PERATURAN
DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 6 TAHUN 2025 TENTANG
PEDOMAN PENGAWASAN TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN, Menimbang : a. bahwa pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat
dan makanan merupakan Agenda Prioritas Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Tahun 2025 dengan tema kesehatan;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 huruf b Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Keamanan, Hukum, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan menyelenggarakan fungsi penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara dan program lintas sektoral pembangunan nasional instansi pemerintah pusat bidang politik, keamanan, hukum, pembangunan manusia, dan kebudayaan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Keamanan, Hukum, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan tentang Pedoman Pengawasan Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);
2. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 400) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia DEPUTI BIDANG PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN
MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN
Tahun 2025 Nomor 5);
3. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Standar Kerja Pengawasan Intern Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 63);
4. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 378);
5. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Manajemen Penugasan Pengawasan di Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 406);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN
Pasal 1
Peraturan Deputi Kepala ini mengatur mengenai pedoman dalam melaksanakan pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan.
Pasal 2
(1) Pedoman pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dimaksudkan sebagai panduan bagi Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam melaksanakan pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
(a) memberikan acuan bagi unit kerja di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan, mengoordinasikan, melaporkan, dan memantau pelaksanaan pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan; dan
(b) mewujudkan suatu manajemen pengawasan yang utuh dan terintegrasi bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) atas kegiatan pengawasan sektor pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas pada tema kesehatan dengan topik tata kelola keamanan obat dan makanan.
Pasal 3
(1) Ruang lingkup pedoman pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan periode tahun 2024 sampai dengan semester II tahun 2025.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap komoditas yang terdiri atas:
(a) obat (tidak termasuk obat tradisional);
(b) pangan olahan dengan izin yang diterbitkan Badan Pengawas Obat dan Makanan; serta
(c) pangan olahan tertentu dan pangan olahan siap saji dengan izin yang diterbitkan pemerintah daerah.
Pasal 4
(1) Batasan tanggung jawab tim pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan didasarkan pada data, informasi, dan fakta yang disampaikan kepada tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan oleh Klien dan/atau Entitas Mitra dan/atau pihak lain yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Klien dan/atau Entitas Mitra dan/atau pihak lain yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas validitas dan keandalan data/informasi yang diberikan kepada tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(3) Laporan Hasil Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan bersifat informatif dan penggunaan serta tindak lanjut atas Laporan Hasil Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan merupakan kewenangan dari klien dan/atau entitas mitra yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi Kepala ini.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Juni 2025
DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN,
SALLY SALAMAH
Ditandatangani secara elektronik oleh:
LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN BIDANG
PENGAWASAN INSTANSI PEMERINTAH BIDANG POLITIK, KEAMANAN, HUKUM, PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 6 TAHUN 2025 TENTANG
PEDOMAN PENGAWASAN TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN
PEDOMAN PENGAWASAN TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keamanan obat dan makanan merupakan aspek krusial dalam menjaga kesehatan masyarakat Indonesia. Produk obat dan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan dapat menimbulkan risiko serius bagi konsumen, mulai dari gangguan kesehatan ringan hingga penyakit yang mengancam jiwa. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan signifikan dalam kasus keracunan pangan, dengan 4.792 kasus dan 15 kematian tercatat hingga 16 Oktober 2023. Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah kasus tertinggi, mencapai 1.679 kasus. Oleh karena itu, pengawasan yang efektif terhadap tata kelola keamanan obat dan makanan menjadi prioritas utama dalam upaya perlindungan konsumen dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam memastikan bahwa seluruh produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu yang ditetapkan. Pemerintah telah mengambil langkah proaktif dengan menerbitkan berbagai regulasi untuk memperkuat pengawasan obat dan makanan. Salah satunya adalah Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring. Peraturan tersebut bertujuan melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, mutu, dan gizi, khususnya yang diperdagangkan melalui platform daring.
Namun demikian, tantangan dalam pengawasan di atas semakin kompleks seiring dengan perkembangan industri, inovasi produk, dan dinamika pasar global. Selain itu, implementasi pengawasan di atas menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan sumber daya, kompleksitas rantai pasok, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keamanan produk yang dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang efektif dan adaptif untuk memastikan bahwa seluruh produk obat dan makanan yang beredar memenuhi standar yang ditetapkan.
Sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki peran strategis dalam memberikan asurans dan konsultasi terkait pengelolaan program pemerintah, termasuk pengawasan tata kelola keamanan obat dan makanan. Pedoman ini disusun untuk menjadi acuan bagi auditor dan
pengawas dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program pengawasan, guna memastikan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam setiap tahapannya.
B. Dasar Hukum
Penyusunan pedoman ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;
2. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
3. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Standar Kerja Pengawasan Intern Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
4. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan
5. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Manajemen Penugasan Pengawasan di Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
dengan memperhatikan:
1. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor PR.00/KEP-608/K/SU/2024 tentang Agenda Prioritas Pengawasan Tahun 2025; dan
2. Peraturan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia Nomor PER- 01/AAIPI/DPN/2021 tentang Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia.
C. Isu Strategis
Salah satu program prioritas pemerintah saat ini adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Keterlibatan berbagai pihak dalam rantai penyediaan makanan, mulai dari pelaku usaha pangan hingga satuan pendidikan, membuka potensi risiko terhadap mutu, keamanan, dan kelayakan pangan yang dikonsumsi peserta didik. Lemahnya integrasi pengawasan antar instansi, terbatasnya kapasitas laboratorium daerah, serta belum meratanya sertifikasi higiene dan sanitasi pada penyedia jasa boga meningkatkan risiko terjadinya insiden pangan.
Beberapa isu strategis lainnya terkait topik tata kelola keamanan obat dan makanan adalah sebagai berikut.
1. kesadaran pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dalam memenuhi standar keamanan dan mutu produk obat dan makanan masih rendah.
2. ketersediaan tenaga pengawas keamanan obat dan makanan yang belum merata, khususnya wilayah Indonesia bagian timur.
3. efektivitas penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan masih perlu ditingkatkan.
4. Koordinasi antar Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) dalam pengawasan keamanan obat dan makanan masih kurang efektif.
D. Tujuan Pedoman
Pedoman ini disusun untuk mencapai dua tujuan utama, yaitu:
1. memberikan acuan bagi unit kerja di Lingkungan BPKP dalam merencanakan, melaksanakan, mengoordinasikan, melaporkan dan memantau pelaksanaan pengawasan atas Topik Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan; dan
2. mewujudkan suatu manajemen pengawasan yang utuh dan terintegrasi
bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) atas kegiatan pengawasan sektor pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas pada tema kesehatan dengan Topik Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan.
E. Sistematika Pedoman
Sistematika pedoman pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, dasar hukum, isu strategis, tujuan Pedoman, dan sistematika pedoman.
BAB II GAMBARAN UMUM TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN
Bab ini berisi proses bisnis tata kelola keamanan obat dan makanan, aspek lain yang penting dalam tata kelola keamanan obat dan makanan, dan regulasi.
BAB III DESAIN PENGAWASAN, TENTATIVE EVALUATION OBJECTIVES, DAN PROGRAM KERJA PENGAWASAN
Bab ini berisi sasaran dan ruang lingkup, output dan outcome yang diharapkan, Informasi Hasil Pengawasan, identifikasi Tentative Evaluation Objectives, tahapan kegiatan pengawasan, metode uji petik, program dan langkah kerja pengawasan, timeline pengawasan, anggaran pengawasan, risiko pengawasan, serta pemantauan.
BAB IV PELAPORAN
Bab ini berisi bentuk laporan, tujuan laporan, penyampaian Laporan Hasil Pengawasan dan Sintesa Hasil Pengawasan Unit Kerja Kontributor, dan Laporan Hasil Pengawasan Kompilasi.
BAB V PENUTUP
BAB II
GAMBARAN UMUM TATA KELOLA KEAMANAN OBAT DAN MAKANAN A. Proses Bisnis Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan
Tata kelola keamanan obat dan makanan mencakup regulasi dan mekanisme pengawasan agar produk yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan khasiat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses tersebut melibatkan berbagai pihak, antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Pemerintah Daerah, pelaku industri, dan masyarakat.
Secara umum, pengawasan terhadap keamanan obat dan makanan yang dilakukan, khususnya oleh BPOM, terbagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap pre-market yang mencakup penilaian keamanan, manfaat, dan mutu produk sebelum beredar serta tahap post-market yang meliputi pengawasan produk setelah beredar melalui inspeksi, pengujian, pengawasan iklan dan label, serta pemantauan (monitoring) efek samping. Tujuan dari program pengawasan tersebut adalah untuk memastikan bahwa seluruh produk obat dan makanan yang beredar aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu, serta untuk melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Adapun sasaran program pengawasan secara kuantitatif antara lain ditunjukkan melalui indikator-indikator utama antara lain persentase obat yang memenuhi syarat dan persentase makanan yang memenuhi syarat.
Gambar 2.1 Proses Bisnis Pengawasan Obat dan Makanan
Sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan 1. Tahap Pre-Market
Sebelum suatu produk obat atau makanan beredar di pasaran, regulasi yang ketat diterapkan untuk menjamin keamanan dan kualitasnya.
Pengawasan pre-market merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum produk beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin obat dan makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
Pengawasan pre-market dilakukan dalam proses berikut ini.
a. Produksi dan Sertifikasi Fasilitas Produksi
Secara umum, setiap industri harus mematuhi standar Good Manufacturing Practices (GMP) sebelum produk dapat diedarkan. Di Indonesia, standar tersebut meliputi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) untuk industri farmasi, serta Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik (CPPOB) untuk industri pangan olahan. Implementasi dari standar tersebut bertujuan agar seluruh proses produksi, yang dimulai dari pemilihan bahan baku hingga pengemasan, mengikuti standar dan ketentuan peraturan
Sebelum izin produksi diberikan, BPOM atau otoritas yang berwenang melakukan inspeksi terhadap fasilitas industri untuk memastikan kesesuaian dengan regulasi. Fasilitas industri yang memenuhi persyaratan akan menerima sertifikat (CPOB/CPOTB/CPPOB) yang menjadi syarat utama agar produk bisa memperoleh izin edar.
Sertifikat tersebut berfungsi sebagai kontrol terhadap potensi penyimpangan dalam produksi. Selain itu, industri diwajibkan melakukan pengawasan internal dan dokumentasi rutin untuk memastikan konsistensi kualitas produk.
b. Registrasi dan Pemberian Izin Edar
Setiap produk wajib memiliki izin edar sebelum dapat dipasarkan yang diperoleh melalui proses registrasi kepada institusi pemerintah yang berwenang. Proses registrasi mencakup evaluasi dokumen terkait formula, bahan baku, metode produksi, uji keamanan, serta efektivitas produk. Untuk produk obat, proses registrasi juga mencakup penilaian preklinik dan klinik. Sementara itu, untuk produk pangan olahan, harus memenuhi standar keamanan pangan, termasuk batas cemaran mikroba, residu bahan kimia, serta informasi nilai gizi. Selain produk dalam negeri, bahan baku maupun produk jadi yang berasal dari impor juga harus melalui mekanisme pengawasan ketat oleh BPOM, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar nasional.
Izin edar produk yang dikeluarkan BPOM atau institusi pemerintah lain yang berwenang pada umumnya berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus diperpanjang sebelum masa kadaluarsa untuk memastikan produk tetap memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal ditemukan adanya perubahan komposisi atau risiko keamanan baru, pemerintah berwenang untuk melakukan revisi izin atau bahkan mencabut izin edar produk tersebut.
2. Tahap Post-Market
Pengawasan post-market merupakan pengawasan produk yang dimulai dari proses distribusi produk dari fasilitas produksi hingga peredaran produk ke tangan konsumen. Pengawasan post-market meliputi beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a. Distribusi dan Logistik
Setiap pelaku usaha di sektor farmasi dan pangan olahan wajib menerapkan standar distribusi yang baik, seperti Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk produk farmasi, Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB), dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan (SMKPO). Standar tersebut mengatur aspek penyimpanan, transportasi, dan penanganan produk guna mencegah penurunan kualitas akibat faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, atau kontaminasi selama distribusi. Pengawasan terhadap distribusi dilakukan oleh BPOM dan Pemerintah Daerah melalui inspeksi rutin untuk memastikan bahwa distributor dan fasilitas penyimpanan telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
b. Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Inspeksi rutin terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan pangan olahan dilakukan oleh BPOM untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan dalam produksi, penyimpanan, dan distribusi, serta untuk menilai kepatuhan industri dan distributor terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan. Inspeksi sarana produksi dan distribusi bertujuan untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi produk obat dan pangan olahan yang telah memperoleh sertifikat CPOB/CPPOB/CDOB/SMKPO tetap memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Sampling dan Pengujian Laboratorium
BPOM secara rutin mengambil sampel dari berbagai titik distribusi, seperti pabrik, gudang, pasar, supermarket, dan ecommerce, untuk diuji di laboratorium. Pengujian meliputi analisis kandungan bahan aktif obat, uji cemaran mikrobiologi dan kimia pada pangan olahan, serta verifikasi kesesuaian produk dengan label. Hasil uji laboratorium menjadi dasar bagi BPOM untuk mengambil tindakan, seperti memberikan peringatan, menarik produk, atau mencabut izin edar jika ditemukan pelanggaran serius.
d. Pengawasan Iklan dan Label Produk
Setiap produk harus mencantumkan label yang jelas mengenai komposisi, manfaat, efek samping, cara penggunaan, dan batas konsumsi sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan dan regulasi terkait lainnya. Untuk produk farmasi, klaim khasiat harus didukung oleh bukti ilmiah yang sah dan tidak boleh berlebihan.
Pengawasan terhadap iklan dan label produk bertujuan memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada konsumen akurat, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Sistem Farmakovigilans dan Pengawasan Efek Samping
Sistem farmakovigilans bertujuan untuk mendeteksi, menilai, memahami, dan mencegah efek samping atau reaksi obat yang tidak diinginkan, baik yang muncul dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Industri farmasi wajib melaporkan efek samping obat melalui sistem Monitoring Efek Samping Obat (MESO) yang dikembangkan BPOM dengan mengumpulkan data dari tenaga kesehatan, pasien, dan studi keamanan pasca pemasaran. Jika ditemukan adanya efek samping serius atau risiko keamanan yang tinggi, BPOM dapat menginstruksikan perubahan pada label peringatan, membatasi peredaran produk, atau bahkan mencabut izin edar obat tersebut.
f. Pencegahan Produk Ilegal dan Penindakan
BPOM bekerja sama dengan berbagai instansi, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Digital, serta Kepolisian, untuk mendeteksi dan menindak peredaran produk ilegal, termasuk obat palsu, pangan tanpa izin edar, dan produk berbahaya.
Pengawasan dilakukan melalui inspeksi lapangan, pemantauan distribusi, serta patroli siber di platform e-commerce dan media sosial.
Selain itu, kampanye edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya produk ilegal dan mendorong konsumsi produk yang terdaftar secara resmi.
B. Aspek Lain yang Penting dalam Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan 1. Pangan Olahan yang Diproduksi Industri Rumah Tangga
Industri rumah tangga memiliki peran penting dalam penyediaan pangan olahan di Indonesia, khususnya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat secara luas. Regulasi yang mengatur industri pangan olahan rumah tangga meliputi:
a. Peraturan BPOM No. 4 Tahun 2024 tentang Pedoman Penerbitan Sertifikasi Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri
Rumah Tangga (SPP-IRT);
b. Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Industri Rumah Tangga; dan
c. Peraturan BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2207 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.
Regulasi tersebut bertujuan memastikan bahwa seluruh produk pangan olahan rumah tangga harus memenuhi standar keamanan pangan, sanitasi, serta persyaratan perizinan sebelum dapat beredar di pasaran.
Salah satu aspek penting dalam pengawasan pangan olahan industri rumah tangga adalah proses penerbitan Sertifikat Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). SPP-IRT merupakan bentuk legalitas yang diberikan oleh Bupati/Wali Kota melalui sistem Online Single Submission (OSS) kepada pelaku usaha industri rumah tangga pangan (IRTP) untuk memproduksi dan mengedarkan pangan olahan dalam kemasan berlabel. Proses penerbitan SPP-IRT dilakukan melalui tahapan pendaftaran akun di OSS, pengajuan permohonan yang dilengkapi dengan pernyataan pemenuhan komitmen dan dokumen pendukung, serta verifikasi awal sistem. Setelah SPP-IRT diterbitkan, IRTP wajib memenuhi komitmen paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penerbitan, yang mencakup mengikuti penyuluhan keamanan pangan, memenuhi persyaratan CPOB atau higiene, sanitasi, dan dokumentasi melalui pemeriksaan sarana produksi, memastikan label sesuai ketentuan, serta memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan olahan. Pemeriksaan dan verifikasi terhadap komitmen tersebut dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengawasan terhadap industri rumah tangga pangan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau BPOM, yang meliputi pembinaan, verifikasi pemenuhan komitmen, serta pelaporan hasil pengawasan melalui OSS. Pengawasan ini mencakup pemeriksaan sarana produksi untuk memastikan pemenuhan higiene dan sanitasi, evaluasi penggunaan bahan tambahan pangan dan potensi cemaran, serta kesesuaian label pangan olahan dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal pelanggaran terhadap komitmen atau ketentuan lainnya, IRTP dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, hingga pencabutan SPP-IRT.
2. Penerapan Standar Higiene dan Sanitasi pada Tempat Pengolahan Pangan
Standar Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) merupakan bukti tertulis bahwa tempat pengolahan pangan (TPP) telah memenuhi standar baku mutu dan persyaratan kesehatan dalam pengelolaan pangan olahan siap saji. SLHS diterbitkan oleh pemerintah daerah setelah dilakukan pemeriksaan sarana, prasarana, dan praktik kebersihan oleh tenaga sanitarian. Beberapa indikator penilaian antara lain meliputi kebersihan tempat dan peralatan masak, ketersediaan air bersih, penyimpanan bahan makanan, serta penjamah makanan yang memiliki sertifikat pelatihan higiene sanitasi.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, industri yang wajib memiliki SLHS mencakup:
a. restoran,
b. penyediaan jasa boga periode tertentu,
c. jasa boga untuk suatu event tertentu (event catering),
d. industri tempe kedelai, e. industri tahu kedelai, dan
f. industri air minum isi ulang (depot air minum).
Program MBG merupakan salah satu program prioritas nasional yang bertujuan meningkatkan gizi peserta didik dan masyarakat melalui penyediaan makanan bergizi yang aman, sehat, dan layak konsumsi.
Untuk menjamin keberhasilan dan keberlanjutan program tersebut, aspek keamanan makanan menjadi komponen penting dalam pelaksanaan di lapangan. Tata kelola keamanan makanan dalam program MBG melibatkan berbagai kementerian/lembaga, termasuk Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan dan Pengawasan Keamanan Pangan Program MBG yang disusun Kementerian Kesehatan, setiap satuan pelayanan penyedia makanan (SPPG) dalam program MBG wajib memenuhi SLHS jasa boga golongan 3. B. Koordinasi Pengawasan Keamanan Obat dan Makanan
Pengawasan keamanan obat dan makanan membutuhkan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah.
Kerja sama yang efektif antara regulator, lembaga pemerintah, dan industri sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi standar keamanan, mutu, dan khasiat yang telah ditetapkan. Mengacu pada regulasi yang ada terkait tata kelola keamanan obat dan makanan, instansi yang memiliki peran dalam koordinasi pengawasan keamanan obat dan makanan antara lain sebagai berikut:
a. Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan bertanggung jawab dalam menetapkan kebijakan dan standar kesehatan, termasuk pengawasan terhadap produk obat dan makanan dari sisi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan juga berperan dalam edukasi publik terkait konsumsi obat dan makanan yang aman.
b. Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdagangan mengawasi aspek distribusi dan perdagangan obat dan makanan, termasuk pengawasan iklan dan perlindungan konsumen dalam hal informasi produk yang beredar di pasar. Selain itu, Kementerian Perdagangan juga berperan dalam pengawasan bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pangan.
c. Badan Pengawas Obat dan Makanan
BPOM merupakan regulator utama dalam pengawasan keamanan obat, registrasi, inspeksi produksi dan distribusi, serta penindakan terhadap pelanggaran.
d. Pemerintah Daerah
Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian/Perdagangan Kabupaten/Kota) mengawasi produksi dan distribusi pangan olahan rumah tangga melalui Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT).
e. Instansi Lainnya
1) Kementerian Komunikasi dan Digital berperan dalam mengawasi periklanan dan promosi obat serta pangan olahan di media daring serta e-commerce.
2) Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung berperan dalam penindakan hukum terhadap pelanggaran dan kejahatan di bidang obat dan makanan.
3) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berperan dalam melakukan
pengawasan terhadap impor bahan baku dan produk jadi obat serta pangan olahan.
Komitmen penguatan koordinasi ditegaskan melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan (Inpres No.3/2017). Instruksi Presiden tersebut secara eksplisit menginstruksikan kepada 14 (empat belas) Kementerian/Lembaga, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan sinergi lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan. Inpres No.3/2017 tersebut juga menekankan perlunya harmonisasi regulasi, pelaksanaan inspeksi terpadu, penguatan sistem informasi pengawasan, serta pembagian peran yang jelas antara pusat dan daerah. Implementasi Inpres No.3/2017 ini menjadi landasan penting dalam membangun tata kelola pengawasan yang terintegrasi, responsif, dan berorientasi pada perlindungan masyarakat dari produk yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu, dan khasiat.
Sinergi dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) merupakan aspek utama dalam mewujudkan pengawasan keamanan obat dan makanan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Kompleksitas tata kelola obat dan makanan, mulai dari hulu (produksi dan impor bahan baku), proses distribusi, hingga konsumsi oleh masyarakat memerlukan adanya integrasi antar perizinan, pengawasan, dan penindakan lintas sektor. Hal tersebut sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang menekankan pentingnya pemenuhan standar keamanan dan mutu sebagai bagian dari perizinan berbasis risiko serta pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, penguatan koordinasi lintas sektor, harmonisasi sistem informasi, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang seragam menjadi langkah strategis untuk memastikan seluruh K/L/D berperan secara sinergis dalam menjamin keamanan produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia.
C. Identifikasi Risiko Inheren pada Proses Bisnis Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan
Berikut adalah risiko utama atas proses bisnis tata kelola keamanan obat dan makanan:
No Proses Bisnis Risiko Inheren Utama
1
Kebijakan dan regulasi terkait tata kelola keamanan obat dan makanan
Regulasi tidak selaras atau tertinggal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mampu mengakomodasi risiko baru dari produk inovatif.
2 Pemberian izin edar obat dan pangan olahan oleh BPOM
Terbitnya izin edar terhadap produk yang belum sepenuhnya memenuhi standar keamanan dan mutu akibat lemahnya verifikasi atau integrasi data pendukung.
3
Tata kelola pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi obat dan makanan pada UPT BPOM
Ketidaktercakupan inspeksi terhadap seluruh sarana prioritas karena keterbatasan sumber daya atau kesalahan dalam pemetaan risiko sarana.
4
Tata kelola sampling dan pengujian produk obat dan makanan oleh UPT BPOM
Ketidakrepresentatifan sampel terhadap populasi produk yang beredar, berpotensi menyebabkan hasil pengujian tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
No Proses Bisnis Risiko Inheren Utama 5
Penegakan hukum atas pelanggaran di bidang obat dan makanan
Kegagalan menindak pelanggaran secara efektif karena lemahnya koordinasi antara penyidik BPOM dan aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan, Pengadilan).
6 Perencanaan pengawasan obat dan makanan di Pemda
Perencanaan tidak berbasis risiko atau data terkini, sehingga sasaran pengawasan tidak tepat dan berisiko tinggi tidak terjangkau.
7
Tata kelola pengawasan fasilitas pelayanan kefarmasian pada Pemda
Kurangnya kompetensi teknis petugas pengawas daerah menyebabkan pelaksanaan pengawasan yang tidak memadai terhadap fasilitas kefarmasian.
8
Tata kelola perizinan dan pengawasan pangan olahan industri rumah tangga pada Pemda
Terbitnya SPP-IRT tanpa verifikasi kelayakan sarana produksi, meningkatkan risiko peredaran produk yang tidak aman bagi konsumen.
9
Tata kelola perizinan dan pengawasan higiene dan sanitasi pada Pemda
Kegiatan pengawasan tidak rutin dan tidak terstandar, menyebabkan pelaku usaha tidak termotivasi untuk mematuhi standar higiene dan sanitasi.
10 Pengawasan mutu bahan baku produk farmasi
Masuk dan digunakannya bahan baku farmasi yang tidak memenuhi standar mutu karena lemahnya pengawasan impor dan distribusi.
11 Pengawasan produksi obat dan makanan
Ketidakpatuhan pelaku usaha terhadap CPOB/CPPOB akibat lemahnya pembinaan dan keterbatasan sumber daya pengawas.
12 Penerapan SNI pada produk obat dan makanan
Rendahnya kesadaran dan kepatuhan pelaku usaha terhadap penerapan SNI karena tidak adanya insentif atau pengawasan yang tegas.
13 Pengawasan distribusi obat dan makanan
Peredaran produk ilegal (tanpa izin edar, kadaluarsa) melalui jalur distribusi tidak resmi yang sulit diawasi secara sistematis.
14
Koordinasi lintas K/L dalam pengawasan obat dan makanan
Tidak sinkronnya data dan peran antar K/L (BPOM, Kemenkes, Kemendag, Kemenperin, dll.) yang menyebabkan duplikasi atau kekosongan pengawasan.
D. Daftar Regulasi Tata Kelola Keamanan Obat dan Makanan
Berikut adalah regulasi yang mengatur tata kelola keamanan obat dan makanan di Indonesia.
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah,
5. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan,
6. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko,
7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula Garam Lemak,
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan,
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah,
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan,
dengan memperhatikan:
1. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat;
2. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan; dan
3. Peraturan teknis terkait pengawasan obat dan makanan yang diterbitkan BPOM.
BAB III
DESAIN PENGAWASAN, TENTATIVE EVALUATION OBJECTIVES, DAN PROGRAM KERJA PENGAWASAN
A. Sasaran dan Ruang Lingkup
Pengawasan dilaksanakan oleh Unit Kerja Penanggung Jawab dan Unit Kerja Kontributor mencakup seluruh program/kegiatan yang berkaitan dengan topik Tata Kelola Keamanan Obat Dan Makanan periode Tahun 2024 sampai dengan Triwulan 1 Tahun 2025 dengan pembagian tugas sebagaimana diatur dalam program dan langkah kerja evaluasi.
Pengawasan dilakukan terhadap komoditas obat (tidak termasuk obat tradisional), pangan olahan dengan izin edar yang diterbitkan BPOM dan pemerintah daerah (SPP-IRT), serta pangan olahan yang wajib menerapkan standar terkait higiene dan sanitasi.
Tujuan pengawasan ini adalah mengevaluasi efektivitas tata kelola keamanan obat dan makanan pada Balai Besar POM dan Pemerintah Kota, dengan fokus pada ketepatan kebijakan dan regulasi, kesesuaian pelaksanaan tugas pengawasan, koordinasi antarinstansi, dan kepatuhan terhadap regulasi terkait. Evaluasi tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi strategis untuk perbaikan tata kelola dalam rangka perlindungan masyarakat dari risiko kesehatan akibat produk obat dan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan.
B. Output dan Outcome yang Diharapkan
Output yang diharapkan dari kegiatan pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan yaitu Laporan Hasil Pengawasan (LHP) dan Sintesis Hasil Pengawasan (SHP) oleh Penanggung Jawab dan Kontributor, baik dari BPKP Pusat maupun Perwakilan BPKP. Adapun outcome yang diharapkan dari kegiatan pengawasan tersebut yaitu dimanfaatkannya LHP oleh pengambil keputusan, baik Presiden, Menteri/Pimpinan Lembaga, maupun para Kepala Daerah terkait, dalam rangka penyempurnaan kebijakan, implementasi kebijakan dan peningkatan akuntabilitas terkait tata kelola keamanan obat dan makanan.
C. Informasi Hasil Pengawasan yang Diharapkan
Informasi hasil pengawasan yang diharapkan dari kegiatan pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan sebagai berikut:
1. Analisis kecukupan dan keselarasan kebijakan/peraturan sistem tata kelola keamanan obat dan makanan pada K/L/D dan BU, meliputi pengawasan produksi obat dan makanan dalam negeri (bahan baku sampai jadi), impor (bahan baku sampai jadi), serta distribusi dan logistik.
2. Analisis sinergi dan koordinasi pengawasan keamanan obat dan makanan antara K/L/D dan BU.
3. Analisis pemenuhan standardisasi keamanan obat dan makanan dalam pemberian izin.
4. Identifikasi root cause permasalahan terkait pengawasan obat dan makanan.
5. Rekomendasi perbaikan kebijakan maupun implementasi.
D. Identifikasi Tentative Evaluation Objectives
Berdasarkan informasi hasil pengawasan yang diharapkan, dirumuskan serangkaian Tentative Evaluation Objectives (TEO) yang menjadi fokus pengujian dalam pelaksanaan pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan sebagai berikut.
No Proses Bisnis TEO Insilwas Objek Pelaksana 1. Kebijakan
dan regulasi terkait tata kelola keamanan obat dan makanan
Terdapat kekosongan regulasi antar K/L/D dalam
pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan
Insilwas 1
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian , Kementerian Perdagangan, BPOM, &
Badan
Standardisasi Nasional (BSN)
D203, D104, &
D205
Terdapat ketidaksesuaian regulasi antar K/L/D dalam pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan
Insilwas 1 Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian , Kementerian Perdagangan, BPOM, &
BSN
D203, D104, &
D205
Belum terdapat peraturan yang memadai terkait integrasi data pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan antar K/L/D
Insilwas 1 Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian , Kementerian Perdagangan, BPOM, &
BSN
D203, D104, &
D205
Terdapat tumpang tindih kewenangan dalam
pengawasan produksi dalam negeri, impor, dan distribusi obat dan makanan antar K/L/D
Insilwas 1 Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian , Kementerian Perdagangan, BPOM, &
BSN
D203, D104, &
D205
2. Pemberian izin edar obat dan pangan olahan oleh BPOM
Pemberian izin tidak didukung dengan prosedur yang
memadai
Insilwas 3 BPOM D203
Izin diberikan pada produk obat dan pangan olahan yang tidak memenuhi kriteria
Insilwas 3 BPOM D203
Penyederhanaan proses perizinan berbasis risiko menurunkan kepatuhan terhadap standar keamanan produk obat dan makanan
Insilwas 3 BPOM D203
3. Tata kelola pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi obat dan makanan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM
Cakupan inspeksi sarana produksi dan distribusi obat dan makanan belum optimal
Insilwas 3 UPT BPOM Kontributor Perwakilan Pemeriksaan dilakukan
berulang pada sarana yang telah memenuhi ketentuan sehingga penggunaan sumber daya menjadi kurang efisien
Insilwas 3 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
Pelanggaran di bidang
keamanan obat dan makanan tidak diberi sanksi yang memadai
Insilwas 2 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
No Proses Bisnis TEO Insilwas Objek Pelaksana 4. Tata Kelola
sampling dan pengujian produk oleh UPT BPOM
Tindak lanjut UPT BPOM atas temuan sampel produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat lambat
Insilwas 2 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
Produsen obat dan makanan yang produknya tidak
memenuhi syarat tidak diberikan sanksi
Insilwas 2 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
Tindak lanjut BPOM Pusat atas temuan sampel produk obat dan makanan yang tidak memenuhi tidak memadai
Insilwas 2 BPOM D203
5. Penegakan hukum atas pelanggaran di bidang obat dan makanan
Penegakan hukum atas pelanggaran di bidang
keamanan obat dan makanan belum berjalan efektif
Insilwas 2 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
Koordinasi UPT BPOM dengan Aparat Penegak Hukum (APH) tidak berjalan efektif dalam penanganan kasus kejahatan di bidang obat dan makanan
Insilwas 2 UPT BPOM Kontributor Perwakilan
6. Perencanaan pengawasan obat dan makanan di Pemda
Pemda belum memiliki komitmen dalam penyediaan anggaran pengawasan obat dan makanan
Insilwas 2 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
Peran tim koordinasi lintas sektor pada Pemda dalam perencanaan pengawasan obat dan makanan tidak optimal
Insilwas 2 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
Dinas Kesehatan tidak melibatkan lintas sektor dalam perencanaan pengawasan obat dan makanan
Insilwas 2 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
7. Tata kelola pengawasan fasilitas pelayanan kefarmasian pada Pemda
Pengawasan berkala (inspeksi) terhadap sarana pelayanan kefarmasian oleh pemerintah daerah tidak dilakukan secara memadai
Insilwas 3 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
Pemda belum memiliki
mekanisme pemberian sanksi terhadap fasilitas pelayanan kefarmasian yang melanggar ketentuan
Insilwas 3 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
8. Tata kelola perizinan dan pengawasan pangan olahan industri rumah tangga pada Pemda
Pemberian izin tidak didukung dengan prosedur yang
memadai
Insilwas 3 Dinas Kesehatan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP)
Kontributor Perwakilan
Izin diberikan pada produk pangan olahan yang tidak memenuhi kriteria
Insilwas 3 Dinas Kesehatan, IRTP
Kontributor Perwakilan
No Proses Bisnis TEO Insilwas Objek Pelaksana Pelaku usaha tidak
melaksanakan kewajiban pemenuhan komitmen terkait keamanan dan mutu pangan olahan setelah mendapatkan izin
Insilwas 3 Dinas Kesehatan, IRTP
Kontributor Perwakilan
Dinas Kesehatan belum memiliki sistem pembinaan dan pengawasan rutin terhadap pelaku pasca izin terbit (post market)
Insilwas 3 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
9. Tata kelola perizinan dan pengawasan higiene dan sanitasi pada Pemda
Penerbitan SLHS oleh pemerintah daerah tidak dilakukan melalui prosedur yang memadai
Insilwas 3 Dinas Kesehatan, DPMPTSP
Kontributor Perwakilan
Pemerintah daerah tidak melakukan upaya penegakan kewajiban Sertifikat Laik Higiene Sanitasi terhadap industri pangan
Insilwas 3 Dinas
Kesehatan Kontributor Perwakilan
Terdapat ketidaksesuaian antara kondisi riil pada sarana TPP yang memiliki SLHS dengan kriteria teknis SLHS
Insilwas 3 TPP Tertentu Kontributor Perwakilan
Terdapat tumpang tindih pelaksanaan inspeksi antar K/L/D
Insilwas 2 TPP Tertentu Kontributor Perwakilan 10. Pengawasan
mutu bahan baku produk farmasi
Pengawasan terhadap mutu bahan baku produk farmasi belum dilaksanakan secara menyeluruh, sistematis, dan efektif untuk memastikan pemenuhannya terhadap standar mutu dan keamanan
Insilwas 2 BPOM, Kementerian Perindustrian
D203 &
D104
Pengendalian distribusi bahan berbahaya belum sesuai ketentuan
perundang-undangan
Insilwas 2 Kementerian Perdagangan
D104
11. Pengawasan produksi obat dan makanan
Kepatuhan industri obat dan makanan terhadap penerapan good manufacturing practice masih rendah
Insilwas 3 BPOM, Kementerian Perindustrian
D203 &
D104
12. Penerapan SNI pada produk obat dan makanan
Belum optimalnya harmonisasi SNI dengan Codex Alimentarius dan kebijakan keamanan obat dan makanan menyebabkan tumpang tindih standar yang menghambat efisiensi
perizinan dan pengawasan
Insilwas 2 BPOM, BSN D203 &
D205
Ketidaksesuaian atau
keterlambatan pembaruan SNI terhadap dinamika keamanan pangan dan obat
menyebabkan kesenjangan antara standar dan praktik pengawasan di lapangan
Insilwas 2 BPOM, BSN D203 &
D205
No Proses Bisnis TEO Insilwas Objek Pelaksana 13. Pengawasan
distribusi obat dan makanan
Pengawasan distribusi dan peredaran produk obat dan makanan tidak sistematis dan terintegrasi untuk menjamin distribusi dan peredaran produk obat dan makanan di pasar domestik terlindungi dari produk ilegal, tidak memenuhi izin edar, atau mengandung bahan berbahaya
Insilwas 2 BPOM &
Kementerian Perdagangan
D203 &
D104
14. Koordinasi lintas K/L dalam pengawasan obat dan makanan
Tidak adanya mekanisme koordinasi lintas sektor yang memadai antara Kemenperin, Kemendag, Kemenkes, BPOM, dan BSN dalam pengawasan obat dan makanan
Insilwas 2 Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BPOM, & BSN
D203, D104, &
D205
E. Tahapan Kegiatan Pengawasan
Kegiatan pengawasan akan dilaksanakan oleh unit kerja penanggung jawab dan unit kerja kontributor baik tingkat pusat maupun daerah, dengan sasaran mitra kerja yang terkait dengan tata kelola keamanan obat dan makanan dengan pembagian sebagai berikut.
1. Direktorat Pengawasan Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Keluarga, dan Bencana selaku Penanggung Jawab Topik.
2. Unit kerja selaku Kontributor Pengawasan, yaitu:
a. Direktorat Pengawasan Bidang Perdagangan, Perindustrian, dan Ketenagakerjaan;
b. Direktorat Pengawasan Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Reformasi Birokrasi; dan
c. Seluruh Perwakilan BPKP.
3. Sasaran Mitra Kerja terdiri atas:
a. Kementerian Kesehatan;
b. Kementerian Perindustrian;
c. Kementerian Perdagangan;
d. Badan Pengawas Obat dan Makanan;
e. Badan Standardisasi Nasional; dan f. Pemerintah Daerah.
Kegiatan pengawasan oleh Penanggung Jawab dan Kontributor dapat berupa pemantauan (monitoring) atau evaluasi yang disesuaikan berdasarkan tujuan pengawasan serta kedalaman informasi yang ingin diperoleh. Selain itu, Penanggung Jawab dan Kontributor diharapkan dapat menangkap isu-isu strategis dari hasil pengawasan sesuai dengan lingkup kerja. Adapun detail informasi yang ingin diperoleh serta sasaran mitra kerja akan diuraikan lebih lanjut pada Lampiran I Pedoman..
Tahapan kegiatan pengawasan terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:
1. Persiapan dan Perencanaan Pengawasan
Berikut langkah-langkah dalam persiapan dan perencanaan pengawasan:
a. Pembentukan Tim
Jumlah personil dalam tim pengawasan dapat menyesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki oleh unit kerja serta mempertimbangkan kompetensi personil dalam tim sesuai dengan kompleksitas pengawasan.
b. Perencanaan Waktu Penugasan
Penentuan hari dan durasi waktu penugasan agar memperhatikan sumber daya yang dimiliki oleh unit kerja dan timeline penyampaian laporan.
c. Penerbitan Surat Tugas dan Pengantar Surat Tugas
Penerbitan surat tugas dan pengantarnya disesuaikan dengan ruang lingkup dan fokus pengawasan masing-masing.
d. Pengumpulan Informasi Umum
Pengumpulan informasi umum bertujuan untuk mendapatkan informasi awal dan pemahaman yang cukup terhadap topik tata kelola keamanan obat dan makanan. Pengumpulan informasi umum dapat dilakukan dengan mempelajari kebijakan dan peraturan terkait, mengumpulkan informasi terkait yang dinilai relevan dari berbagai sumber terpercaya, serta melakukan koordinasi atau diskusi dengan pihak-pihak terkait.
e. Penyusunan Program Kerja Pengawasan
Program kerja pengawasan mencakup uraian prosedur, langkah, dan teknik pengawasan yang akan dilakukan berdasarkan tujuan, sasaran, dan ruang lingkup pengawasan yang ditetapkan.
2. Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka memperoleh, mengolah, menelaah, menganalisis data, dokumen, catatan, laporan, dan/atau keterangan yang terkait dengan topik tata kelola keamanan obat dan makanan untuk menghasilkan Insilwas yang diharapkan. Pelaksanaan pengawasan terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut.
a. Komunikasi Awal
Komunikasi awal dilakukan dengan pimpinan instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang menjadi obyek pengawasan dan bertujuan untuk menyamakan persepsi dan memberikan penjelasan hal-hal penting terkait pengawasan. Materi yang disampaikan dalam komunikasi awal mencakup latar belakang pengawasan, maksud dan tujuan pengawasan, ruang lingkup pengawasan, serta tahapan dan jangka waktu pengawasan.
b. Permintaan Data dan Peminjaman Dokumen
Permintaan data disampaikan melalui surat permintaan data yang ditandatangani ketua tim dan atas sepengetahuan pengendali teknis.
Tim yang bertugas melakukan pengawasan wajib memelihara dan menjaga kerahasiaan dokumen yang dipinjam dengan sebaik-baiknya.
Jika terdapat hambatan dalam perolehan data, tim pengawasan dapat segera melaporkan hal tersebut kepada penanggung jawab kegiatan pengawasan secara berjenjang agar langkah penyelesaian dapat diambil.
c. Penerapan Prosedur dan Teknik Pengawasan
Tim melaksanakan prosedur, langkah, dan teknik pengawasan yang telah ditetapkan dalam program kerja pengawasan. Teknik pengawasan dapat berupa analisis regulasi, data, dokumen, dan informasi yang relevan, konfirmasi dan klarifikasi terhadap pihak terkait, serta observasi atau pengamatan lapangan. Tim dapat melakukan prosedur, langkah, dan teknik pengawasan tambahan atau lanjutan yang belum ditetapkan dalam program kerja atau pedoman ini dalam rangka memperoleh keyakinan tentang hasil pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan.
d. Pendokumentasian dalam Kertas Kerja Pengawasan
Dokumentasi kertas kerja pengawasan mencakup seluruh prosedur, langkah, dan teknik pengawasan yang telah dilakukan, data,
dokumen, informasi, dan keterangan yang diperoleh, serta analisis dan simpulan hasil pengawasan. Kertas kerja didokumentasikan secara rapi, lengkap, sistematis dan mudah dipahami. Kertas kerja direviu secara berjenjang untuk memastikan pengawasan telah dilakukan sesuai perencanaan dan pelaksanaan pengawasan.
e. Pembahasan Hasil Pengawasan
Hasil pengawasan disusun berdasarkan kondisi dan/atau pencapaian kemajuan serta permasalahan yang ditemukan selama melakukan kegiatan pengawasan. Hasil pengawasan ini dibahas dengan pimpinan instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang menjadi obyek pengawasan. Selanjutnya, hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh tim dan pimpinan instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang menjadi objek pengawasan.
F. Metode Uji Petik
Sasaran uji petik lapangan dalam pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan mencakup Balai POM, Dinas Kesehatan, DPMPTSP, IRTP, industri jasa boga, dan industri tahu/tempe kedelai.
Dalam rangka mendapat simpulan hasil evaluasi yang komprehensif, minimal sebagaimana tersebut dalam informasi hasil pengawasan yang diharapkan, maka pemilihan uji petik dilakukan dengan kriteria pertimbangan profesional (directed sample selection).
Pemilihan lokus pengawasan untuk kontributor perwakilan didasarkan pada kriteria sebagai berikut.
1. Lokus pengawasan adalah 1 Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM (Balai Besar POM atau Balai POM) dan 2 Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/DPMPTSP) dengan ketentuan:
a. 1 Kabupaten/Kota yang dipilih merupakan kabupaten/kota yang memiliki UPT BPOM dan 1 kabupaten/kota lainnya adalah kabupaten/kota yang tidak terdapat UPT BPOM . Sebagai contoh, lokus yang diambil, yaitu Pemerintah Kota Banjarbaru (menjadi lokasi Balai Besar POM di Banjarbaru) dan Pemerintah Kota Banjarmasin;
b. Jika dalam 1 provinsi terdapat lebih dari 1 UPT BPOM, kontributor harus memilih UPT BPOM yang lokasinya berada di luar ibu kota provinsi;
c. Kabupaten/kota yang dipilih harus memiliki IRTP, industri jasa boga, dan industri tahu/tempe kedelai.
2. Jumlah sampel industri untuk tiap kabupaten/kota sampel adalah sebanyak 3 IRTP, 2 industri jasa boga, dan 2 industri tahu/tempe kedelai.
3. UPT BPOM mengacu pada Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2023.
G. Program dan Langkah Kerja Pengawasan
Program dan langkah kerja pengawasan diuraikan dengan mengacu pada Proses Bisnis sebagaimana tercantum dalam Lampiran Pedoman Nomor 1 Peraturan Deputi ini.
H. Timeline Pengawasan
Timeline pengawasan topik tata kelola keamanan obat dan makanan adalah sebagai berikut.
No Uraian
Jadwal Pengawasan Tahun 2025
Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengumpulan Informasi
Awal 2 Penyusunan pedoman
pengawasan 3 Piloting pedoman
pengawasan 4 Finalisasi pedoman
pengawasan 5 Persiapan pelaksanaan
pengawasan 6 Pelaksanaan pengawasan
a. Kontributor Kedeputian
Pusat b. Kontributor Perwakilan
BPKP 7 Penjaminan Kualitas
Hasil Pengawasan 8 Penyampaian Laporan
Hasil Pengawasan (LHP) &
Sintesa Hasil Pengawasan (SHP) Kontributor
9 Kompilasi hasil
pengawasan & SHP 10 Pemantauan Tindak
Lanjut I. Anggaran Pengawasan
Seluruh biaya untuk melaksanakan kegiatan pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan menjadi beban anggaran masing-masing Unit Kerja.
J. Risiko Pengawasan
Beberapa risiko yang telah teridentifikasi terkait pengawasan atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan adalah sebagai berikut.
1. tumpang tindih mitra kerja pengawasan antara penanggung jawab dan kontributor;
2. data dan informasi yang dibutuhkan tidak diperoleh secara lengkap; dan 3. hasil pengawasan tidak menjawab insilwas yang diharapkan.
Penyebab risiko di atas adalah beberapa hal sebagai berikut.
1. Penanggung jawab dan Kontributor memiliki mitra kerja pengawasan yang sama;
2. adanya resistensi dari mitra kerja pengawasan; dan
3. kurangnya pemahaman terhadap Informasi Hasil Pengawasan yang diharapkan.
Untuk memitigasi risiko tersebut maka dilakukan langkah-langkah pengendalian atas penugasan sebagai berikut.
1. Pembatasan ruang lingkup pengawasan antara penanggung jawab dan kontributor;
2. Sosialisasi pedoman pengawasan dilakukan sebelum tim melaksanakan
penugasan; dan
3. Koordinasi yang efektif antara Penanggung Jawab dan Kontributor.
K. Pemantauan
Proses pemantauan pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui komunikasi dan tanya jawab terkait pelaksanaan pengawasan dengan menggunakan media komunikasi yang disepakati.
BAB IV PELAPORAN A. Bentuk Laporan
LHP atas topik tata kelola keamanan obat dan makanan disusun oleh unit kerja penanggung jawab dan unit kerja kontributor. Laporan unit kerja kontributor yang dihasilkan yaitu LHP dalam bentuk surat sesuai dengan standar pelaporan sebagaimana telah diatur dalam tata naskah dinas dan mengacu pada contoh format laporan sebagaimana terdapat pada lampiran pedoman ini. Selanjutnya Direktorat Pengawasan Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Keluarga, dan Bencana sebagai penanggung jawab topik menyusun laporan kompilasi hasil pengawasan. Selain LHP, unit kerja penanggung jawab dan unit kerja kontributor juga menyusun dan menyampaikan SHP.
B. Tujuan Laporan
Laporan unit kerja kontributor ditujukan kepada pimpinan mitra kerja pengawasan dengan tembusan kepada Deputi Kepala BPKP Bidang PIP Bidang Politik, Keamanan, Hukum, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan.
C. Penyampaian LHP dan SHP Unit Kerja Kontributor
Direktorat pelaksana dan perwakilan BPKP sebagai unit kerja kontributor menyampaikan LHP dan SHP kepada Direktorat Pengawasan Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Keluarga, dan Bencana selaku penanggung jawab tema selambat-lambatnya pada minggu II bulan Juli Tahun 2025.
LHP dan SHP disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy kepada Penanggung Jawab Topik.
D. Laporan Hasil Pengawasan Kompilasi
Direktorat Pengawasan Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Keluarga, dan Bencana selaku penanggung jawab topik melakukan penyusunan laporan kompilasi hasil pengawasan dan SHP topik pada minggu IV Bulan Juli Tahun 2025.
BAB V PENUTUP
Pedoman pengawasan atas tata kelola keamanan obat dan makanan diharapkan dapat menjadi acuan bagi auditor dalam melaksanakan pengawasan. Hasil pengawasan diharapkan dapat menghasilkan informasi yang komprehensif dan memberikan rekomendasi yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk perbaikan kebijakan dan implementasi program di masa mendatang.
Penggunaan pedoman ini tidak terlepas dari perubahan kondisi lingkungan entitas yang akan terus berkembang seiring perubahan waktu. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan adanya perubahan pedoman ini sesuai perkembangan kebijakan.
Lampiran Pedoman Nomor 1 Program dan langkah kerja pengawasan diuraikan dengan mengacu pada Proses Bisnis dengan rincian sebagai berikut:
1. Kebijakan dan regulasi terkait tata kelola keamanan obat dan makanan Tujuan : Menilai ketepatan dan keselarasan kebijakan dan/atau
regulasi terkait tata kelola keamanan obat dan makanan
TEO : 1.Terdapat kekosongan regulasi antar K/L/D dalam pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan
2.Terdapat ketidaksesuaian regulasi antar K/L/D dalam pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan
3.Belum terdapat peraturan yang memadai terkait integrasi data pengawasan produksi dalam negeri, impor, serta distribusi obat dan makanan antar K/L/D
4.Terdapat tumpang tindih kewenangan dalam pengawasan produksi dalam negeri, impor, dan distribusi obat dan makanan antar K/L/D
Pelaksana : D203, D104, dan D205 Langkah Kerja :
a. Identifikasi dan kaji regulasi nasional yang relevan dengan peran dan tanggung jawab daerah dalam tata kelola keamanan obat dan makanan
b. Lakukan analisis mengenai kecukupan dan keselarasannya dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, dan peraturan teknis dari kementerian/lembaga)
c. Identifikasi gap atau ketidaksesuaian antara regulasi, termasuk kekosongan aturan, perbedaan standar, atau tumpang tindih kewenangan
d. Lakukan analisis dampak dari gap atau ketidaksesuaian di atas terhadap pemenuhan standar keamanan obat dan makanan
e. Buat simpulan dan tuangkan dalam kertas kerja 2. Pemberian izin edar obat dan pangan olahan oleh BPOM
Tujuan : Memastikan bahwa proses pemberian izin edar terhadap obat dan pangan olahan telah dilakukan sesuai dengan prosedur memadai guna menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk sebelum beredar di masyarakat
TEO : 1.Pemberian izin tidak didukung dengan prosedur yang memadai
2.Izin diberikan pada produk obat dan pangan olahan yang tidak memenuhi kriteria
3.Penyederhanaan proses perizinan berbasis risiko menurunkan kepatuhan terhadap standar keamanan produk obat dan makanan
Pelaksana : D203 Langkah Kerja :
a. Lakukan penelaahan terhadap prosedur pemberian izin edar obat dan pangan olahan yang berlaku di BPOM, termasuk Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan persyaratan teknisnya
b. Kaji kesesuaian antara pelaksanaan proses pemberian izin dengan prosedur yang ditetapkan, termasuk ketepatan waktu, kelengkapan data, dan proses evaluasi teknis
c. Identifikasi penyebab utama tidak terpenuhinya prosedur memadai d. Telusuri proses evaluasi produk sebelum izin diberikan,