1
Zaenal Mustopa Subagja
Sekolah Tinggi Manajemen Pariwisata ARS Internasional Jl. Sekolah Internasional 1-6 Antapani Bandung
ABSTRAK
Sejarah seni pertunjukan Kuda Renggong berasal dari Kabupaten Sumedang. Menurut beberapa seniman seni pertunjukan Kuda Renggong berasal dari Kabupaten Sumedang, yang diciptakan oleh Alm. Sipan sekitar tahun 1910 di Desa Cikurubuk Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Pertunjukan seni Kuda Renggong biasanya diadakan sebagai hiburan pada khitanan anak, tujuannya untuk menghibur anak yang merasa sakit setelah dikhitan. Kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang yang sudah terlatih dan beberapa kuda yang dilatih dengan gerakan-gerakan indah serta diiringi musik yang khas memberikan daya tarik tersendiri terhadap wisatawan yang melihatnya, tidak hanya memberikan hiburan namun seni pertunjukan kuda renggong mempunyai nilai-nilai dan norma didalamnya. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi, seni pertunjukan Kuda Renggong memiliki nilai sejarah, nilai religi, nilai interaksi antar makhluk tuhan, nilai teatrikal, nilai universal, nilai keindahan, nilai kerja sama, nilai kekompakan dan ketertiban, nilai kerja keras dan ketentuan, nilai , nilai sosial, nilai ekonomi, nilai kehormatan, nilai kesenian. Daya tarik wisata pada seni pertunjukan Kuda Renggong adalah tradisi, sejarah, makna lokal, seni dan musik, Bahasa, pakaian tradisional, kerajinan.
Kata Kunci : Sejarah, Nilai, Daya Tarik Wisata.
ABSTRACT
the history of the performing arts of Kuda Renggong comes from the district of Sumedang. According to some art artists the display of Kuda Renggong comes fromSumedang district created by the deceased Sipan around 1910 in the Village of Cikurubuk, Buahdua sub-district, Sumedang district. The performance of the Kuda Renggong is usually held as an entertainment on the circumcision of children. The goal is to entertain Children who feel sick after being circumcised. The arts played by some trained with beautiful movements and accompanied by distinctive music provide a special attraction to tourist who see it. Not only providing entertainment, but the performing arts of Kuda Renggong have values and norms in them. The method used is a qualitative method with data collection techniques, namely observation, interviews and documentation, the performance art of the Renggong Horse has historical values, religious values, the value of interaction between divine beings, theatrical values, universal values, the value of beauty, the value of cooperation, the value of compactness and order, the value of hard work and the provisions, values, social values, economic values, values of honor, values of art. The tourist attraction in the performing arts is the Renggong Horse tradition, history, local meaning, art and music, language, traditional clothing, crafts.
Keyword : history, velue, tourist attraction.
PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkontribusi tinggi dalam menyumbang devisa negara. Bukan hanya meningkatkan ekonomi negara namun dapat memperkenalkan produk dibidang pariwisata di mata dunia. Didalam suatu daerah memili produk wisata yang beraneka ragam, baik itu kebudayaannya, alamnya, keseniannya dan hal lainnya yang mampu membuat pariwisata di Indonesia mampu berkontribusi dalam pengembangan ekonomi di suatu daerah tersebut. Suatu daerah mampu dikembangkan dengan baik akan menghasilkan kontribusi yang signifikan (Syarifuddin 2017:226). Saat ini pariwisata berperan penting baik itu di nusantara maupun mancanegara. Pariwisata juga berpeluang untuk meningkatkan citra negara dimata Internasional. Sedangkan citra sendiri dapat diartikan sebagai bukti yang tidak terlihat namun dapat dirasakan baik itu bernilai positif maupun negatif (Syarifuddin 2018:4). Saat ini pariwisata telah berkembang dan memiliki keanekaragaman wisata, mulai dari wisata keagamaan, wisata alam, wisata minat khusus, wisata kuliner, wisata edukasi wisata budaya dan wisata sejarah. Wisata dalam sebuah budaya di Indonesia sendiri bertujuan untuk mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin
(Syarifuddin 2016:54). Hal ini dikarenakan agar seluruh masyarakat sadar bahwa perlunya menjaga sebuah hasil karya masyarakat agar tidak punah dan tetap dilestarikan ke masa yang akan datang.
Berikut ini data tentang jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2016 :
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Menurut Kabupaten / Kota di Jawa Barat
Tahun 2016 Kabupaten
/Kota
Wisata wan Mancan
egara
Wisat awan Nusan tara
Jumla h
Kabupaten
1. Bogor 228.913 4.955.
079
5.183.
992 2. Sukab
umi
49.985 2.031.
979
2.081.
964 3. Cianj
ur
12.100 212.09 5
224.19 5 4. Band
ung
867.000 5.583.
468
6.450.
468 5. Garut 4.983 671.85
8
676.84 1
6. Tasik malay a
1.362 505.57 0
506.93 2
7. Ciami s
- 126.02 2
126.02 2 8. Kunin
gan
116 1.189.
102
1.189.
218 9. Cireb
on
- 644.22 4
644.22 4 10. Majal
engka
1.500 443.00 1
444.50 1 11. Sume
dang
18.637 992.31 5
1.010.
952 12. Indra
mayu
- 111.70 3
111.70 3 13. Suban
g
748.972 3.477.
300
4.226.
272 14. Purwa
karta
2.782 1.957.
194
1.959.
976 15. Kara
wang
649 4.574.
411
4.575.
060 16. Bekas
i
- 49.740 49.740
17. Band ung Barat
278.027 1.289.
657
1.567.
684
18. Panga ndara
n
10.344 1.824.
367
1.834.
711
Kota
1. Bogor 13.217 5.293.
040
5.306.
257 2. Sukab
umi
3.266 82.316 85.582
3. Band ung
432.271 1.431.
290
1.863.
561 4. Cireb
on
1.423 1.354.
722
1.356.
145 5. Bekas
i
- - -
6. Depo k
7.812 1.864.
273
1.872.
085 7. Cima
hi
339 1.968 2.307
8. Tasik malay a
25 302.90 8
302.93 3
9. Banja r
- 50.453 50.453
Jawa Barat
2.683.72 3
41.020 .055
43.703 .778 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan tabel diatas, jumlah kunjungan wisatawan ke tempat obyek wisata di Jawa Barat menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat sebanyak 43.703.778, dimana kunjungan untuk wisatawan nusantara dengan jumlah 41.020.055 dan wisatawan mancanegara berjumlah 2.683.723.
sedangkan untuk jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Sumedang berjumlah 1.010.952 dengan wisatawan nusantara sebanyak 992.315 dan wisatawan mancanegara sebanyak 18.637.
Indonesia merupakan negara kaya akan budaya, hal ini dikarenakan banyaknya budaya yang terdapat diberbagai belahan nusantara. Sebagaimana kita ketahui bahwa didalam daerah terdapat kebudayaan, kebudayaan merupakan suatu hasil karya cipta manusia yang dijadikan suatu kebiasaan dimasyarakat. Hasil karya cipta tersebut diantaranya tarian, lagu daerah, rumah adat, Bahasa daerah dan pertunjuakan daerah.
Didalam kebudayaan terdapat wujud atau bukti yang konkrit seperti peralatan, arsitektur, pakaian hingga yang lainnya, serta terdapat abstrak seperti keyakinan, nilai dan norma (Syarifuddin 2016:56).
Provinsi Jawa Barat adalah sebuah provinsi yang didalamnya memiliki keanekaragaman hasil karya dari suatu budaya dan dilestarikan sampai saat ini.
Provinsi Jawa Barat memiliki jenis kesenian tradisional yang beragam bentuknya, jenis kesenian yang berkembang merupakan suatu kekayaan yang mempunyai nilai tinggi, karena kesenian yang dimiliki merupakan hasil penciptaan dari karya masyarakat serta merupakan cerminan budaya yang
menjadikan setiap daerah mempunyai kekhasan. Menurut Sedyawati (1981:56) berpendapat bahwa dalam lingkungan adat dan kesepakatan yang turun menurun mengenai perilaku memiliki wewenang yang besar untuk bangkitnya kesenian.
Dalam kebudayaan terdapat berbagai hasil cipta manusia salah satunya adalah kesenian. Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan dimana masyarakat dapat mengekspresikan kebudayaan tersebut, selain bagian dari kebudayaan kesenian mempunya peran lain diantaranya sebagai nilai yang terkandung didalamnya serta memperkokoh solidaritas antar manusia.
Berbagai macam kesenian yang tersebar di Indonesia sangatlah beranekaragam, seperti tari Kecak, Reog Ponorogo, Jaipong dan kesenian lainnya, hal itu semua memiliki makna dan nilai-nilai tersendiri. Seni di bidang kebudayaan merupakan seni yang sangat kuat hubungannya dengan nilai budaya diantaranya adat istiadat dan kepercayaan (Syarifuddin 2016:54).
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat dimana masyarakat memiliki kesenian tradisional yang beranekaragam kesenian tersebut diantaranya yaitu Seni Bangreng, Seni Umbul, Tarawangsa, Upacara Seren Taun, Kuda Renggong dan sebagainya.
Kesenian berikut secara turun temurun dilestarikan mulai keturunan penciptanya sampai berkembang di masyarakat umum, hingga kesenian tersebut dapat menjadi ciri khas di Kabupaten Sumedang. Dari beberapa kesenian diatas penulis memilih seni pertunjukan Kuda Renggong.
Meskipun eksistensi yang dimiliki oleh seni pertunjukan Kuda Renggong ini sudah mulai meluas diluar Sumedang seperti Ujung Berung, kota Bandung dan daerah lainnya, namun sebagian masyarakat tidak mengetahui bahwa beberapa seniman mengatakan bahwa awal mula munculnya seni pertunjukan Kuda Renggong berasal dari Kabupaten Sumedang. Menurut beberapa seniman seni pertunjukan Kuda Renggong berasal dari Kabupaten Sumedang, yang diciptakan oleh Alm. Sipan sekitar tahun 1910 di Desa Cikurubuk Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Pertunjukan seni Kuda Renggong biasanya diadakan sebagai hiburan pada khitanan anak, tujuannya untuk menghibur anak yang merasa sakit setelah dikhitan. Kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang yang sudah terlatih dan beberapa kuda yang dilatih dengan gerakan-gerakan indah serta diiringi musik yang khas memberikan daya tarik tersendiri terhadap wisatawan yang melihatnya, tidak hanya memberikan hiburan
namun seni pertunjukan kuda renggong mempunyai nilai-nilai dan norma didalamnya. Nilai merupakan kemampuan dalam suatu objek yang bertujuan untuk memuaskan serta memanjakan hasrat manusia sehingga dapat dijadikan daya tarik (Syarifuddin 2018:26). Nilai memiliki peranan sangatlah penting yang digunakan sebagai pengatur dalam tata kehidapan di masyarakat sedangkan norma merupakan petunjuk, anjuran atau perintah dalam mengatur suatu kelompok (Syarifuddin 2016:101).
Dari uraian diatas tentang latar belakang penelitian, penulis melakukan penelitian dengan menggambarkan nilai-nilai seni pertunjukan Kuda Rengong sebagai daya tarik wisata, maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “NILAI DAYA TARIK WISATA SENI PERTUNJUKAN KUDA RENGGONG”
METODE PENELITIAN
Adapun jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana penulis melakukan survey di objek yang diteliti untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Menurut Sugiyono (2012:8) metode penelitian kualitatif dapat disebut juga
dengan metode naturalistic karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai metode entographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian dalam bidang antropologi budaya, disebut juga metode kualitatif dikarenakan data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Berbicara mengenai metode penelitian kualitatif, Cresswell (2008) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengerti gejala yang terjadi, untuk mengerti gejala tersebut penulis melakukan wawancara kepada informan dengan mengajukan pertanyaan yang umum dan luas, informasi yang disampaikan oleh informan lalu dikumpulkan, dan biasanya informasi tersebut berupa kata atau tulisan.
Kata atau tulisan tersebut kemudian dianalisis, hasil dari analisis tersebut dapat berupa penggambaran atau deskripsi
HASIL PENELITIAN
Batas administratif Kabupaten Sumedang tersebut terletak pada posisi 060 34’ 46,18” - 7° 00’ 56,25” Lintang Selatan dan 1070 01’
45,63” - 108° 12’ 59,04”. Luas Wilayah Kabupaten Sumedang adalah 155.871,98 Ha sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No 2 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031 yang terdiri dari 26 Kecamatan terbagi ke dalam 270 desa dan 7 kelurahan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Buahdua (6,91%) dari total luasan Kabupaten Sumedang, sedangkan yang paling kecil luasnya Wilayahnya adalah Kecamatan Cisarua (1,14%). Berikut merupakan rincian pembagian Desa dan Keluarahan disetiap Kecamatan.
Jumlah Desa/Kelurahan Kabupaten Sumedang
No Kecamatan Jumlah Desa/Kecamatan 1 Jatinangor 12
2 Cimanggung 11 3 Tanjungsari 12 4 Sukasari 7 5 Pamulihan 11 6 Rancakalong 10 7 Sumedang
Selatan
10/4
8 Sumedang Utara
10/3
9 Ganeas 8
10 Situraja 14
11 Cisitu 10
12 Darmaraja 12
13 Cibugel 7
14 Wado 10
15 Jatinunggal 9 16 Jatigede 11
17 Tomo 10
18 Ujungjaya 9 19 Congeang 12
20 Paseh 10
21 Cimalaka 14
22 Cisarua 7
23 Tanjungkerta 12 24 Tanjungmedar 9
25 Buahdua 14
26 Surian 9
Jumlah 277
Sumber : Perda Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011- 2013;BPMPD 2016.
Seni Pertunjukan Kuda Renggong
Dulunya kuda digunakan sebagai alat transportasi dimana kuda dilatih dan digunakan untuk mengangkut barang, atau ditunggangi untuk menuju suatu tempat, selain itu kuda dipakai untuk pacuan atau balap kuda, namun berbeda di Kabupaten Sumedang, Kuda yang dulunya berfungsi selain sebagai alat transportasi juga digunakannsebagai sarana hiburan, namanya Kuda Renggong, Kuda yang berbeda dengan kuda pada umumnya, Kuda Renggong merupakan kuda yang dilatih khusus agar dapat menari, selain menari Kuda Renggong juga dilatih gerakan silat.
Dalam penelitian yang penulis dapat dari hasil wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa seni pertunjukan Kuda Renggong merupakan salah satu seni pertunjukan masyarakat yang berasal dari Kabupaten Sumedang, pada awalnya Kuda Renggong diberi nama Kuda igel atau kuda menari, kata Renggong bermula dari kata Ronggeng yang memiliki kata kamonesan dalam Bahasa Sunda yang memiliki arti
“keterampilan” seni pertunjukan Kuda Renggong biasanya dipertunjukan pada acara khitanan (sunatan), hajatan dan penyambutan, baru-baru ini pemerintah Kabupaten Sumedang melakukan kebijakan dengan mengadakan acara tahunan festival
seni pertunjukan Kuda Renggong tepatnya setiap tanggal 29 September. Dalam seni pertunjukan Kuda Renggong, para pelatih kuda atau bisa disebut “kuncen” melatih kuda agar dapat melakukan gerakan seperti menari dengan gerakan kaki, badan, serta kepala seolah-olah kuda sedang meronggeng atau menari dengan mengikuti alunan musik.
Tidak hanya menari, pelatih atau kuncen juga melatih kuda agar dapat melakukan gerakan silat (gulat) untuk ditampilkan diakhir acara dihalaman atau lapangan yang luas, sebelum melakukan seni pertunjukan Kuda Renggong para pemain atau kuncen melakukan persiapan ritual terlebih dahulu hal ini bertujuan agar seni pertunjukan Kuda Renggong dapat berjalan dengan lancar.
Tidak hanya menyiapkan kuda untuk menari dan silat para pemain atau kuncen juga menyiapkan kuda untuk dijadikan keretek
“delman”. Kuda yang sudah dihias ditunggangi oleh anak yang telah didangdani seperti tokoh wayang “gatot kaca”, dibagian depan terdapat beberapa penari dan dibagian belakang diikuti oleh beberapa keretek
“delman”.
Penulis telah melakukan penelitian di beberapa grup seni pertunjukan Kuda Renggong yaitu lingkung seni Kuda Renggong Disko yang dipimpin oleh Bapak Aca yang terletak di Desa Cidempet,
Kecamatan Congeang, Kabupaten Sumedang dan lingkung seni Kuda Renggong Dinar Klana Jaya yang dipimpin oleh Bapak Dinar yang terletak di Desa Cijambu, Kecamatan Congeang, Kabupaten Sumedang. Pada awalnya lingkung seni Kuda Renggong Dinar Klana Jaya sudah mendapatkan beberapa prestasi kejuaraan dibidang seni pertunjukan Kuda Renggong namanya begitu ramai diperbincangkan, setelah Bapak Dinar pensiun dalam dunia Kuda Renggong karena factor usia lingkung seni Kuda Renggong Dinar Klana Jaya tidak lagi aktif dalam seni pertunjukan Kuda Renggong namun ilmunya diteruskan kepada adiknya yang bernama Bapak Aca pemilik grup lingkung seni Kuda Renggong Disko.
Nilai Daya Tarik Wisata Seni Pertunjukan Kuda Renggong
Menurut shaw dan William (1997) dalam Jurnal syarifuddin (2015:103) mengatakan dalam kegiatan pariwisata terdapat sepuluh elemen budaya yang menjadi, daya tarik wisata, diantaranya Kerajinan, Tradisi, Sejarah dari suatu daerah atau tempat Arsitektur, Makna lokal atau tradisional, Seni dan musik, Cara hidup suatu masyarakat, Agama, Bahasa, Pakaian Tradisional.
Penulis mengambil dimensi pendukung daya tarik wisata pada aspek
tradisi, sejarah, makna lokal, seni dan musik, Bahasa, pakaian tradisional, kerajinan.
Dalam tradisi seni pertunjukan Kuda Renggong masyarakat Kabupaten Sumedang dilaksanakan pada kegiatan acara khitanan, pernikahan, dan penyambutan. Seni pertunjukan Kuda Renggong lahir tahun 1910 pada masa pemerintahan pangeran Aria Soeria Atmadja, Pangeran Aria Soeria Atmadja yang dijuluki pangeran mekah melihat warganya sedang memperhatikan kuda yang perilakunya seperti menari di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang oleh Aki Sipan. Dalam seni pertunjukan Kuda Renggong terdapat nilai- nilai yang terkandung seperti nilai sejarah, nilai religi, nilai interaksi antar makhluk tuhan, nilai teatrikal, nilai universal, nilai keindahan, nilai kerja sama, nilai kekompakan dan ketertiban, nilai kerja keras dan ketentuan, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai kehormatan, nilai kesenian. Seni pertunjukan Kuda Renggong memiliki daya tarik dalam cara melatih, gerakan, pakaian dan perlengkapan, prosesi, musik. Kabupaten Sumedang terkenal dengan penggunaan Bahasa yang halus dan sopan, ini dibuktikan penggunaan Bahasa Tradisional yaitu Bahasa Sunda yang melekat di dalam diri masyarakat Kabupaten Sumedang. Salah satu daya tarik seni pertunjukan Kuda Renggong adalah
pakaian atau perlengkapan yang digunakan pada saat pertunjukan Kuda Renggong, Kuda Biasanya di hiasi dan dilengkapi pakaian yang warnanya mencolok, sedangkan untuk anak yang di khitan memakai pakaian dengan tokoh Gatot Kaca yang melambangkan pahlawan, gagah dan berwibawa.
Kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia, dari suatu kebudayaan terlahir sebuah karya yang disebut kesenian, dari kesenian tersebut tercipta berbagai hasil salah satunya seni pertunjukan Kuda Renggong.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, Eka Rosyidah, Sunarti Sunarti, and Edriana Pangestuti. "Pengaruh daya tarik wisata dan fasilitas layanan terhadap kepuasan wisatawan di Pantai Balekambang Kabupaten Malang." Jurnal Administrasi Bisnis 51.2 (2017): 16-21.
Arifin, J. (2016). Wawasan al-Quran dan Sunnah Tentang Pariwisata. Jurnal An-Nur, 4(2).
Ariyati, Denviani Tri. "Sistem Informasi Pariwisata Kabupaten Tanggamus Berbasis Web." PROCIDING KMSI 1.1 (2013).
Asmani, J. M. 2012. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Jogjakarta : DIVA Press.
Budaya, N., Tasik, B., Sebagai, P., Tarik, D., &
Barat, W. J. (2017). Didin Syarifuddin Manajemen Resort Dan Leasure.
Damanik, J., & Weber , H. F. (2006). Perencanan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi.
Diterbitkan Atas Kerjasama Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) Universitas Gadjah Mada dan Penerbit Andi. Yogyakarta.
Gunawan, Imam, and Rina Tri Sulistyoningrum.
"Menggali Nilai-nilai Keunggulan Lokal Kesenian Reog Ponorogo Guna Mengembangkan Materi Keragaman Suku Bangsa dan Budaya pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV Sekolah Dasar." Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran 3.01 (2016).
Hills, Michael D. "Kluckhohn and Strodtbeck's values orientation theory." Online readings in
psychology and culture4.4 (2002): 3
Kattsoff, L. O., & Filsafat, P. (2004). Terj.
Soejono Soemargono. Yogyakarta : Tiara Wacana , cet. Ke-9.
Kluckhohn, F.R., & Strodtbeck, F.L. (1961).
Variations in Value Orientations.
Kodyat , H. (1997). Hakekat dan Perkembangan Wisata Alternatif. Dalam Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan, ed. [10][1] Myra P. Gunawan. Bandung : Penerbit ITB.
Kurnia, G. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Kerjasama Dinas Kebudayaan &
Pariwisata, Jawa Barat [dengan] Pusat Dinamika Pembangunan, Unpad.
Maryani, E. (1991). Pengantar Geografi Pariwisata. IKIP. Bandung.
Marzali, A. (2014). Pergeseran Orientasi Nilai Kultural dan Keagamaan di Indonesia (Sebuah Esai dalam Rangka Mengenang Almarhum Prof.
Koencaraningrat). Antropologi Indonesia.
Nurcahyo, A., Soebijantoro, hanif, M., dan Hartono, Y. 2011. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar. Magetan : LE-Swastika Press.
Rehaj, dkk. Perkembangan Nilai-Nilai Moral Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Muhamadiyah 06 Dau-Malang. Diss.
University of Muhammadiyah Malang, 2017.
Riani, N. K. (2017). Peranan Seorang Guide Dalam Dunia Pariwisata. Siki Bali. July,
4,11-12.
Ruswandi, M. (2017). Perkembangan Fungsi dan Pertunjukan Tradisi Kuda Renggong di Sumedang Utara. PANTUN, 2017,2.2.
Sedyawati, E. 1981. Tari: Tinjauan Seni Pertunjukan. Wibowo, Lili Adi. "Usaha Jasa Pariwisata." Universitas Pendidikan Indonesia (2008).
Shaw dan William. 1993. Social and Personal Ethic, Personal Ethic. 8th Edition.
Amazone. Com.
Siregar, L. (2002). Antropologi dan Konsep Kebudayaan. Jurnal Antropologi Papua,
1(1), 1-12.
Soepandi, A., & Atmadibrata, E. (1997).
Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat. Pelita Masa.
Spillane, J. J. (2000). Perencanaan Pemasaran Pariwisata. Makalah. Kerjasama Antara Departemen Kehutanan dan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta
Spradley, James P.; dan David W. McCurdy (1987). Conformity and Conflict ; Readings in Cultural Anthropology (edisi ke 6). Boston : Little, Brown and
Company
Sugiyono. 2012. Metode Peneltian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Suyono, Ariyono, and Aminuddin Siregar. Kamus antropologi. Akademika Pressindo, 1985.
Syarifuddin, D. (2017). Nilai Wisata Budaya Seni Pertunjukan Saung Angklung Udjo Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure.
https://doi.org/10.17509/JUREL.V13I2.49 79
Syarifuddin, D., dkk. 2015. Daya Tarik Wisata Upacara Tradisional Hajat Laut Sebagai Nilai Budaya Masyarakat Batu Karas.
Jurnal Manajemen Resort & Leisure.
Syarifuddin, D. (2017). Nilai Budaya Batik Tasik Parahyangan Sebagai Daya Tarik Wisata Jawa Barat. Manajemen Resort Dan Leasure.
Syarifuddin, D. (2019). Nilai Citra Kota Dari Sudut Pandang Wisatawan (Studi Tentang Citra Kota Bandung Dampaknya Terhadap Kunjungan Ulang). Journal of Indonesian Tourism, Hospitality and Recreation.
https://doi.org/10.17509/jithor.v1i2.13761
Wibowo, L.A. (2008). Usaha Jasa Pariwisata.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Yoeti, Oka A, 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Yoeti, Oka A. 2006. Tour and Travel Marketing, cetakan kedua. Jakarta: PT. Pradnya
Paramitha.