TREND PERKEMBANGAN KOMPONEN-KOMPONEN PENDAPATAN
ASLI DAERAH DALAM MASA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005
Studi Kasus : Pemerintah Daerah Tingkat I Pulau Jawa
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh
Irwan Nugroho
NIM : 021324036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2007
ii
iv
ﺒﺳﻢ
اﷲ
اﻠﺮﺤﻤناﻠﺮﺤﻴﻢ
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada Allah S.W.T yang
senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah serta Innayah yang
tiada henti. Junjunganku Nabi Besar Muhammad S.A.W yang
memberikan suri teladan serta tuntunan menuju ke jalan yang
terang.
Orang-orang yang sangat berarti dalam perjalanan hidupku:
Kedua Orang Tua Ku:
Bapak Djomono, S.Pd. dan Ibu Catharine Puji H, S.Pd, yang
selalu menyebut namaku dalam setiap sujud dan do’anya.
Adikku Tersayang: Ari Nugroho dan Triyanti Meyta Putri
My Beloved: Diah Puspita Sari, terimaksih atas kebersamaan
terindah dalam cinta dan kasih sayang
Keluarga Besar ku yang aku sayangi di Yogya dan di Paiton
Teman-teman terbaikku dan seperdjoeanganku di PEK’02
na
ini kepada A l l ah S .
vi
ABSTRAK
TREND PERKEMBANGAN KOMPONEN-KOMPONEN PENDAPATAN
ASLI DAERAH DALAM MASA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Studi Kasus: Pemerintah Daerah Tingkat I Pulau Jawa
Irwan Nugroho Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini bertujuan untuk:1) Mengetahui trend perkembangan Pajak Daerah Tingkat I di Pulau Jawa dalam masa otonomi daerah tahun anggaran 2001– 2005; 2) Mengetahui trend perkembangan Retribusi Daerah Tingkat I Pulau Jawa dalam masa otonomi daerah tahun anggaran 2001 – 2005; 3) Mengetahui trend perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah Tingkat I Pulau Jawa dalam masa otonomi daerah tahun anggaran 2001 – 2005; 4) Mengetahui tren perkembangan Lain-lain PAD yang Sah Tingkat I Pulau Jawa dalam masa otonomi daerah tahun anggaran 2001 – 2005.
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Propinsi DIY dan internet. Data yang diperoleh dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan metode trend kuadrat terkecil / Least Square Method.
Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa:
1) Trend Perkembangan Pajak Daerah Tingkat I Pulau Jawa meningkat yaitu Propinsi DIY tahun anggaran 2001–2005 meningkat sebesar 0,66% per tahun, Propinsi Jawa Timur meningkat sebesar 0,52% per tahun, dan Propinsi DKI Jakarta meningkat sebesar 0,7% per tahun.
2) Trend Perkembangan Retribusi Daerah Tingkat I Pulau Jawa meningkat yaitu Propinsi DIY tahun anggaran 2001–2005 meningkat sebesar 0,08% per tahun, Propinsi Jawa Timur meningkat sebesar 1,21% per tahun, dan Propinsi DKI Jakarta menurun sebesar 0,26% per tahun.
3) Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah Tingkat I Pulau Jawa meningkat yaitu Propinsi DIY tahun anggaran 2001–2005 meningkat sebesar 0,03% per tahun, Propinsi Jawa Timur meningkat sebesar 0,18% per tahun, dan Propinsi DKI Jakarta meningkat sebesar 0,14% per tahun.
4) Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah Tingkat I Pulau Jawa menurun yaitu Propinsi DIY tahun anggaran 2001–2005 menurun sebesar 0,87% per tahun, Propinsi Jawa Timur menurun sebesar 1,92% per tahun, dan Propinsi DKI Jakarta menurun sebesar 0,58% per tahun.
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT TREND OF ORIGINAL LOCAL INCOME COMPONENTS IN THE AUTONOMY PERIOD IN 2001-2005
A Case Study : Provinces In Java
Irwan Nugroho Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
This research aims to know : 1) The Trend Development of Provincial Government Tax Revenue in Java in the autonomy era during 2001-2005 ; 2) The Trend Development of the Provincial Government Retribution in Java, in the autonomy era during 2001-2005; 3) The Trend Development of Provincial Public Corporate and Provincial Wealth in Java, in the autonomy era during 2001-2005; (4) The Trend Development of Other Provincial Original Revenues of Provinces in Java, in the autonomy era during 2001-2005.
Data gathering procedure applied in this study was documentation taken from Statistical Center Bureau in Special Region of Yogyakarta and internet. The gathered data were analyzed by the Trend Least Square Method.
Based on the analysis, it is found that :
1. The Trend Provincial Government Tax Revenue in Java in the autonomy era during 2001-2005 increased. In Special Region of Yogyakarta increased 0,66% annually. In the Province of East Java 0,52% annually, and in DKI Jakarta 0,7% annually.
2. The Trend Provincial Government Retribution in Java, in the autonomy era during 2001-2005 increased. In Special Region of Yogyakarta 0,08% annually. In The Province of East Java 1,21% annually, but in DKI Jakarta decreased 0,26% annually.
3. The Trend Development of Provincial Public Corporates and Provincial Wealth in Java, in the autonomy era during 2001-2005 increased. In Special Region of Yogyakarta 0,03% annually. In the Province of East Java 0,18% annually, and in DKI Jakarta 0,14% annually.
4. The Trend Development of Other 0fficial Original Revenues of
provinces in Java, in the autonomy era during 2001-2005 a decreased. In Special Region of Yogyakarta 0,87% annually. In Province of East Java 1,92% annually, and in DKI Jakarta 0,58% annually.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya yang berjudul “ Trend Perkembangan Komponen Pendapatan Asli
Daerah Dalam Masa Otonomi Daerah ” ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, masukan, serta dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph. D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, dan Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial serta sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
3. Bapak Y.M.V. Mudayen, S.Pd sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis.
4. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si sebagai Dosen Tamu yang telah banyak memberikan masukan, saran kepada penulis.
5. Ibu Parijem, Staf BPS yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian di BPS.
6. Bapak Rubiyanto, Bapak Teguh Dalyono, Bapak Markiswo, Bapak Singo, Ibu Catur, Ibu Wigati, sebagai Dosen Pendidikan Ekonomi.
7. Petugas Sekretariat Pendidikan Ekonomi yaitu Mbak Titin dan Pak Wawiek 8. Bapak dan Ibuku (Mr.DJ&Mrs.Cath) yang telah memberikan semangat, doa,
cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang sangat besar terhadap penulis. 9. Adik-adikku (Gorilaz dan Getiz Ndut) yang telah memberikan banyak doa,
kasih sayang, serta semangat kepada penulis.
10.Ithathayank yang telah memberikan, semangat, kasih sayang, perhatian, kesabaran dan selalu membantu dalam penulisan skripsi ini.
11.Keluargaku di Narada 16, Paker – Mulyodadi, Bantul yang telah memberikan dorongan, kasih sayang, serta doa kepada penulis.
12.Teman-teman Terbaikku dan Seperjuangan ku di PE ’02 ( Andi Gondez beserta adiknya tersayang Harjantoez, Aristoez, Mbah Yunartoez, Tatagoez, Willyz (ra Mbojo wae, mengko kentekan hormon ndang digarap skripsine), Bale2antoez, To2x, Herioz, Didixz, Mbah Endrowijoyo (kapan le lu2s???), Ulpha, Elen, Nophex, Erwin, Tas Kresen, Kristin Ndut, Tri Kriboz, Lan karo cah2 PE’01 koyo si Phe, Intuk mawut, Joyo, Ronald, Stip, Dion, Edi, Agung, Joyo, Sigit, Ho2x (nglarung joko), Kaka dst….toex semua anak-anak PE ‘02)
Just Keep Yours Spirit to Struggle n Never Give Ups until the end, guys…: P 13.Konco2 dolanku, Duo Burukz (Koko n Kocexz), Kobizz Saha Iteng Areng,
Suprex&John Angkring, Mas Mokondo, Uun&Ucil FC, Bakso Supri Crew lan sak teruse!!
x
14.Kaconk Racing Team alias N 3631 NE yang telah memberikan tumpangan tuk ngalor-ngidul.
15.ATM BNI UGM, Karangmalang, Jalan Solo dan Vikita sebagai keran dana segar yang bersedia di “gesek2”.
16.Amanda Net, bwt layanannya dalam membantu surfing, browsing, data-data. 17.Semua pihak yang telah membantu dan hingga selesainya penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT dan kekurangan hanya milik q-ta, bila ada saran dan kritik dari pembaca penulis akan terima tapi penulis tidak akan hiraukan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 9 Oktober 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN MOTTO... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
DAFTAR GRAFIK... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II LANDASAN TEORI... 7
A. Perubahan Ketatanegaraan di Indonesia ... 7
1. Lahirnya Otonomi Daerah ... 7
xii
a) Dasar Hukum Otonomi Daerah... 11
b) Prinsip-prinsip Pemberian Otonomi Daerah ... 11
2. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah... 16
B. Reformasi Sistem Keuangan Daerah (APBD) ... 18
C. Pendapatan Asli Daerah sebagai Indikator Keberhasilan Otonomi Daerah... 21
D. Hasil Penelitian Terdahulu... 24
E. Kerangka Pemikiran... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 33
A. Jenis Penelitian... 33
B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data ... 33
C. Data yang Dibutuhkan ... 34
D. Populasi dan Sampel ... 34
E. Teknik Pengumpulan Data... 35
F. Teknik Analisis Data... 35
BAB IV GAMBARAN UMUM... 42
A. Keuangan Daerah Propinsi D.I.Yogyakarta... 42
B. Keuangan Daerah Propinsi Jawa Timur... 46
C. Keuangan Daerah Propinsi DKI Jakarta ... 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 65
A. Analisis Data ... 65
1. Trend Perkembangan Pajak Daerah 2001-2005 a) Propinsi D.I Yogyakarta ... 66
b) Propinsi Jawa Timur ... 69
c) Propinsi DKI Jakarta ... 73
2. Trend Perkembangan Retribusi Daerah 2001-2005 a) Propinsi D.I Yogyakarta ... 77
b) Propinsi Jawa Timur ... 81
c) Propinsi DKI Jakarta ... 85
3. Trend perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 2001-2005 a) Propinsi D.I Yogyakarta ... 89
b) Propinsi Jawa Timur ... 93
c) Propinsi DKI Jakarta ... 97
4. Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah a) Propinsi D.I Yogyakarta ... 101
b) Propinsi Jawa Timur ... 105
c) Propinsi DKI Jakarta ... 109
B. Pembahasan 1. Pembahasan Masalah Pertama ... 113
2. Pembahasan Masalah Kedua... 128
3. Pembahasan Masalah Ketiga ... 144
4. Pembahasan Masalah Keempat... 163
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 185
B. Keterbatasan Penelitian... 187
xiv
C. Saran... 188
DAFTAR PUSTAKA... 189
DAFTAR TABEL
Tabel V.1 Realisasi Pajak Daerah Propinsi DIY
tahun 2001-2005 ... 66 Tabel V.2 Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi DIY
tahun 2001-2005 ... 66 Tabel V.3 Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah
Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 69 Tabel V.4 Realisasi Pajak Daerah Propinsi Jawa Timur
tahun 2001-2005 ... 70 Tabel V.5 Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi Jawa Timur
tahun 2001-2005 ... 70 Tabel V.6 Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah
Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 73 Tabel V.7 Realisasi Pajak Daerah Propinsi DKI Jakarta
tahun 2001-2005 ... 74 Tabel V.8 Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi DKI Jakarta
tahun 2001-2005 ... 74 Tabel V.9 Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah Propinsi DKI
Jakarta tahun 2010-2020 ... 77 Tabel V.10 Realisasi Retribusi Daerah Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 78 Tabel V.11 Trend Perkembangan Retribusi Daerah Propinsi DIY
tahun 2001-2005 ... 78 Tabel V.12 Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 81 Tabel V.13 Realisasi Retribusi Daerah Propinsi Jawa Timur tahun
2001-2005 ... 82 Tabel V.14 Trend Perkembangan Retribusi Daerah Propinsi Jawa
Timur tahun 2001-2005... 82 Tabel V.15 Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
xvi
Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 84 Tabel V.16 Realisasi Retribusi Daerah Propinsi DKI Jakarta
tahun 2001-2005 ... 85 Tabel V.17 Trend Perkembangan Retribusi Daerah Propinsi DKI Jakarta
tahun 2001-2005... 86 Tabel V.18 Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020... 88 Tabel V.19 Realisasi Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah
Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 89 Tabel V.20 Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah
Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 90 Tabel V.21 Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD
dan Kekayaan Daerah Propinsi DIY tahun 2010-2020... 92 Tabel V.22 Realisasi Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah
Propinsi Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 93 Tabel V.23 Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan
Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2001-2005... 94 Tabel V.24 Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD dan
Kekayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020... 97 Tabel V.25 Realisasi Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2001-2005... 98 Tabel V.26 Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan
Daerah Propinsi DKI Jakarta tahun 2001-2005 ... 98 Tabel V.27 Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD dan
Kekayaan Daerah Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020 ... 100 Tabel V.28 Realisasi Lain-lain PAD yang Sah Propinsi DIY
tahun 2001-2005 ... 101 Tabel V.29 Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 102 Tabel V.30 Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 104
Tabel V.31 Realisasi Lain-lain PAD yang Sah Propinsi
Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 105 Tabel V.32 Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 106 Tabel V.33 Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 108 Tabel V.34 Realisasi Lain-lain PAD yang Sah Propinsi
DKI Jakarta tahun 2001-2005 ... 109 Tabel V.35 Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2001-2005... 111 Tabel V.36 Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020 ... 112
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rencana Anggaran Pendapatan Daerah Propinsi DIY Tahun 2004... 42
2. Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi DIYtahun 2004 ... 43
3. Rencana Anggaran Pendapatan Daerah Propinsi DIY Tahun 2004... 44
4. Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi DIY Tahun 2004... 46
5. Target dan Realisasi Pendapatan Propinsi Jawa Timur tahun 2004 ... 47
6. Target dan Realisasi Belanja Propinsi Jawa Timur tahun 2004... 48
7. Target dan Realisasi Pendapatan Propinsi Jawa Timur tahun 2005 ... 49
8. Target dan Realisasi Belanja Propinsi Jawa Timur tahun 2005... 50
9. Target dan Realisasi Pendapatan Propinsi DKI Jakarta tahun 2004 ... 61
10. Target dan Realisasi Belanja Propinsi DKI Jakarta tahun 2004 ... 62
11. Target dan Realisasi Pendapatan Propinsi DKI Jakarta tahun 2005 ... 63
12. Target dan Realisasi Belanja Propinsi DKI Jakarta tahun 2005 ... 64
DAFTAR GRAFIK
V.1 Grafik Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi DIY
tahun 2001-2005 ... 68 V.2 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah
Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 69 V.3 Grafik Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi
Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 72 V.4 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah
Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 73 V.5 Grafik Trend Perkembangan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta tahun 2001-2005 ... 76 V.6 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Pajak Daerah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020... 77 V.7 Grafik Trend Perkembangan Retribusi Daerah Propinsi
DIY tahun 2001-2005 ... 80 V.8 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 81 V.9 Grafik Trend Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 84. V.10 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 85 V.11 Grafik Trend Perkembangan Retribusi Daerah Propinsi
DKI Jakarta tahun 2010-2020 ... 88 V.12 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Retribusi Daerah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020... 89 V.13 Grafik Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan
Daerah Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 92 V.14 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD
dan Kekayaan Daerah Propinsi DIY tahun 2010-2020... 93 V.15 Grafik Trend Perkembangan Hasil BUMD dan
xx
Kekayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020... 96 V.16 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD
dan Kekayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020... 97 V.17 Grafik Trend Perkembangan Hasil BUMD dan Kekayaan
Daerah Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020 ... 100 V.18 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Hasil BUMD
dan Kekayaan Daerah Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020 ...101. V.19 Grafik Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi DIY tahun 2001-2005 ... 104 V.20 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi DIY tahun 2010-2020 ... 105 V.21 Grafik Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi Jawa Timur tahun 2001-2005 ... 108 V.22 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi Jawa Timur tahun 2010-2020 ... 109 V.23 Grafik Trend Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah
Propinsi DKI Jakarta tahun 2001-2005... 112 V.24 Grafik Trend Estimasi Perkembangan Lain-lain PAD
yang Sah Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2020 ... 113
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Tahun 2001 merupakan era baru dalam tatanan pemerintahan di
Indonesia. Era otonomi daerah dimulai pada tahun yang bertepatan dengan
diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,
namun sejak tanggal 29 September 2004 disahkan UU pengganti UU No. 22
tahun 1999 yaitu saat ini berlaku UU No. 32 tahun 2004. Dengan
diberlakukannya UU ini dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat. Dengan otonomi seluas-luasnya yang diberikan
kepada daerah, diharapkan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan serta potensi
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan sistem desentralisasi saat ini lebih memprioritaskan
pada prinsip otonomi daerah, yang menuntut semua pihak untuk melakukan
perubahan dan pemahaman tentang tugas dan kewenangan pemerintah
daerah. Pemerintah daerah berkewajiban untuk melaksanakan fungsi dan
tugasnya secara tertib dan transparan (good governance) terutama dalam memenuhi pelayanan publik. Selain itu perubahan tersebut memerlukan
suatu strategi yang jelas, agar tidak terjebak pada pengertian sekedar
mengejar kepentingan jangka pendek, namun justru mengorbankan
kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, otonomi daerah harus
1
dipandang sebagai suatu praktek yang semakin memberikan kemampuan
profesional kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.
Selain itu, pemberian otonomi daerah diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di
Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber
pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan
dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini,
peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan
sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah
(enginee of growth). Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek
multiplier yang besar.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha
yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat,
karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu:
1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut
3
Selanjutnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan
menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan
keuangan yang melekat antara pemerintah pusat dan daerah menurut UU
No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam
hal ini kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dalam menjamin
terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan
usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangannya sendiri, yakni
dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah dapat dijelaskan bahwa komponen Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terdiri dari :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti mengenai
perkembangan komponen Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah
Tingkat I Pulau Jawa. Oleh karena itu penulis mengambil judul “TREND
PERKEMBANGAN KOMPONEN-KOMPONEN PENDAPATAN
ASLI DAERAH (PAD) DALAM MASA OTONOMI DAERAH
TAHUN 2001-2005”. Adapun alasan penulis memilih daerah tersebut
karena saat ini daerah-daerah di Indonesia telah memasuki era baru dalam
otonomi daerah. Salah satu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah
otonom yaitu salah satunya terletak pada kemampuan keuangan suatu
daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan
tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang
semakin kecil dan diharapkan bahwa PAD itu harus menjadi bagian terbesar
dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh
karena itu sudah sewajarnya apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dijadikan sebagai salah satu tolok ukur dalam keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah
penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana trend perkembangan komponen pajak daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam masa otonomi
daerah di Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa tahun 2001-2005?
2. Bagaimana trend perkembangan komponen retribusi daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam masa
otonomi daerah di Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa tahun
2001-2005?
5
satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam masa otonomi
daerah di Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa tahun 2001-2005?
4. Bagaimana trend perkembangan komponen penerimaan PAD lainnya sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
masa otonomi daerah di Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa tahun
2001-2005?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis trend perkembangan komponen pajak daerah sebagai salah satu komponen PAD dalam masa otonomi daerah di
Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa.
2. Untuk menganalisis trend perkembangan komponen retribusi daerah sebagai salah satu komponen PAD dalam masa otonomi daerah di
Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa.
3. Untuk menganalisis trend perkembangan komponen hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya sebagai
salah satu komponen PAD dalam masa otonomi daerah di Pemerintah
daerah tingkat I pulau Jawa.
4. Untuk menganalisis trend perkembangan komponen penerimaan PAD lainnya sebagai salah satu komponen PAD dalam masa otonomi daerah
di Pemerintah daerah tingkat I pulau Jawa.
D. Manfaat Penelitian
1. Pemerintah propinsi di pulau Jawa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan bahan evaluasi
tentang perkembangan potensi PAD serta membuat
perencanaan-perencanaan yang berupa kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
pembangunan daerah.
2. Peneliti berikutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti
lainnya, terutama yang berminat pada masalah yang sama yang
berhubungan dengan penelitian.
3. Peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan penulis memperoleh tambahan
pengalaman, pengetahuan, dan wawasan dalam upaya mengaplikasikan
ilmu dan teori yang telah diperoleh dari perkuliahan.
4. Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat menambah konteks wacana yang lebih
luas dan pengetahuan bidang lainnya mahasiswa Universitas Sanata
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perubahan Ketatanegaraan di Indonesia
1. Lahirnya Otonomi Daerah
Membicarakan otonomi daerah maka hal ini tidak akan terlepas
dari desentralisasi. Otonomi daerah sebenarnya bukan merupakan hal baru
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di negara Indonesia. Bahkan
sejak masa pemerintahan kolonial Belanda sudah dikenal adanya otonomi
daerah diantaranya sebagai diatur dalam Wethoundende Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch Indie yang lebih dikenal dengan
Decentralisatie Wet 1903. Kemudian sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang telah banyak undang-undang yang
mengatur otonomi daerah tersebut, diantaranya ; UU 1/1945, UU 22/1948,
UU NIT 44/1950, UU 1/1957, Penpres 6/1959, UU 18/1965, UU 5/1974,
UU 22/1999 dan saat ini UU 32 tahun 2004.
Sejak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi
Daerah. Undang-Undang 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah
tangga formil. Undang-undang 22/1948 memberikan hak otonomi dan
medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi riil yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974
dan UU No. 22 tahun 1999 menganut prinsip otonomi daerah yang luas,
7
nyata, dan resentralisasi. Sedangkan saat ini di bawah UU 32 / 2004 dianut
prinsip otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab(http://www.apkasi.or.id/modules.php?Name=News&file=article&si
d=5).
Lahirnya kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan jawaban
atas tuntutan reformasi politik dan demokratisasi serta pemberdayaan
masyarakat daerah. Setelah selama hampir tiga tahun kebijaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia mengacu kepada Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, pelaksanaan
Otonomi Daerah tersebut membawa beberapa dampak bagi
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Diantaranya yang paling menonjol
selama ini adalah dominasi Pusat terhadap Daerah yang masih
menimbulkan ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah
tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program
pembangunan di daerahnya. Demikian juga dengan sumber keuangan
penyelenggaraan pemerintahan yang diatur oleh Pusat. Beranjak dari
kondisi tersebut mendorong timbulnya tuntutan agar kewenangan
pemerintahan dapat didesentralisasikan dari Pusat ke Daerah. Akhirnya
pada tanggal 29 September 2004 lahirlah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan kembali
pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah menurut UU ini diartikan
9
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Adapun urgensi perubahan UU No. 22 tahun 1999 menjadi UU No.
32 tahun 2004 di samping karena adanya amanat UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945, juga memperhatikan beberapa ketetapan dan
keputusan MPR pada sidang tahunan 2000 dan 2002 serta memperhatikan
undang-undang di bidang politik, diantaranya UU No.12 tahun 2003
tentang Pemilu, UU No. 22 tentang Susduk, UU No.23 tahun 2003 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu juga memperhatikan
undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu UU No.17 tahun 2003
tentang keuangan negara, UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Atas Pengelolaan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Dengan demikian daerah otonom
mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Otonomi daerah bukan berarti daerah otonom dapat secara
bebas melepaskan diri dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(http://www.ditjen-otda.go.id/otonomi/detail_artikel.php?id=45).
Menurut buku yang berjudul “Cara Mudah Memahami Otonomi
Daerah” (Widarta, 2001: 2) dijelaskan bahwa otonomi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri, dan Nomos berarti aturan. Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah dalam
menentukan langkah-langkah sendiri (Yuliyanti, 2004: 12). Berdasarkan
ketentuan umum pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peratuaran
perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Wayang yang dikutip Syafrudin (1985: 4), mengatakan
bahwa otonomi daerah adalah kebebasan untuk memelihara dan
menjalankan kepentingan khusus se-daerah, dengan keuangan sendiri,
menentukan hukum sendiri, dan berpemerintahan sendiri. Sedangkan
Syafrudin sendiri berpendapat bahwa istilah otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atas kemandirian adalah wujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggung jawabkan. Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam
keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan
desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah lokal atau daerah dan kewenangan
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan
11
pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari desentralisasi. Jadi
yang dimaksud otonomi daerah pada pokoknya selalu melihat otonomi itu
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Berikut adalah aspek-aspek penting dalam otonomi daerah, :
a. Dasar hukum otonomi daerah
Undang-Undang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
b. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah, maka diperlukan
prinsip-prinsip dalam pemberian otonomi daerah antara lain, pelaksanaan
otonomi harus didasarkan pada otonomi seluas-luasnya, nyata, dan
bertanggungjawab.
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
mengenai prinsip otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan
bertanggungjawab, yaitu:
1. Otonomi seluas-luasnya berarti daerah diberikan kewenangan
mengurus pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain itu dengan otonomi
yang seluas-luasnya daerah diharapkan dapat meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, serta potensi keanekargaman daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Nyata berarti bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang
senyata-nyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
3. Otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Sedangkan prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan
pedoman dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah:
(a) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
(b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas,
13
(c) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang otonomi daerah
Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
(d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan daerah serta antar daerah.
(e) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan
pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan
perkebunan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan
semacamnya berlaku ketentuan “Peraturan Daerah Otonom”.
(f) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi
pengawas maupun fungsi anggaran atau penyelenggaraan
pemerintah daerah.
(g) Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi
dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan
kepada Gubernur sebaga wakil pemerintah.
(h) Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya
dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan
daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskannya.
c. Tujuan otonomi daerah
Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan
desentralisasi yaitu:
1) Tujuan politis bahwa pemerintah daerah akan berada pada posisi
sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang secara
agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara nasional
sebagai elemen dasar dalam menciptakan kesatuan dan persatuan
berbangsa dan bernegara. Pemberian otonomi dan pembentukan
institusi pemerintah daerah akan mencegah terjadinya sentralisasi
dan mencegah terjadinya bentuk pemisahan diri. Adanya institusi
pemerintah daerah akan mengajarkan kepada masyarakat untuk
menciptakan kesadaran membayar pajak dan sebaliknya juga
memposisikan pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan
pemakaian pajak rakyat.
2) Tujuan administratif adalah mengisyaratkan pemerintah daerah untuk
mencapai efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam melaksanakan
15
d. Pemantapan pelaksanaan otonomi daerah
Dalam Nadeak (2003: 7) secara kualitatif pelaksanaan otonomi
daerah dan dampaknya tersebut dapat dirasakan sebagai berikut :
1) Perkembangan proses demokrasi dalam kehidupan masyarakat dan
pemerintahan semakin meningkat.
2) Peran serta aktif masyarakat dalam proses kepemerintahan, baik
dalam penentuan kebijakan, dan pelaksanaan maupun proses
evaluasi dan pengawasan semakin meningkat.
3) Munculnya kreativitas dan inovasi daerah untuk mengembangkan
pembangunan daerahnya.
4) Meningkatkan gairah birokrasi pemerintahan daerah, karena
adanya keleluasaan untuk mengambil keputusan serta terbukanya
peluang karir yang lebih tinggi karena kompetisi professional.
5) Meningkatkan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah,
baik yang dilakukan masyarakat maupun DPRD, sehingga
keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan
terpercaya sangat didambakan oleh masyarakat.
6) Meningkatkan DPRD, sebagai wahana demokrasi dan penyalur
aspirasi rakyat dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan.
7) Pemberian pelayanan umum kepada masyarakat secara bertahap
semakin meningkat, baik kualitas maupun kuantitas, sejalan dengan
meningkatnya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan lebih baik.
8) Munculnya semangat kedaerahan yang menjadi faktor pendorong
yang kuat bagi pengembangan daerahnya.
Beberapa hal yang perlu mendapat prioritas dalam pemantapan
otonomi daerah adalah hal-hal sebagai berikut:
(a) Peningkatan kemitraan antar pemerintah Kabupaten dan DPRD
serta kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah Kabupaten
(b) Penataan kelembagaan dan sinkronisasi-harmonisasi antara
peraturan pemerintah pusat dan daerah,
(c) Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(d) Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan sinergis pelaku
pembangunan terkait,
(e) Peningkatan koordinasi dengan pusat dan propinsi serta kerjasama
antar daerah.
2. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah
Sejak tanggal 29 september 2004, UU No. 22 tahun 1999 diganti
dengan UU No. 32 tahun 2004. Revisi UU ini dimaksudkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Karena
sebelumnya sebagian pihak beranggapan bahwa permasalahan yang
timbul merupakan akibat dari kesalahan dan kelemahan kebijakan
Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tersebut. Sehingga mereka pun
mengusulkan dan mengusahakan agar UU 22/1999 segera diubah, karena
17
tidak berjalan mulus sebagaimana yang diharapkan, dan mengalami
berbagai kendala dan tantangan yang menghambat kelancaran
implementasi kebijakan tersebut. Di antara kendala yang dihadapi
implementasi kebijakan Otonomi Daerah adalah :
(a) Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap
kebijakan Otonomi Daerah.
(b) Inkonsistensi dan melemahnya komitmen sebagian pejabat sektoral di
tingkat Pusat terhadap kebijakan Otonomi Daerah.
(c) Belum tersedianya regulasi yang memadai sebagai pedoman dan
acuan implementasi Otonomi Daerah.
(d) Keterbatasan kemampuan aparatur pemerintahan di daerah dalam
melaksanakan kewenangan daerah dalam.
(e) Keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai sendiri
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat di daerah.
(f) Keterbatasan kemampuan daerah dalam mengembangkan dan
mengelola potensi daerah.
(g) Kecemasan berlebihan dari kalangan dunia usaha terhadap
kemungkinan lahirnya kebijakan Daerah yang memberatkan kalangan
dunia usaha
Penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan UU No. 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ditujukan untuk mewujudkan
keseimbangan antara kebutuhan untuk menyelenggarakan desentralisasi
dengan memperkuat kesatuan nasional. Dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tersebut maka dimulailah babak baru pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia. Kebijakan Otonomi Daerah ini memberikan
kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Kota didasarkan kepada
desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggungjawab. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan semua
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Implementasi kebijakan Otonomi Daerah dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan di daerah bukan hanya menjadi
tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, namun
juga harus menjadi tanggung jawab seluruh jajaran pemerintahan di Pusat
dan Daerah, kalangan akademisi, kalangan dunia usaha, para profesional dan
seluruh masyarakat. Implementasi kebijakan Otonomi Daerah meliputi
berbagai aspek diantaranya hubungan antara Pusat dan Daerah, bentuk dan
struktur pemerintahan daerah, pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, hubungan antara Pemerintah Daerah dengan
masyarakat dan pihak ketiga.
B. Reformasi Sistem Keuangan Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Mamesah
19
pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna
membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun
anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan
dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Definisi tersebut mengandung unsur sebagai berikut (Mamesah,
1995: 20-21) :
1. Rencana operasional daerah, yang menggambarkan adanya aktivitas atau
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dimana aktivitas tersebut telah
diuraikan secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya yang ada merupakan batas maksimal
pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksankan.
3. Dituangkan dalam bentuk angka jenis kegiatan dan jenis proyek
4. Untuk keperluan satu tahun anggaran yaitu 1 April dengan 31 Maret
tahun berikutnya
Definisi yang dikemukakan oleh Mamesah tersebut merupakan
pengertian APBD pada era Orde Baru. Sebelumnya yaitu pada era Orde
Lama terdapat pula definisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong (1962:
81). Menurutnya APBD adalah rencana keuangan yang dibuat jangka waktu
tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberi kredit kepada
badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna
pemenuhan kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang
menjadi dasar penetapan anggaran, dan yang menunjukan semua
penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
Sedangkan di era rerformasi, bentuk APBD mengalami perubahan
cukup mendasar. Bentuk APBD yang baru didasar pada peraturan-peraturan
mengenai Otonomi Daerah terutama UU No. 32/2004, UU No. 33/2004, PP
No. 105/2000. Akan tetapi, karena untuk menerapkan peraturan yang baru
diperlukan proses, maka untuk menjembatani pelaksanaan keuangan daerah
pada kedua era tersebut dikeluarkan Surat Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah No.903/2375/SJ tanggal 17 November 2001. Peraturan
tersebut dikeluarkan untuk mengakomodasi transisi dari UU No. 5/1974 ke
UU No. 22/1999 yang kini telah diubah menjadi UUNo.32/2004.
Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah,
mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif. Untuk itu dalam
bentuk yang baru, APBD diperkirakan tidak akan terdiri dari dua sisi dan
akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Penerimaan, Pengeluaran dan
Pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori yang baru yang belum ada di
era pra reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD
makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal
ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak pemerintah daerah,
sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemerintah daerah. Pos
pembiayaan ini merupakan alokasi surplus atau sumber penutup defisit
anggaran. Dalam bentuk APBD yang baru itu pula, penerimaan dibagi
21
perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selanjutnya
pengeluaran diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu Belanja
Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, Pelayanan Publik,
Belanja Modal, Belanja Transfer, dan Belanja tak Tersangka. Sedangkan
pembiayaan terdiri dari dua kategori yaitu penerimaan daerah dan
pengeluaran daerah (http://www.pikiranrakyat.com)/cetak/2005/0205
/teropong/lainnya2.htm).
C. Pendapatan Asli Daerah Sebagai Indikator Keberhasilan Otonomi
Daerah
Penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah membutuhkan pembiayaan. Salah satu sumber dana bagi
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Untuk memenuhi sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan tersebut Pemerintah Daerah akan berusaha semaksimal
mungkin untuk meningkatkan realisasi penerimaannya. Melalui peningkatan
penerimaan tersebut diharapkan juga dapat ditingkatkan pelayanan yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah sehingga akan semakin meningkatkan
peran Pendapatan Asli Daerah dalam otonomi daerah.
Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 memberikan pengenaan berbagai pajak,
retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia
usaha untuk memacu peningkatan PAD. Namun dalam penetapan pajak dan
retribusi daerah serta pungutan lainnya harus diatur dengan Peraturan Daerah
yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan secara nasional.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD
dilakukan sepanjang koridor regulasi yang ada, karena penetapan suatu
kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi monopoli Pemerintah
Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat. Melalui
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut. Kemudian dengan lahirnya kebijakan Otonomi Daerah
dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi fiskal yang diatur dengan
UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 33/2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan
bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
a. Hasil pajak Daerah.
b. Hasil retribusi Daerah
c. Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan
Daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan, yaitu: Bagian Daerah dari PBB, Bea Perolehan Hak
23
3. Dana Alokasi Umum (DAU).
4. Dana Alokasi Khusus (DAK).
5. Pinjaman daerah
6. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah
(http://www.apkasi.or.id/>modules.php?name=News&file=article&sid=
99)
Jadi dari ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bersumber dari pajak dan retribusi Daerah serta hasil usaha Daerah
sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih
lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997. Pajak Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari: (UU No
34 tahun 2004)
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
Sedangkan Pajak Daerah Propinsi terdiri dari : (UU No.34 Tahun 2004)
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
Selain jenis Pajak Daerah di atas dapat ditetapkan Pajak Daerah
lainnya dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi kriteria tertentu, antara
lain; bersifat pajak dan bukan retribusi, objek pajak berada dalam wilayah
Kabupaten/Kota serta dasar pengenaan tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, bukan merupakan objek Pajak Propinsi atau Pajak
Pusat, tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, memperhatikan
aspek keadilan, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sedangkan Retribusi daerah dibagi atas 3 (tiga) golongan yaitu;
Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan
Tertentu. Jenis-jenis ketiga golongan retribusi tersebut ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria tertentu. Selain jenis Retribusi
Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersebut juga dapat
ditetapkan Retribusi daerah lainnya dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
kewenangan Otonomi Daerah dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
(http://www.apkasi.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=74)
D. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Penelitian oleh Diah Puspita Sari, S.Pd.
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Puspita Sari, S.Pd. (PEK,
FKIP, Universitas Sanata Dharma) disusun dalam sebuah skripsi yang
berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Daerah dalam Masa Otonomi
Daerah (studi kasus : Kabupaten Sleman)”. Tujuan Penelitian yang
25
perkembangan tingkat kemandirian, perkembangan efektivitas, dan
perkembangan efisiensi daerah Kabupaten Sleman dalam masa otonomi
daerah tahun anggaran 2000-2004.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Diah diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Tingkat kemandirian daerah Kabupaten Sleman yang diukur
melalui Pendapatan Asli Daerah hanya mencapai rata-rata 11,99%
untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun
anggaran sebesar 0,28%. Rata-rata Pendapatan Asli Daerah
terhadap total penerimaan daerah masih di bawah 25% yaitu hanya
sebesar 11,99% per tahun sehingga pola hubungan tingkat
kemandirian daerah adalah instruktif yang berarti kemandirian Kabupaten Sleman sangat rendah dan belum mampu untuk
melaksanakan otonomi daerah. Tetapi jika dilihat perkembangan
kemandirian Kabupaten Sleman untuk setiap tahun anggarannya
mengalami peningkatan, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Sleman setiap tahunnya mengalami peningkatan yang
cukup besar. Menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah telah
berusaha mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan
berusaha untuk dapat berotonomi sesuai dengan sasaran yang
hendak dituju dalam otonomi daerah.
b. Rasio efektivitas pendapatan daerah Kabupaten Sleman selama
lima tahun anggaran (tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun
2004) rata-rata sebesar 117,65% dengan peningkatan setiap
tahunnya sebesar 4,16% setiap tahunnya. Dengan demikian
pemungutan Pendapatan Asli Daerah cenderung efektif, karena
kontribusi yang diberikan terhadap target yang ingin dicapai lebih
dari 100%. Hal ini menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang
baik, karena setiap tahunnya target Pendapatan Asli Daerah yang
ingin dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah
ditargetkan bahkan untuk setiap tahunnya realisasi Pendapatan
Asli Daerah yang diterima lebih dari target yang ditetapkan.
c. Rasio Efisiensi pemungutan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Sleman selama lima tahun anggaran yaitu dari tahun anggaran
2000 sampai dengan tahun anggaran 2004 rata-rata sebesar 6,7%
dan setiap tahun anggaran mengalami penurunan sebesar 1,384%.
Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun semakin efisien karena
biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pendapatan Asli Daerah
semakin proposional dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah
yang didapatkan. Dengan demikian kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Sleman dalam mengelola keuangan darahnya semakin
baik. Walaupun setiap tahunnya biaya pemungutan mengalami
peningkatan, tetapi peningkatan tersebut tidak mempengaruhi
tingkat efisiensi karena realisasi Pendapatan Asli Daerah yang
27
2. Penelitian oleh Shinta Dewi Rahmasari, S.Pd.
Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Dewi Rahmasari, S.Pd.
(PEK, FKIP, Universitas Sanata Dharma) disusun dalam sebuah skripsi
yang berjudul “Efektivitas, Elastisitas, dan Laju Pertumbuhan Pajak
Daerah Serta Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1995-2004”. Tujuan Penelitian yang
dilakukan Shinta tersebut adalah untuk mengetahui besarnya efektivitas
pajak daerah, untuk mengetahui besarnya elastisitas pajak daerah,
untuk mengetahui laju pertumbuhan pajak daerah, untuk menganalisis
kontribusi pajak daerah terhadap PAD dan untuk menganalisis trend
efektivitas, elastisitas, dan laju pertumbuhan daeah serta trend
kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Sleman tahun
1995-2004.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Shinta diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Nilai efektivitas pajak daerah Kabupaten Sleman dari tahun
anggaran 1995/1996-2004 tertinggi terjadi pada tahun
anggaran 2003 sebesar 129,053 %, sedangkan nilai efektivitas
terendah terjadi pada tahun anggaran 1998/1999 sebesar
94,279 %. Rata-rata efektivitas pajak daerah kabupaten Sleman
antara tahun anggaran 1995/1996-2004 sebesar 111,966 %.
Pajak daerah antara tahun anggaran 1995/1996-2004 termasuk
kategori efektif, karena nilai efektivitasnya lebih dari 100 %
kecuali tahun anggaran 1998/1999 yang hanya sebesar
94,279%.
b. Nilai elasitisitas pajak daerah Kabupaten Sleman dari tahun
anggaran 1995/1996-2004 tertinggi terjadi pada tahun
anggaran 1995/1996 sebesar 3,091, sedangkan nilai elastisitas
terendah terjadi pada tahun anggaran 2000 sebesar 0,4.
Rata-rata elastisitas pajak daerah Kabupaten Sleman antara tahun
anggaran 1995/1996-2004 sebesar 1,7354. Elastisitas pajak
daerah Kabupaten Sleman antara tahun 1995/1996-2004
bersifat elastis, karena nilai elastisitasnya lebih besar daripada
satu, kecuali tahun anggaran 1998/1999 sebesar 0,569 dan
tahun 2000 sebesar 0,4 termasuk kategori inelastis karena koefisien elastisnya kurang dari 1.
c. Nilai laju pertumbuhan pajak daerah Kabupaten Sleman dari
tahun anggaran 1995/1996-2004 tertinggi terjadi pada tahun
anggaran 1995/1996 sebesar 72,145 %, sedangkan nilai laju
pertumbuhan terendah terjadi pada tahun anggaran 2000
sebesar 4,530 %. Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah
Kabupaten Sleman antara tahun anggaran 1995/1996-2004
sebesar 33,0098%.
d. Nilai kontribusi pajak daerah Kabupaten Sleman dari tahun
anggaran 1995/1996-2004 tertinggi terjadi pada tahun
29
terendah terjadi pada tahun anggaran 2003 sebesar 46,143 %.
Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Sleman antara tahun anggaran
1995/1996-2004 sebesar 52,5051%.
e. Trend perkembangan efektivitas pajak daerah Kabupaten
Sleman dari tahun anggaran 1995/1996-2004 mengalami
kenaikan sebesar 3,73% setiap tahunnya. Trend perkembangan
elastisitas pajak daerah kabupaten Sleman dari tahun anggaran
1995/1996-2004 mengalami kenaikan sebesar 0,014 setiap
tahunnya. Trend perkembangan laju pertumbuhan pajak daerah
Kabupaten Sleman dari tahun anggaran 1995/1996-2004
mengalami penurunan sebesar 0,24% setiap tahunnya. Trend
perkembangan kontribusi pajak daerah Kabupaten Sleman
terhadap PAD dari tahun anggaran 1995/1996-2004
mengalami kenaikan sebesar 1,1% setiap tahunnya.
E. Kerangka Pemikiran
Adanya gelombang reformasi yang terjadi pada tahun 2001 di
negara Republik Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur
ketatanegaraan Indonesia yang fundamental, yaitu dalam sistem pengelolaan
pemerintahan yang selama ini bersifat sentralistik menjadi bersifat
desentralistik. Implikasi dari adanya desentralisasi yaitu pemberian
kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, dalam penyelenggaraan
semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali di bidang politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, fiskal, agama, serta
kewenangan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Menurut hemat penulis substansi dari otonomi daerah salah satunya
yaitu pemberian hak dan kewenangan serta keleluasaan pada daerah dalam
mengelola dan mengatur keuangan daerahnya sendiri melalui berbagai
kebijakan masing-masing daerah sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah. Wujud nyata peran pemerintah dalam
otonomi daerah yaitu dapat memfasilitasi dan membiayai kegiatan
pembangunan daerah. Dalam kegiatan pembangunan daerah diperlukan
kemampuan keuangan daerah yang mampu membiayai seluruh kegiatan
operasional pembangunan. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan bisa
memanfaatkan dan mengelola serta menggali potensi atau sumber-sumber
pendapatan daerah dengan usaha yang semaksimal mungkin. Salah satu
sumber pendapatan daerah yang potensial untuk digunakan dalam
membiayai pembangunan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain PAD, daerah juga mempunyai sumber pendapatan lainnya seperti
Dana Perimbangan, yaitu: (Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
penerimaan dari sumber daya alam), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), Pinjaman Daerah dan Lain-lain pendapatan Daerah
31
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah terdapat indikator penting
bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah yaitu Pendapatan Asli
Daerah. PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang harus menjadi
bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan
daerah dengan tujuannya agar dapat mengurangi proporsi ketergantungan
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan penerimaan PAD.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus yaitusuatu penelitian
yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka
penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit
(Arikunto, 1998: 131).
B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Daerah Tingkat I Pulau
Jawa. Adapun alasan pemilihan lokasi ini, dikarenakan : pertama, pulau Jawa merupakan sentra penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, kedua
pulau Jawa relatif lebih siap dalam menyelenggarakan otonomi daerah jika
dibandingkan dengan daerah lainnya dari segi infrastruktur pemerintahan.
Kemudian adapun alasan penulis memilih propinsi DKI Jakarta,
propinsi DIY, dan propinsi Jawa Timur sebagai sampel antara lain, pertama,
propinsi DIY merupakan representatif dari propinsi kecil di Indonesia
ditinjau dari segi geografis, dan memiliki keunikan dalam pemerintahannya
(sultan/raja menjabat sebagai kepala pemerintahan daerah). Kedua, propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang secara geografis paling luas di Jawa
dan dan memiliki beraneka ragam potensi daerah yang cukup besar Ketiga, propinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan NKRI atau ibu kota
33
negara yang mempunyai fasilitas daerah yang lengkap, dan pertumbuhan
ekonomi yang pesat. Data yang dicari diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Propinsi DIY dan download internet. C. Data yang dibutuhkan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Yang dimaksud data sekunder adalah data yang terlebih dahulu telah
dikumpulkan oleh orang lain di luar penelitian yang bersangkutan. Data
sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1. Data Target dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah tahun
anggaran 2001 sampai dengan tahun anggaran 2005.
2. Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun anggaran
2001 sampai dengan tahun anggaran 2005.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini, jumlah populasi sebanyak 6, yaitu Propinsi DKI
Jakarta, Propinsi Banten, Propinsi Jawa Barat, Propinsi DIY, Propinsi
Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Timur.
2. Sampel
Dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak 3 propinsi, antara lain,
propinsi DIY, propinsi Jawa Timur dan propinsi DKI Jakarta . Adapun
alasan pemilihan sampel, pertama, propinsi DIY merupakan representatif dari propinsi kecil di Indonesia ditinjau dari segi geografis, dan memiliki
35
gubernur). Kedua, propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang secara geografis paling luas di Jawa, dan memiliki beraneka ragam potensi
daerah yang cukup besar. Ketiga, propinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan NKRI atau Ibu kota negara yang mempunyai fasilitas
daerah yang lengkap, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat..
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
tentang data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, antara lain: data
Propinsi-propinsi di pulau Jawa dalam angka, data realisasi PAD
Pemerintah propinsi DKI Jakarta, Propinsi DIY, dan Propinsi Jawa Timur.
Data-data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan beberapa
situs/web yang berkaitan dengan penelitian ini.
F. Teknik Analisis Data
1. Untuk menjawab permasalahan pertama, yaitu perkembangan pajak
daerah dipergunakan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil (Least Square Method) (Dajan, 1983: 305). Metode kuadrat minimum merupakan metode yang memuaskan bagi penggambaran garis trend
linier. Penggunaan metode kuadrat terkecil digunakan untuk menarik
garis trend sebetulnya yang lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan,
karena secara matematis metode tersebut memang sudah terbaik (Dajan,
1983: 312). Pencarian nilai trend deret berkala pada metode kuadrat terkecil, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang sama
sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier guna
penerapan kurva lebih mudah dilakukan. Bila jumlah observasi n ganjil
maka rata-rata x hitung adalah observasi yang tertengah (Dajan, 1983:
304). Sedangkan bila jumlah observasi n genap, penentuan rata-rata
hitung x akan mengalami sedikit perubahan. Data yang disajikan dalam
penelitian ini merupakan data ganjil sehingga penentuan rata-rata hitung
x lebih mudah, yaitu dengan menentukan observasi yang tertengah.
Penggunaan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil pada kasus
data ganjil lebih praktis dibandingkan dengan metode setengah rata-rata.
Adapun formulasinya sebagai berikut :
Y1 = a + bx
Keterangan :
Y = Variabel pajak daerah
a = Besarnya Y saat x = 0
b = Besarnya perubahan Y jika x mengalami perubahan
1 satuan
x = waktu
Untuk memperoleh nilai a dan b dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
∑Y a = ---
37
2. Untuk menjawab permasalahan kedua, yaitu perkembangan retribusi
daerah dipergunakan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil (Least Square Method) (Dajan, 1983:305). Metode kuadrat minimum merupakan metode yang memuaskan bagi penggambaran garis trend
linier. Penggunaan metode kuadrat terkecil digunakan untuk menarik
garis trend sebetulnya yang lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan,
karena secara matematis metode tersebut memang sudah terbaik (Dajan,
1983: 312). Pencarian nilai trend deret berkala pada metode kuadrat terkecil, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang sama
sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier guna
penerapan kurva lebih mudah dilakukan. Bila jumlah observasi n ganjil
maka rata-rata x hitung adalah observasi yang tertengah (Dajan, 1983:
304). Sedangkan bila jumlah observasi n genap, penentuan rata-rata
hitung x akan mengalami sedikit perubahan. Data yang disajikan dalam
penelitian ini merupakan data ganjil sehingga penentuan rata-rata hitung
x lebih mudah, yaitu dengan menentukan observasi yang tertengah.
Penggunaan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil pada kasus data ganjil lebih praktis dibandingkan dengan metode setengah rata-rata.
Adapun formulasinya sebagai berikut :
Y1 = a + bx
Keterangan
Y = variabel retribusi daerah
a = Besarnya Y saat x = 0