• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengamatan Teknologi Daging, Telur, Susu, dan Kulit

N/A
N/A
Cecep Suprianto

Academic year: 2024

Membagikan "Hasil Pengamatan Teknologi Daging, Telur, Susu, dan Kulit"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK (Teknologi Daging, Telur, Susu, dan Kulit)

Oleh : Nidha Zakiya Alya

200110210097 Kelas E

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2023

(2)

I

JUDUL PRAKTIKUM

1.1 Teknologi Daging, Mutu Mikrobiologi, dan Kerusakan Pangan 1.2 Teknologi dan Sifat Fungsional Telur

1.3 Teknologi Susu dan Mutu Inderawi 1.4 Teknologi Pengolahan Kulit

(3)

II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Teknologi Daging, Mutu Mikrobiologi, dan Kerusakan Pangan 2.1.1 Mutu Fisik Daging

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Tidak Dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1,5 kg

b. Berat Darah : 10 gram

c. Berat Bulu : 35 gram

d. Berat Kaki, Kepala, dan Jeroan : 340 gram e. Berat Karkas : 1105 gram

f. Persentase Karkas (Perhitungan) : 73,67 %

%𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑥 100%

%𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 = 11051500 𝑥 100% = 73, 67 % g. Parting

- Dada : 410 gram

- Paha Atas : 150 gram

- Paha bawah : 155 gram

- Sayap : 130 gram

- Punggung : 260 gram

h. Berat Daging yang diperoleh : 735 gram i. Berat Tulang yang di peroleh : 320 gram

(4)

2. Keempukan Daging 5 x 2,5 x 1,5

Hasil Pengukuran ke-1 : 2 mm/detik/gram Hasil Pengukuran ke-2 : 50 mm/detik/gram Rataan Nilai Keempukan Daging :52,33 mm/detik/gram Cara perhitungan :

● Keempukan daging = 55+51+513 = 52, 33mm/detik/gram 3. Susut Masak

a. Berat Sebelum Dimasak : 30 gram b. Berat Setelah Dimasak : 25 gram c. Susut Masak (Perhitungan) : 16,67 %

%𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 𝑥 100%

=

%𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 30 −2530 𝑥 100% = 16, 666≈16, 67 %

4. Daya Ikat Air

a. Berat Sampel Daging : 0,3 gram b. Luas Area Total : 14,13 cm2 c. Luas Area Daging : 10,2 cm2

d. Area Basah (Perhitungan) : 3,925 cm2

e. mg H2O : 33,4 mg

mg H2O = 0,09483,925 − 8, 0 = 33, 4

f. DIA : 86 %

DIA =𝐾𝐴 % − 𝑚𝑔 𝐻3002𝑂 𝑥 100%

(5)

= 60% - 111,41300 𝑥 100%

% 𝐷𝐼𝐴 = 22, 86

2.2 Teknologi dan Sifat Fungsional Telur 2.2.1 Teknologi Telur

1. Kualitas Telur Segar

A. Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang : TS 1 coklat : TS 2 coklat gelap

b. Bentuk : 84,05 (oval)

c. Shape index : TS1 76,98 : TS2 79,52

d. Panjang : 5,69 mm : 5,47 mm

e. Lebar : 44,8 mm : 4,35

f. Tekstur

- Hasil Perabaan : Normal, licin

- elas Mutu : AA

g. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : Tidak retak, tidak pecah (utuh)

- Kelas Mutu :sound

h. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : TS 1 noda kurang dari 1/16 : TS2 tidak ada noda

- Kelas Mutu : TS 1 B : TS 2 A

(6)

B. Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan

a. Berat Telur

- Hasil Timbangan : 48g : 43g

- Kelas Mutu : TS1 Medium ; TS2 kecil/ peewee b. Rongga Udara

- Kedalaman : < 0,31 cm - Kelas Mutu : AA c. Kuning Telur (yolk)

- Hasil Pengamatan : Bayangan yolk tidak jelas - Kelas Mutu : AA

Setelah Telur Dipecahkan

a. Tebal Kerabang : 0,94 mm : 0,93 mm b. Indeks Kuning Telur : 0,37 cm : 0,35 cm c. Indeks Putih Telur : 0,67 cm : 0,059 d. Haugh Unit(HU)

- Nilai HU : 81,5 : 80,7 - Kelas Mutu : AA

2. Kualitas Telur Segar Setelah Disimpan Satu Minggu pada Suhu Ruang A. Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang : Coklat pucat

(7)

b. Bentuk : 84,05 (oval)

c. Shape index : TD1 76,47 : TD2 76

d. Panjang : 5,61 mm : 5,75 mm

e. Lebar : 4,29 mm : 4,37

f. Tekstur

- Hasil Perabaan : Normal, licin

- elas Mutu : AA

g. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : Tidak retak, tidak pecah (utuh)

- Kelas Mutu :sound

h. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : Noda kurang dari 1/4

- Kelas Mutu : C

C. Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan

a. Berat Telur

- Hasil Timbangan : 42g : 47g - Kelas Mutu : Medium b. Rongga Udara

- Kedalaman : < 0,31 cm - Kelas Mutu : AA c. Kuning Telur (yolk)

d. Hasil Pengamatan : Bayangan yolk tidak jelas

(8)

e. Kelas Mutu : AA

Setelah Telur Dipecahkan

a. Tebal Kerabang : 0,85 mm : 1,06 mm b. Indeks Kuning Telur : 0,31 cm : 0,34 cm c. Indeks Putih Telur : 0,056 cm : 0,051 d. Haugh Unit(HU)

e. Nilai HU : 79,7 : 67,9 f. Kelas Mutu : TD1 AA : TD2 A

3. Kualitas Telur DenganDipping(Minyak Kelapa) Setelah Disimpan Satu Minggu Pada Suhu Ruang

A. Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang : Coklat terang

b. Bentuk : 84,05 (oval)

c. Shape index : TM1 73,74 : TM2 74,18

d. Panjang : 5,75 mm : 5,77 mm

e. Lebar : 4,24 mm : 4,28

f. Tekstur

- Hasil Perabaan : Normal, licin

- elas Mutu : AA

g. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : Tidak retak, tidak pecah (utuh)

(9)

- Kelas Mutu :sound h. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : Noda kurang dari 1/16

- Kelas Mutu : B

D. Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan

d. Berat Telur

- Hasil Timbangan : 37g : 39g

- Kelas Mutu : TM1 kecil; TM2 kecil/ peewee e. Rongga Udara

- Kedalaman : < 0,31 cm - Kelas Mutu : AA f. Kuning Telur (yolk)

- Hasil Pengamatan : Bayangan yolk tidak jelas - Kelas Mutu : AA

Setelah Telur Dipecahkan

e. Tebal Kerabang : 0,96 mm : 0,97 mm f. Indeks Kuning Telur : 0,35 cm : 0,36 cm g. Indeks Putih Telur : 0,057 cm : 0,017 h. Haugh Unit(HU)

- Nilai HU : 79,1 : 53,8

(10)

Kualitas Telur

Lama Penyimpanan

Daya Buih (%)

Kestabilan Buih (%)

Tirisan Buih (%)

Segar AA 7 4,16 99, 924 0, 076

Suhu Ruang AA 7 4,92 99, 946 0, 054

Minyak AA - 3,63 99, 9875 0, 0125

2.3 Teknologi Susu dan Mutu Inderawi 2.3.1 Penentuan Mutu Susu

1. Berat Jenis (BJ)

a. Suhu Susu : 16 oC

b. Skala Laktodensimeter : 1,035 c. Perhitungan BJ :1, 0327

𝐵𝐽 𝑝𝑎𝑑𝑎 16°𝐶27°𝐶 76 𝑐𝑚𝐻𝑔 = 1, 035

𝐵𝐽 𝑝𝑎𝑑𝑎 27°𝐶27°𝐶 76 𝑐𝑚𝐻𝑔 = 1, 035 + 16 − 27, 5( ) 𝑥 0, 0002 𝐵𝐽 𝑝𝑎𝑑𝑎 27°𝐶27°𝐶 76 𝑐𝑚𝐻𝑔 = 1, 035 − 0, 0023 = 1, 0327 d. Nilai (Lihat Tabel) : 4,00

(11)

2. Kadar Lemak (KL)

a. Skala Butirometer Gerber : 3,35 % b. Nilai KL (Lihat Tabel) : 5,50

3. Penentuan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Fleischmann

a. Kadar Lemak : 3,35 %

b. BJ : 1,0327

c. Nilai BKTL (Lihat Tabel) : 5,00 𝐵𝐾 = 1, 23 𝐿 + 2,71 𝑥 100 (𝐵𝐽−1)

𝐵𝐽

𝐵𝐾 = 1, 23 (3, 35) + 2,71 𝑥 100 (1,0327−1) 1,0327

𝐵𝐾 = 4, 1205 + 2,71 𝑥 3,27 1,0327

𝐵𝐾 = 4, 1205 + 8,86171,0327

𝐵𝐾 = 4, 1205 + 8, 581 = 12, 7016

𝐵𝐾𝑇𝐿 = 𝐵𝐾 − 𝐿

𝐵𝐾𝑇𝐿 = 12, 7016 − 3, 35 = 9, 3516 ; Nilai BKTL = 5,00

II. Keadaan Susu

Pengamatan Hasil

Uji fisik : 1) Warna 2) Bau

1) Putih kekuningan 2) Normal

3) Manis asin

(12)

3) Rasa 4) Konsistensi

4) Normal Nilai uji fisik = 1

Uji kebersihan Bersih

Nilai uji kebersihan = 2

Uji alcohol Tidak ada butir-butir didinding Nilai uji alkohol = 1

Uji didih Tidak ada butir-butir didinding

Nilai uji didih = 1

Uji reductase Lebih dari 5 jam

Nilai reductase = 3

Derajat asam Ml NaOH yang digunakan untuk

titrasi = 1,5 mL Derajat asam :

= 1,5 mL x 4

= 6 Soxhlet Henkel

Nilai derajat asan (antara 4,5 – 7) = 2

Nilai Susu dengan rumus sebagai berikut : 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑠𝑢

2 + 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑠𝑢 Table Pembagian Kelas Susu Menurut Jumlah nilai

Kelas Nilai minimal

1 17,5

(13)

2 15,5

3 14,5

4 13,5

Keterangan : Nilai minimal dibawah 13,5 tidak diberikan kualifikasi (afkir) Kesimpulan untuk nilai susu :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢 = (4+5+5,5+42 ) + (1 + 2 + 1 + 1 + 3 + 2) 9,25 + 10

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢 = Nilai susu = 19,25

Pengamatan SNI 3141.1 : 2011 Hasil Pengamatan Nilai Berat jenis (BJ) Minimal 1,0270 Suhu : 16°𝐶

Skala Laktodensimeter : 1,035 BJ susu = 1,0327

4

Kadar lemak Minimal 3% 3,35% 5,5

Bahan kering (BK) 12,7%

Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)

Minimal 7,8% 9,35% 5

Uji alcohol Negatif Negative

Derajat asam 6 - 7,5°𝑆𝐻 6

Kesimpulan :Mutu susu sampel memenuhi standar SNI

(14)

III. Produk – Produk Olahan Susu 1. Yoghurt

Lakukan pengamatan terhadap cita rasa, warna dan penampakan yoghurt tersebut.

Warna : putih

Penampakan : cairan kental Konsistensi : homogen

Bau atau aroma : normal atau khas youghurt Rasa : asam atau khas

Sesuai : SNI-2981-2009

2. Susu Pasteurisasi

Lakukan pengamatan terhadap cita rasa, bau, dan warna susu pasteurisasi tersebut.

Warna : khas/normal Bau : khas

Rasa : khas

(dilakukan secara organoleptic : SNI 3951 : 2018)

3. Susu Sterilisasi

Lakukan pengamatan terhadap cita rasa, bau, dan warna susu sterilisasi tersebut Warna : khas/normal

(15)

Bau : khas Rasa : khas

Sesuai : SNI 3950-2014

I. Mutu Indrawi a. Warna

Panelis 463 394 158 792

1 3 3 4 4

2 4 6 2 4

3 5 4 4 4

4 2 5 3 4

5 2 5 3 4

6 6 5 5 4

7 6 5 5 5

8 4 3 4 5

9 4 4 5 5

10 2 3 2 5

11 4 3 2 4

12 5 4 5 4

13 4 5 4 3

14 5 2 4 3

(16)

15 5 2 4 5

16 5 6 4 5

17 5 6 4 4

18 3 4 4 5

19 4 4 5 2

20 3 5 5 4

b. Rasa

Panelis 107 296 315 792

1 4 5 4 5

2 4 5 3 3

3 5 5 4 6

4 3 5 4 5

5 6 5 5 6

6 5 6 4 4

7 6 6 2 5

8 4 4 3 3

9 5 6 6 5

10 3 4 3 4

11 5 5 5 5

12 4 5 4 5

13 5 4 4 6

(17)

14 5 4 3 6

15 6 5 5 4

16 6 4 4 6

17 4 4 4 4

18 6 3 3 5

19 4 6 6 5

20 5 3 3 4

c. Flavour/bau

Panelis 107 296 315 792

1 4 2 5 5

2 4 6 5 6

3 4 5 4 6

4 4 6 4 4

5 4 5 5 6

6 4 6 3 4

7 4 5 4 5

8 4 2 4 5

9 5 6 6 5

10 4 4 5 4

11 3 4 3 5

12 4 5 3 3

(18)

13 6 5 5 6

14 5 6 4 3

15 6 6 5 5

16 5 4 3 4

17 6 6 6 4

18 5 4 3 3

19 2 5 5 4

20 6 5 4 5

d. Total Penerimaan

Panelis 107 296 315 792

1 4 5 6 4

2 4 5 5 4

3 5 5 3 5

4 5 5 5 3

5 4 2 5 4

6 5 5 4 5

7 6 5 5 6

8 4 4 3 6

9 5 6 6 5

10 5 3 5 5

11 5 4 4 5

(19)

12 5 4 3 5

13 5 5 4 6

14 5 4 4 6

15 5 2 5 4

16 2 3 3 6

17 6 6 4 4

18 6 3 5 6

19 4 5 6 3

20 6 4 5 5

2.4 Teknologi Pengolahan Kulit

2.4.1 Pengukuran Kuantitas Kulit a. Berat Kulit : 5g

b. Tebal Kulit

- Croupon : 1,5 mm

- Kepala : 1,66 mm

- Perut : 1,14 mm

- Ekor : 2,65 mm

- Rata-rata Ketebalan Kulit : 1,73 mm c. Luas Kulit

- Panjang Kulit : 28,5 cm

- Lebar Kulit : 16,5 cm

- Luas Kulit : 663,75 cm2

(20)

Keterangan : 470,25

Prinsip :Kulit digarami dengan garam dapur (NaCl) atau garam klorin (NaCl + Na2SO4) dari kadar air 65% menjadi ± 30%. Metode penggaraman kering, timbang garam krosok ditimbang sebanyak 40-50% dari berat kulit yang akan digarami.

Prosedur pengawetan kulit : metode penggaraman kering, yang pertama dilakukan adalah garam krosok ditimbang sebanyak 40-50% dari berat kulit yang akan digarami.

Selanjutnya, dilakukan penggaraman secara merata pada permukaan kulit. Setelah merata, kulit dilipat dengan bagian dalam saling bertemu kemudian disimpan pada wadah. Yang perlu diperhatikan cairan yang terbentuk selama penyimpanan dibuang untuk menghindarri kebusukan. Kulit yang telah digarami dapat disimpan pada suhu ruang selama ± 1 bulan sebelum digunakan.

(21)

III

PEMBAHASAN

3.1 Teknologi Daging, Mutu Mikrobiologi, dan Kerusakan Pangan 3.1.1 Mutu Fisik Daging

Kualitas daging secara fisik dan kimiawi dapat diketahui dari beberapa metode pengujian kualitas daging yang diantaranya adalah uji organoleptic (warna, bau, konsistensi), pH, pengujian susut masak, dan awal pembusukan (eber dan postma) (Soeparno dkk, 2000). Kualitas daging dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain: genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, umur, pakan, aditif, dan stress. Faktor setelah pemotongan meliputi pemotongan, pelayuan, pembersihan sampai dengan pemasakan (Soeparno dkk, 1998). Pengujian kualitas fisik dapat dilakukan dengan cara memperhatikan pH, daya ikat air, susut masak, dan keempukan.

Daya ikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Daging dengan daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan berat. Semakin kecil nilai daya ikat air, maka susut masak daging semakin besar, sehingga kualitas daging semakin rendah karena banyak komponen-komponen terdegradasi. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan dengan jus daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara serabut otot. Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan dengan susut masak lebih besar (Lapase, 2016).

(22)

Pada praktikum ini daging dengan ayam yang tidak dilelahkan memiliki daya ikat air sebesar 22,86 %, susut masak 16,67%, dan keempukan rata-rata daging tersebut 52,33 mm/detik/gram. Sedangkan daging dengan ayam yang dilelahkan terlebih dahulu memiliki daya ikat air sebesar 12,58 %, susut masak 23,33%, dan keempukan rata-rata daging tersebut 42 mm/detik/gram. Daya ikat air daging ayam yang tidak dilelahkan lebih besar dibandingkan dengan daging ayam yang dilelahkan, sehingga kualitas daging ayam yang tidak dilelahkan lebih tinggi dibandingkan dengan daging yang dilelahkan. Daging ayam yang tidak dilelahkan memiliki kualitas yang lebih baik karena memiliki tingkat keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam yang dilelahkan.

Keempukan daging dipengaruhi oleh beberap faktor, yaitu faktor sebelum pemotongan yang meliputi genetik, manajemen, spesies, fisiologi ternak dan umur.

3.1.2 Mutu Mikrobiologi Daging

Mutu mikrobiologi daging dihitung menggunakan sampel yang berasal dari dua tempat yang berbeda. Terdiri dari sampel daging ayam broiler dari pasar tradisional dan supermarket. Sesuai dengan SNI, jumlah koloni yang terdapat pada 28 petridish normalnya berkisar antara 20-250 koloni. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada sampel daging ayam broiler dari pasar tradisional maupun supermarket, keduanya tidak memenuhi syarat maksimal kandungan mikroorganisme yang ditentukan oleh SNI. Dengan demikian, dapat dikatakan koloni yang ada pada sampel termasuk kategori jauh dari jumlah normal.

Jumlah bakteri yang terdeteksi pada ayam broiler supermarket lebih rendah dari ayam broiler pasar tradisional. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kontaminasi bakteri saat proses pemotongan maupun penanganannya yang kurang higienis dibandingkan dengan

(23)

ayam supermarket. Adapun menurut Ramadhani. dkk (2020), yang menyatakan bahwa salah satu kemungkinan sumber kontaminasi pada pasar tradisional adalah peralatan yang digunakan, selain kondisi higiene lingkungan. Berbeda dengan penanganan pada supermarket yang umumnya daging ayam didatangkan khusus dari rumah potong ayam dengan seleksi dan pengiriman dalam keadaan dingin untuk mengurangi adanya kerusakan pada daging.

3.1.3 Kerusakan Pangan

Berdasarkan pengamatan, hasil uji menunjukkan negatif setelah 30 menit pengamatan. Adapun untuk warna menunjukan warna coklat yang menandakans kerusakan belum terbentuk. Hal tersebut terjadi karena waktu penyimpanan belum begitu lama. Adapun menurut Farihatun (2019) , factor-faktor yang memoengaruhi pertumbuhan bakteri pada daging adalah sanitasi lingkungan, sanitasi peralatan, personal hygiene penjamah daging, kondisi bahan baku daging, kondisi penyimpanan daging, kondisi penyajian makanan terhadap keberadaan E.coli. Salah satu factor Hasil uji negatif juga menandakan daging sampel disimpan di lingkungan yang tidak mendukung bakteri untuk berkembang biak dengan cepat.

Apabila daging ayam tidak mengandung kontaminan bakteri yang melebihi standar, maka daging ayam tersebut dinyatakan berkualitas baik. Kualitas daging yang baik umumnya dihasilkan dari rumah potong ayam (RPA) modern maupun tradisional yang menerapkan sanitasi dan higiene yang baik. Adapun penyebab kontaminasi mikroba pada daging yang lain adalah karena proses penyimpanan dan pendistribusian daging ayam yang tidak sesuai standar. Adapun yang mengatur 29 mengenai kualitas dan keamanan pangan daging ayam adalah SNI 3924:2009 untuk karkas dan daging ayam.

(24)

3.2 Teknologi dan Sifat Fungsional Telur 3.2.1 Teknologi Telur

Telur mengalami penurunan kualitas karena disebabkan oleh masuknya mikroba-mikroba perusak ke dalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur, menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan, serta ruang penyimpan yang lembab akan menyebabkan kerabang berjamur. Lama penyimpanan menentukan kualitas telur; semakin lama telur disimpan, kualitas dan kesegaran telur semakin menurun (Jaelani dan Zakir, 2016). Kualitas telur bisa diamati dengan cara melakukan pengukuran terhadap Indeks Kuning Telur (IKT), Indeks Putih Telur (IPT) dan Haugh Unit (HU).

Semakin lama telur disimpan nilai IKT, IPT dan HU akan mengalami penurunan.

Pada praktikum ini dilakukan dua pengamatan yaitu pengamatan eksterior telur dan pengamatan interior telur dengan tiga sampel telur (telur segar, telur suhu ruang, dan telur yang direndam minyak kelapa). Pada telur segar memiliki warna coklat, shape index 84,052, bertekstur normal, tidak ada retak dan tidak pecah, namun sedikit kotor. Pada telur yang disimpan di suhu ruang memiliki warna coklat, shape index 73,32, bertekstur normal, tidak ada retak dan tidak pecah, namun sedikit kotor. Pada telur yang di-dipping dengan minyak kelapa memiliki warna coklat, shape index 78,162, bertekstur normal, tidak ada retak dan tidak pecah, serta bersih. Nilai index telur yang besar berarti telur memiliki ukuran panjang lebih kecil dibandingkan dengan nilai index telur yang lebih rendah, sehingga bentuk telurnya menjadi bulat. Nilai index telur yang tinggi bukan berarti telur berkualitas baik, karena bentuk telur yang baik mempunyai indeks telur

(25)

sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996), berbentuk bulat apabila indexnyaa ≥76 dan oval apabila indexnya 72-76 (Sumarni dan Djuarnani, 1995).

Selanjutnya merupakan pengamatan interior telur yang meliputi berat telur, bayangan yolk, tebal kerabang, yolk index, albumen index dan nilai haugh unit. Pada telur segar memiliki berat sebesar 65 gram dengan bayangan yolk terlihat, tebal kerabang 0.38 mm, nilai yolk index 0.4289 cm, albumen index 11% dan nilai haugh unit sebesar 63. Pada telur yang disimpan di suhu ruang memiliki berat sebesar 56 gram dengan bayangan yolk yang agak jelas, tebal kerabang 0.42 mm, nilai yolk index 40%, albumen index 6,4% dan nilai haugh unit sebesar 22,8. Pada telur yang di-dipping dalam minyak kelapa memiliki berat sebesar 60 gram dengan bayangan yolk yang agak jelas, tebal kerabang 0.39 mm, nilai yolk index 39,3%, albumen index 5,1% dan nilai haugh unit sebesar 52,8.

Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan berat lebih dari 65 gram, extra large 60-65 gram, large/besar 55-60 gram, medium 50-55 gram, small/kecil 45-50 gram dan peewee dibawah 45 gram (Steward dan Abbott, 1972). 30 Telur segar dan telur dengan dipping minyak termasuk golongan extra large, sedangkan telur dengan suhu ruangan termasuk golongan large/besar. Apabila bayangan kuning telur tidak jelas dan posisinya masih di tengah serta gerakannya tidak terlihat, berarti putih telurnya masih sangat kental dan kuning telurnya masih kuat diikat oleh khalaza dan kualitas telurnya masih baik. Tebal kerabang telur segar, telur dengan suhu ruang dan telur dengan dipping minyak kelapa berturutturut yaitu 0,38 mm, 0,42 mm dan 0,39 mm. Tebal kerabang yang ideal berkisar antara 0,33 – 0,35 mm (Steward dan Abbott, 1972). Indeks kuning telur yang baik berkisar antara 0,40 – 0,42. Indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai

(26)

0,174 (Buckle dkk, 1978). Semakin kecil nilai Haugh Unit, maka semakin encer putih telur sehingga kulitas putih telur semakin rendah, sebaliknya jika nilai Haugh Unit semakin tinggi, maka semakin kental putih telur dan semakin tinggi pula kualitas putih telur (Sudaryani, 2006).

3.2.2 Sifat Fungsional Telur

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan sifat fungsional telur segar dan telur 7 hari. Hasilnya didapatkan telur segar memiliki berat 63,2 gram, berat putih telurnya 50 gram, daya buihnya 483,33%, presentase tirisan buih perjam 6,55%, kestabilan buih perjam 93,45%, dan emulsifikasi 92%. Sedangkan untuk telur yang berumur 7 hari memiliki berat 66,8 gram, berat putih telur 45 gram, daya buih putih telur 416,67%, presentase tirisan buih perjam 8,4%, kestabilan buih perjam 91,6%, dan emulsifikasi 72,5%. Kedua sifat telur tersebut menunjukan hasil yang cukup signifikan.

Sifat fungsional adalah sifat – sifat yang terdapat pada telur selain sifat gizinya yang berperan dalam proses pengolahan. Sifat fisik dan kimia protein sangat berperan dalam menentukan sifat fungsional telur. Oleh karena itu terjadinya perubahan terhadap sifat fisik dan kimia protein telur juga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsional telur tersebut. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan – bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruhan pembawa yang tidak tercampur (Ansel, 1985 yang disitasi oleh Utomo, 2010).

Bagian kuning telur yang menyebabkan daya pengelmusinya kuat adalah lesitin, yang berkaitan dengan protein kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Daya buih adalah ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan

(27)

biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap putih telur. Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pengocokan putih telur pada suhu ruang (28 – 300C) lebih mudah menghasilkan busa daripada yang dilakukan pada suhu rendah. Suhu yang terbaik yang dihasilkan dari pengocokan yaitu pada suhu 46,110C (Winarno dan Koswara, 2002).

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Kestabilan buih merupakan faktor penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan 31 struktur kue yang dihasilkan (Surono, 2006). Banyak cara untuk melakukan pasteurisasi telur yaitu dengan cara memberi perlakuan panas pada telur, proses asam laktat pH 7, proses panas dengan hidrogen piroksida, proses panas dengan vakum dan proses perlakuan panas hingga kering pada putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

3.3 Teknologi Susu dan Mutu Inderawi 3.3.1 Teknologi Susu

a. Penentuan Mutu Susu

Susu merupakan bahan makanan yang sangat istimewa untuk dikonsumsi oleh manusia sebab memiliki citarasa yang lezat dan memiliki komposisi nutrisi yang ideal, susu mengandung semua zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, khususnya tubuh manusia dan seluruh komponennya dapat diserap di dalam darah untuk pengembangan tubuh (Nababan, 2015). Setelah keluar dari tubuh ternak, susu merupakan bahan makanan yang murni, higienis, bernilai gizi tinggi, bau,

(28)

tidak berbahaya untuk diminum, menganduk sedikit bakteri yang berasal dari bawaan ambing, dan memiliki rasa yang tidak berubah (Sanam, dkk. 2014).

Penilaian mutu dan juga produksi susu sering digunakan sebagai tolak ukurnya adalah berdasarkan ujian kualitas susu terhadap komposisi susu dan keadaan fisik susu. Uji kualitas susu dapat pula ditinjau dari uji alcohol, uji keasaman, dan juga angka katalase yang merupakan pemeriksaan terhadap keadaan susu yang berguna untuk memeriksa dengan cepat keasaman susu, menentukan adanya bakteri dalam susu (Hadiwiyoto, 1994). Dan susu segar memiliki kandungan bakteri pembentuk asam-asam seperti Streptococcus, Lactobacillus, Pediococcus, dan Leuconostoc (Jaman, dkk. 2013). Adapun syarat mutu susu segar menurut SNI 3141.1:2011 dapat dilihat dalam tabel dibawah.

Tabelsyarat mutu susu segar

No. Karakteristik Satuan Syarat

a. Berat jenis (pada suhu 27,5°C) minimum g/ml 1,0270

b. Kadar lemak minimum % 3,0

c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8

d. Kadar protein minimum % 2,8

e. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan

f. Derajat asam °SH 6,0 – 7,5

(29)

g. pH - 6,3 – 6,8

h. Uji alkohol (70%)v/v - Negatif

i. Cemaran mikroba maksimum 1.Total plate count

2.Staphylococcus aureus 3.Enterobacteriaceae

CFU/

ml CFU/

ml CFU/

ml

1 x 10⁶ 1 x 10² 1 x 10³

j. Jumlah sel somatis maksimum Sel/ml 4 x 10⁵

k. Residu, antibiotika (golongan Penisilin, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida)

- Negatif

l. Uji pemalsuan - Negatif

m .

Titik beku °C -0,520 sampai

-0,560

n. Uji peroxidase - Positif

o. Cemaran logam berat, maksimum:

1. Timbal (Pb)

µg/ml µg/ml

0,02 0,03

(30)

2. Merkuri (Hg) 3. Arsen (As)

µg/ml 0,1

Berdasarkan hasil praktikum, dalam penentuan mutu susu, susu memiliki berat jenis 1,0327 yang dimana angka tersebut memiliki angka penilaian 4, kandungan lemak susu adalah 3,35% dan memiliki poin penilaian 5,5 dengan BKTLnya adalah 9,35% dam memiliki angka penilaian 5 poin, serta memiliki angka refraksi susu adalah 4 poin. Maka dari itu berdasarkan angka penentuan mutu diatas, susu dalam praktikum ini dikategorikan di kelas 1 yang dimana kelas 1 susu ini merupakan susu dengan kualitas yang terbaik.

Untuk pengujian keadaan susu, uji fisik susu memiliki nilai 1, susu memiliki keadaan yang bersih sehingga pada saat pengujian kebersihan susu memiliki nilai 2, untuk uji alcohol susu tidak memiliki butir-butir yang menempel pada dinding yang dimana hal tersebut dapat menjadi indikator kerusakan dari susu sehingga untuk uji alcohol susu memiliki nilai 1, untuk uji didih sama seperti uji alcohol, susu tidak memiliki butir yang menempel pada dinding tabung sehingga memiliki nilai 1, untuk uji reductase susu memiliki nilai 3 dan terakhir untuk pengujian derajat keasaman susu memiliki nilai 2. Sehingga dalam penilaian secara keseluruhan, susu memiliki nilai 19,25 yang dimana nilai tersebut merupakan nilai yang sangat tinggi dan masuk dalam golongan kelas 1. Dan dapat disimpulkan bahwa pengujian susu dalam praktikum kali ini, mutu sampel susu

(31)

yag diuji merupakan susu dengan kualitas yang sangat baik dan telah memenuhi standar SNI.

3.3.2 Mutu Inderawi

Selain pengujian fisik susu, dalam praktikum ini juga diuji untuk mutu indrawi yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu rasa, aroma, dan warna dengan hasil pengolahan data nya dalam dilihat dari tabel dibawah. Dapat disimpulakan, bahwa untuk pengujian mutu indrawi, baik rasa, aroma, dan warna dapat diterima oleh seluruh panelis yang dilibatkan.

TabelPengujian Mutu Indrawi

akseptabilitas 1 2 3 4

Rasa 2,45a 2,55a 2,30a 2,25a

Aroma 1,85a 2,15a 2,85a 3,05b

Warna 2,2a 2,15a 2,75a 3,30b

Total penerimaan 2,35a 2,60a 2,25a 2,95a

3.4 Teknologi Pengolahan Kulit 3.4.1 Pengukuran Kuantitas Kulit

Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kuantitas kulit, kulit yang digunakan memilki berat rata-rata sebesar 205,83. Sehingga berat garam yang digunakan sebanyak 494 – 617,5 gram. Rata-rata ketebalan kulit sebesar 2,15 mm dengan luas kulit sebesar 663,75 cm2 3.4.2 Pengawetan Kulit Prinsip pada praktikum teknologi kulit yaitu

(32)

mengeluarkan cairan dalam kulit. Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Pengawetan Kulit dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-10%) (Rifki, 2014). Metode penggaraman kering cocok digunakan di daerah sejuk/dingin ataupun daerah yang jarang terkena sinar matahari. Karena Penggaraman merupakan metode pengawetan yang paling efektif dan mudah dilakukan, karena reaksi osmosis dari garam mendesak untuk air keluar dari kulit sehingga kondisi tidak memungkinkan bakteri untuk hidup (Stanley, 1993). Prosedur yang dilakukan antara lain:

a. Pertama-tama timbang garam krosok sebanyak 40-50% dari berat kulit yang akan dikeringkan.

b. Selanjutnya lakukan penggaraman secara merata ke seluruh permukaan kulit.

c. Setelah dilakukan penggaraman, lipat kulit bagian dalam saling bertemu kemudian simpan dalam wadah.

d. Buang cairan yang keluar agar tidak terjadi kebusukan.

e. Kulit yang telah digarami disimpan pada suhu ruang selama kurang lebih satu bulan sebelum digunakan.

f. Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kuantitas kulit.

(33)

IV

KESIMPULAN

4.1 Teknologi Daging, Mutu Mikrobiologi, dan Kerusakan Pangan

● Dengan demikian, ayam yang tidak dilelahkan memiliki kualitas karkas yang lebih baik dibandingkan dengan ayam yang dilelahkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perecahan karkas dan hasil uji kualitas fisik meliputi keempukan, susut masak, dan daya ikat air.

● Berdasarkan hasil perhitungan jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada sampel daging ayam broiler dari pasar tradisional dan supermarket, Tidak ada yang memenuhi syarat maksimal kandungan mikroorganisme yang sesuai dengan SNI.

● Hasil uji akibat aktivitas mikrobiologis dan penyimpanan daging ayam yang belum lama akan menyebabkan hasilnya menunjukkan inidkator negatif setelah 30 menit pengamatan.

4.2 Teknologi dan Sifat Fungsional Telur

● Uji Kualitas telur yang dilakukan yaitu uji kualitas eksterior dan interior. Kualiatas eksterior telur diantaranya warna kerabang, indeks telur, keutuhan, tekstur dan kebersihan. Sedangkan kualitas interior telur diantaranya berat, bayangan yolk, tebal kerabang, indeks kuning telur, indeks putih telur dan haugh unit.

● Sifat Fungsional telur terdiri dari daya buih, tirisan buih, kestabilan buih perjam, dan emulsifikasi.

4.3 Teknologi Susu dan Mutu Inderawi

● Pengujian susunan susu dinilai sudah sangat baik karena setelah dilakukan pengamatan

(34)

dan perhitungan didapatkan hasil yang hampir sama dengan atau diatas rata-rata standar yang telah ditetapkan. Pengujian keadaan susu terdiri atas uji fisik, uji alkohol, uji didih, dan derajat asam. Berdasarkan hasil pengamatan, semua uji menunjukan bahwa susu dalam keadaan yang baik. Pada uji fisik didapatkan warna susu putih kekuningan, aroma normal khas susu, rasa manis asam, dan konsistensi yang normal. Pada uji alkohol dan uji didih didapatkan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya butiran susu yang menempel di dinding tabung reaksi. Dalam pengujian kualitas keseluruhan susu dalam praktikum kali ini digolongkan dalam kelas 1, memenuhi standar SNI. Dalam pengujian mutu inderawi, baik rasa, aroma, dan warna dapat diterima oleh seluruh panelis yang dilibatkan.

4.4 Teknologi Pengolahan Kulit

● Pengukuran kuantitas kulit dapat dilakukan dengan mengetahui rata-rata ketebalan kulit dan luas kulit. Metode yang paling mudah dan efisien untuk pengawetan kulit adalah metode penggaraman. Pada saat proses penggaraman harus memperhatikan penaburan garam dan dipastikan semua permukaan kulit tertutupi garam untuk meminimalisir pertumbuhan mikroba yang akan membuat kulit membusuk

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H., Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit University Press, Jakarta

Farihatun, I. 2019. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Bakteri Eschericia Coli Pada Makanan Jajan Pedagang Kaki Lima Di Lingkungan Sekolah Dasar Kecamatan Ngronggor Kabupaten Nganjuk.Tesis.

Hadiwiyoto S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Edisi ke-2. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Jaelani, Achmad dan Zakir, M. I. 2016. Kualitas Eksterior dan Interior Telur Komersil pada Beberapa Peternakan di Kabupaten Tanah Laut. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan.

Jaman MFV, Suada IK, Sampurna IP. 2013. Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Selama Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau Dari Rasa, pH dan Uji Alkohol. J Veteriner2(5) : 469-478.

Lapase, Oki Ankeli., Jajang Gumilar dan Wiwin Tanwiriah. 2016. Kualitas Fisik (Daya Ikat, Susut Masak dan Keempukan) Daging Paha Ayam Sentul Akibat Lama Perebusan.Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Nababan, M., I K. Suada, dan I. B. N. Swacita. 2015. Kualitas Susu Segar pada Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan Angka Katalase.Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 4(4) : 374-382.

Ramadhani, dkk. 2020. Kualitas Mikrobiologi Daging Ayam Broiler di Pasar Tradisional

(36)

Banyumakin Semarang.Jurnal Biologi Tropika. 3 (1) : 8-16.

Rifki, Dinal. 2014.Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Kulit Sapi. Direktoran Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Sanam AB, Swacita IBN, Agustina KK. 2014. Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol.J Veteriner3(1) : 1-8

SNI 3141.1:2011. Susu Segar

Soeparno. Indratiningsih, S. dan Rahastuti. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press.

Yogyakarta.

Sudaryani, K. 2006.Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sukmaya. 1982. Paper Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Flavour pada Air Susu Segar. Fakultas Peternakan, UNPAD: Bandung.

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen Pertanian.Balai Latihan Pertanian Ternak, Ciawi Bogor.

Surono, H. 2006.Daya dan Kestabilan Buih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat pada Umur yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Skripsi Sarjana Peternakan).

Stadelman, W. J. and O.J. Cotterill. 1973. Egg Science and Technology. The Avi Publishing Company. Inc. Wesport, USA.

Steward, G. F., dan J. C. Abbott. 1972.Marketing Eggs and Poultry. Third Printing. Food and Agricultural Organization (FAO) the United Nation. Rome.

(37)

Utomo, D. W. 2010. Sifat Fisikomia Telur Ayam Ras yang Dilapisi dengan Lidah Buaya (Aloe vera) Selama Penyimpanan. Universitas Diponegoro. Semarang. (Skripsi Sarjana Peternakan).

Winarno, F. G dan S. Koswara. 2002.Telur: Komposisi, Penanganan Dan Pengolahannya. M – Brio Press. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Rendahnya kadar air telur ayam yang direndam lebih lama dalam larutan gelatin dikarenakan semakin sempurnanya tertutup pori-pori permukaan kulit telur akibat dari gelatin

Dari hasil uji kualitatif yang dilakukan terhadap kalsium dan karbonat dalam larutan sampel menunjukkan bahwa kalsium dan karbonat positif terdapat pada kulit telur ayam ras,

Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini mempelajari tentang teknik prosesing pada berbagai hasil ternak yang meliputi produk daging, susu, telur dan hasil ikutan

Mata kuliah ini membahas aspek tentang teknik prosesing pada berbagai hasil ternak yang meliputi produk daging, susu, telur sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi

Telur yang masih baru kemudian diawetkan dengan larutan ekstrak kulit manggis , sesuai dengan perlakuan tertentu dan kemudian dianalisa untuk menentukan nilai haugh

Hasil ternak baik berupa susu, telur dan daging diolah dengan standar CPPB (Cara Produksi Pangan Yang Baik) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.. Selain itu,

Telur yang masih baru kemudian diawetkan dengan larutan ekstrak kulit manggis , sesuai dengan perlakuan tertentu dan kemudian dianalisa untuk menentukan nilai haugh

adalah sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya. Sedangkan sub kelompok yang memberikan