• Tidak ada hasil yang ditemukan

OSEANOGRAFI PERIKANAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Ela Haris Frianda

Academic year: 2024

Membagikan "OSEANOGRAFI PERIKANAN DI INDONESIA"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

OSEANOGRAFI PERIKANAN

Menurut Suniada & Susilo (2018), dinamika oseanografi suatu perairan sangat erat kaitannya dengan karakteristik sumberdaya kelautan dan perikanan yang terkandung di dalamnya. Kondisi oseanografi perairan Indonesia secara umum dipengaruhi oleh karakteristik perairan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Aliran massa air dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia melalui perairan Indonesia dikenal dengan Indonesia Through Flow (ITF). Selain ITF, perairan Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh sistem monsoon Asia-Australia yang biasa dikenal dengan southeast monsoon atau biasa disebut dengan musim timur dan northwest monsoon yang biasa disebut dengan musim barat. Sistem monsoon terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara benua Asia dan Australia sebagai akibat dari perubahan posisi dan penyinaran matahari.

Perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan perubahan pergerakan arah dan kecepatan angin. Musim timur (April – Oktober) angin yang berhembus dari Australia membawa massa udara yang hangat dan kering akan menyebabkan musim kemarau di Indonesia, sedangkan sebaliknya pada musim barat angin yang berhembus dari Asia membawa massa udara yang hangat dan mengandung banyak uap air akan menyebabkan musim hujan. Selain sistem monsoon, perairan Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh fenomena global yang bersifat tahunan, yaitu El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap kondisi oseanografi atau lingkungan perairan. Lingkungan dengan kondisi yang tidak normal dapat mempengaruhi sistem endokrin ikan yang menyebabkan penurunan laju metabolisme, reproduksi, dan pola ruaya.

Menutu Susilo, et al. (2015), suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter yang penting untuk mempelajari variasi musim, fenomena iklim seperti El Nino, dan juga Indian Ocean Dipole yang selanjutnya dapat lebih memahami perubahan iklim. Suhu Permukaan Laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi yang oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena yang terjadi di lautan. Suhu adalah faktor penting bagi kehidupan organisme di laut yang dapat memengaruhi

(2)

aktivitas metabolisme maupun perkembangan, selain menjadi indikator fenomena perubahan iklim. Pada beberapa perairan di Indonesia, seperti Laut Jawa, karakteristik oseanografis sangat bergantung pada musim barat dan musim timur.

Pergerakan angin muson menyebabkan variasi suhu permukaan Laut Jawa, yang pada saat periode muson tenggara (musim timur), angin dan arus di Laut Jawa bergerak dari timur ke barat membawa massa air yang relatif lebih dingin masuk ke arah barat.

Menurut Tanto (2020), secara horizontal sebaran suhu perairan sangat bergantung pada letak lintang. Secara umum suhu laut pada daerah sekitar khatulistiwa lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitar lintang tinggi.

Daerah-daerah yang paling banyak menerima panas dari matahari adalah daerah pada lintang 10oC LU-10o LS. Sehingga suhu air laut tertinggi ditemukan di daerah khatulistiwa. Suhu permukaan laut di Perairan Indonesia secara umum berkisar antara 28-31oC. Secara vertikal, sebaran suhu di laut dapat dibedakan menjadi 3 yaitu, lapisan homogen/ tercampur (mix layer), lapisan termoklin, dan lapisan dasar.

Suhu permukaan laut (SPL) adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mempelajari musim serta fenomena-fenomena iklmi seperti El Nino. Suhu permukaan laut (SPL) adalah salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air pada lautan yang berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang berada di bawahnya. Suhu merupakan factor penting bagi kehidupan di lautan yang dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme. Secara horizontal persebaran suhu perairan sangat bergantung pada letak lintang. Secara umum suhu pada laut daerah sekitar khatulistiwa lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitar lintang tinggi.

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Suniada, K. I., & Susilo, E. (2018). Keterkaitan kondisi oseanografi dengan perikanan pelagis di perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 23(4), 275-286.

E. Susilo, F. Islamiy, A.J. Saputra, J.J. Hidayat, A.R. Zaky, & K.I. Suniada. 2015.

Pengaruh Dinamika Oseanografi Terhadap Hasil tangkapan Ikan Pelagis PPN Kejawanan dari Data Satelit Oseanografi, Badan Penelitian dan Observasi Laut.

Tanto,T.A. 2020. Deteksi Suhu Permukaan (SPL) Menggunakan Satelit. Jurnal kelautan, 13(2).

Referensi

Dokumen terkait

Akibat terbentuknya gradien tekanan antara barat Pasifik dengan timur laut Samudera India massa air mengalir melalui perairan timur Indonesia yang kemudian dikenal dengan

Akibat terbentuknya gradien tekanan antara barat Pasifik dengan timur laut Samudera India massa air mengalir melalui perairan timur Indonesia yang kemudian dikenal dengan

Berdasarkan hasil analisis, arus di Selat Lombok merupakan bagian dari Arlindo yang mengalir dari Pasifik menuju Samudra Hindia, serta pola pergerakan arus di Selat

Berdasarkan kondisi dan karakteristik hidro-oseanografi yang spesifik tersebut di atas, maka penelitian tentang studi pola arus dan sebaran kualitas perairan

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data oseanografi perairan Raja Ampat yang diperoleh dari program terpadu P2O- LIPI dengan tema penelitian

Laporan-laporannya antara lain mencakup analisis mengenai arus dan suhu di perairan samudra, berbagai aspek kimia laut, sedimen, kajian atas berbagai palung

Sedangkan untuk kondisi oseanografi perairan yaitu suhu permukaan laut, salinitas, pH, kecepatan arus dan kecerahan perairan pada daerah penangkapan ikan cukup stabil dan kisarannya

Oseanografi ITB telah menjalin kemitraan dengan berbagai instansi/institusi pemerintah dan swasta dalam penggunaan hasil kajian oseanografi di perairan Indonesia dalam berbagai bidang