• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI HEAT EXCHANGER NETWORK DENGAN METODE PINCH TECHNOLOGY MENGGUNAKAN ASPEN ENERGY ANALYZER V.10 PADA UNIT UREA PABRIK-5 PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "OPTIMASI HEAT EXCHANGER NETWORK DENGAN METODE PINCH TECHNOLOGY MENGGUNAKAN ASPEN ENERGY ANALYZER V.10 PADA UNIT UREA PABRIK-5 PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR - Repository ITK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urea

Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa.

Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik. Urea merupakan pupuk nitrogen yang paling mudah dipakai. Zat ini mengandung nitrogen paling tinggi (46%) di antara semua pupuk padat. Urea mudah dibuat menjadi pelet atau granul (butiran) dan mudah diangkut dalam bentuk curah maupun dalam kantong dan tidak mengandung bahaya ledakan. Disamping penggunaannya sebagai pupuk, urea juga digunakan sebagai tambahan makanan protein untuk hewan pemamah biak, juga dalam produksi melanin, dalam pembuatan resin, plastik, adhesif, bahan pelapis, bahan anti mengkerut, tekstil, dan resin perpindahan ion (Austin, 1997).

Urea ditemukan pertama kali oleh Roelle pada tahun 1773 dalam urin. Pada saat ini pembuatan urea pada umumnya menggunakan proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870. Proses ini mensintesis urea dari pemanasan amonium karbamat. Prinsip pembuatan urea pada umumnya yaitu dengan mereaksikan amonia dan karbondioksida pada tekanan dan temperatur tinggi di dalam reaktor kontinu untuk membentuk amonium karbamat (reaksi 1) selanjutnya ammonium karbamat yang terdehidrasi menjadi urea (reaksi 2).

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Reaksi 1 : 2 NH3(g) + CO2(g) NH2COONH4(g) Reaksi 2 : NH2COONH4(g) NH2CONH2(g) + H2O(l)

(2)

6 Sintesis urea dilakukan dengan amonia yang berlebih agar kesetimbangan dapat bergeser ke arah kanan sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih banyak. (Muliawati, 2007)

2.2 Deskripsi Unit Urea

Pembuatan urea diawali dengan pembentukan karbamat dari ammonia dan karbamat dioksida dan dilanjutkan dengan dehidrasi karmabat menjadi urea dan H2O. Unit urea Operasi Pabrik 5 dirancang untuk memproduksi 3.500 MTPD urea granul. Unit Urea dapat dibagi menjadi tujuh sub unit, yaitu sebagai berikut :

1. Unit Sintesis Urea 2. Unit Purifikasi 3. Unit Konsentrasi 4. Unit Recovery

5. Unit Process Condensate Treatment 6. Unit Granulasi

Hubungan antara masing-masing bagian digambarkan dalam diagram blok pada Gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1 Alur Proses Unit Urea

(3)

7

2.2.1. Unit Sintesis Urea

Gambar 2.2 Unit Sintesis Urea

Bahan baku untuk Unit Sintesis Urea berupa ammonia cair dan gas CO2

disuplai dari Unit Ammonia, sementara recycle larutan karbamat disuplai dari Unit Recovery. Sintesis Urea dijalankan pada Reaktor (DC101), Stripper (DA101) dan Carbamate Condenser (EA101) yang disebut sebagai “Urea Synthesis Loop”.

Synthesis Loop ini dioperasikan pada tekanan 155 kg/cm2 yang tekanannya dikontrol oleh pressure controller berupa PCV.

Pertama-tama urea diproduksi dengan reaksi yang sangat eksotermik dari NH3 dan CO2 membentuk amonium karbamat (selanjutnya disebut sebagai karbamat) diikuti oleh reaksi dehidrasi yang bersifat endotermik pada karbamat untuk membentuk urea. Pertimbangan kondisi pada reaktor urea adalah, temperatur operasi 182℃, mol rasio H2O/CO2 adalah 0,6, mol rasio NH3/CO2

adalah 3,7 dan tekanan 155 kg/cm2 dengan konversi CO2 mencapai 63%. Hasil dari reaktor dikirim ke stripper yang berfungsi untuk menyerap dan mendekomposisi sisa karbamat yang tidak bereaksi di reaktor urea. Proses dekomposisi berlangsung dengan adanya pemanasan dengan steam jenuh bertekanan 22 kg/cm2 dan stripping oleh penguapan berlebih NH3. Selama

Keterangan:

SLC (Steam Low Condensat) SML (Steam Medium Low) SL (Steam Low)

(4)

8 dekomposisi dan proses stripping di Stripper (DA101), reaksi hidrolisis urea menjadi faktor penting karena akan menentukan efisiensi sintesis urea.

Hidrolisis lebih dipilih pada temperatur tinggi, tekanan rendah dan waktu tinggal yang lama. Pembentukan biuret merupakan faktor lain yang harus dipertimbangkan untuk desain dan operasional Stripper (DA101). Pada tekanan parsial NH3 rendah dan temperatur di atas 110℃, urea terkonversi membentuk NH3 dan biuret seperti yang ditunjukkan oleh keseluruhan reaksi di bawah ini :

NH2CONH2 (s) NH2CONHCONH2 (s) + NH3 (g)

Reaksi di atas dapat dikurangi dengan menyediakan NH3 dalam jumlah berlebih. Kandungan biuret tidak boleh melebihi 1,0 %berat yang dianjurkan untuk pupuk urea pada umumnya. Hal ini sangat penting karena kandungan biuret yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan tanaman.

Gas-gas yang berasal dari stripper di teruskan ke karbamat condenser (EA101) yang dimana gas-gas tersebut di kondensasikan dengan cara melarutkannya dengan larutan carbonate (istilah untuk larutan karbamat encer.

Panas yang dihasilkan dalam Carbamate Condenser (EA101) oleh pembentukan carbamate dan kondensasi NH3 digunakan untuk menghasilkan steam tekanan rendah di sisi tube.

2.2.2. Unit Purifikasi

Gambar 2.3 Unit Purifikasi Urea

(5)

9 Larutan Urea yang mengandung 49%berat urea, 12,9%berat ammonia dan 12,7%berat CO2 dari bagian bawah Stripper (DA101) diolah di unit purifikasi, dimana Amonium karbamat dan ekses ammonia yang terkandung di larutan Urea terdekomposisi dan dipisahkan dengan cara menurunkan tekanan dan temperatur. Larutan urea dimurnikan hingga mencapai konsentrasi Urea 68%berat dengan residual Ammonia 0,5%berat pada outlet Flash Separator (FA202), untuk dikirim ke unit konsentrasi.

Terdapat dua tahap dekomposisi, aitu pada tekanan 16,5 kg/cm2 dan 2,6 kg/cm2, proses ini untuk menghilangkan Amonium karbamat dan NH3berlebih dari larutan Urea, sebelum diumpankan ke Unit Konsentrasi. Setelah menurunkan tekanan dari 155 kg/cm2 menjadi 16,5 kg/cm2, larutan Urea dari DA101 bersama dengan uap yang ter-flash dimasukkan kebagian atas HP Decomposer (DA201) yang dioperasikan pada tekanan 16,5 kg/cm2. Larutan Urea kemudian mengalir ke bawah sebagai lapisan film tipis pada dinding interior tube, dipanasi dengan LP steam dan steam kondensat MP dari bagian luar tube. Amonium karbamat yang tidak bereaksi terdekomposisi menjadi Ammonia dan CO2. Larutan urea meninggalkan bagian bawah DA201 kemudian dikirim ke LP Decomposer (DA202) dengan menurunkan tekanan menjadi 2,6 kg/cm2. Larutan Urea dari DA201 dimasukkan ke bagian atas DA202 dimana uap ter-flash pertama kali terpisahkan. Selanjutnya, larutan Urea dimasukkan ke empat tingkat tray section dimana sebagian besar residual Amonium karbamat dan ekses ammonia terdekomposisi.

Panas untuk mendekomposisi Amonium karbamat dan distilat campuran larutan Urea-Ammonia-Carbamate pada tray section disuplai dengan kondensasi uap air yang terkandung dalam campuran gas dikirim dari bagian atas Process Condensate Stripper (DA501) di unit Process Condensate Treatment. Pada tube, Amonium karbamat yang tersisa terdekomposisi dan dipisahkan sebagai campuran Ammonia dan gas CO2 kemudian dipanaskan sampai temperatur 135-138℃ dengan steam bertekanan 4 kg/cm2. Larutan

(6)

10 Urea meninggalkan heater section memasuki packed bed section dimana residual Ammonia bebas di-stripping oleh gas CO2.Setelah itu, larutan Urea dimurnikan agar mengandung 67%berat Urea, 0,7%berat Ammonia dan 0,4%berat CO2 di packed bed section lalu dikumpulkan pada bagian bawah DA202.

2.2.3. Unit Konsentrasi

Gambar 2.4 Unit Konsentrasi Urea

Ammonia dan CO2 yang tidak terkonversi (dalam bentuk karbamat) terdekomposisi dan dipisahkan dari larutan urea pada Unit Purifikasi, larutan urea 68%berat dipekatkan hingga mencapai konsentrasi 96%berat di Unit Konsentrasi sebelum dikirimkan ke Unit Granulasi. Larutan urea dari Unit Purifikasi pertama kali dimasukkan ke bagian bawah Evaporator (EA301), dimana sisi tube dioperasikan pada tekanan 250 mmHgA, dan dipanaskan hingga temperatur 132℃ untuk dipekatkan ke konsentrasi 96%berat dengan menguapkan air dibawah tekanan vakum. Larutan Lean Carbamate sebagai absorbent di-spray kedalam aliran gas dari DA201 sebelum memasuki EA301 sisi shell. Larutan Urea 96%berat bersama dengan air teruapkan keluar dari sisi tube EA301 masuk ke Final Separator (FA301) dimana inlet nozzle secara langsung terhubung dengan outlet EA301. Pada FA301, air teruapkan dipisahkan dari larutan Urea kemudian larutan Urea dikumpulkan di bagian bawah FA301 sebagai level control. Larutan Urea 96%berat kemudian dikirim

(7)

11 ke Granulator (MA601) di Unit Granulasi dengan Urea Feed Pump (GA301- A/B). Larutan karbamat dan campuran Ammonia dan gas CO2 yang tidak terkondensasi meninggalkan bagian bawah shell EA301 dikirim ke HP Absorber (EA401) di Unit Recovery untuk treatment lebih lanjut.

2.3 Energi

Energi merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi proses industri. Pengoperasian suatu industri selalu menggunakan energi. Namun, energi tersebut tidak dimanfaatkan seluruhnya, sehingga ada energi terbuang tanpa dimanfaatkan. Pemanfaatan energi panas yang terbuang merupakan salah satu upaya untuk menghemat energi. Upaya yang tepat yaitu melakukan integrasi proses untuk penggunaan energi yang efisien, sehingga didapatkan Maximum Energy Recovery (MER). Salah satu teknologi untuk menentukan MER pada kilang baru atau modifikasi adalah pinch technology. Analisis pinch technology juga dapat memberi gambaran kondisi suhu, tekanan, dan jumlah energi yang digunakan maupun terbuang. Upaya yang dilakukan adalah mengatur ulang jaringan penukar panas atau Heat Exchanger Network (HEN).

Untuk merancang jaringan sistem penukar panas diperlukan analisis beban pemanasan dan beban pendinginan terhadap fluida dingin yang akan dipanaskan dan fluida panas yang akan didinginkan. Utilitas yang tersedia digunakan sebagai pertimbangan dalam menetapkan jumlah dan kapasitas alat penukar panas.

Jumlah dan kapasitas alat penukar panas akan menentukan capital cost (Kemp, 2007).

2.4 Pinch Technology

Dalam pemanfaatan energi thermal yang terbuang pada heat exchanger digunakan suatu teknologi yaitu pinch technology. Pinch technology adalah suatu metode yang didasarkan pada prinsip-prinsip termodinamika untuk pemanfaatan energi thermal yang terbuang pada suatu proses. Pinch technology digunakan

(8)

12 untuk merancang jaringan alat penukar panas dengan mengintegrasikan hot stream dengan cold stream. Tujuan yang ingin dicapai adalah pemanfaatan panas yang ada di dalam aliran proses semaksimal mungkin atau penggunaan energi seminimal mungkin.

Pada setiap analisis pinch diperlukan prosedur dan langkah pengerjaan yang berkesinambungan. Secara umum, tahap - tahap analisis pinch adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi aliran pada proses: Aliran fluida di dalam proses dibagi menjadi dua yaitu aliran fluida proses dan aliran fluida utilitas.

2. Mengolah data-data termodinamika: Untuk analisis pinch, data-data termodinamika yang paling penting adalah suhu fluida (T), entalpi (h) dan kapasitas aliran panas (CP).

3. Pemilihan beda suhu pertukaran panas minimum (DTmin) antara fluida panas dan fluida dingin.

4. Pembuatan kurva komposit Kurva komposit merupakan kurva antara suhu dengan entalpi. Kurva ini terdiri dari suhu pada sumbu y dan entalpi pada sumbu x. Profil kurva ini menggambarkan panas yang ada di dalam proses (Qh) dan panas yang diperlukan pada proses (Qc). Pada kurva ini juga didapat letak pinch point diantara garis fluida dingin dan fluida panas. Untuk memahami prinsip pinch itu sendiri, maka ada hal hal yang perlu diperhatikan yaitu pembagian sistem oleh titik pinch, composite curve, dan jumlah minimum heat exchanger.

(Kemp, 2007)

2.5 Kurva Komposit

Dari keseluruhan tahapan dalam analisis pinch salah satu hal penting yang menjadi kunci utama pinch technology adalah kurva composite. Kurva ini menampilkan kebutuhan pemanasan untuk aliran dingin (hot utility) dan kebutuhan pendinginan untuk aliran panas (cold utility). Selain itu, kurva ini menampilkan kebutuhan panas yang digunakan untuk kedua jenis aliran dan mendapatkan perbedaan suhu minimum (DTmin) diantara aliran panas dan aliran dingin. Area paling kiri dari suhu pinch yang tidak terhimpit oleh kurva

(9)

13 aliran panas dan dingin adalah cold utility yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Menurut Linhoff besarnya panas yang dipindahkan sama dengan perubahan entalpi aliran fluida.

Tt

Q

CPdT CP(Tt Ts )  H

Ts

...(1) Keterangan:

Q = Laju perpindahan panas yang dipindahkan, kW CP = Kapasitas panas aliran, kW/oC

Ts = Suhu supply, oC Tt = Suhu target, oC

Dengan slope kurva aliran adalah:

Gambar 2.5 Skema Proses Data Menjadi Composite Curves

(Linnhoff, 1983)

(10)

14

2.6 Hasil pada Bilah Status Panas dan Dingin (Hot and Cold

Status Bar)

Aspen Energy Analyzer menggunakan bilah status pada bagian bawah tampilan operasi untuk menunjukkan apakah utilitas dingin atau panas dapat mencukupi dalam desain heat exchanger network pada aliran proses yang didinginkan atau dipanaskan.

Terdapat tiga status yang memungkinkan:

a. Sufficient. Temperatur pada aliran utilitas cukup panas atau cukup dingin untuk memenuhi kebutuhan pendingan atau pemanasan sistem.

Status akan berwarna hijau jika hasil yang ditampilkan sufficient.

b. Insufficient. Temperatur aliran tidak cukup dingin atau tidak cukup panas untuk memenuhi kebutuhan pendingan atau pemanasan sistem.

Status akan berwarna merah jika hasil yang ditampilkan insufficient.

c. Cross Pinch. Suhu keluaran dari utilitas dingin lebih tinggi dari suhu pinch point, atau suhu keluaran dari utilitas panas lebih rendah dari suhu pinch point. Status akan berwarna kuning jika hasil yang ditampilkan cross pinch.

(Aspen Energy Analyzer Reference Guide, 2008).

2.7 Energi Target

Setelah data dimasukkan pada Aspen Energy Analyzer akan didapatkan hasil energi target untuk heating dan cooling, keduanya ditampilkan pada kolom summary. Energi target adalah jumlah minimum utilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aliran proses. Untuk menghitung energi target dapat menggunakan kurva komposit. Nilai energi target bergantung pada nilai DTmin.

(Aspen Energy Analyzer Reference Guide, 2008).

(11)

15 Gambar 2.6 Ilustrasi Kurva Komposit sebelum penambahan nilai DTmin

Gambar 2.7 Ilustrasi Kurva Komposit setelah penambahan nilai DTmin Dari ilustrasi gambar tersebut dapat terlihat bahwa nilai energy target berubah seiring dengan nilai DTmin, semakin besar DTmin yang diberikan maka semakin besar pula nilai energy target. Untuk mengetahui dengan detail berapa nilai energy target yang didapat, simulasi menggunakan Aspen Energy Analyzer dapat membantu perhitungan secara detail (Kemp, 2007).

2.8 Nilai DTmin untuk Berbagai Jenis Proses

Pemilihan nilai DTmin berbeda bergantung pada proses yang digunakan.

Pemilihan tersebut bukan hanya sekedar memilih DTmin terendah ataupun luas area yang terkecil. Dalam prakteknya, peneliti pinch point memilih nilai DTmin untuk proses tertentu dengan meninjau dua faktor berikut:

Energy Target

Energy Target

(12)

16 1. Bentuk Kurva Komposit. Biasanya nilai DTmin yang lebih kecil akan dipilih, pemilihan tersebut dilakukan karena nilai energy target yang dihasilkan akan kecil pula. Namun, nilai DTmin kecil akan menghasilkan luas area pertukaran panas yang besar, sehingga biaya investasinya tinggi.

2. Pengalaman. Pada sistem yang mudah terbentuknya fouling atau koefisien perpindahan panasnya rendah, nilai DTmin yang digunakan 30-40oC. Untuk proses kimia nilai DTmin yang digunakan pada rentang 10-20oC. Pada proses yang bersuhu rendah menggunakan pendingin, nilai DTmin yang digunakan juga rendah yaitu 3-5oC.

( Kemp, 2007) Pada Tabel 2.1 menunjukkan nilai DTmin pada berbagai jenis proses. Nilai tersebut berdasarkan pengalaman aplikasi yang dilakukan oleh Linhoff March.

Tabel 2.1 Nilai DTmin untuk Berbagai Jenis Proses

No. Sektor Industri Pengalaman Nilai DTmin

1 Oil Refining 20-40oC

2 Petrokimia 10-20oC

3 Kimia 10-20oC

4 Proses Bersuhu Rendah 3-5oC

(March, 1998) Pada umumnya pemilihan nilai DTmin dipilih pada rentang 10-20oC.

Penting untuk diingat, walaupun nilai DTmin berdasarkan pengalaman dapat dijadikan acuan dalam pemilihan, dalam situasi tertentu hal tersebut dapat menghasilkan solusi yang tidak optimal. Maka dari itu disarankan bahwa pemilihan DTmin berdasarkan pengalaman perlu didukung dengan informasi tambahan misal energi target yang dihasilkan dan atau biaya modal yang perlu dikeluarkan (Sahdev, 2010).

(13)

17

2.9 Aliran Heat Exchanger

Alat penukar panas adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dan dapat berfungsi sebagai pemanas maupun pendingin. Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak balik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Terdapat dua aliran penukaran panas yaitu penukaran panas dengan aliran searah (co-current) dan penukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter-current). Aliran counter-current merupakan aliran dengan kedua fluida (panas dan dingin) masuk dan keluar pada sisi yang berlawanan. Suhu fluida dingin yang keluar dari penukar panas lebih tinggi dibandingkan suhu fluida panas yang keluar dari penukar kalor, sehingga dianggap lebih baik dari aliran searah.

Gambar 2.8 Profil Suhu Aliran Counter-Current

(Cengel, 2003)

2.10 Perpindahan Kalor Secara Konveksi dan Konduksi

Panas atau kalor merupakan suatu bentuk energi yang berpindah karena adanya perbedaan suhu. Panas atau kalor tersebut akan bergerak dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah. Ketika panas atau kalor bergerak maka akan terjadi pertukaran panas. Kemudian akan berhenti ketika kedua tempat

(14)

18 tersebut sudah memiliki suhu yang sama. Contohnya, kopi panas ke lingkungan yang mempunyai suhu 20°C, hingga terjadi kesetimbangan atau kesamaan suhu pada gelas dan lingkungan (Cengel, 2003).

Perpindahan panas yang terjadi dapat berupa konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan konduksi merupakan perpindahan kalor melalui perantara, di mana zat perantaranya tidak ikut berpindah. Suatu material bahan yang memiliki gradien suhu, maka kalor akan mengalir tanpa disertai oleh suatu gerakan zat, disebut hantaran atau konduksi. Konduksi termal pada logam- logam padat terjadi akibat gerakan elektron yang terikat dan konduksi termal mempunyai hubungan dengan konduktivitas listrik. Pemanasan pada logam berarti pengaktifan gerakan molekul, sedangkan pendinginan berarti pengurangan gerakan molekul (Mc. Cabe, 1993).

Laju perpindahan kalor secara konduksi sebanding dengan gradien suhu (Mc. Cabe, 1993),

~ ...(2.1) dan dengan konstanta kesetimbangan (konduksi), maka menjadi persamaan Fourier.

q = - k .A . ...(2.2)

Tanda (-) digunakan untuk memenuhi hukum II Termodinamika yaitu “kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur” (Holman, 1986).

Perpindahan konveksi merupakan proses perpindahan kalor dengan media atau benda, yang menghantarkan kalor juga turut berpindah, seolah- olah kalor dibawa oleh media tersebut. Proses perpindahan kalor ini umumnya terjadi dari benda padat ke fluida baik cair maupun gas. Kalor yang dipindahkan secara konveksi dinyatakan dengan persamaan Newton.

q = - h .A .∆T...(2.3) Tanda (-) digunakan untuk memenuhi hukum II Termodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda (+).

(15)

19

2.11 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No.

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

1 Zen, 2014 Judul : Optimasi Sistem Energi pada LPG Plant PT. Surya Esa Perkasa melalui Pinch Analysis menggunakan Aspen Energy Analyzer.

Hasil : Perbandingan network performance sebelum dan setelah dioptimasi antara base case dan optimized case berturut-turut ialah: hot utility 6724 kW dan 4270 kW, cold utility 8899 kW dan 6445 kW, heating cost 7,426x 105 cost/y dan 4,716x105, cooling cost 1,027x106 dan 6,992x105 dan operating saving menjadi 5,896x105 cost/y.

2 Rosid, 2016 Judul : Pemetaan Efisiensi Energi Heat Exchangers Network di PT. PJB UBJ O&M PLTU Rembang dengan metode Pinch.

Hasil : Pada penelitian ini variabel nilai DTmin yang digunakan adalah 0oC, 10oC, 15oC, dan 20oC.Nilai utilitas panas dan utilitas dingin pada masing-masing DTmin adalah sebagai berikut: DTmin 0oC nilai utilitas panas sebesar 0 kW dan utilitas dingin sebesar 1887,40 kW, DTmin 15oC nilai utilitas panas sebesar 6377,52 kW dan utiltias dingin sebesar 8264,43 kW, DTmin 20oC nilai utilitas panas sebesar 10594,32 kW dan utilitas dingin sebesar 12481,722 kW.

Pada optimasi heat exchanger network masing-masing DTmin dilakukan dengan menambahkan 2 unit heat exchanger untuk me-recovery energi utilitas dingin dan utilitas panas.

3 Febriana, dan Widodo, 2019

Judul : Optimasi Jaringan Heat Exchanger dengan Metode Pinch Technology Menggunakan Aspen Energy Analyzer V.10 pada Train F PT. Badak LNG Bontang.

Hasil : Nilai target heating dan cooling duty sebesar 3,78x106 kJ/h dan 7,731x107 kJ/h pada suhu pinch optimum 14oC. Optimasi dilakukan dengan mengurangi satu stream cooling water dan menambah dua unit heat exchanger sehingga energi eksternal optimum.

Referensi

Dokumen terkait

5 WEBSITE 6 MISSION STATEMENT 6 A BRIEF DISCUSSION OF LINGUISTICS 7 LINGUISTICS AND YOUR CAREER 7 GETTING THE MOST OUT OF YOUR STUDIES IN A COVID-19 YEAR 9 GENERAL

TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN : Menerima laporan, mencatat saksi, membuat laporan polisi, membuat Surat Tanda Bukti Lapor MENGETAHUI KEPALA KEPOLISIAN NAMA: BUDI KARSONO IPDA: NRP