NAMA : NAUFAL RAUF HANIF
NIM : 050652821
1. Tiga aspek struktur iman, yaitu pembenaran dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian melalui perbuatan, saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam praktek kehidupan seorang individu beriman.
- Pembenaran dalam Hati :
Pembenaran dalam hati merujuk pada keyakinan yang tumbuh di dalam hati seseorang. Ini mencakup pemahaman dan pengakuan terhadap kebenaran ajaran atau prinsip yang diyakini. Pembenaran dalam hati adalah dasar dari struktur iman, karena tanpa keyakinan yang kuat, ikrar dan pembuktian akan kehilangan makna. Tanpa pemahaman yang kuat dan keyakinan yang tulus dalam hati, iman seseorang mungkin kurang kokoh. Pembenaran dalam hati adalah pondasi yang memberikan kekuatan pada aspek-aspek lainnya.
- Ikrar dengan lisan:
Ikrar dengan lisan adalah ungkapan secara verbal dari keyakinan yang ada dalam hati. Dengan mengucapkan ikrar atau syahadat, seseorang secara terbuka menyatakan kepercayaan dan ketaatan kepada ajaran agamanya. Dan juga dengan mengucapkan keyakinan secara lisan, individu tidak hanya memperkuat pembenaran dalam hati tetapi juga membawa dimensi sosial dalam keyakinan tersebut.
- Pembuktian melalui perbuatan:
Pembuktian melalui perbuatan adalah cara untuk menunjukkan keseriusan dan kebenaran keyakinan iman. Tindakan dan perilaku sehari-hari menjadi cerminan dari iman yang dimiliki seseorang.
Dengan menjalankan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, individu membuktikan bahwa iman bukan hanya sekadar ucapan atau pemikiran, tetapi juga menjadi pedoman dalam setiap tindakan.
Melalui perbuatan yang baik dan moral, seseorang dapat menjadi teladan bagi orang lain dan memperkuat struktur iman.
Ketiga aspek ini saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain.
Pembenaran dalam hati memberikan dasar yang kuat untuk ikrar dengan lisan, sementara ikrar dengan lisan membantu memperkuat dan mengkomunikasikan keyakinan kepada orang lain. Pembuktian
melalui perbuatan adalah bentuk konkret dari keyakinan iman yang dapat mempengaruhi dan menginspirasi orang lain. Dengan mengintegrasikan ketiga aspek ini, seseorang dapat membangun dan memperkuat struktur iman mereka.
2. Ciri-ciri orang beriman menurut al qur’an :
• Senantiasa tawakal , yang artinya bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah dan juga diiringi dengan doa yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut sunnah rasul ( Surah Ali-Imran : 120)
• Jika dibacakan ayat suci Al-Quran maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakan nya dan jika disebut nama Allah maka hatinya akan bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya. (Surat Al-Anfal : 2)
• Menghindarkan perkataan yang tidak bermanfaat dan orang orang yang menjauhkan diri dari perbuatan/perkataan yang tidak berguna. (Al – Mu’minun : 3)
• Memelihara amanah dan menepati janji,dan orang orang yang memelihara amanat – amanat dan janjinya (Surat Al-Mu’minun :8)
• Berjihad di jalan Allah dan suka menolong.Dan juga orang orang beriman dan berjihad serta berjihad di jalan Allah, dan orang orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan kepada orang orang muhajirin Mereka itulah orang-orang yang benar beriman, mereka memperoleh ampunan dan rezeki. (Surat Al – Anfal :74)
3. Kewajiban menuntut ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits.
Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia bisa meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan belajar, manusia juga dapat mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak ia ketahui.
Selanjutnya, kita khususnya sebagai umat muslim haruslah lebih memperhatikan lagi dalam hal belajar, karena di dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan bagi para penuntut ilmu.
Berikut adalah ayat Al- Quran atau hadits yang menunjukkan kewajiban menuntut ilmu :
"Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.'" (QS. Thaha: 114)
Ayat ini menunjukkan pentingnya menuntut ilmu dan memohon kepada Allah untuk diberikan pengetahuan yang lebih luas. Dalam konteks ini, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim. Dengan menuntut ilmu, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang agama, dunia, dan kehidupan sehari-hari. Ilmu pengetahuan juga memungkinkan kita untuk berkontribusi secara positif dalam masyarakat dan memperbaiki diri kita sendiri. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, kita harus selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan kita dan memohon kepada Allah untuk memberikan kita kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih dalam.
Dalam sebuah Hadis pun disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda:
ِةَّنَجْلا ىَلِإ اًقي ِرَط ِهِب ُهَل ُ َّاللَّ َلَّهَس اًمْلِع ِهيِف ُسِمَتْلَي اًقي ِرَط َكَلَس ْنَم َو
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu, karena Allah telah berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga menjelaskan bahwa dengan belajar atau berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
4. Ayat Al-Quran yang menunjukkan kewajiban menuntut ilmu adalah sebagai berikut:
"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
(Surah Al-Mujadilah, Ayat 11)
Tafsir atau syarah dari ayat ini adalah bahwa Allah SWT memberikan keutamaan dan kehormatan kepada orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan. Dengan menuntut ilmu, seseorang dapat meningkatkan derajatnya di hadapan Allah dan di mata manusia. Terdapat beberapa kata derivasi yang memiliki kesamaan makna dengan "ilmu" dalam beragam bentuknya. Beberapa di antaranya adalah:
- 'Alim: yang berarti "pengetahuan" atau "ahli pengetahuan"
- 'Ilmi: yang berarti "ilmiah" atau "berkaitan dengan ilmu"
- 'Alam: yang berarti "alam" atau "dunia"
- 'Alamah: yang berarti "tanda" atau "bukti"
5. QS. Al-A'raf Ayat 179
دَقَل َو اَن أ َرَذ َمَّنَهَجِل ا ًر يِثَك َنِ م ِ ن ِج لا ِس نِ لْا َو مُهَل ب وُلُق َّلْ
َن وُهَق فَي اَهِب مُهَل َو نُي عَا َّلْ
َن وُر ِص بُي اَهِب
مُهَل َو ناَذٰا َّلْ
َن وُعَم سَي اَهِب
َكِٕىٰٰۤلوُا ِماَع نَ لْاَك لَب مُه لَضَا َكِٕىٰٰۤلوُا ُمُه َن وُلِفٰغ لا
”Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lengah.”
Ayat ini tidak hanya menyoroti perbandingan antara manusia dan binatang ternak, tetapi juga menekankan pentingnya memanfaatkan nikmat akal yang Allah berikan kepada kita.
Ayat ini memberikan pelajaran berharga tentang tanggung jawab manusia terhadap akal yang diberikan oleh Allah. Binatang ternak tidak diberi akal untuk memahami petunjuk Allah, tetapi manusia diberikan akal namun beberapa di antaranya tidak memanfaatkannya dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terjebak dalam kesibukan dan kehidupan yang serba cepat.
Ayat ini menjadi pengingat bahwa kita harus menghargai nikmat akal yang diberikan Allah. Menggunakan akal dengan baik mencakup pemahaman terhadap ajaran agama, keadilan, dan kasih sayang. Jika kita gagal menggunakan akal dengan baik, kita dapat terjerumus ke dalam keadaan lebih buruk daripada binatang ternak. Dengan merenung pada ayat ini, kita diharapkan dapat menjadi manusia yang lebih baik, yang menggunakan akal dengan bijak, memahami petunjuk Allah, dan menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama.