In general, the surviving spouses are the ones who act as the primary caregivers of the children left behind. Communication between migrant mothers and remaining children plays an important role in children's acceptance of the situation of their mothers' absence as well as in their emotional development.
HOW LEFT-BEHIND CHILDREN COPE WITH MOTHER’S ABSENCE?
Therefore, many children left behind still cannot accept their mother's migration, although some of them have. Health status and educational performance of the children left behind can serve as a reflection of their emotional development in the absence of their mothers.
CONCLUSION
But it is revealed that the caregivers of the children left behind generally do not impose strict monitoring of the children's daily school activities. In addition, the government and surrounding communities are expected to support left-behind children in their adjustment process to their mothers.
MENGURAI JARINGAN MIGRASI
Masalah migrasi desa ke desa merupakan topik yang belum banyak dibicarakan, padahal tren migrasi ini meningkat di beberapa daerah di Indonesia. Kajian ini mencoba mengisi kesenjangan tersebut dengan memberikan kontribusi analisis sosiologis dalam menilai peran jaringan sebagai alat dalam proses migrasi.
KAJIAN KOMUNITAS PETANI MIGRAN BUGIS DI SULAWESI TENGGARA 1
Artikel ini bertujuan untuk mengungkap seperti apa jaringan migrasi komunitas migran Bugis Sulawesi Tenggara dan mengkaji peran aktor dalam proses migrasi. Jaringan ini juga digunakan oleh aktor sentral dalam proses migrasi, yaitu broker migrasi atau broker tanah, yang menjadi salah satu node dalam jaringan yang membuka jaringan ke jaringan lain.
UNRAVELING THE MIGRATION NETWORK
Kajian tentang jaringan migrasi berkontribusi pada potret migrasi yang berkesinambungan, aktor-aktor yang terlibat dalam proses dan perannya dalam memfasilitasi migrasi serta pengaruhnya terhadap keputusan migrasi. Kajian yang berfokus pada proses terbentuknya migrasi dari pola relasi dengan para migran sebelumnya kurang mendapatkan perhatian secara khusus.
STUDY OF BUGINESE MIGRANT COMMUNITY IN SOUTHEAST SULAWESI)
Pola hubungan ini umumnya terdapat pada masyarakat pendatang yang telah lama tinggal di Sulawesi Tenggara. Migrasi yang terjadi di desa-desa tujuan migrasi di Sulawesi Tenggara difasilitasi oleh calo atau perantara yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ketiga model migrasi yang telah dijelaskan sebelumnya.
KERENTANAN EKOLOGI DAN STRATEGI PENGHIDUPAN PERTANIAN MASYARAKAT DESA PERSAWAHAN TADAH HUJAN DI PANTURA
INDRAMAYU
ECOLOGICAL VULNERABILITY AND STRATEGIES OF AGRICULTURAL LIVELIHOODS IN RAINFED PADDY VILLAGE, PANTURA INDRAMAYU
Scoones mengklasifikasikan strategi nafkah rumah tangga pedesaan ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) pertanian, (2) diversifikasi mata pencaharian nonpertanian, dan (3). Misalnya, sawah yang mereka miliki dapat diakses (digarap) oleh rumah tangga penggarap tingkat bawah melalui lembaga persewaan tanah. Penjelasan mengenai kegiatan mata pencaharian yang dilakukan oleh satu rumah tangga dapat disajikan pada uraian di bawah ini.
Sebagai masyarakat desa padi, seluruh rumah tangga di Desa Karangmulya sangat bergantung pada sawah. Subsektor padi masih menjadi mata pencaharian terbesar dari seluruh rumah tangga. Setiap rumah tangga di Desa Karangmulya sudah cukup pintar memilih mata pencaharian sesuai dengan musim (cuaca/iklim).
KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN TANGKAP KOTA TEGAL, JAWA TENGAH 1
However, the data indicate that the experience of fisheries in Tegal has fluctuated over the past five years due to severe weather and the occurrence of overfishing in the northern Java fishing area. Therefore, it requires the government's intervention to promote the empowerment of fishermen through various programmes. This study aimed to describe the socio-economic conditions and the empowerment programs for the fishermen, especially the traditional fishermen in Tegal.
However, the empowerment program as provided by the government still has some problems in the field, especially in terms of equal access to the program either physical or non-physical dimension. Grouping approach is a strategy to increase fishermen's participation in the empowerment program. Kota Tegal has potential perikanan tangkap yang cukup besar dengan resources laut, SDM and infrastructure yang adequate.
Namun, data menunjukkan bahwa produksi perikanan laut di Kota Tegal berfluktuasi dalam lima tahun terakhir akibat kondisi cuaca buruk dan overfishing di zona penangkapan ikan utara Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi dan bentuk pemberdayaan nelayan penangkaran, khususnya nelayan tradisional di kota Tegal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor perikanan tangkap di Kota Tegal memiliki potensi besar sebagai penggerak ekonomi masyarakat setempat.
SOCIAL ECONOMIC CONDITION AND EMPOWERMENT OF FISHERMEN IN TEGAL CITY, CENTRAL JAVA)
- PENDAHULUAN
 - PROFIL DAN SEJARAH KOTA TEGAL Kota Tegal merupakan salah satu wilayah di Propinsi
 - KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN TANGKAP
 - PEMBERDAYAAN NELAYAN TANGKAP Kata pemberdayaan sudah sering terdengar khususnya
 - SIMPULAN DAN SARAN
 - PENDAHULUAN a. Latar Belakang
 
Struktur usia produktif yang besar di Kota Tegal merupakan modal dasar dalam pengembangan perekonomian daerah. Seperti disebutkan di atas, salah satu jenis industri yang potensial di Kota Tegal adalah industri pengolahan ikan. Produksi perikanan tangkap di Kota Tegal mencapai 27 ribu ton pada tahun 2012 dengan nilai produksi mencapai 206 miliar rupiah.
Kawasan berbasis perikanan di Kota Tegal berada di dua kecamatan yaitu Kabupaten Tegal Barat dan Kabupaten Tegal Timur. Didukung dengan 3 sarana pemasaran berupa Tempat Pelelangan Ikan (TPI Pelabuhan, TPI Tegalsari dan TPI Muarareja) penangkapan ikan di kota Tegal berkembang dengan baik. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di Kota Tegal dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 (Tabel 4).
Pada umumnya nelayan di Tegal dikelompokkan menurut alat tangkap dan armada yang digunakan. Pendapatan nelayan Tegal juga bervariasi sesuai dengan jenis alat tangkap yang digunakan dan armadanya. Kota Tegal merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki potensi perikanan laut yang besar.
RELEVANSI PENDIDIKAN KEJURUAN TERHADAP PASAR KERJA DI KOTA SALATIGA
Tulisan ini bertujuan untuk membahas relevansi pendidikan kejuruan dengan pasar tenaga kerja, khususnya dari aspek ketenagakerjaan dan produktivitas. Hasil kajian menunjukkan bahwa SMK di Salatiga telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Namun, masih ada sekitar 12 persen lulusan SMK yang belum terjun ke dunia kerja, sehingga tingkat relevansi pendidikan vokasi dengan dunia kerja belum menggembirakan.
Gaji rata-rata lulusan juga lebih rendah dari gaji lulusan, yang menunjukkan bahwa produktivitas lulusan pendidikan vokasi masih belum memuaskan. Dalam hal ini, tingkat pengembalian pendidikan kejuruan masih lebih rendah dibandingkan pendidikan menengah umum. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan perlu ditingkatkan baik dari segi input maupun proses belajar mengajar agar lulusannya memiliki daya saing yang lebih tinggi.
Hal positif dari pendidikan vokasi adalah beberapa di antaranya telah menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan industri. Artikel ini bertujuan untuk membahas relevansi pelatihan kejuruan di pasar tenaga kerja, terutama pada lapangan kerja dan produktivitas. Di sisi lain, pendapatan rata-rata lulusan pendidikan vokasi lebih rendah dibandingkan lulusan pendidikan tinggi, sehingga produktivitas pendidikan vokasi masih belum memuaskan.
THE RELEVANCE OF VOCATIONAL EDUCATION ON LABOR MARKET IN SALATIGA
PENDIDIKAN KEJURUAN DI KOTA SALATIGA
Terkait akreditasi, masih ada 3 SMK yang masih terakreditasi C sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitasnya. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa SMK menjadi pilihan sebagian besar lulusan SMP untuk melanjutkan studi. Di sisi lain, ada SMK swasta yang hampir mati karena hanya diminati segelintir siswa.
Data Dinas Pendidikan Kota Salatiga menunjukkan APK SMA mencapai 104,24 persen pada tahun 2009. APK dan APM SMA di Salatiga berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Persentase siswa SMA laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingginya angkatan kerja wanita muda (usia SMA) dan kebutuhan sebagian dari mereka untuk menjadi ibu rumah tangga.
Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat minat laki-laki terhadap pendidikan kejuruan lebih tinggi dibandingkan perempuan. Siswa juga lebih memilih pendidikan kejuruan, karena lulusannya akan lebih siap memasuki pasar tenaga kerja. Hal ini disebabkan banyaknya SMK swasta yang dapat dikatakan mandiri dalam pembiayaan pendidikannya yaitu tidak bergantung pada dana negara, baik pusat maupun daerah.
RELEVANSI LULUSAN SMK DI PASAR KERJA
- Penyerapan tenaga kerja
 - Produktivitas tenaga kerja
 
Hal ini terlihat dari tingginya persentase pekerja berpendidikan SLTA ke atas yang mencapai 56,1 persen. Hal ini berbeda dengan kawasan pertanian yang biasanya didominasi oleh pekerja berpendidikan SD ke bawah. Satuan masukan dan satuan keluaran pada produktivitas tenaga kerja hanyalah tenaga kerja itu sendiri dan hasil-hasilnya.
Selain itu, rata-rata PDB per tenaga kerja tidak dapat mengisolasi kemungkinan peran sektor produksi lainnya. Secara makro, produktivitas tenaga kerja lulusan SMK di Salatiga dapat dilihat dari tingkat upah yang diperoleh. Angka upah ini lebih rendah dari upah lulusan SMA di kota yang sebesar 1,5 juta rupiah/bulan.
Kecenderungan upah tenaga kerja lulusan SMK yang lebih rendah dibandingkan SMA dapat berdampak pada berkurangnya minat masyarakat untuk melanjutkan sekolah ke SMK. Posisi ini sejalan dengan kualifikasi lulusan SMK yang bersedia menjadi tenaga terampil seperti operator alat angkutan dan tenaga produksi. Jumlah lulusan SMK yang menduduki jabatan sebagai pimpinan dan tenaga manajemen relatif sedikit karena harus bersaing dengan lulusan pendidikan tinggi dan menengah, selain itu porsi untuk jabatan tersebut relatif terbatas.
SIMPULAN
Namun demikian, sebagian besar lulusan SMK yang bekerja di luar daerah, terutama di perusahaan besar, umumnya memiliki gaji yang tinggi. Menurut jenis pekerjaan/pekerjaan, sebagian besar lulusan SMK (45,5 persen) bekerja sebagai buruh produksi, operator angkutan dan buruh kasar. Gaji yang diperoleh lulusan SMK dengan jabatan staf produksi atau operator alat angkut adalah 1,08 juta/bulan.
Nilai upah lulusan CSA secara umum juga lebih tinggi dari upah minimum Kota Salatiga yang sebesar 843.469 rupiah per bulan (Pemda Prov Jateng, 2010). Gaji tertinggi lulusan SMK terdapat pada posisi senior dan manajerial sebesar 5 juta rupiah/bulan. Jumlah lulusan CSA di Salatiga yang menempati posisi tersebut sekitar 146 orang atau 1,1 persen dari total lulusan CSA yang ada.
Dibandingkan dengan lulusan dari jenjang sekolah lain yang bekerja pada posisi yang sama, proporsi lulusan SMK yang menjabat sebagai pimpinan dan tenaga manajemen adalah sebesar 16,3 persen, sedangkan lulusan SMA sebesar 34,1 persen dan lulusan perguruan tinggi sebesar 26,4 persen. Selain itu, sebagian lulusan SMK N 2 yang melanjutkan ke perguruan tinggi akan segera masuk ke pasar tenaga kerja sehingga secara langsung akan menambah jumlah lulusan yang bekerja. Kesesuaian dunia pendidikan dengan potensi unggulan daerah akan berdampak pada optimalisasi pengelolaan sumber daya yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi permintaan tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran.