapat perlindungan hak atas tanah dari pemerintah selama penyewa tanah dapat bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran pajak.

Pemberlakuan pajak atas penyewaan tanah secara legal rasionalitas (hukum) dilaksanakan untuk menghapuskan penyerahan wajib dan kerja wajib kepada para bupati (Boedhihartono dkk, 2009: 218). Kebijakan kolonial masa Raffles juga melakukan perubahan dibidang administrasi pemerintahan dengan mengganti fungsi para bupati dari pemungut pajak menjadi bagian pemerintahan masa Raffles yang mendapatkan gaji.

Sistem sewa tanah membawa dampak dan menimbulkan berbagai permasalahan. Reformasi pajak perseorangan yang dirasa terlalu terburu-buru mengakibatkan merosotnya pendapatan pajak pemerintah kolonial Inggris masa Raffles. Beberapa penyebab kegagalan dari pajak sewa tanah (land rent system) antara lain yaitu, dari pengukuran lahan sawah dan tegal pada tiap desa masih belum menyeluruh, sehingga dalam penarikan pajak menjadi tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kepala desa banyak yang masih buta huruf sehingga

(3)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan pendataan sewa tanah oleh petani (Vlekke, 2008:300). Kegagalan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles telah membawa pengaruh bagi masyarakat Jawa, inkonsistensi dari sistem sewa tanah dirasa tetap menindas dan jauh dari rasa kemanusiaan bagi penduduk di Jawa.

Permasalahan yang dibahas :

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam kajian dirumuskan sebagai berikut:

1. mengapa Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa?

2. bagaimana implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles?

3. bagaimana dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap sosial ekonomi masyarakat di Jawa?

Tujuan kajian :

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam kajian adalah:

1. untuk mengkaji mengapa Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa;

2. untuk mengkaji bagaimana implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles;

3. untuk mengkaji bagaimana dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap sosial ekonomi masyarakat di Jawa.

Manfaat kajian :

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan kajian di atas, maka manfaat yang diharapkan dari kajian adalah sebagai berikut:

1. bagi ilmu, kajian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu sejarah;

2. bagi pembaca, kajian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa pemerintah Thomas Stamford Raffles tahun 1811-1816;

3. bagi mahasiswa program studi sejarah dapat menambah wawasan khususnya pada mata kuliah sejarah Nasional Indonesia IV mengenai sistem

penguasaan tanah di Jawa pada masa pemerintah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles tahun 1811-1816;

4. bagi almamater Universitas Jember, dapat memberi informasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sebagai wujud nyata pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

B. METODE

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yaitu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

(Gottschalk, 1975:32). Langkah-langkah metode sejarah meliputi empat tahap, yaitu: (1) heuristik (pengumpulan sumber), (2) kritik, (3) interpretasi, (4) historiografi.

Langkah pertama yaitu heuristik, dengan melakukan pelacakan sumber dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan sistem penguasaan di Jawa masa pemerintahan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles tahun 1811-1816. Pengumpulan sumber dilakukan dengan mencari buku, laporan penelitian, dan jurnal yang diperoleh dari beberapa tempat. Sumber- sumber yang diperoleh buku (1) Sejarah Perkebunan di Indonesia (1991) karya Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, (2) Nusantara Sejarah Indonesia (2008) karya Bernard H. M. Vlekke, (3) Sejarah Kebudayaan Indonesia; Sistem Sosial (2009) karya Boedhihartono, dkk. (4) Sejarah Agraria (2013) karya Latifatul Izzah, (5) The History of Java (2014) karya Raffles, (6) Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa (2008) karya Tjondronegoro, S. M. P. dan Gunawan W. (7) Tanah dan Sistem Perpajakan Masa Kolonial Inggris (2001) karya Putri Agus Wijayati.

Langkah kedua adalah kritik. Peneliti harus melakukan penilaian terhadap sumber-sumber sejarah dari dua segi yakni, segi intern dan ekstern (Gottschalk, 1975:79). Sumber yang sudah diperoleh pada proses heuristik akan di uji mengenai keaslian sumber (kritik ekstern) dan pengujian tentang kesahihan sumber (kritik intern). Kritik ekstern dilakukan peneliti dengan pengujian aspek-aspek luar (bentuk fisik) pada sumber yang diperoleh. Kritik intern dilakukan peneliti untuk

(4)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

mengetahui kebenaran dari sumber, sehingga menghasilkan fakta yang dapat dipercaya (kredibel) dan dapat diandalkan (reliabel).

Langkah kritik menghasilkan pengklasifikasian buku-buku dalam sumber primer dan sekunder. Sumber primer buku karya Thomas Stamford Raffles (2014), dengan judul “The History of Java”. Sumber sekunder buku karya D.H. Burger (1962) “Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia”, buku karya Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo (1991) “Sejarah Perkebunan Di Indonesia”, buku karya Bernard H. M. Vlekke (2008)

Nusantara Sejarah Indonesia”, dan buku yang berjudul

Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV” karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (2011).

Langkah ketiga adalah melakukan interpretasi.

Interpretasi dilakukan dalam kajian untuk menetapkan fakta-fakta yang masih terpisah dan berdiri sendiri untuk dihubungkan menjadi satu kesatuan. Fakta satu dengan fakta lain akan dihubungkan hingga menjadi suatu bentuk hubungan yang logis, rasional, faktual dan kausalitas, sehingga diharapkan dapat membentuk kisah sejarah yang mendekati kebenaran. Fakta-fakta disusun secara kronologis dan membentuk fakta rasional dan faktual yang berdasarkan pada aspek pembahasan sebagai berikut: 1. mengapa Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa; 2. bagaimana implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles; 3.

bagaimana dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap sosial ekonomi masyarakat di Jawa.

Langkah keempat adalah historiografi.

Historiografi atau penulisan sejarah menurut Gottschalk (1975: 32) adalah rekonstruksi yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses. Hasil kajian adalah penyusunan kisah sejarah dalam bentuk karya ilmiah yang berupa skripsi secara sistematis adalah: Bab 1. Pendahuluan yang berisikan latar belakang, penegasan pengertian judul, ruang lingkup kajian, rumusan masalah, tujuan kajian, dan manfaat kajian. Bab 2. Tinjauan pustaka yang berisikan konsep-konsep atau review historiografi tentang sistem sewa tanah yang dilaksanakan pada masa Raffles di Jawa tahun 1811-1816 dengan menggunakan

pendekatan eknomi politik dan teori ketergantungan Paul Baran sebagai pisau analisis untuk menjawab rumusan masalah. Bab 3. Metode menggunakan metode sejarah yang memiliki empat tahap yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Bab 4. memaparkan faktor- faktor mengapa Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa. Bab 5. memaparkan pelaksanaan sistem sewa tanah di Jawa pada masa pemerintah Raffles tahun 1811-1816. Bab 6. mendeskripsikan dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811- 1816 terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat di Jawa. Bab 7. mendeskripsikan simpulan dan saran dari kajian.

C. PEMBAHASAN

Pada bagian ini dipaparkan mengenai hasil kajian tentang sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa pemerintah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles tahun 1811-1816.

1. Latar belakang sistem sewa tanah masa Raffles di Jawa tahun 1811

Raffles menjabat sebagai pemerintah di Jawa mulai tahun 1811-1815 dan telah membuat perubahan pada sistem pemerintahan kolonial di Indonesia dengan menjalankan prinsip liberal dengan memberikan kebebasan dan kepastian hukum pada petani untuk usaha.

Thomas Stamford Raffles melaksanakan kebijakan sistem sewa tanah dipengaruhi dari gagasan-gagasannya dalam menjalankan pemerintahan kolonial di Jawa. Pemerintah Raffles sebelum melaksanakan sistem sewa tanah, dilakukan pencarian data mengenai para petani, pertanahan dan semua informasi tentang penduduk Jawa.

Raffles membentuk satu komisi khusus di bawah komando Kolonel Mackenzie. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui data tentang kondisi hak milik atas tanah di pulau Jawa.

Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Mackenzie di wilayah Surabaya dan tanah-tanah kerajaan disebutkan bahwa tanah di Jawa adalah wewenang penguasa baik pribumi ataupun pemerintah kolonial.

Praktek yang menunjukkan beberapa hak dasar yang dimiliki penguasa, berhak menentukan pada siapa upeti atau bagi hasil itu akan diberikan, yaitu pada pihak-pihak

(5)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

tertentu yang hendak diberinya hadiah dari bagi hasil.

Hasil penelitian dari Mackenzie, memberikan asumsi bagi Raffles tentang pranata sosial penduduk Jawa yang dianggap mempunyai kesamaan dengan masyarakat India.

Raffles menyamakan antara sistem pertanahan, sistem sewa tanah, hak yang dimiliki penyewa dan tuan tanah yang ada di Jawa dengan di India. Pemerintahan Gubernur Jendral Lord Minto di India juga memberikan pengaruh bagi Raffles tentang sewa tanah di Jawa. Sistem ryotwari di India yang mengalami keberhasilan setelah Gubernur Jendral Lord Minto mengubahnya dengan menghapus tuan tanah (zemindar), sehingga pemerintah akan melaksanakan sistem sewa tanah dengan hubungan secara langsung antara pemerintah sebagai penguasa dan petani sebagai penyewa. Sistem ryotwari di India dengan peraturan baru memberikan pemukiman dan perlindungan dari pengusiran bagi rakyat-petani yang membayar biaya sewa kepada pemerintah.

Pelaksanaan sistem sewa tanah di Jawa menirukan konsep kekuasaan raja-raja Jawa, yaitu konsep kerajaan Mataram Islam. Kekuasaan raja-raja Mataram pada dasarnya bersifat absolut. Raja sebagai pembuat undang- undang, pelaksana undang-undang dan juga sebagai hakim. Raja-raja Mataram Islam menggunakan konsep Keagungbinataraan, yaitu kekuasaan yang dimata rakyat begitu besar sehingga mengakui raja sebagai pemilik segala sesuatu, baik harta benda maupun manusia.

Kekuasaan yang besar diartikan yang berwenang tertinggi di seluruh negeri dan kekuasaan yang seperti dewa, pemelihara hukum dan penguasa dunia. Konsep kekuasaan Jawa tentang kewenangan akan diimbangi dengan kewajiban yang diartikan memiliki budi luhur mulia dan sifat adil serta penuh kasih sayang terhadap semua makhluk (Moedjanto, 1987: 77). Pemerintah kolonial masa Raffles mengikuti konsep kekuasaan raja Jawa yang dapat dilihat pada prinsip Raffles dalam melaksanakan sistem sewa tanah yang memakai dasar kebebasan dan kepastian hukum. Sistem sewa tanah yang menjadi kebijakan politik masa Raffles menginginkan agar semua rakyat di Jawa merasakan asas kebebasan dan kepastian hukum. Sistem sewa tanah masa Raffles dalam prakteknya tidak sesuai dengan peraturan yang dibuat.

Sistem sewa tanah di Jawa tidak semua rakyat dapat

merasakannya, sehingga dapat diartikan bahwa Raffles hanya memakai konsep kekuasaan Jawa tentang kewenangan yang berarti melanggar konsep kekuasaan Jawa tentang kewajiban sebagai pemimpin.

Gagasan Raffles juga muncul dari pemahamannya pada sistem pajak atas tanah di Inggris, yang berasal dari gagasan Adam Smith, James Stuart Mill, Sinclair dan beberapa tokoh penggagas ekonomi politik pada abad 18.

Gagasan pemikir dari Inggris telah menjadi dasar pengenalan adanya ekonomi uang dan ekonomi liberal pada masyarakat Jawa. Arah pemikiran Raffles tentang liberal dipengaruhi oleh konsep dan teori David Ricardo (1772-1823) tentang “the rent of land”. Gagasan ini dikombinasikan dengan ide Thomas Robert Malthus (1766-1836) (Luthfi, 2011:30). Teori ekonomi ini digunakan oleh Raffles sebagai dasar dalam menjalankan sistem ekonomi baru di Jawa. Raffles melaksanakan sistem pajak tanah di Jawa dengan memberikan kepastian hukum. Petani yang ingin mengolah sawah atau lahan dikenakan biaya sewa tanah yang disesuaikan dengan nilai tanah. Aturan sewa tanah yang jelas diharapkan dapat menghindarkan petani dari kerugian, sehingga tingkat pendapatan dan produksi petani dapat meningkat.

Keinginan Raffles untuk mengubah kondisi kehidupan petani di Jawa agar lebih makmur dengan melaksanakan sistem sewa tanah dilandasi oleh cita-cita revolusi Prancis. Revolusi Prancis mempunyai semboyan Liberte, Egalite and Fraternite. Raffles lebih pada pelaksanaan semboyan tentang Liberte yang berarti kebebasan (Poesponegoro dan Notosusanto, 2011:345).

Kebebasan secara politis adalah suatu kemerdekaan seseorang dan barang serta ketentuan hukum. Raffles mewujudkan kebebasan itu dalam bentuk sistem sewa tanah yang pada dasarnya akan memberikan kebebasan bagi petani dalam berusaha. Petani memperoleh kebebasan dalam menanam dan menjual hasil tanamannya, dengan kepastian hukum yaitu, pemerintah sebagai pemilik tanah akan menyewakan tanah dengan ketentuan pajak yang diberlakukan.

Pengaruh ide-ide Raffles juga tidak terlepas dari Dirk Van Hogendorp, seorang pejabat pemerintah masa kolonial Belanda. Hogendorp pernah merencanakan ketentuan hukum atas tanah ketika menjabat sebagai

(6)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

pemerintah kolonial Belanda tahun 1799. Semasa menjabat, Hogendorp melihat bahwa stelsel feodal di Indonesia telah mematikan segala kemauan berusaha.

Hogendorp menginginkan penghapusan sistem monopoli dan paksaan yang telah dilaksanakan oleh kolonial Belanda. Monopoli dan paksaan harus diganti dengan kebebasan dan kepastian hukum. Kebebasan yang diharapkan adalah kebebasan bertanam dan bekerja, kebebasan dalam mempergunakan hasil usahanya.

Sedangkan kepastian hukum diberikan untuk melindungi petani dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kepala daerah (Burger, 1962:128). Monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Belanda memaksa para petani harus menjual hasil dagangannya hanya kepada pihak Belanda. Bagi orang-orang Eropa yang lain tidak dapat ikut berdagang dengan penduduk pribumi. Pihak Belanda juga memiliki kewenangan dalam menentukan harga barang-barang yang dijual oleh penduduk pribumi di Jawa.

2. Pelaksanaan sistem sewa tanah masa Raffles di Jawa tahun 1812-1813

a. Aspek-aspek kebijakan

Pelaksanaan sistem sewa tanah mengandung tiga aspek, yaitu penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan barat, pelaksanaan pemungutan sistem sewa, dan penanaman tanaman dagangan untuk diekspor (Poesponegoro dan Notosusanto, 2011:348). Aspek pertama, adalah pergantian pemerintahan tidak langsung yang sebelumnya diselenggarakan melalui raja-raja dan kepala-kepala tradisional dengan suatu pemerintahan yang langsung. Fungsi-fungsi raja, bupati dan kepala desa terhadap petani digantikan oleh pegawai-pegawai Eropa.

Perubahan sistem administrasi pemerintahan kolonial Inggris adalah bupati dijadikan sebagai bagian dari pemerintah yang memperoleh gaji berupa uang.

Ketatanegaraan dengan bentuk Eropa yang menggunakan sistem sentralisasi menjadikan bupati dan pateh hanya sebagai pegawai umum pemerintahan. Fungsinya sebagai pembantu dan mendampingi residen untuk memberikan pendapat dalam pemeriksaan pengadilan, dan tidak memiliki andil dalam pembuatan keputusan (Raffles, 2014:186).

Aspek kedua, adalah pelaksanaan pemungutan sewa tanah yang menggunakan penetapan pajak secara perseorangan. Kepastian hukum diberikan pada masa Raffles agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam pemungutan pajak. Sistem sewa tanah akan mereformasi aturan pembayaran sewa tanah dengan lebih jelas.

Pembayaran pajak akan menggunakan uang, tetapi diperbolehkan juga menggunakan hasil panen tanamannya dengan ketentuan nilai barang ditafsir harga terendah di pasaran. Standar perhitungan umum sewa tanah adalah sebagai berikut: (Raffles, 2014: 99)

Untuk lahan sawah.

Jenis pertama... ½ hasil produksi Jenis kedua... 2/5 hasil produksi Jenis ketiga... 1/3 hasil produksi Untuk lahan tegal.

Jenis pertama... 2/5 hasil produksi Jenis kedua... 1/3 hasil produksi Jenis ketiga... 1/4 hasil produksi

Aspek ketiga adalah promosi penanaman tanaman- tanaman perdagangan untuk ekspor dan kebebasan dalam menjual hasil tanaman di pasar bebas. Raffles memberlakukan suatu sistem pertanian yang atas kehendak sendiri, dengan menanam tanaman dagang (cash crops) yang dapat diekspor ke luar negeri.

Pemerintah kolonial hanya cukup menciptakan segala pasar yang diperlukan guna merangsang para petani untuk menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.

Beberapa tanaman yang biasa ditanam oleh petani, diantaranya seperti kopi, padi, jagung, tebu, pohon aren, pohon kelapa, lada, nila, tembakau dan lain-lain.

Tanaman-tanaman itu sebagian merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran (Poesponegoro dan Notosusanto, 2011:346).

b. Pelaksanaan kebijakan

Pelaksanaan sistem sewa tanah wilayah Jawa Barat di daerah Cirebon memperoleh pendapatan dengan jumlah kotor 218,736 J.Rs. dan dikurangi 34,270 J. Rs.

karena perkiraan nilai tanah-tanah yang diberikan kepada para kepala desa, sehingga hasil bersih dari sewa tanah memperoleh 184,466 J.Rs. Pelaksanaan sistem sewa tanah tidak dijalankan di Pariangan, pemberian kontrak dari

(7)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

pemerintah kepada kepala desa yang diharuskan untuk menanam kopi. Hasil survey yang dilakukan pada masa Raffles, produksi kopi diperkirakan menghasilkan 75.000 karung(50 kg) kopi bagi pasar Eropa (Raffles, 2014: 596).

Pelaksanaan sistem sewa tanah wilayah Jawa Tengah diantaranya: daerah Tegal, Brebes, Pemalang pada tahun 1813 memperoleh jumlah 180,489 J.Rs. per tahun dengan pemotongan 21,111 J.Rs. untuk diberikan kepada para kepala daerah sebagai kompensasi. Total bersih yang diperoleh dari hasil sewa tanah adalah 159,378 J.Rs. Penyelesaian sewa tanah di Karesidenan Semarang, tanah disewakan kepada kepala desa untuk satu tahun, dan perolehan hasil kotor sewa tanah adalah 150,235 Sp. drs., atau 330,517 J.Rs. pendapatan pada masing-masing daerah antara lain: Demak dan Kendal berjumlah 37,027 Sp. drs. dan 23,527 Sp. drs. dan Semarang berjumlah 89,681 Sp. drs. Keseluruhan untuk Karesidenan Semarang terdiri atas hasil kotor 150,235 Sp.

drs., dengan dipotong 10.000 drs. Sp. atau 22.000 J.Rs.

untuk diberikan kepada tiga bupati sebagai kompensasi, dan 3.000 Sp. drs. atau 2% untuk komisi Eales sebagai collecteur. Pendapatan bersih pada residensi Djepara adalah 118,379 Sp. drs., atau 260,433 J. Rs., dengan dipotong 16,336 Sp. drs., atau 35,939 J. Rs. sebagai jumlah kompensasi yang harus dibayarkan kepada Bupati dan kepala. Pendapatan bersih Ulujami adalah sekitar 18.000 dan 20.000 drs. Sp. Penilaian sewa tanah di Ulujami telah selesai, dan dilanjutkan dengan penyelesaian serupa di Batang dan Wiradesa. Penilaian sewa tanah diresidensi Pekalongan pada tahun 1813 secara keseluruhan adalah 260,338 J. Rs. Penilaian pajak sewa tanah di Kedu pada bulan Februari tahun 1814 diperoleh pendapatan kotor sebesar 419,760 J. Rs., dan penilaian sewa tanah di daerah Grobogan, Djipang dan Wirosari yang disetorkan pada awal tahun 1814 diperoleh sebesar 150.000 J.Rs (Bastin,1954: 169).

Pelaksanaan sistem sewa tanah wilayah Jawa Timur untuk penilaian bruto hasil pajak sewa tanah di Gresik adalah sebesar 605,404 J.Rs., setelah ada pemotongan 72,302 J.Rs. sebagai kompensasi bagi para pimpinan, sewa lahan bersih diperoleh sebesar 533,102 J.Rs. sedangkan di Surabaya memperoleh pemasukan sebesar 1.236.000 setelah dikurangi dengan biaya

operasional sebesar 14%. Total hasil sewa lahan di daerah Pasuruan, Malang dan Ontang adalah 530,000 J. Rs., dengan pajak dari properti 20.000 J.Rs. Penilaian sewa tanah di Probolinggo, Besuki Panarukan, Puger dan Lumadjang adalah sebesar 560.000 J.Rs. Ada juga pajak properti sebesar 24.000 J.Rs. Penilaian untuk sewa tanah di Banyuwangi sebesar 52.000 J.Rs. dan 6.000 J.Rs. untuk pajak properti.

3. Dampak sistem sewa tanah masa Raffles di Jawa a. Segi ekonomi

Sistem sewa tanah yang dijalankan oleh Raffles membawa dampak dari segi ekonomi bagi masyarakat Jawa. Pelaksanaan sewa tanah tidak dilakukan pada seluruh daerah pemerintah kolonial Inggris di Jawa.

Daerah sekitar pusat pemerintah di Batavia misalnya, yang tidak menerapkan sistem sewa tanah karena masih banyak yang menjadi tanah partikelir. Daerah Priangan di Jawa barat yang tetap melaksanakan tanam wajib kopi, karena hasil ekspor yang memberikan keuntungan sangat besar bagi pemerintah (Burger, 1962:134). Prinsip-prinsip sistem sewa tanah untuk memberikan kepastian hukum pada kenyataannya tidak dapat diwujudkan. Kekuasaan bupati masih digunakan untuk kelancaran pajak sewa tanah yang dijalankan di pulau Jawa. Petani hanya digunakan sebagai alat untuk memperbesar hasil produksi barang ekspor dengan kebijakan sistem sewa tanah.

Kesulitan keuangan juga dialami oleh Raffles setelah melaksanakan kebijakan sistem sewa tanah yang berakibat pada penjualan tanah-tanah milik pemerintah kepada orang-orang Cina dan Eropa. Kehidupan ekonomi masyarakat Jawa masih belum sepenuhnya terbuka, hubungan masyarakat masih bersifat komunal.

Masyarakat petani di Jawa mengolah sawah hanya untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarganya, tanpa ada pikiran untuk meningkatkan hasil produksi agar taraf kehidupan menjadi lebih baik. Petani merasa kesulitan dengan pasar bebas yang diterapkan pemerintah. Hasil produksi terkadang sedikit dan petani tidak mampu menjual barang, sehingga tidak dapat menghasilkan uang yang cukup untuk membayar pajak.

b. Segi politik

(8)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

Sistem sewa tanah masa Raffles telah membawa dampak pada segi politik. Pemerintah kolonial masa Raffles di Jawa membuat tindakan keras kepada raja-raja di Jawa. Kedaulatan kerajaan di Jawa di paksa agar masuk ke wilayah pemerintahan kolonial Inggris. Raffles mengambil sebagian besar kekuasaan raja untuk membantu pemerintah kolonial Inggris dengan menjadikan raja sebagai pegawai pemerintahan yang mengatur urusan internal di daerah kerajaan. Kerajaan di Jawa yang dihapus oleh Raffles adalah Kesultanan Banten, Sultan Achmad diturunkan dari tahtanya karena dianggap sebagai seorang pemberontak yang mengganggu keamanan dan diasingkan ke Banda. Dua tahun berikutnya Kesultanan Cirebon direbut dan dimasukkan dalam wilayah pemerintah Inggris (Soeroto, 1966:154).

Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta merupakan kerajaan dengan sistem pemerintahan sendiri, oleh Raffles kedua kerajaan itu ingin dimasukkan dalam wilayah pemerintah kolonial Inggris. Yogyakarta dan Surakarta sebelumnya sudah kehilangan sebagian wilayah kekuasaan saat pulau Jawa masih dibawah pemerintah kolonial Belanda. Pergantian pada pemerintah Raffles timbul krisis pada tahun 1812, sehingga diambil tindakan dengan menyerbu Yogyakarta dan memaksa Sultan Sepuh turun tahta serta dibuang ke pulau Pinang. Sultan Hamengku Buwono III kembali naik tahta, tetapi Sultan harus menandatangani perjanjian baru pada tanggal 1 Agustus 1812, yang antara lain berisi bahwa daerah Madiun, Kedu, sebagian Semarang, Rembang dan Surabaya diserahkan kepada pemerintah Inggris.

Kekuasaan Yogyakarta semakin berkurang setelah pendirian kerajaan kedua oleh Raffles. Adik Sultan Sepuh atau Pangeran Notokusumo diangkat sebagai penguasa negara anakan Sultan Yogya dengan gelar Paku Alam I yang diterima pada tahun 1813. Kekuasaan Notokusumo sama seperti Mangkunegara yang memegang satu wilayah kecil sebagai negara anakan Susuhunan sejak 1756.

c. Segi sosial-budaya

Masyarakat pulau Jawa sebelum kedatangan Raffles pada tahun 1800-an, kehidupan ekonominya memiliki dua bentuk yaitu, ikatan desa dan ikatan feodal.

Ikatan desa adalah bentuk kehidupan ekonomi yang

sedarhana dari masyarakat tani yang menghasilkan barang hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Masyarakat petani di desa sangat menjunjung tinggi sifat gotong royong, sehingga perjanjian atau kontrak dalam bentuk sewa tanah jarang terjadi tetapi lebih kepada bagi hasil. Perdagangan juga sangat jarang dilakukan, hanya sedikit sekali terjadi beberapa pertukaran hasil panen tani antara penduduk suatu desa dengan desa lain. Ikatan desa dapat juga dikatakan sebagai hubungan antar petani yang saling membantu untuk menjaga kerukunan desa.

Kehidupan ekonomi di Jawa berikutnya adalah ikatan foedal yaitu, organisasi yang mengatur atau pranata masyarakat Jawa yang mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan kerajaan. (Burger, 1962: 93-94).

Struktur feodal masyarakat Jawa mengalami perubahan ketika kedatangan Raffles yang menguasai Jawa pada tahun 1811 sampai 1816. Kebijakan-kebijakan politik baru mulai diperkenalkan oleh Raffles. Ideologi liberal dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberi kebebasan menjadi dasar kebijakan Raffles. Politik liberal yang diinginkan oleh Raffles dalam pelaksanaannya adalah merombak seluruh struktur tradisional dan feodal diganti dengan sistem baru yang didasarkan atas prinsip legal-rasionalitas.

(Kartodirdjo, 1999: 293). Raffles menggantikan dengan bentuk administrasi modern atau Barat. Bupati dijadikan sebagai pegawai pemrintahan yang mengurusi tatanan pada pemerintahan seperti, administrasi hukum, keamanan dan sarana dan prasarana pada masing-masing wilayah di pulau Jawa. Orang-orang Eropa kepercayaan Raffles menjadi seorang residen untuk mengurus administrasi perpajakan tentang sewa tanah di setiap kabupaten dengan dibantu oleh seorang collecteur yang bertugas sebagai pemungut pajak terhadap petani di desa.

Sistem sewa tanah oleh Raffles yang menggunakan kesepakatan sewa dalam bentuk kontrak antara pihak pemerintah dengan petani telah membawa perubahan bagi masyarakat Jawa. Masyarakat petani di Jawa harus mulai beradaptasi dengan aturan-aturan baru dibawah pemerintah Raffles, karena pada masa sebelumnya petani tidak mengenal sistem sewa tanah.

Petani menggarap sawah sesuai dengan lahan yang sudah dibuka atau mengerjakan tanah milik pembuka lahan

(9)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

pertama dengan perolehan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan pertama. Pengenalan sistem sewa tanah oleh Raffles meskipun pada akhirnya mengalami kegagalan, tetapi banyak perubahan yang telah dirasakan oleh masyarakat Jawa. Petani mulai mengenal akan kebebasan dalam bertani dan menjual hasilnya, mengenal bentuk pembayaran pajak dengan uang, serta mengenal sistem sewa tanah dalam bentuk kontrak yang merupakan wujud tentang kepastian hukum.

D. PENUTUP 1. Simpulan

Latar belakang Raffles membuat kebijakan sistem sewa tanah di Jawa muncul dari gagasan-gagasan yang miliki Raffles. Raffles ingin memberikan kemakmuran bagi rakyat dengan menghapuskan sistem penyerahan paksa dan tanam wajib yang dijalankan oleh William Daendels. Ide-ide Raffles timbul dari pemikirannya yang liberal dan dilandasi oleh cita-cita Revolusi Prancis dengan semboyan liberte, egalite dan fraternite.

Pemikiran Raffles juga dipengaruhi oleh seorang pejabat pada masa pemerintah Kolonial Belanda, Dirk Van Hogendorp yang ingin menjalankan kebijakan dengan asas kebebasan dan kepastian hukum. Ide-ide Raffles juga mendasarkan pada keberhasilan pemerintah Kolonial Inggris yang melaksanakan sistem sewa tanah di India dan asumsi Raffles tentang kesamaan pratana sosial antara masyakat Jawa dengan di India.

Implementasi sistem penguasaan tanah di Jawa pada masa Raffles memiliki aspek dan pelaksanaan kebijakan. Aspek pertama adalah pelaksanaan administrasi pemerintahan yang menggunakan model Barat. Raffles mengubah sistem pemerintahan dari bentuk desentralisasi menjadi sentaralisasi. Bupati atau penguasa daerah menjadi bagian pemerintah dan adanya pegawai- pegawai Eropa yang menjadi Residen dan collecteur yang bertugas memungut pajak. Aspek kedua adalah pelaksanaan pemungutan sistem sewa tanah. Pemerintah membedakan tanah menjadi dua, yaitu sawah dan lahan dengan pajak yang dibagi menjadi tiga kelas sesuai dengan tingkat kesuburan. Aspek ketiga adalah penetapan kepastian tanaman komoditas yang ditanam oleh petani di Jawa. Pelaksanaan sistem sewa tanah di Jawa terbagi

dalam tiga wilayah, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Pelaksanaan di Jawa Barat meliputi daerah Cirebon. Jawa Tengah meliputi daerah Tegal, Brebes, Pemalang, Semarang Kendal, Demak, Djepara, Djuwana, Kudus, Pekalongan,Ulujami, Batang, Kedu, Grobogan, Djipang, Dan Wirosari. Jawa Timur meliputi Surabaya, Besuki, Panarukan, probolinggo, Puger dan Banyuwangi.

Sistem sewa tanah dijalankan pada seluruh pulau Jawa kecuali untuk daerah Pariangan Jawa Barat dan wilayah kekuasaan penguasa pribumi di Surakarta dan Yogyakarta Dampak penerapan sistem penguasaan tanah pada masa Raffles tahun 1811-1816 terhadap ekonomi, politik dan sosial budaya di Jawa. Sistem sewa tanah membawa dampak pada segi ekonomi, yaitu penggunaan mata uang sebagai alat pembayaran pajak dan tidak lancarnya peredaran uang pada beberapa daerah di Jawa. peredaran uang yang tidak lancar menyebabkan terjadinya kesulitan bagi masyarakat untuk kebutuhan pokok dan tanggungan pembayaran pajak sewa tanah. Dampak pada segi politik adalah terjadinya pembatasan kekuasaan raja-raja pribumi. Pembetasan kekuasaan pribumi berlaku pada Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Pembatasan tersebut berkaitan dengan kekuasaan raja atas tanah di wilayahnya. Dampak pada segi sosial-budaya adalah menurunnya hubungan antara penguasa pribumi dengan masyarakatnya. Masyarakat dilarang untuk berhubungan langsung dengan penguasa daerah, khususnya dalam upeti kepada pemerintah. Masa penjajahan Raffles tetap mengalami kemiskinan karena sistem pajak yang mengikat.

2. Saran

Berkaitan dengan simpulan diatas, maka penulis dapat menyampaikan beberapa saran:

a. Bagi mahasiswa sejarah

Sebagai calon guru sejarah, hendaknya selalu belajar tentang berbagai disiplin-disiplin ilmu yang mendukung terhadap kompetensi pembelajaran sehingga dapat menunjang profesionalismenya sebagai guru sejarah yang professional.

b. Bagi generasi penerus

(10)

Stamford Raffles Tahun 1811-1816

Sebagai generasi penerus bangsa, alangkah baiknya untuk terus belajar sejarah bangsa Indonesia agar memiliki rasa nasionalisme dan memahami arti penting keprihatinan kondisi masyarakat Jawa pada masa penjajahan Raffles. Kesadaran tersebut diharapkan untuk membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia di masa mendatang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Mohammad Anas Sururi mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Kayan Swastika, M.Si dan Bapak Drs. Sumarjono, M.Si yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan saran dengan penuh kesabaran demi terselesainya jurnal ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah membantu penulis menjadi observer dan memberikan semangat untuk terselesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bastin, J.S. 1954. The Development Of Raffles Idea On The Land Rent System In Java And The Work Of The MacKenzie Land Tenure Commission. ‘s- Gravenhage: De Nederlandsche Boek En Steendrukkerij V.H.HL.

[2] Boedhihartono, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia; Sistem Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

[3] Burger, D. H. 1962. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Jilid I. Terjemahan Prajudi Atmosudirdjo.

Jakarta: Pradnjaparamita.

[4] Gottschalk, L. 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: UIPRESS.

[5] Kartodirdjo, S. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; dari Emperium sampai Imperium Jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

[6] Kartodirdjo, S. dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.

[7] Luthfi, A. N. 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria. Yogyakarta: Pustaka Ifada.

[8] Moedjanto, G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa Penerapannya Oleh Raja-Raja Mataram.

Yogyakarta: Kanisius.

[9] Poesponegoro, M. D. dan Nugroho N. 2011. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka

[10]Raffles, T. S. The History Of Java. 2014.

Terjemahan Hamonangan Simanjuntak. Jakarta:

Penerbit Narasi.

[11] Soeroto. 1966. Indonesia Ditengah-Tengah Dunia dari Abad Keabad. Jakarta: Djambatan.

[12] Tjondronegoro, S. M. P. dan Gunawan W. 2008.

Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

[13] Vlekke, B. H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia.

Terjemahan Samsudin Berlian. Jakarta: PT.

Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Bambang : Sistem usaha tani mina padi ikan mas studi kasus di desa Totap Majawa kecamatan tanah Jawa kabupaten Simalungun, 2003 USU e-Repository © 2008... Bambang : Sistem usaha

Kerangka Berpikir Sistem Pemantau Pertumbuhan Pohon Di Area Hutan Penampung Air Tanah Menggunakan Metode Inderaja dan Sistem Informasi Geografis Di Wilayah Provinsi Jawa

Penelitian ini bertujuan untuk:1) Mengetahui trend perkembangan Pajak Daerah Tingkat I di Pulau Jawa dalam masa otonomi daerah tahun anggaran 2001– 2005; 2) Mengetahui trend

Dampak negatif dari Sistem Tanam Paksa dalam bidang sosial- budaya, yaitu mengenai pengalihan tanah, pengerahan tenaga kerja, pertumbuhan dan penurunan jumlah penduduk Jawa,

Dalam merancang sistem pendukung keputusan penentu jurusan pada SMA Swasta Binaguna Tanah Jawa, peneliti menggunakan 20 data untuk menentukan penilaian dari masing-masing kriteria

Dalam hukum Islam, praktik yang dijalankan oleh Pemandu Gunung Jawa Timur Di Komunitas JPF (Jejak Pendaki Fakir) Nusantara Surabaya ini, permasalahan yang muncul di sistem

Menurut pengamatan peneliti setiap layanan yang diberikan oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur masih menerapkan sistem Man To Man sehingga layanan yang diberikan

RELEVANSI SISTEM KASTA DALAM BABAD TANAH JAWI DENGAN KEPRIBADIAN MASYARAKAT JAWA Athaalia Rananur Salsabilla Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan