• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novel Hujan karya Tere Liye - BAB IV

N/A
N/A
Subinarto Subinarto

Academic year: 2024

Membagikan "Novel Hujan karya Tere Liye - BAB IV"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karya Tere Liye dan Novel “Hujan”

4.1.1 Karya Tere Liye

Tere Liye memiliki hobi menulis. Ia memulai debut kepenulisan pada tahun 2005 melalui novel “Hafalan Sholat Delisa”. Tere Liye memutuskan untuk berhenti menerbitkan bukunya dalam bentuk fisik sejak 1 Juli hingga 31 Desember 2017 lantaran tingginya pajak buku dan royalti bagi penulis. Namun, setelah hampir tujuh bulan tidak menerbitkan buku, terhitung per 31 Januari 2018, Tere Liye Kembali menerbitkan buku.

4.1.2 Novel “Hujan”

Salah satu buku yang diterbitkan untuk penelitian ini adalah novel setebal 320 halaman dan berukuran 13,5 x 20 cm yang berjudul “Hujan”

merupakan karya ke-22 dari penulis Tere Liye. Novel ini menjadi novel ke- 13 dari seluruh karya Tere Liye yang diterbitkan pada 28 Januari 2016.

Novel “Hujan” adalah karya terlaris Tere Liye yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU). Di laman Goodreads, Novel “Hujan”

mendapat rating 4,22 dari total 2.905 rating dengan 543 ulasan.

Pada tahun 2018 PT Gramedia Pustaka Utama merecover novel Hujan dengan tampilan yang lebih menarik, namun tetap menjaga isi dari cerita sebelumnya. Novel ini mengisahkan tentang persahabatan, cinta,

(2)

perpisahan, melupakan dan hujan. Novel Hujan bergenre roman, Sci-Fi, dan drama yang menceritakan tentang Lail yang ingin melupakan Esok karena sebuah kesalahpahaman yang rumit dengan melakukan operasi saraf otak di Pusat Terapi Saraf. Hingga akhirnya Lail bertemu Elijah, seorang paramedis senior yang berusia 50 tahun, yang akan membantu Lail melewati setiap proses dan tahapan dari terapi modifikasi saraf otak.

Karena tugas Elijah adalah sebagai fasilitator yang menghubungkan klien dengan bando logam, serta menjaga ritme cerita agar seluruh cerita dapat disampaikan secara akurat.

4.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Hujan karya Tere Liye 4.2.1 Tema

Tema merupakan suatu inti atau pokok pikiran yang mendasari keseluruhan cerita dalam sebuah novel. Dalam novel “Hujan” karya Tere Liye Adapun tema yang disajikan pengarang sangat menarik sehingga membuat pembaca novel khususnya, menjadi ikut terjun ke imajinasi sesuai keadaan yang diceritakan dalam novel “Hujan” tersebut. Sesuai dengan judul, novel ini mengisahkan tentang bagaimana kehidupan Lail setelah terjadinya bencana yang dimana peristiwa bencana tersebut terjadi ditempat kejadian Lail saat turun hujan, peristiwa bencana pada hari itu menjadi hari yang tidak dapat dilupakan oleh penduduk bumi dan Lail. Setelah itu, Lail menjalani hidupnya tanpa sosok orang tua, tetapi Lail mempunyai sahabat perempuan yang menemaninya selama masa remaja

(3)

hingga dewasa yang bernama Maryam dan seorang laki-laki bernama Esok yang menolong Lail keluar dari lubang tangga darurat kereta bawah tanah ketika terjadi bencana tersebut, Lail tidak mengetahui nanti, akan penting sekali Esok bagi Lail, dan perasaan yang akan tumbuh kepada Esok. Dengan rangakaian tema diatas, adapun datanya sebagai berikut.

a. Tentang Persahabatan

1) Di tempat pengungsian, Lail hampir tidak punya teman akrab kecuali Esok. Dia mengenal banyak anak-anak di sana, tapi tidak asa yang dekat. Pagi ini dia punya teman sekamar, namanya Maryam. Anak perempuan yang selalu semangat dengan suara melengking khasnya. (hal. 78)

Persahabatan Lail dan Maryam dimulai sejak pertemuan awal mereka di kamar panti asuhan. Seiring berjalannya waktu interaksi antara Lail dan Maryam menjadi sangat akrab, melebihi seorang teman.

b. Tentang Cinta

1) Hari itu perasaan tersebut belum tumbuh. Lail masih anak perempuan tiga belas tahun. Bertahun-tahun kemudian dia baru mengerti. Dia tidak ingin hanya dianggap seperti adik.

(hal. 56)

(4)

2) “Apakah Esok mencintaiku, Maryam?” Lail bertanya pelan.

Maryam sedang menemaninya makan. Kali ini berhasil memaksa Lail. “Dia mencintaimu, Lail.” (hal. 300)

3) Pagi itu, pada hari yang selalu diingat penduduk bumi, saat Lail kehilangan seluruh keluarganya, dia justru menemukan seseorang yang akan penting dalam hidupnya delapan tahun kemudian. Lail bertemu dengan Esok, anak laki-laki yang sejak dini sudah istimewa. (hal. 36)

Berawal di Lorong kereta api bawah tanah Lail dan Esok bertemu.

Setelah sekian lama berteman dengan Esok, Lail menyimpan rasa rindu, rasa sayang, dan terkadang Lail merasakan cemburu kepada Esok karena kedekatan Esok dan Claudia walaupun hubungan mereka berdua sebatas kakak adik angkat.

c. Tentang Perpisahan

1) Ibunya meninggal di lorong kereta bawah tanah, dan sekarang apa yang akan dia lakukan tanpa ayahnya? Mata Lail berkaca-kaca. Butir air menggenang disudutnya, membesar, lantas jatuh mengalir di pipi. Lail selalu suka hujan. Dalam hidupnya, seluruh kejadian sedih, seluruh kejadian bahagia, dan seluruh kejadian penting terjadi saat

(5)

hujan. Pagi ini ia tahu ayahnya telah pergi selama-lamanya ketika hujan abu turun membungkus kota. Bukan hujan air, tapi tetap saja esensinya hujan. (hal. 47)

2) Semua ini sangat menyakitkan. Hatinya tercabik-cabik. Lail tidak pernah takut melewati musim panas ekstrem. Gadis itu lebih takut melewati musim semi yang indah tanpa Esok bersamanya. (hal. 303)

Setiap Lail bertugas menjadi relawan, mengobati orang sakit, sampai menyelamatkan orang sakit karena bencana, Lail selalu bersemangat untuk melakukannya. Lail ingin membalas dendam terhadap kejadian dimana Lail menyaksikan dengan mata kepala Lail sendiri seorang Ibunya yang tidak bisa ia selamatkan dari Lorong kereta bawah tanah, karena tertimbun runtuhan tanah dari atas Lorong. Begitu juga yang terjadi pada Ayah Lail, seluruh pesisir benua terkena tsunami 20 hingga 40 meter saat Ayah Lail bekerja di Kota itu.

Juga akibat kesalahpahaman Lail mengenai pembagian tiket untuk memasuki kapal raksasa, Lail mengira dua tiket itu telah didapatkan Esok dan satunya diberikan Claudia, sehingga, mereka berdua akan menaiki kapal itu tanpa Lail. Lail berpikir bahwa nanti ia akan hidup melewati musim panas tanpa Esok dan itu membuat pikiran dan perasaan Lail sedih, gelisah.

(6)

d. Tentang Hujan

1) Gerimis mulai menderas, seperti menangis menatap sekitar.

Lail selalu suka hujan, sejak kecil. Tapi hujan kali ini sangat menyakitkan. (hal. 30)

2) Dalam hidupnya, seluruh kejadian penting terjadi saat hujan.

(hal. 47)

Lail suka dengan hujan, akan tetapi hujan pada waktu itu sangat menyakitkan. Sehingga, Lail berusaha memendam semua kejadian saat ia melihat hujan.

e. Tentang Melupakan

1) “Apa yang hendak kamu lupakan, Lail?” Elijah kembali bertanya, pertanyaan pertama. Lail, gadis di atas sofa hijau kali ini bisa menjawabnya, meski dengan suara serak. “Aku ingin melupakan hujan.” (hal. 9)

2) Bagaimana dia akan menghapus semua kenangan buruk ini? (hal. 47)

(7)

3) "Maryam, aku ingin melupakan semuanya. Semua ingatan ini. Semua kenangan, semua pikiran-pikiran buruk yang melintas. Aku sudah tidak tahan lagi.” Lail terisak. (hal. 300)

Memiliki kenangan buruk akan menyebabkan rasa sakit di hati jika tidak segera berdamai. Akan tetapi, Lail memilih untuk melupakan sebagai cara ia berdamai dengan semua kenangan buruknya.

Diakhir cerita, Lail memutuskan untuk melupakan. Lail tidak tahan dengan semua ingatan, semua kenangan, semua pikiran-pikiran buruk yang melintas ia akan menghapus benang merah dalam ingatannya.

Tetapi, saat detik terakhir, sebelum mesin itu bekerja, Lail memutuskan untuk memeluk erat semua kenangan itu. Apapun yang terjadi, Lail akan memeluknya erat-erat, karena itulah hidupnya. Seluruh benang merah berubah menjadi benang biru, seketika.

4.2.2 Tokoh dan Penokohan

Di dalam novel “Hujan” Karya Tere Liye terdapat tokoh-tokoh yang satu persatu mulai terlihat dalam setiap jalan ceritanya. Salah satunya sebagai contoh yakni tokoh Lail yang Sebagian ceritanya selalu hadir disetiap ceritanya sebagai tokoh utamanya, sedangkan tokoh-tokoh yang lain seperti:

a. Elijah sebagai Paramedis

(8)

b. Ibu Lail c. Ayah Lail d. Esok e. Ibu Esok

f. Wali Kota sebagai Ayah angkat Esok g. Maryam sebagai sahabat Lail

h. Ibu Suri sebagai Kepala staff panti asuhan i. Istri Wali Kota sebagai Ibu angkat Esok j. Claudia sebagai Anak Wali Kota

Selain tokoh-tokoh diatas terdapat juga tokoh-tokoh figuran seperti Penumpang kereta, Petugas kereta, Marinir, Petugas Relawan, Pembawa acara televisi, Narasumber, Dokter, Suster dan anak-anak yang tinggal di panti asuhan Lail dan Maryam tinggal.

Di awal cerita, tokoh utama novel “Hujan” adalah Lail, hal ini terlihat dari gambaran cerita awal, dimana Lail berada di ruang terapi bersama Elijah seorang Paramedis senior yang akan membantu untuk menghapus ingatan Lail. Di bagian awal cerita, dijelaskan tokoh Lail mempunyai watak dan sifat yang baik hati, pemberani, memiliki jiwa sosial dan jiwa semangat patriotisme. Dia juga seorang gadis yang pintar dan berbakat.

Berbagai hal mampu ia lalui meskipun usianya terbilang muda, ketika Lail ditinggalkan kedua orang tuanya hal itu membuat Lail mengabdikan diri

(9)

sebagai relawan untuk membalas kejadian menyakitkan beberapa tahun lalu. Membantu orang lain, mengobati kesedihan dengan berbuat baik.

Analisis penokohan Lail dalam novel ini, digambarkan penulis secara langsung dan tidak langsung, hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut.

1) “Ah, kamu juga seorang perawat yang bertugas di rumah sakit kota.” Elijah diam sejenak, berhenti menggerakkan tulisan di layar, membaca lamat-lamat. “Ini mengagumkan.

Kamu punya banyak sekali catatan pelayanan sosial sejak usia enam belas tahun, termasuk sebulan ditugaskan di sektor 1. Astaga, itu tempat paling menyedihkan. Bagaimana kondisi sektor itu?” (hal. 6)

2) Anak perempuan yang berjalan di belakangnya mengangguk, buru-buru mengejar ibunya. Tadi dia mendongak, bukan memperhatikan tulisan-tulisan itu, tetapi asyik menatap butir air gerimis. Usianya tiga belas tahun, dengan rambut panjang tergerai. Dia mengenakan seragam sekolah baru, sepatu baru, juga tas baru. (hal. 10)

3) Lail mencengkram tangan ibunya. Usianya baru tia belas tahun, tapi itu lebih dari cukup untuk mengerti situasi genting yang sedang dihadapi ratusan penumpang kereta. (Hal. 24)

(10)

4) “Komite Pusat bersepakat dengan suara bulat, apa yang dilakukan Lail dan Maryam malam itu, berlari menembus badai sejauh lima puluh kilo meter untuk memperingatkan seluruh penduduk kota. membuat kedua remaja itu berhak menerima penghargaan Dedikasi dan Pengorbanan Tingkat Pertama.” (Hal. 166)

Adapun tokoh utama pendamping laki-laki bernama Esok. Tokoh Esok/ Soke Bahtera seorang ilmuan muda yang terkemuka dan Esok sangat cerdas, bakatnya sudah terlihat ketika ia masih berusia tujuh belas tahun. Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan di bawah, digambarkan secara tidak langsung bagaimana tokoh Esok yang cerdas.

1) “Kamu kenakan jaketku.” Anak laki-laki berusia lima belas tahun yang berdiri di samping Lail melepas jaketnya, menyerahkannya kepada Lail. (hal. 30)

2) “Dia belajar dengan cepat. Sebelum bencana gunung meletus, Esok adalah murid terbaik disekolah. Setelah gempa, baginya stadion itu menjadi tempat belajar dan bertualang baru.” (Hal. 61)

(11)

3) “Empat belas hari mengenal Esok, Lail mulai tahu betapa pandainya Esok. Anak laki-laki itu genius. Seperti keberhasilannya menyedot air bersih dari dalam tanah , itu adalah ide briliannya Esok. Petugas sudah menyerah, juga Marinir, mereka tidak mesin pompa besar yang cukup untuk menarik air sedalam itu. Esok mengusulkan agar mereka menyusun belasan pompa kecil secara parallel. Tidak ada yang mengerti penjelasan Esok, hingga dia menyusunnya dengan cermat, menghubungkan lima belas pompa air sedemikian rupa dan air berhasil disedot.” (Hal. 66)

4.2.3 Alur

Alur cerita novel “Hujan” karya Tere Liye dapat dikatakan sebagai alur campuran. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000: 84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan exposition yakni, tahapan awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

a. Tahap Pengenalan (Exposition atau Orientasi)

1) Elijah tersenyum setelah melihat bando itu terpasang dengan baik di kepala. “Ini fase terakhir, sekaligus paling penting, sebelum kamu masuk ke ruang operasi. Di fase ini kami

(12)

mem- butuhkan peta saraf otakmu, melalui cerita yang kamu sampaikan.” (hal. 7)

2) “Apa yang hendak kamu lupakan, Lail?” Elijah kembali bertanya, pertanyaan pertama. Lail, gadis di atas sofa hijau kali ini bisa menjawabnya, meski dengan suara serak. “Aku ingin melupakan hujan.” (hal. 9)

3) Hanya ada dua anak-anak di sisa rombongan penumpang, Lail dan satu lagi seorang anak laki-laki berusia lima belas tahun. (hal. 26)

4) “Kamu kenakan jaketku.” Anak laki-laki berusia lima belas tahun yang berdiri di samping Lail melepas jaketnya, menyerahkannya kepada Lail. (hal. 30)

b. Tingkat Kemunculan Konflik (Rising Action)

1) Satu tahun berlalu sejak letusan gunung skala 8 VEI. Tenda pengungsian di stadion berkurang penghuninya. Sebagian besar penduduk kemblai ke rumah masing-masing. Bagi yang berkecukupan dan beruntung, mereka bisa memperbaiki atau membangun Kembali rumah mereka, masih seadanya, tapi itu lebih baik dibanding tinggal di tenda

(13)

pengungsian. Bagi yang masih memiliki keluarga di kota lain, mereka pindah ke kota tersebut. (hal. 72)

2) “Apakah kamu dan ibumu akan ikut ke panti?” Lail mengulang pertanyaan. Esok menggeleng perlahan. Cepat atau lambat dia harus memberitahu Lail. Mungkin sekarang saatnya yang tepat, ketika mereka sedang menonton pembangunan kolam air mancur, landmark penting kota.

“Aku tidak ikut ke panti sosial.”

“Kenapa?” Lail bertanya.

“Ada keluarga yang bersedia mengangkatku jadi anak asuh, sekaligus menyekolahkanku setinggi mungkin.” Suara pelan Esok hampir tidak terdengar, kalah oleh suara alat-alat berat yang sedang mengecor kolam air mancur. (hal. 74)

3) Mereka pulang ke stadion saat gerimis mulai turun. Esok mengayuh sepedanya dengan cepat, melesat di jalanan aspal. Di jok belakang, Lail berpegangan erat. Matanya berair. Sejak tadi dia menahan tangis. Dia berusaha ikut senang mendengar kabar itu. Sudah setahun dia tinggal bersama Esok. Semua penghuni tenda pengungsian bahkan hafal; di mana ada Esok, berarti ada Lail, dan sebaliknya, jika ada Lail, berarti ada Esok bersamanya.

(14)

Hujan turun menderas. Lail akhirnya menangis tanpa diketahui siapa pun. (hal. 75)

c. Tahap Konflik Memuncak (Turning Point atau Klimaks)

1) “Konsorsium sepakat hal itu akan dilakukan secara adil.

Kami membuat mesin yang bisa memilih secara acak, sesuai penyebaran genetik manusia, dari data kependudukan yang ada. Penting sekali membawa keragaman genetik di atas kapal, untuk memastikan manusia abad-abad mendatang bisa bertahan. Minggu-minggu ini, nama sepuluh ribu orang yang naik kapal akan ditentukan. Mereka seharusnya sudah tahu. Proses evakuasi akan segera dimulai. Empat minggu lagi, empat kapal itu akan berangkat. Persis saat pesawat itu berangkat, pemerintah akan mengumumkan proyek ini secara terbuka, agar siapa pun yang tinggal di bumi bisa bersiap menghadapi situasinya.” (hal. 280)

2) “Aku tahu, Esok akan menggunakan satu tiket untukmu. Dia sangat menyayangimu, Lail. Tapi izinkan orang tua ini memohon, bisakah kamu meminta Esok agar memberikan tiket itu kepada Claudia, anak semata wayangku? Aku, istriku, kami tidak akan pernah sanggup menyaksikan Claudia harus tinggal di permukaan bumi, menunggu musim

(15)

panas membunuh semua orang. Hanya Claudia satu- satunya putri yang kami miliki. Satu-satunya hrga paling berharga.” Tenda itu lengang. Menyaksikan Lail yang duduk membeku. (hal. 290)

3) Dua puluh empat jam sebelum kapal itu berangkat, Lail akhirnya mendapatkan berita. Berita yang membuat dirinya tergugu. (hal. 302)

4) Lail sudah tidak tahan lagi. Dia menumpang taksi menuju Pusat Terapi Saraf kota. Menuju ruangan paling mutakhir tersebut.

Begitu kembali ke apartemen, Maryam panik saat tidak menemukan Lail. Dia melihat layar tablet yang tertinggal, masih membuka halaman tentang terapi modifikasi ingatan.

(hal. 303)

d. Tahap Konflik Menurun (Antiklimaks)

1) Maryam tiba di Pusat Terapi Saraf setengah jam kemudian.

Dia berseru panik, berusaha membatalkan keputusan Lail, tapi usahanya sia-sia. Bagaimanapun Maryam berusaha mencegahnya, dia hanya bisa menunggu di luar, tidak dberikan akses menuju ruangan. Mesin di meja tamu yang menyebalkan mengancam akan memanggil petugas

(16)

keamanan jika Maryam terus memaksa masuk. (hal. 304- 305)

2) Tablet di tangan Maryam segera tersambung ke tablet Esok.

Gambar Esok muncul. “Halo, Maryam.” Esok terlihat riang.

“Halo, Soke,” Maryam menyapa. Dia sedikit bingung. Dia sepertinya mengenal latar di belakang Esok. Itu bukan di dalam kapal raksasa. (hal. 309)

3) “Tidak, Maryam. Claudia menaiki kapal itu bersama ibuku.

Claudia bisa merawat ibuku diatas sana. Aku tidak pernah meniatkan diri naik kapal itu. Hanya saja, kapal itu tidak bisa beroperasi tanpa kehadiranku. Satu bulan terakhir, sejak biacara dengan Lail, aku mencari cara agar aku tetap bisa berada di atas sana tanpa kehadiran fisik. Hal terakhir yang harus diselesaikan.” (hal. 310)

4) Tapi Esok sudah sangat terlambat. Di dalam ruangan, Lail sudah bersiap menghapus memorinya. (hal. 311)

e. Tingkat Resolusi (Resolusi)

1) Terdengar suara mendesing pelan. Pintu itu akhirnya terbuka. Tapi bukan karena tabung mesin mengalah, melainkan Lail telah keluar dari sana, dibimbing Elijah. Besi

(17)

tiang antrean di tangan Esok terlepas, berkelontangan di lantai. (hal. 313)

2) Esok menghampiri Lail dan memegang lengan gadis itu.

“Lail, apakah kamu mengenalku? Aku mohon. Kembalilah.”

(hal. 314)

3) Di detik terakhir, sebelum mesin itu bekerja, Lail memutuskan memeluk erat semua kenangan itu. Apa pun yang terjadi, Lail akan erat-erat, karena itulah hidupnya.

Seluruh benang merah berubah menjadi benang biru.

Seketika. Mesin modifikasi ingatan tidak pernah keliru. Dia bekerja sangat akurat. Menghapus seluruh benang berwarna merah. Hanya saja dalam kasus ini. Lail tidak lagi memiliki benang itu. (hal. 314-315)

4.2.4 Latar

Latar dalam novel ini terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Berikut adalah kutipan dari latar tempat, latar waktu, dan latar suasana dalam novel “Hujan” karya Tere Liye.

a. Latar Tempat

Tere Liye mengambil banyak tempat Tere Liye mengambil banyak tempat untuk dijadikan latar pada setiap adegan dinovel Hujan. Beberapa

(18)

tempat bahkan menunjukkan jika cerita berada di waktu yang berbeda.

Namun latar tempat yang sering dimunculkan oleh penulis adalah ruang terapi berukuran 4 x 4 m² yang terdapat di Pusat Terapi Saraf. Ruangan ini juga yang menjadi ruang kantor Elijah dalam menangani setiap kliennya.

Ruang terapi ini, yang didominasi oleh warna putih, hanya ada kursi lipat dan sofa pendek berwarna hijau untuk paramedis dan pasien duduk.

Meski terlihat ‘hampir kosong’, ruangan ini menyimpan berbagai macam teknologi canggih di balik dinding, atap, dan lantai ruangan. Dan di ruangan inilah Lail memutuskan menjalani terapi modifikasi ingatan untuk melupakan tentang Esok dan hujan.

Diketahui jika ruangan terapi ini sangat aman dan terjaga rahasianya dari akses luar. Minimnya perabotan yang tampak juga meminimalisir adanya kecelakaan saat sedang melakukan terapi.

Ruangan ini terus muncul dari awal hingga akhir cerita. Dengan kutipan berikut ini.

1) Ruangan 4 x 4 m² itu selintas terlihat didesain terlalu sederhana untuk sebuah ruangan paling mutakhir di kota ini.

Padahal ruangan itu berteknologi tinggi dan berperalatan medis paling maju. Teknologi terapinya tidak pernah dibayangkan manusia sebelumnya.

Dinding dan langit-langitnya berwarna putih. Tingginya sekitar empat meter. Hanya ada dua perabot di tengah

(19)

ruangan. Satu kursi lipat diduduki seorang perempuan berusia lima puluh tahun. Dia mengenakan pakaian berwarna krem dan memegang tablet layar sentuh. Dia seorang paramedis senior. Satu lagi sofa pendek berwarna hijau. Seorang gadis muda dengan kemeja biru dan celana gelap duduk bersandar di sofa itu.

Sisanya hamparan lantai pualam tanpa cacat, seperti kubus kosong. Lampu yang ditanam di langit-langit mengeluarkan cahaya lembut. Waktu menunjukkan pukul delapan malam.

Tidak ada jendela di ruangan itu. (hal. 5)

2) Sekali pasien masuk ke ruangan itu, maka statusnya steril dari akses siapa pun. Tidak ada yang bisa menghubungi, juga tidak ada yang bisa menghentikan terapi. (hal. 304)

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan peristiwa- peristiwa yang diceritakan terjadi. Novel Hujan secara garis besar mengambil latar waktu di era modern, tepatnya pada tahun 2042 sampai 2050. Pada waktu itu teknologi sudah canggih. Dan setelah terjadi bencana gunung meletus, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin canggih, seperti pada kutipan berikut.

(20)

1) “21 Mei 2042,” Elijah berkata takzim. “Itu hari yang tidak bisa kita lupakan.” (hal. 19)

2) “Tidak usah khawatir. Pemerintah akan memikirkan solusinya. Mereka akan punya teknologi mengatasinya. Ini sudah tahun 2050, apa pun bisa diatasi dengan ilmu pengetahuan.” (hal. 264)

Berdasarkan kutipan tersebut, ada banyak sekali teknologi yang dapat membantu saat terjadi bencana. Seperti pelepasan pesawat ulang- alik untuk menghentikan musim dingin, piranti modifikasi ingatan untuk menghilangkan trauma, dan juga kapal angkasa terbang yang mampu menampun sepuluh ribu penumpang terpilih untuk tinggal di angkasa dan melewati musim panas ekstrem di sana.

c. Latar Suasana

Novel “Hujan” terdapat beberapa latar suasana seperti suasana genting, sedih, bahagia yang diambil dari kutipan berikut.

1) Genting

Ketika penumpang asyik dengan kesibukan masing-masing, kapsul kereta tiba-tiba mengerem paksa. Suara mendecit membuat ngilu dada. Percikan api menyembur dari roda baja. Tersentak, tidak mampu menahan keseimbangan di

(21)

atas rel, dua belas kapsulnya saling bertabrakan, terbanting menghantam dinding lorong.

Sepersekian detik, penumpang telah terpelanting ke depan, rebah rempah, berseru-seru panik, berteriak-teriak ngeri.

(hal. 20)

2) Sedih

Esok menggeleng. “Tidak akan ada yang selamat, juga empat kakakku. Mereka tertimbun reruntuhan lorong kereta.”

Lail menyeka matanya. Sedih memikirkan ibunya yang ditelan reruntuhan tanah. (hal. 35)

3) Bahagia

Satu bulan kemudian, Esok dan Lail menikah, di tengah terik matahari. Esok menggenggam erat jemari Lail, berbisik,

“Kita akan melewati musim panas bersama-sama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi.” Lail mengangguk.

Wajahnya terlihat sangat bahagia. (hal. 317)

4.2.5 Sudut Pandang

Tere Liye menulis naskah novel Hujan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini bisa dilihat dari cara penulis yang

(22)

menampilkan para tokoh dengan menggunakan nama tokoh, kata ganti dia, ia, dan mereka, atau menyebutkan gambaran fisik mereka.

1) Gadis berusia 21 tahun yang duduk di atas sofa hijau menyeka ujung matanya. Mengenang dan menceritakan kembali kejadian delapan tahun lalu itu tidak mudah. Bahkan dia baru mulai pada hari pertamanya. (hal. 40)

2) Dan dalam kisah mereka berdua, di tengah teknologi komunikasi menajubkan saat itu, hanya tiga kali mereka bercakap lewat telepon. Satu untuk malam itu; yang kedua, setahun kemudian, saat Esok menyelesaaikan kuliahnya;

dan yang terakhir, di penghujung kisah ini. Tiga-tiganya Esok yang menelpon, karena serindu apa pun Lail, dia tetap tidak berani melakukannya. Sesuatu yang tidak pernah bisa dimengerti Maryam, yang bertahun-tahun menjadi teman sekamar Lail. (hal. 213)

Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, Tere Liye beberapa kali menyebutkan nama dari para tokoh novel Hujan seperti Lail, Esok, dan Maryam dengan menggunakan kata ganti “dia” atau “mereka”. Atau merujuk pada gambaran fisik mereka seperti “Gadis berusia 21 tahun”

atau “Gadis di atas sofa” yang merujuk pada tokoh utama.

(23)

4.2.6 Gaya Bahasa

Tere Liye menggunakan beragam jenis gaya bahasa untuk menyampaikan isi dari novel Hujan. Tidak heran jika novel Hujan memiliki cerita yang begitu hidup dan membekas dihati pembaca. Dan berikut gaya bahasa yang digunakan Tere Liye pada novel Hujan.

1) Majas Perbandingan

Tapi itu letusan super-vulcano, gunung purba yang terlupa- kan. Petaka besar itu tiba dalam hitungan detik. Bukan abu panasnya yang membunuh, melainkan gampa vulkanik 10 skala Richter. Gedung-gedung runtuh, jalan laying berguguran, tanah merekah, rumah-rumah bagai dibelah, sepertiga permukaan bumi merasakan gempa dengan skala paling mematikan. (hal. 21)

Pada kutipan tersebut, perbandingan terlihat dari penggambaran lingkungan yang telah sangat rusak akibat kekuatan gempa yang sangat dahsyat.

2) Majas Pertentangan

“Aku tidak lapar,” Lail menjawab pendek.

“Kamu harus makan. Atau nanti jatuh sakit. Sudah sejak kemarin pagi kamu tidak makan. Ayo.” Esok menarik paksa lengan Lail. (hal. 50)

(24)

Pada kutipan tersebut terdapat pertentangan antara perkataan Lail dan kondisi Lail, yang mana seharusnya Lail merasa lapar karena tidak makan sejak kemarin.

3) Majas Sindiran

“Rambutku sudah gatal sejak empat hari lalu.”

“Itu karena ada kutunya,” Esok di belakangnya menceletuk, ikut mengantre. “Enak saja, aku tidak pernah kutuan.” Lail melotot.

Pada kutipan tersebut, terlihat jika Esok menyindir lail yang kutuan hanya karena Lail merasakan gatal pada rambutnya. Padahal Lail hanya tidak keramas selama empat hari.

4) Majas Penegasan

“Kamu tahu, Lail, tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian.”

Pada kutipan tersebut, Maryam menjelaskan kepada Lail tentang definisi kabar dan kepastian. Hal ini bertujuan agar Lail dan pembaca setuju dengan pertanyaan tersebut.

(25)

4.2.7 Amanat

Adapun dalam novel “Hujan” karya Tere Liye terdapat dua jenis amanat yaitu, amanat tersurat dan tersirat. Berikut kutipan dan penjelasan amanat dari novel “Hujan” karya Tere Liye.

a. Amanat tersurat

1) “Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.” (hal. 255)

2) “Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri.

Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukis- kan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya?

Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta.” (hal.

256)

(26)

Berdasarkan dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri, tapi bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jika dalam suatu ikatan atau hubungan tertentu masih bisa merasakan marah atau sakit hati, berarti orang tersebut masih paham tentang indahnya jatuh cinta. Ada beberapa orang yang kebetulan untuk datang hanya sebagai singgah dan ada juga beberapa orang yang kebetulan untuk tinggal sebagai menetap, di dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerima dengan baik justru membawa kedamaian, karena kita tidak bisa mengontrol orang yang datang untuk menetap ataupun tidak.

3) Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami. (hal. 317)

4) Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima.

Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan. (hal. 318)

Pada dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, manusia yang memiliki kebahagiaan bukan dari seberapa lama manusia itu hidup,

(27)

melainkan dari seberapa besar manusia itu memeluk erat semua hal menyakitkan yang dialaminya. Jika manusia itu bisa memeluk erat dan bisa menerima kejadian tersebut, maka ia akan bisa melupakan dan hidup bahagia. Begitu juga sebaliknya, jika manusia itu tidak bisa memeluk erat dan menerima, maka ia tidak akan bisa melupakan dan selalu dipenuhi pikiran tersebut sepanjang perjalanan hidupnya.

Ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, tetapi harus diterima. Hal- hal yang tidak ingin diketahui, tetapi harus dipelajari, dan orang yang tidak dapat hidup tanpanya, tetapi harus melepaskannya. Ketika orang tersebut melepaskan, orang tersebut menciptakan ruang untuk sesuatu yang lebih baik.

b. Amanat tersirat

1) “Apa yang harus aku lakukan, Esok?”

“Sebelum kapal itu berangkat, kamu tunggu kabar dariku.

Apa pun yang kamu dengar, apa pun informasi yang kamu terima, jangan lakukan apa pun. Tunggu aku menghubungimu. Kamu bisa melakukan aktivitas seperti biasa dengan normal, karena hanya itu yang bisa kita lakukan. Aku harus kembali ke lokasi proyek, masih ada satu hal yang harus kuselesaikan terkait kapal-kapal itu. Tugas terakhirku.” (hal. 281)

(28)

2) Dua puluh empat jam sebelum kapal itu berangkat, Lail akhirnya mendapatkan berita.

Berita yang membuat dirinya tergugu. Bukan dari Esok, melainkan dari Wali Kota yang datang bersama istrinya, menemui Lail di apartemen. Mereka memperoleh alamat apartemen Lail dan Maryam dari asrama sekolah. (hal. 302)

3) “Ya Tuhan, telepon sekarang juga, Lail! Kamu berhak menerima penjelasan.” Maryam gemas, meremas rambut kribonya. (hal. 303)

4) Dua belas jam sebelum pesawat itu berangkat, saat Maryam sedang turun dari apartemen hendak mencari makanan, Lail memutuskan melakukan sesuatu.

Lail sudah tidak tahan lagi. Dia menumpang taksi menuju Pusat Terapi Saraf kota. Menuju ruangan paling mutakhir tersebut. (hal. 303)

Berdasarkan empat kutipan di atas dapat dikatakan bahwa, Lail diberi tahu Esok agar tidak menerima informasi apa pun dan dari siapa pun selain Esok sendiri. Akan tetapi kesalahpahaman tersebut terjadi saat Wali Kota juga istrinya mendatangi apartemen Lail dan Maryam untuk mengucapkan terima kasih kepada Lail, karena, sepengetahuan Wali

(29)

Kota, Lail telah memenuhi permintaan Wali Kota yang dimana, agar Lail meminta kepada Esok untuk memberi satu tiketnya lagi kepada Claudia supaya Claudia bisa naik ke kapal angkasa tersebut, tetapi Wali Kota tidak mengatakan dengan siapa Claudia pergi. Setelah Wali Kota dan istrinya meninggalkan apartemen, Lail hanya bisa menatap lantai apartemen dengan situasi hati yang sudah tercabik-cabik. Beberapa jam kemudian Lail masih terbawa emosi dan memutuskan pergi ke Pusat Terapi Saraf kota untuk menghapus ingatannya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang, tidak baik jika mengambil keputusan tanpa adanya kejelasan yang fakta, juga saat orang tersebut sedang emosi. Walau terkadang membawa hasil yang baik, terlalu buru-buru dalam mengambil keputusan juga bisa berujung pada hal yang tidak diinginkan.

4.3 Analisis Unsur Ekstrinsik Novel Hujan karya Tere Liye 4.3.1 Nilai Sosial

Dalam novel “Hujan” karya Tere Liye terdapat kutipan yang menunjukkan nilai sosial pada kutipan berikut.

a. Petugas itu memanggil seniornya, berdiskusi sebentar.

“Baiklah. Salah satu prinsip paling penting di organisasi ini adalah semangat berbagi dan berbuat baik. Usia kalian memang baru lima belas, tapi kalian mungkin memilikinya. Kalian berdua diizinkan

(30)

mengikuti tes. Jika lulus, kami akan memikirkan bagaimana baiknya.” (hal. 111)

Kutipan di atas menggambarkan adanya musyawarah yang dilakukan dengan diskusi untuk mengambil sebuah keputusan dari permasalahan. Musyawarah merupakan pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Dalam hal ini petugas melakukan diskusi terlebih dahulu untuk memutuskan apakah Maryam dan Lail yang ingin mendaftar sebagai anggota relawan dapat diterima, karena mereka masih berumur lima belas tahun. Meskipun demikian hasil dari diskusi petugas dan seniornya diputuskan bahwa mereka diizinkan untuk mengikuti tes keanggotaan relawan.

4.3.2 Nilai Agama

Pada novel “Hujan” karya Tere Liye ini tokoh Elijah sangat bersykur dengan mukjizat yang Tuhan berikan atas keselamatan karena telah selamat dari bencana alam itu. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut.

a. “Keajaiban…. Kamu benar, itu sebuah keajaiban,” Elijah berkata lembut, menghela napas samar.

“Siapa pun yang selamat dalam kejadian itu sesungguhnya mendapatkan keajaiban. Hanya sepuluh persen penduduk bumi yang selamat, satu dibanding sepuluh. Takdir tanpa perasaan memilih siapa pun yang dikehendakinya. Mungkin keajaiban itu

(31)

datang melalui pertolongan serta doa-doa dari orang yang tidak kita kenal.” (hal. 40-41)

4.3.3 Nilai Moral

Tanggung jawab merupakan kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya serta memberikan tanggapan berdasarkan prinsip- prinsip etis. Nilai moral tanggung jawab pada novel Hujan karya Tere liye terdapat pada kutipan berikut.

a. Petugas itu tahu persis, kapan pun dalam hitungan menit gempa susulan akan tiba, dan situasi akan lebih rumit jika mereka masih di dalam lorong. Menyelamatkan penumpang yang masih bisa berjalan adalah prioritas tingkat pertama. (hal. 24)

4.3.4 Nilai Budaya

Dalam novel “Hujan” karya Tere Liye terdapat kutipan yang menunjukkan nilai budaya pada kutipan berikut.

a. Enam jam yang lalu, di belahan dunia yang jauh, telah lahir bayi yang menjadi penduduk bumi ke sepuluh miliar. Berita besar bagi dunia—meski sebenarnya banyak yang tidak peduli, menganggapnya biasa saja. Sebagian besar penumpang di dalam kapsul memilih sibuk dengan gadget masing-masing. (hal. 15)

(32)

Kutipan di atas menggambarkan seiring dengan kemajuan teknologi pada saat itu dan masa yang akan datang, seseorang tidak lagi memperhatikan hal-hal yang ada disekitarnya. Mereka lebih senang bermain dengan teknologi tanpa memperhatikan berita dan hal yang terjadi disekitarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun nilai moral yang terdapat pada novel Tentang Kamu karya Tere Liye tentang nilai moral didalamnya, yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, hu- bungan manusia

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka isimpulkan bahwa nilai-nilai sosial dalam novel Hujan karya Tere Liye diklarifikasi menjadi empat bagian yaitu nilai sosial

Terkait dengan fenomena adanya kemiripan alur dan tema dalam beberapa novel, penelitian ini akan melihat sejauh mana keterkaitan cerita dalam novel Senja, Hujan, dan

Hasil analisis data menunjukkan nilai sosial yang ditemukan pada novel Hujan karya Tere Liye terdiri atas nilai sosial kasih sayang yang terbagi menjadi empat, yaitu

Lail yang saatituberusiatigabelastahun, dalamhari yang takterlupakanolehdunia, mendadakmenjadianakyatimpiatukarenakehilangankedua orang tuanyaakibat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan aspek emosi tokoh utama Lail dan untuk mendiskripsikan dampak positif dan negatif aspek emosi tokoh utama Lail

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah analisis bentuk stilistika dalam novel Hujan karya Tere Liye dengan sub fokus kajiannya berupa bahasa figuratif (majas perbandingan dan

Studi Pustaka Studi pustaka adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan menelaah teori-teori, pendapat- pendapat serta pokok-pokok pikiran yang terdapat