• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN HARUN YAHYA TENTANG EVOLUSI MAKHLUK HIDUP

N/A
N/A
Muhammad iqbal maulana

Academic year: 2023

Membagikan "PANDANGAN HARUN YAHYA TENTANG EVOLUSI MAKHLUK HIDUP "

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN HARUN YAHYA TENTANG EVOLUSI MAKHLUK HIDUP

A.

Kreasionisme Perspektif Harun Yahya: Fakta Penciptaan yang Meruntuhkan Evolusi Makhluk Hidup

Gagasan penciptaan terpisah (kreasionisme) merupakan gagasan yang umum diyakini oleh sebagian besar manusia sejak berabad-abad yang lalu.

Munculnya teori evolusi atas prakarsa Darwin pada tahun 1859 adalah gagasan yang kontroversial karena bertolak belakang dengan pandangan kreasionisme yang telah berumur ribuan tahun. Kontroversi antara kresionisme dengan teori evolusi terus berlangsung sampai sekarang.

Gagasan kreasionisme Harun Yahya oleh sebagian masyarakat dianggap mewakili kreasionisme Islam.

Harun Yahya menganggap bahwa teori evolusi merupakan sebuah gagasan kuno, yang menjelaskan tentang kehidupan sebagai hasil peristiwa tak disengaja dan tanpa tujuan hanyalah sebuah mitos abad ke-19 (masa Darwin). Pada masa itu tingkat pemahaman ilmu pengetahuan tentang alam dan kehidupannya masih terbelakang sehingga para evolusionis beranggapan bahwa kehidupan sangatlah sederhana.[1]

Harun Yahya mengungkapkan bahwa teori evolusi merupakan sumber atau landasan segala tindakan yang berhubungan dengan rasisme, materialisme, komunisme, imperialisme dan sebagainya. Segala tindakan tersebut menurutnya tidak lain adalah sebagai implikasi dari legalisasi teori evolusi (Darwinisme).[2] Buku Darwin yang berjudul The Origin of Spesies menurut Harun Yahya telah menjadi pembenaran ilmiah bagi penindasan terhadap ras-ras tertentu. Istilah yang banyak dijadikan acuan oleh Harun Yahya, antara lain istilah survival of the fittest, struggle for the existence (perjuangan untuk bertahan hidup) dan natural selection (seleksi alam).

Dalam The Origin of Species, Darwin tidak menggunakan istilah natural selection dan struggle for existence dalam konteks filsafat maupun sebagai landasan bagi kejahatan manusia. Kedua istilah tersebut digunakan Darwin untuk menjelaskan mekanisme reproduksi, pola penyebaran makhluk hidup, adanya persaingan yang universal, adanya faktor barrier dalam lingkungannya, kompleksitas hubungan antar makhluk hidup serta perjuangan yang keras dan upaya untuk mempertahankan keberadaan masing-masing individu dan varietas yang sama maupun genus yang sama.

Pertumbuhan makhluk hidup yang semakin bertambah akan berakibat pada

kecenderungan struggle for existence yang tak terhindarkan. Adanya jumlah

(2)

individu yang melebihi daya dukung lingkungan akan memacu upaya struggle for existence dan perjuangan melawan kondisi-kondisi fisik kehidupan.[3]

Harun Yahya mengartikan istilah natural selection dan struggle for existence sebagai upaya pertahanan diri eliminasi kelompok makhluk hidup lain yang dipandang sebagai pesaingnya. Harun Yahya mencontohkan aplikasi konsep natural selection dan struggle for existence pada beberapa tokoh besar dunia yang memiliki ambisi untuk menguasai dan menaklukkan bangsa lain, seperti Adolf Hitler (1930-an) pemimpin Nazi Jerman yang menyerang bangsa Arya, Benito Mussolini (pemimpin Italia awal abad ke-20) yang menggerakkan fasisme hingga timbul ribuan korban jiwa, Karl Marx dan Frederick Engels (tokoh komunisme), serta tokoh dunia dari negara Adi kuasa bernama George W. Bush yang akhir-akhir ini telah menaklukkan negara pemerintahan Saddam Husein di Irak.

Menurut Harun Yahya tragedi peperangan dan ideologi penjajahan adalah terinspirasi dari pondasi teori Darwinisme.[4]

Penjelasan di atas telah membuktikan bahwa teori evolusi memiliki implikasi luas di luar kajian biologi evolusi. Filsafat materialisme teori evolusi telah dipandang sebagai filsafat yang menyesatkan sebagian besar umat manusia. Filsafat materialisme dari teori evolusi merupakan wujud pengingkaran atas eksistensi Tuhan sebagai pencipta alam.

Teori ini dianggap mengajarkan ateisme yang dapat menimbulkan bencana besar bagi umat manusia.[5] Setelah mengkaji tentang konsep asal-usul makhluk hidup menurut teori evolusi, Harun Yahya berupaya meyakinkan kalangan ilmuwan maupun agamawan untuk lebih yakin pada konsep penciptaan terpisah atau kreasionisme dengan menyatakan bahwa seluruh kehidupan telah diciptakan oleh Allah dalam bentuknya masing-masing.

Dalam The Evolution Deceit (terj.), Harun Yahya menyertakan penjelasan-penjelasan anti-evolusi dan kelemahan-kelemahan teori evolusi. Bukti evolusi yang ditunjukkan oleh evolusionis dari berbagai bidang, telah digunakan oleh Harun Yahya sebagai bukti kebohongan evolusi makhluk. Harun Yahya juga mengutip hasil penelitian para ahli paleontologi, biologi molekuler, genetika, embriologi dan beberapa konsep fisika terutama Hukum II Thermodinamika, serta bidang-bidang lainnya untuk membantah teori evolusi.

Harun Yahya berpendapat bahwa kreasionisme adalah fakta yang benar dalam menjelaskan asal-usul dan keanekaragaman makhluk hidup. Menurut Harun Yahya dan kreasionis pada umumnya, teori evolusi hanyalah sebuah penipuan berkedok ilmiah yang tidak terbukti kebenarannya serta telah terbantahkan oleh temuan sains modern. Teori evolusi juga merupakan mantera yang memiliki pengaruh ideologi seseorang. Keyakinan pada teori evolusi dapat memunculkan kepercayaan takhayul seseorang. Kepercayaan ini dapat berpengaruh terhadap akal sehat, sehingga tidak lagi mampu melihat kebenaran.

Harun Yahya memperkuat alasan tersebut, antara lain dalam firman Allah sebagai berikut;

(3)

ْمِهِِبْوُُُلُق ىَلَع ُا َمَتَخ . َنْوُُُنِمْؤُيَل ْمُهْرِذُُْنُت ْمَل ْمَا ْمُهَتْرَذُُْنَاَء ْمِهْيَلَع ٌءاَوَسَو اْوُرَفَك َنْيِذّلا ّنِإ

ْمِهِعْمَس ىَلَعَو

ٌمْيِظَع ٌباَذَع ْمُهَلّو ٌةَواَشِغ ْمِهِراَصْبَا ىَلَعَو

ىلق

: ةرقبلا) 6

- 7 (

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (Q. S. Al-Baqarah, 2: 6-7)".[6]

ْلَُُب اَن ْوُرا َُُصْبَا ْتَرِكُس اَمّنِا اْوُلاَقَل . َنْوُجُرْعَي ِهْيِف اْوّلَضَف ِءاَمّسلا َنِم اًباَب ْمِهْيَلَع اَنْحَتَف ْوَلَو : رجحلا) َن ْوُر ْوُحْسّم ٌمْوَق ُن ْحَن 14

- 15 (

"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata: Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir". (Q. S.

Al-Hijr, 15: 14-15).[7]

ا ْوُناَُُكاَم َلَُُطَبَو ّقَحْلا َعَقَوَف . َنْوُكِفْأَياَم ُفَقْلَت َيِه اَذِإَف َكاَصَع ىِقلَا ْنَا َسْوُم ىَلِااَنْيَحْوَاَو

ُوبَلَقْْناَو َكِلاَنُه ا ْوُبِلُغَف. َن ْوُلَمْعَي : فارعلا) َنيِرِغص

م

117 - 119 (

Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkan tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina". (Q. S. Al-A'ra>f, 7:117-119).[8]

Menurut Harun Yahya, mereka yang berada di bawah pengaruh teori-teori yang berkedok ilmiah, termasuk sihir, mereka akan terhina. Filsuf ateis dan pendukung evolusi pun mengakui bahwa ia khawatir akan apa yang terjadi, yaitu teori evolusi sebagai salah satu lelucon besar dalam buku-buku sejarah di masa mendatang. [9]

Berdasarkan karya-karyanya, terutama The Evolution Deceit (terj.), beberapa pokok kajian yang perlu untuk dijadikan dasar analisis dalam penelitian ini meliputi mekanisme evolusi; seleksi alam dan mutasi, transisi makhluk hidup, hubungan kekerabatan makhluk hidup, bukti evolusi, serta fakta penciptaan berupa desain yang sempurna menurut perspektif Harun Yahya.

1. Seleksi Alam dan Mutasi; Mekanisme Evolusi yang Keliru

Dua mekanisme dasar evolusi adalah seleksi alam dan mutasi gen

untuk menjelaskan adanya spesiasi dari moyang yang sama. Mekanisme

tersebut dianggap keliru oleh Harun Yahya, karena seleksi alam hanya akan

mengakibatkan kerugian-kerugian dalam mekanismenya yaitu mengeliminir

individu-individu yang lemah.[10] Mekanisme seleksi alam dan mutasi

tersebut tidak mampu menghasilkan spesies baru, informasi genetik baru,

atau organ baru yang menguntungkan. Mutasi hanya akan berdampak

(4)

negatif yaitu mengakibatkan kerusakan-kerusakan nukleotida-nukleotida yang membangun DNA atau mengubah posisi struktural dan fungsionalnya.

Peristiwa melanisme industri yang terjadi pada ngengat adalah salah satu kekeliruan teori evolusi. Hal ini disebabkan karena ngengat berwarna gelap sebenarnya telah ada dalam populasinya sebelum adanya Revolusi Industri.

[11]

Contoh lain mutasi yang merugikan adalah peristiwa bocornya radiasi nuklir di Chernobil, yang terletak 130 km sebelah utara Kiev, Ukraina. Beberapa warga yang terkena radiasi mengalami kelainan janin dan mengakibatkan kecacatan berupa tidak terbentuknya tangan kanan pada Sascha Mikalchenko serta cacat mental dan bibir sumbing pada Marna Siekatkaja.[12] Harun Yahya berpendapat bahwa mutasi yang bersifat menguntungkan adalah tidak ada dan sama sekali tidak benar. Mutasi adalah kecelakaan yang pasti merugikan dan telah terbukti membahayakan bagi makhluk hidup.[13] Mutasi hanya akan merugikan makhluk hidup serta tidak memberikan keuntungan berupa peningkatan kelestarian makhluk hidup. Selain itu, mutasi tidak menambah kandungan informasi dalam materi genetis makhluk hidup.[14]

2. Tidak Ditemukannya Bentuk Peralihan dalam Makhluk Hidup.

Harun Yahya menyatakan bahwa Darwin tidak dapat menunjukkan adanya bentuk peralihan pada makhluk hidup yang mengalami evolusi (misal; tidak ditemukan satu makhluk pun yang sedang mengalami perubahan dari spesies asal menuju bentuk spesies lain). Menurutnya, hal ini disebabkan karena jenis-jenis makhluk hidup memang tidak bisa berubah dan tidak mungkin terjadi perubahan dari satu bentuk makhluk hidup ke bentuk lainnya, misalnya dari ikan menjadi amphibi dan reptil, reptil ke burung. Semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap.[15]

Harun Yahya mengajukan sejumlah fakta tentang kemustahilan adanya transisi dari makhluk hidup air ke darat, sebagai berikut: 1) Adanya perbedaan yang mencolok dalam hal beban tubuh yang harus disokong antara hewan air dan hewan darat. Dalam perpindahannya dari air ke darat, hewan tersebut harus mengembangkan sistem otot dan kerangka baru secara bersamaan serta memerlukan energi yang lebih banyak untuk dapat hidup di darat. 2) Kesenjangan dalam hal daya tahan makhluk hidup dalam merespon perubahan suhu yang ekstrim antara perairan dengan daratan. Tidak masuk akal jika jenis ikan mampu beralih dan secara kebetulan memiliki sistem organ darat melalui mutasi acak. 3) Keharusan memiliki spesifikasi dalam sistem metabolismenya, sebagai contoh kulit tubuh makhluk hidup yang dirancang untuk hewan perairan, sistem ginjal, sistem

(5)

pernafasan maupun sistem metabolisme lainnya harus tercipta secara tiba-tiba agar jenis tersebut mampu hidup di darat.[16]

3. Kekerabatan dan Keanekaragaman Makhluk Hidup sebagai Fakta Penciptaan

Tiap jenis makhluk hidup tidak berkerabat satu sama lain dan tidak diturunkan dari moyang yang sama. Masing-masing merupakan hasil dari suatu tindakan penciptaan tersendiri. Ini adalah salah satu gagasan pokok kreasionismenya. Variasi yang ditemukan pada makhluk hidup merupakan hasil aneka kombinasi informasi genetik yang sudah ada dan dalam prosesnya tidak terjadi penambahan karakteristik baru pada informasi genetis tersebut. Sebagai contoh, pada spesies reptil dapat ditemukan variasi dengan varietas reptil berkaki pendek dan berekor panjang. Tetapi variasi tersebut tidak dapat mengubah spesies reptil menjadi burung dengan menambahkan bagian sayap maupun mekanisme metabolismenya.[17]

Adanya kemiripan organ, DNA, maupun perkembangan embriologis pada berbagai makhluk hidup adalah bukti kesempurnaan dalam hal struktur dan fungsinya masing-masing. Konsep biologi evolusi tentang organ vestigial (organ peninggalan), homologi, rekapitulasi embriologis hanyalah suatu konsep yang keliru. Harun Yahya menyatakan bahwa bentuk lipatan cekung pada ujung mata adalah struktur bagian mata yang berfungsi untuk melumasi bola mata, jadi bukan sebagai organ peninggalan yang tak berfungsi. Kemiripan pada struktur mata berbagai makhluk hidup (misal, mata gurita dan manusia yang memiliki struktur dan fungsi mata yang sangat mirip) bukanlah homologi. Perkembangan embriologi organ makhluk hidup sangatlah berbeda. Harun Yahya juga berpandangan bahwa perbedaan molekuler antar makhluk hidup yang tampaknya mirip dan berkerabat sangatlah besar.[18]

4. Bukti Paleontologi yang Menggugurkan Teori Evolusi.

Harun Yahya menyatakan bahwa peninggalan fosil tidak

memperlihatkan adanya bentuk transisi tetapi menunjukkan penciptaan tiap

kelompok makhluk hidup secara terpisah. Paleontologi sebagai salah satu

bukti langsung adanya evolusi makhluk hidup telah dianggap sebagai bukti

yang justru meruntuhkan teori evolusi. Penemuan-penemuan fosil tidak

menunjukkan adanya bentuk transisi dan ini berarti bahwa penemuan fosil

tersebut telah membuktikan bahwa kehidupan di bumi muncul sudah dalam

bentuk yang lengkap, sebagaimana munculnya beranekaragam spesies

(6)

dalam ledakan Kambrium.[19] Lapisan Kambrium dianggap oleh Harun Yahya sebagai lapisan bumi yang tertua tempat fosil-fosil makhluk hidup ditemukan. Fosil-fosil yang ditemukan dalam lapisan Kambrium antara lain siput, trilobita, bunga karang, cacing tanah, ubur-ubur, landak laut dan invertebrata kompleks lainnya.[20] Munculnya spesies makhluk hidup secara tiba-tiba pada masa Kambrian merupakan fakta penciptaan yang menunjukkan bahwa makhluk hidup tercipta sebagaimana bentuknya masing-masing tanpa melalui proses evolusi.

Salah satu contoh temuan fosil yang telah dianggap punah oleh evolusionis adalah fosil Coelecanth sebagai nenek moyang hewan darat. Pernyataan tersebut keliru karena ternyata pada 22 Desember 1938 telah ditemukan seekor ikan dari famili tersebut di samudera Hindia.[21] Menurut Harun Yahya teori evolusi juga telah terbantahkan oleh penemuan fosil Archaeopteryx yang tidak dapat menunjukkan adanya bentuk-bentuk peralihan. Fosil yang ditemukan pada tahun 1992 menunjukkan ciri-ciri burung lengkap yaitu adanya tulang dada, otot dada, otot terbang, dan struktur gigi yang berbeda dengan reptilia.[22]

5. Fakta Paleoantropologi: Manusia tidak Semoyang dengan Kera

Dalam “Keruntuhan Teori Evolusi” Harun Yahya menjelaskan bahwa manusia, kera, maupun mammalia lainnya adalah makhluk berbeda yang diciptakan secara terpisah. Penemuan para paleoantropolog dunia dikutip oleh Harun Yahya di dalam bukunya. Sebagai contoh, ras manusia purba yang dikenal dengan nama Manusia Piltdown yang ditemukan Charles Dawson di Inggris tahun 1912 merupakan manipulasi dua temuan fosil yang berbeda. Manipulasi fosil tersebut berupa perpaduan dua tengkorak manusia berumur 500 tahun dengan tulang rahang dari kera yang belum lama mati.

Hal tersebut diketahui pada tahun 1949 oleh Kenneth Oakley dengan menggunakan metode “pengujian fluorin” untuk menentukan umur fosil.

Hasilnya menjelaskan bahwa tulang rahang yang selama itu dianggap sebagai tulang rahang manusia Piltdown ternyata tulang kera.

[23] Berdasarkan hal tersebut itulah Harun Yahya berpendapat bahwa

manusia bukanlah produk evolusi. Fakta juga menjelaskan bahwa masing- masing temuan fosil diketahui memiliki jenis yang berbeda, misalnya jenis Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus, dan Homo sapiens.

Harun Yahya berpendapat bahwa Australopithecus (kera Afrika Selatan) maupun jenis-jenisnya yang lain seperti Homo habilis hidup di belahan bumi yang berbeda dalam waktu yang sama. Begitu juga Homo erectus dan Homo sapiens (manusia modern), ternyata

(7)

pernah hidup bersama di wilayah yang sama.[24] Hal ini memperkuat argumen bahwa Australopitechus bukanlah nenek moyang pertama manusia begitu pula bukan sebagai nenek moyang antar mereka.

Harun Yahya berupaya menjelaskan bahwa jenis manusia dan jenis kera berbeda.

Dalam bukunya dijelaskan bahwa Australopitechus adalah spesies kera yang sesungguhnya telah punah serta menyerupai kera masa kini. Ciri-cirinya antara lain bertubuh pendek (maksimum 130 cm), mirip simpanse, lengan panjang, kaki pendek dan tidak berbeda dengan kera zaman sekarang.[25]

Penemuan fosil-fosil baru jenis Homo habilis oleh Time White tahun 1986 yang diberi nama OH 62, telah menunjukkan bahwa Homo habilis bukanlah merupakan mata rantai penghubung (transisi) antara manusia dengan kera. Homo habilis merupakan kera dengan cirinya yang khas berupa kaki pendek dan lengan lebih panjang, rahang berbentuk persegi, gigi seri besar, gigi geraham kecil. Ahli anatomi Spoor, Wood dan Zonneveld meneliti tema yang sama dan mengemukakan bahwa Homo habilis OH 7 semakin memperkuat gagasan penciptaan terpisah antara manusia dengan kera, sebagai berikut; fosil-fosil yang dikatakan sebagai Homo habilis sebenarnya bukanlah kelompok Homo atau manusia tetapi golongan Australopitechus (kera), Homo habilis dan Australopitechus adalah makhluk hidup yang berjalan membungkuk, berkerangka kera, serta tidak punya hubungan apa pun dengan manusia.[26]

Jenis Homo erectus yang dianggap sebagai makhluk separuh kera atau manusia primitif sebenarnya adalah ras manusia. Perbedaannya pada Homo erectus adalah ukuran tengkoraknya lebih kecil dari ras manusia modern, berkisar 900-1100 cc, tonjolan alis yang tebal dan tidak terdapat perbedaan dengan kerangka manusia modern.[27] Ras-ras manusia terbagi atas beberapa nama yang berbeda, seperti Homo sapiens, Manusia Neandertal, dan Manusia Cro-Magnon.[28]

Perbedaan tajam antar jenis kera (Australopitechus, Homo habilis), Homo sapiens, maupun ras manusia lainnya membuktikan bahwa manusia bukan produk evolusi dan tidak saling berkerabat. Jadi, manusia tetap manusia dan kera tetap kera. Terlebih lagi dengan ciri anatominya pada cara berjalan (bipedalisme)nya adalah bukti penting bagi Harun Yahya maupun kreasionis lainnya. Menurut Harun Yahya, bukti bipedalisme ini merupakan salah satu kebuntuan teori evolusi dalam menjelaskan evolusi manusia karena cara berjalan dengan dua kaki pada manusia berbeda dengan cara jalan pada jenis kera.

[29]

6. Kerumitan dan Kesempurnaan Makhluk Hidup sebagai Bukti Kreasionisme

(8)

Menurut Harun Yahya, kerumitan yang ditemukan pada tubuh makhluk hidup merupakan hasil ciptaan Sang Pencipta, bukan suatu proses kebetulan.

Manusia harus mampu mengamati lebih teliti bahwa dalam setiap makhluk hidup memiliki struktur yang rumit. Salah satu contoh yang ditunjukkan oleh Harun Yahya adalah mata trilobita. Trilobita adalah arthropoda yang menyerupai kepiting dan serangga, yang hidup di dasar laut pada 600-250 juta tahun yang lalu. Mata trilobita tersusun dari ribuan unit mata yang memiliki sistem lensa ganda yang rumit.[30]

Menurut ahli geologi, David Raup, mata trilobita memiliki desain optimal yang hanya bisa diciptakan oleh Perancang. Tidak akan ada seorang perancang pun yang mampu menandingi rancangannya selain intelligent designer yaitu Allah.[31] Harun Yahya menganggap bahwa mata trilobita sebagai bukti bahwa makhluk tersebut merupakan hasil suatu tindakan penciptaan.

Kecanggihan sistem organ tubuh makhluk hidup adalah hasil kesempurnaan kehendak dan kebijakan-Nya yang mengindikasikan teknologi super canggih. Hal ini jelas- jelas bukanlah teknologi yang dapat ditandingi oleh siapa pun. Struktur DNA yang sedemikian rumitnya mampu menjadi sumber genetis yang dapat menghasilkan sistem organ yang berbeda-beda dengan kode-kode genetik yang beranekaragam. Dari informasi genetik tersebut dapat terancang sekian macam organ tubuh yang kompleks menurut struktur dan fungsinya masing-masing.

Uraian di atas merupakan argumentasi kreasionisme yang menurut Harun Yahya telah meruntuhkan teori evolusi. Pada umumnya sainstis berpendapat bahwa eksperimen biologi, fisika dan kimia justru mendukung teori evolusi. Namun demikian, Harun Yahya mempunyai pandangan lain. Dia berpendapat bahwa eksperimen-eksperimen tersebut meruntuhkan teori evolusi. Perbedaan pendapat tersebut memerlukan kajian lebih lanjut, sehingga masing-masing konsep dan metode ilmiah yang diterapkan oleh kreasionisme dan teori evolusi juga menjadi bagian penting untuk dianalisis dalam bab selanjutnya.

B. Analisis Komparatif atas Kajian Harun Yahya tentang Evolusi Makhluk Hidup

Pada bab di atas telah diuraikan secara sistematis beberapa pandangan Harun Yahya tentang teori evolusi. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dan mengkomparasikan gagasan kreasionisme Harun Yahya dengan teori evolusi. Analisis komparatif di sini dimaksudkan untuk menganalisis secara kritis dan membandingkannya dengan beberapa argumen menurut teori evolusi.

(9)

Agar lebih sistematis dalam menganalisis dan mengkomparasikan kreasionisme Harun Yahya dengan teori evolusi, maka secara garis besar akan dijelaskan satu per satu dari beberapa pokok teori Harun Yahya dengan argumen-argumen menurut teori evolusi.

Bagian-bagian penting yang dikaji dalam sub bab ini meliputi penciptaan terpisah dalam tinjauan biogeografi, desain sempurna, kerumitan struktural dan fungsional, kepunahan makhluk hidup, keanekaragaman makhluk hidup, konsep homologi serta beberapa polemik antara kreasionisme dengan teori evolusi.

1. Penciptaan Terpisah dalam Tinjauan Pola Penyebaran

Biogeograf

Adanya makhluk hidup endemik (habitat asli) dari suatu tempat adalah bukti dari penciptaan terpisah, dimana secara tiba-tiba makhluk hidup tertentu menempati tempatnya masing-masing. Harun Yahya berpendapat bahwa secara tiba-tiba makhluk hidup-makhluk hidup tersebut telah ada dalam kelompoknya masing-masing serta ada dalam benua yang berbeda- beda.

Apakah hanya cukup dengan "penciptaan terpisah" saja spesies-spesies endemik itu ada? Seharusnya Harun Yahya bisa menjelaskan penyebaran geografis makhluk hidup di berbagai benua.

Bagaimanakah teori Harun Yahya akan menjelaskan fakta biogeografi? Apakah hanya akan dijawab bahwa Tuhan telah menciptakan tiap makhluk hidup pada tempatnya masing-masing begitu saja? Bagaimana dengan benua Australia yang terkenal memiliki fauna khas yang didominasi mamalia berkantung, seperti kanguru, koala, dan sebagainya.

Benua tersebut memiliki iklim kering yang bisa ditemukan juga di tempat lain, seperti Afrika Utara dan Amerika Utara bagian barat, namun faunanya amat berbeda. Begitu juga dengan Papua yang berdekatan dengan Australia, Papua yang beriklim tropis dan basah justru memiliki fauna yang mirip dengan Australia, seperti kasuari, kanguru, dan sebagainya. Iklim dan keadaan alam Papua tidak berbeda dengan daerah lain, misalnya Kalimantan atau Kamerun, namun mengapa di Papua faunanya mirip dengan fauna Australia. Teori evolusi menjelaskan keberadaan dua fauna yang mirip tersebut sebagai hasil dari adaptasi dan seleksi alam dari mamalia purba yang berada di Australia dan Papua sebelum terpisah.[32]

Apabila unta diciptakan khusus untuk gurun Afrika dan Asia Tengah, mengapa unta dapat hidup di gurun Australia? Mengapa di Australia tidak ada unta sebagaimana di gurun Afrika? Padahal unta dapat hidup di sana. Hal ini terbukti sejak didatangkannya unta-unta tersebut oleh para imigran Afghan ke Australia pada abad ke-19, banyak unta yang menjadi liar kembali dan hidup bebas di gurun. Mengapa Tuhan tidak menciptakan unta di Australia,

(10)

padahal unta cocok hidup di sana? Kemudian bagaimana mekanisme ini terjadi?

[33] Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan bermaksud menggugat Tuhan tetapi untuk menguji kebenaran penciptaan terpisah.

Pola penyebaran makhluk hidup secara biogeografi sudah menjadi bagian penting bagi para ahli biologi untuk menjelaskan bahwa komposisi fauna suatu daerah selalu tergantung pada sejarah dan kesinambungan garis keturunan (continuity of descent).

Biogeografi termasuk salah satu bukti evolusi. Keadaan bumi pada masa dahulu tidak sama seperti sekarang. Benua yang ada saat ini dulunya merupakan pulau luas yang menyatu. Kreasionisme Harun Yahya seharusnya juga menjelaskan lebih jauh mekanisme kehidupan atau mekanisme sejarah tersebut, berikut makhluk hidup-makhluk hidup yang pernah mendiaminya.[34] Akan tetapi Harun Yahya tidak menjelaskan mekanisme ini, karena pada prinsipnya penciptaan terpisah hanya menjelaskan bahwa semua makhluk hidup tercipta secara terpisah, secara sempurna dan sesuai dengan spesifikasi kehidupannya masing-masing. Harun Yahya juga tidak menerangkan mengenai penyebaran makhluk hidup atau biogeografi sebagaimana yang telah dilakukan oleh evolusionis.

2. Desain Sempurna: Antara Kerumitan Struktural dan Fungsional dengan

Kepunahan Makhluk Hidup

Teori kreasionisme Harun Yahya erat dengan gagasan “desain sempurna” sebagai manifestasi karya Tuhan pada makhluk ciptaan-Nya. Salah satu teori yang dapat mendukung gagasan ini adalah intelligent design theory (teori desain cerdas) yang dikemukakan oleh Philip Johnson, seorang Profesor Hukum dari Universitas Barkeley sekaligus penulis buku Darwin on Trial.[35] Inti dari teori ini adalah pengakuan atas adanya kreasi Super-Designer yaitu Allah, Perancang serta Pencipta alam semesta dan kehidupan yang ada.

Menurut Harun Yahya banyak ilmuwan masa kini yang menolak evolusi dan menerima bahwa Allah adalah Tuhan Pemilik Segala Kekuatan dan Kecerdasan Tak Terbatas yang telah menciptakan alam semesta ini. Beberapa ilmuwan yang menerima kebenaran penciptaan ini adalah Owen Gingerich, Carl Friedrich von Weizsacker, Donald Chittick, Robert Matthews, Michael J. Behe, David Menton, S. Jocelyn Bell Burnell, dan William Dembski.[36] Pernyataan mereka tentang “desain sempurna” kemungkinan muncul karena wujud nyata kehidupan yang ada baik bentuk maupun strukturnya sangat rumit sehingga membingungkan para ilmuwan.[37]

Dalam beberapa karyanya, Harun Yahya banyak menyajikan contoh-contoh tentang fakta kesempurnaan ciptaan, seperti kesempurnaan lebah madu dan keajaiban sarangnya,

(11)

arsitek yang menakjubkan pada rayap, sistem sonar kelelawar, kamuflase hewan, dan sebagainya. Bagi seorang yang beriman, fenomena ini harus disikapi sebagai suatu manifestasi kehendak Allah Yang Maha Berkuasa atas segala ciptaan. Kemudian mengapa spesies-spesies yang sempurna itu harus punah? Apa hanya karena otoritas Allah semata atau karena hukum alam maupun mekanisme seleksi alam penyebab kepunahannya?

Kesempurnaan ciptaan-Nya bukan berarti secara biologis makhluk hidup tercipta tanpa kekurangan dan kelemahan struktural dan fungsional organnya. Topik ini tentu merupakan bagian penting bagi penelitian ilmiah. Metode ilmiah meliputi eksperimentasi yang dapat memunculkan kecenderungan-kecenderungan berpikir lebih kritis. Salah satunya adalah rasa ingin tahu mengapa makhluk hidup dapat punah. Pada dasarnya makhluk hidup jika ditinjau dari segi fisik atau biologisnya pasti memiliki kemampuan hidup yang berbeda-beda, kelemahan dan kelebihannya dalam susunan komponen- komponen penyusun tubuh, baik struktural maupun fungsional. Misalnya pada indera penciuman manusia, indra pada manusia kurang tajam atau kurang peka dibandingkan hewan lain seperti hiu, anjing, atau tikus. Akan tetapi, perbandingan gen-gen yang membentuk organ penerima rangsang bau-bauan pada manusia dan tikus menunjukkan bahwa gen-gen pada tikus berfungsi sempurna dan memberi kemampuan penciuman yang baik pada tikus, sedangkan pada manusia sebagian besar gen tersebut tidak aktif atau tidak berfungsi.[38]

Secara struktural dan fungsional manusia memiliki kesamaan unsur-unsur penyusun tubuhnya dengan makhluk hidup yang lain. Selain memiliki kesamaan dalam hal unsur penyusunnya tersebut, manusia juga memiliki beberapa perbedaan dengan binatang. Manusia tidak didesain untuk memiliki penciuman yang tajam. Akan tetapi mengapa desain manusia harus juga menyertakan gen-gen tidak aktif? Bukankah bila tubuh manusia didesain dengan sempurna, tidak perlu ada gen-gen rusak tersebut dalam DNA-nya?[39] Hal ini dimungkinkan apabila tikus dan manusia mempunyai nenek moyang yang sama. Bagaimana jawaban Harun Yahya terhadap hal ini?

Menurut Andya Primanda, penyebaran fosil trilobita dan struktur matanya yang sempurna sebagai hasil desain optimal tersebut tidak berhasil mencegah mereka dari kepunahan.[40] Penyebab kepunahan trilobita sampai sekarang masih diperdebatkan para ahli. Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa mereka punah karena terjadi tragedi besar pada zaman es, ada pula yang mengaitkannya dengan munculnya kompetitor baru seperti ikan dan kerang. Kepunahan trilobita tersebut menggambarkan bahwa trilobita bukanlah organisme yang tercipta secara sempurna (perfect). Bagaimanapun kelengkapan maupun kelebihan suatu organisme pasti memiliki kekurangan. Di antara kelemahannya adalah pola adaptasinya terhadap lingkungan dan kerumitan struktur trilobita tersebut

(12)

diperkirakan tidak memiliki kapabilitas dalam menghadapi tekanan lingkungan pada 250 juta tahun yang lalu sehingga menyebabkan kepunahannya.

Sebenarnya banyak spesies purba yang pernah ada di bumi ini. Dari sekian banyak jenis makhluk hidup yang pernah ada, trilobita bukan satu-satunya kelompok makhluk hidup yang telah punah. Dinosaurus, pterosaurus, kalajengking raksasa, gajah raksasa, dan macan gigi pedang adalah contoh-contoh hewan yang telah punah. Hewan-hewan tersebut telah punah karena berbagai faktor: perubahan iklim, persaingan dengan hewan lain dan bencana alam. Diperkirakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup yang masih ada sekarang hanyalah 1% dari total jumlah jenis makhluk hidup yang pernah ada. Dengan kata lain, 99%

jenis makhluk hidup yang pernah ada di Bumi sekarang telah punah.[41] Adapun yang tersisa dari mereka adalah fosil-fosil yang tertanam dalam batuan dan membuktikan bahwa hasil tindakan penciptaan terpisah pun berakhir dengan kepunahan.

Berdasarkan temuan berbagai fosil makhluk hidup dan waktu geologis, benarkah lapisan kambrium merupakan lapisan bumi tertua sebagaimana dikatakan oleh Harun Yahya dalam The Evolution Deceit? Fosil makhluk hidup apa saja yang dapat ditemukan dalam lapisan Kambrium? Pernyataan Harun Yahya tersebut ternyata berbeda dengan catatan yang ada pada literatur sains tentang sejarah bumi dan kehidupannya menurut hasil riset ilmuwan.

Hasil riset ilmiah tentang waktu geologis menyebutkan bahwa lapisan Kambrium termasuk dalam periode Cambrian (sekitar 570-510 juta tahun yang lalu). Periode ini menjelaskan adanya beberapa fosil makhluk hidup yang terdapat pada masa itu.

Berdasarkan tabel tersebut, ternyata lapisan Kambrium bukan lapisan bumi tertua karena lapisan yang tertua adalah periode Cosmic (sekitar 15.000/20.000-5000 juta tahun yang lalu).[42]

Harun Yahya menyebutkan bahwa beragam makhluk hidup kompleks telah muncul secara tiba-tiba pada periode Cambrian, seperti siput, trilobita, bunga karang, cacing tanah, landak laut dan invertebrata kompleks lainnya.[43] Pernyataan tersebut berbeda dengan catatan menurut temuan ilmiah waktu geologi. Pada catatan tabel hasil riset ilmiah menyebutkan bahwa fosil yang terdapat dalam lapisan Kambrium antara lain adalah fosil moluska (amphineura, gastropoda, cephalopoda), annelida (polychaeta), arthropoda (trilobita, chelicerata), brachiopoda, dan echinoderma. Adapun fosil-fosil dalam lapisan yang lebih muda antara lain adalah vertebrata pertama (Agnatha) muncul pada periode Ordovician (510-438 juta tahun yang lalu), sekitar 83% genera invertebrata laut baru muncul para periode Permian (290-250 juta tahun yang lalu), tetapi makhluk hidup tersebut terancam kepunahan secara besar-besaran. Beberapa fosil lainnya ditemukan pada periode atau lapisan bumi yang semakin muda. Fosil Pisces (Hiu), Amphibia (Katak),

(13)

Reptilia (Kura-kura), ditemukan pada periode Jurrasic (205-135 juta tahun yang lalu) sedangkan mammalia berplasenta ditemukan pada periode Paleocene (65-53 juta tahun yang lalu).[44]

Kesempurnaan pada makhluk hidup sebenarnya tidaknya mutlak, karena pada akhirnya makhluk hidup akan mengalami kepunahan. Apakah kesempurnaan juga berarti pemanfaatan organ-organ tubuh secara optimal? Bagaimana dengan organ- organ vestigial pada makhluk hidup? Keberadaan organ vestigial tersebut masih menimbulkan pertanyaan. Pandangan Harun Yahya tentang organ vestigial adalah suatu organ yang fungsinya belum diketahui. Organ vestigial yang selama ini sering disebut dalam teori evolusi sebagai organ peninggalan dari moyang terdahulu dan tidak berfungsi adalah keliru. Keberadaan tulang ekor ternyata berfungsi sebagai penyokong tulang-tulang yang ada di sekitar tulang panggul.[45]

Menurut teori evolusi, organ vestigial merupakan organ yang termasuk struktur homolog yang mengalami rudimentasi (mengecil). Struktur vestigial pada mulanya merupakan struktur yang memiliki fungsi penting pada nenek moyang, namun tidak selamanya digunakan, misalnya tulang pelvis dan kaki pada ular (phyton).[46] Selain pada ular, organ vestigial dapat ditemukan pada paus maupun jenis hewan yang telah lama punah, misalnya Basilosaurus. Bukti dari organ vestigial dengan struktur homologinya adalah bukti pendukung teori evolusi.[47] Organ vestigial terbentuk karena organ-organ tersebut, ukuran dan strukturnya menyusut akibat tidak digunakan dalam jangka yang lama. Keberadaan organ sisa tersebut secara anatomi telah memberikan bukti filogeni (perihal sejarah evolusi makhluk hidup atau hipotesis tentang kekerabatan nenek moyang dengan keturunannya).[48]

3. Keanekaragaman Makhluk Hidup dalam Konsep Spesies dan Homologi

Keanekaragaman spesies makhluk hidup tidak terhitung jumlahnya. Sejak Aristoteles hingga periode klasifikasi oleh Linneaus, menunjukkan bahwa di antara makhluk hidup terdapat unity (keragaman) maupun diversity (keanekaragaman). Konsep spesiasi dan diversitas yang diajukan oleh biologi berkenaan dengan bukti-bukti evolusi ternyata sangat berlawanan arus dengan gagasan kreasionisme Harun Yahya. Dia mengungkapkan bahwa "tidak ada satu spesies pun yang berubah menjadi spesies yang lain". Alasannya adalah tidak satu orang pun yang melihat adanya bentuk peralihan suatu spesies (misalnya, separuh monyet separuh manusia).

Tidak adanya bentuk peralihan atau transisi dalam makhluk hidup adalah keberatan kreasionis terhadap teori evolusi. Harun Yahya menyatakan bahwa dalam spesies tidak

(14)

terjadi perubahan atau pembentukan spesies baru, melainkan hanya terjadi variasi spesies yang menghasilkan varietas-varietas yang berbeda. Harun Yahya mencontohkan spesies anjing liar dan anjing yang dibudidayakan oleh manusia adalah sama-sama anjing. Spesies anjing tidak akan berubah maupun beralih menjadi spesies yang lain.[49]

Dalam evolusi, perubahan kecil tersebut dikenal dengan mikroevolusi. Perubahan- perubahan dalam skala kecil tersebut dapat berakumulasi ke dalam perubahan berskala besar. Pada prinsipnya ada dua konsep spesies, yaitu konsep spesies morfologis (spesies didefinisikan oleh persamaan ciri yang tampak dari anggota-anggotanya) dan konsep spesies reproduktif (spesies didefinisikan oleh kemampuan saling kawin). Kedua konsep spesies tersebut berupaya menjelaskan bahwa pembentukan spesies baru adalah mungkin terjadi dengan dua kemungkinan tersebut.

Pada kasus keanekaragaman spesies anjing di atas dalam versi evolusi merupakan contoh spesies baru yang diciptakan secara artifisial dalam konteks morfologis. Kasus tersebut dapat dijelaskan pada perbedaan antara varietas ekstrim anjing, seperti anjing Peking dan anjing Great Dane yang jauh lebih besar daripada perbedaan morfologi normal antar spesies. Anjing pemburu dari Afrika dan serigala digolongkan dalam subfamili terpisah tetapi keduanya tetapi keduanya tampak lebih mirip daripada anjing Peking dan Great Dane.[50]

Konsep spesies yang sama pentingnya untuk menjelaskan kemungkinan terbentuknya spesies baru adalah dalam konteks reproduktif. Sebagai contoh dalam hibridisasi antara dua spesies berlainan dengan metode hybrid ulang calon dengan menyilangkan spesies induk. Eksperimen ini telah dilakukan oleh Muntzing tahun 1930 berupa percobaan artifisial tumbuhan mint, Galeopsis tetrahit dari dua spesies mint lain, G.

pubesceus dan G. speciosa.[51] Eksperimen ini telah menunjukkan bahwa spesies baru dapat dibuat secara tiruan dari spesies lama. Maka kita perlu membedakan secara jelas mana konsep spesies secara morfologis dan konsep spesies reproduktif. Sehingga kita dapat mengurangi atau bahkan terhindar dari kesalahpahaman dalam dua pengertian tersebut.

Homologi adalah argumen penting bagi evolusi, benarkah konsep ini telah keliru dalam banyak hal (menjelaskan secara genetik atau molekuler, morfologi maupun embriologi) ? Konsep ini telah dianggap keliru dan dijadikan salah satu argumen Harun Yahya untuk meruntuhkan evolusi. Fakta homologi yang telah diajukan evolusionis, tentu tidak menunjukkan adanya penciptaan terpisah. Jika makhluk hidup diciptakan terpisah maka tidak ada alasan mengapa spesies menunjukkan persamaan homolog.

Baru-baru ini, evolusi mendapat bukti-bukti baru, yaitu berkenaan dengan homologi tingkat molekuler pada mammalia. Tim peneliti dari Baylor College of Medicine, telah

(15)

berhasil membaca susunan genom binatang pengerat. Ini adalah sukses yang ketiga dalam membaca genom yang sebelumnya adalah genom manusia dan kelinci.[52]

Para peneliti menemukan bahwa genom Rattus norvegicus memiliki kesamaan dengan manusia maupun kelinci. Masing-masing memiliki sekitar 2,75 juta ciri DNA, 25 ribu gen, yang juga ditemukan pada manusia.[53]

Harun Yahya berpendapat bahwa mutasi pada makhluk hidup hanya akan merugikan. Apakah tidak ada sama sekali mutasi yang menguntungkan bagi makhluk hidup tertentu? Bagaimana dengan eksistensi dan keberlangsungan mutan itu sendiri?

Sebagai contoh, mutasi pada hama tanaman (insecta) yang semakin kebal terhadap insektisida. Tingkat kekebalan tersebut dapat disebabkan karena di antara spesies tersebut mengalami mutasi. Hasil mutasi yang menguntungkan bagi insecta tersebut akan semakin kebal dan apabila terjadi interbreeding maka akan tercipta mutan-mutan baru yang justru diuntungkan oleh variasi yang ada.

4. Penciptaan Terpisah Perseptif Harun Yahya dan Teori Evolusi dalam Polemik

Terlalu berlebihan apabila kreasionisme dan evolusi selalu menjadi pemicu konflik antara sains dan agama. Teuku Jacob mengatakan bahwa sebenarnya tidak perlu ada pertentangan antara teori evolusi dengan agama (Islam) maupun Al-Qur’an. Pertentangan yang terjadi banyak disebabkan oleh kepicikan, sehingga dalam tema ini seluruh pihak (pemikir) harus mempertimbangkan sejauh mana pemikiran, pengetahuan dan pemahaman tentang agama dan sains para pemikir.[54]

Pendekatan filosofis Harun Yahya dalam sains digunakan untuk memberikan afirmasi bahwa teori evolusi adalah meterialisme berkedok sains serta sering dikaitkan dengan kejahatan perang, ideologi Marxis, dan sebagainya.[55] Bagaimana kejahatan perang yang terjadi sebelum teori Darwin muncul? Anggapan ini menarik untuk direnungkan dan ditinjau kembali, karena pada dasarnya sejak zaman bermula perilaku yang ada dalam diri manusia, kejahatan yang terjadi dalam peperangan sudah menjadi kodrat manusia yang memiliki dua sisi berbeda, baik dan buruk, mulia atau bahkan jahat.

Sesuatu yang keliru apabila teori evolusi dijadikan landasan hidup atau bahkan menjadi ajaran yang setara dengan agama. Permasalahan yang krusial dari teori evolusi relevansinya dalam konteks agama adalah anggapan bahwa teori evolusi sebagai ajaran ateis. Selain itu, teori yang mengajukan konsep “kebetulan”, telah dianggap menihilkan Tuhan.

Bagaimana interpretasi “kebetulan” dari sudut pandang lain dalam agama?

(16)

Teuku Jacob mengemukakan istilah kebetulan dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya adalah takdir.[56]

Bagi para pembaca karya Harun Yahya, barangkali akan membenarkan bahwa teori evolusi benar-benar telah runtuh. Salah satu karyanya yang memaparkan keruntuhan teori evolusi adalah “Runtuhnya Teori Evolusi dalam 20 Pertanyaan”, misalnya runtuhnya teori evolusi telah membuktikan kebenaran penciptaan.[57] Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kreasionisme dan teori evolusi sudah tidak perlu lagi dikaji secara ilmiah.

Ada beberapa hal yang sampai saat ini menjadi salah satu polemik antara kreasionisme dan evolusi, sebagai contoh, spesiasi, mutasi, maupun transisi makhluk hidup. Teori evolusi mencontohkan salah satu mekanisme munculnya spesies baru pada Camar di Siberia Timur yang terjadi melalui sistem reproduksi dari masing-masing subspecies berbeda dapat memperlihatkan bagaimana spesies baru muncul melalui akumulasi dari perubahan kecil.[58]

Benarkah transisi makhluk hidup ada atau tidak ada sama sekali?

Pertanyaan tersebut sering dijawab “tidak”, dengan alasan bahwa sampai saat ini tidak seorang pun melihat adanya manusia atau makhluk hidup sedang mengalami transisi. Amphibi adalah hewan yang dapat hidup di air dan daratan. Dalam masa perkembangannya sejak dia air, amphibi menggunakan organ pernafasan insang dan setelah dewasa tidak lagi dengan insang tetapi paru-paru. Proses ini merupakan bukti evolusi ataukah kreasi? Fakta-fakta di atas maupun fakta lainnya, tentu masih akan terus diperdebatkan oleh kreasionisme dan teori evolusi yang saling bertolak belakang.

Begitu banyak fakta-fakta kehidupan telah diklaim oleh Harun Yahya sebagai fakta kreasionisme, dimana proses yang ada dalam kehidupan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan evolusi. Meskipun gagasan kreasionisme menurut Harun Yahya telah dianggapnya mampu meruntuhkan teori evolusi, tetapi saat ini teori evolusi masih menjadi kajian yang berkelanjutan.

Menyinggung persoalan runtuh atau tidaknya teori evolusi, tidak terlepas dari fakta atau bukti-bukti baik yang mendukung maupun yang menolak keberadaan teori evolusi.

Munculnya kreasionisme Harun Yahya memang telah memberi gambaran tentang runtuhnya teori evolusi (menurut perspektifnya). Pendapat lain yang juga mengkritik teori evolusi datang dari berbagai pemikir muslim lainnya, seperti Seyyed Hussein Nasr yang

(17)

mengatakan bahwa sampai saat ini sama sekali belum terjadi keberhasilan eksperimen laboratorium untuk meneliti perubahan dari satu spesies ke spesies lain. Lebih jauh ia juga mengatakan bahwa ternyata terdapat spesies-spesies yang terus hidup sejak zaman geologi pertama yang sama sekali tidak berevolusi. Tumbuhan dan binatang yang sama juga masih akan lahir, layu dan mati atau punah.[59]

Evolusi yang terjadi pada dunia hewan termasuk manusia juga telah memunculkan kontradiksi dengan konsep umum penciptaan yang ada dalam Kitab Suci. Menurut Maurice Bucaille, konsep umum tentang penciptaan dalam Kitab Suci tidak bertentangan dengan data ilmiah. Ia mengemukakan bahwa kajian tentang evolusi pada dunia hewan terutama manusia sebenarnya menyangkut kesenjangan di dalam pengetahuan manusia itu sendiri.

Melalui riset yang mengkaji tentang hal ini sebaiknya para ilmuwan melakukan hipotesis dan penelitian terpisah antara dunia hewan dengan manusia. Ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk menghargai data-data penelitian dan menghindari kesesatan yang mungkin dapat ditimbulkan oleh hipotesis yang belum terjawab kebenarannya secara pasti.

Pandangan ini membedakan cara pandangnya dengan Harun Yahya maupun kritikus lainnya dalam mensikapi tentang konsep evolusi makhluk hidup. Maurice berpendapat bahwa evolusi benar-benar terjadi pada dunia hewan yang terbukti oleh adanya phyla utama yang di dalamnya menjelaskan ciri-ciri yang terkandung dalam diri seluruh keturunannya. Dalam evolusi kelompok-kelompok tersebut memiliki tahapan- tahapan perubahan, pertambahan secara terus menerus, ada yang bertahan hidup atau mati dan punah. Metode ilmiah yang mendalam untuk mengkaji evolusi adalah kajian tingkat sel dan terutama pada gen.[60]

Pro dan kontra terhadap kreasionisme dan teori evolusi sebenarnya menjelaskan bahwa kedua konsep tersebut belum ada yang dapat dijadikan alternatif teori yang paling tepat dalam menjelaskan tentang fenomena kehidupan. Teori manakah yang benar-benar dapat eksis atau telah runtuh pun belum bisa dipastikan. Anggaplah kedua teori tersebut adalah kajian sains yang penting untuk kemajuan dan perkembangan sains itu sendiri. Jika keduanya adalah kajian sains, tentu keduanya juga tidak terlepas dari metode sains atau metode ilmiah yang dipergunakan dalam menjelaskan teorinya. Metode ilmiah sebagai metode sains berupa eksperimentasi, observasi dan pengulangan obyek-obyek kajian sains. Penggunaan metode ilmiah dalam kreasionisme maupun teori evolusi juga masih perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat dipertanggung jawabkan kebenaran ilmiahnya.

Perdebatan menyangkut metode ilmiah kreasionisme dan teori evolusi masih terjadi. Menurut Gould sebagaimana dikutip oleh Winkie Pratney, mengatakan bahwa kreasionisme bukanlah sains menurut definisi sains universal masa kini. Upaya kreasionisme untuk meruntuhkan teori sains tidak membuat program kritik tersebut

(18)

bersifat sains dan sanggahan sains yang menentang evolusi tidak otomatis menjadi sanggahan sains yang mendukung kreasionisme. Demikian juga komentar Stanley Weinberg tentang metode kutipan-kutipan selektif yang dikakukan oleh para kreasionis.

Para krasionis termasuk HarunYahya menggunakan kutipan-kutipan selektif dari sumber evolusionis kemudian ditelaah sedemikian rupa sehingga terbentuk argumen untuk menyanggah teori evolusi.[61] Ada juga yang meragukan kreasionisme sebagai sains karena kreasionisme tidak didukung oleh beberapa observasi ilmiah dan secara prinsip kreasonisme bukan hasil observasi ilmiah sebagaimana yang dilakukan oleh sains pada umumnya.[62]

Pandangan komparatif atas metode ilmiah kreasionisme di atas tidak melunturkan gagasan kreasionisme Harun Yahya, karena menurut Harun Yahya teori evolusi telah semakin tersudut oleh kemajuan penemuan sains modern. Ia juga menyatakan bahwa proses penciptaan oleh Allah sama sekali tidak mendukung teori evolusi dan tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan tentang evolusi makhluk hidup. Apabila kaum muslim bersikap mendukung teori evolusi berarti mereka telah membantu teori evolusi yang berfilsafat materialis. Menurutnya, setelah mereka tahu tentang materialisme teori evolusi, seharusnya mereka menarik kembali dukungannya terhadap teori evolusi.[63]

Kajian evolusi makhluk hidup adalah kajian yang materialistik (obyek yang dikaji berupa materi, aspeknya antara lain anatomi, morfologi, molekuler, fosil dan sebagainya). Namun, bukan berarti bahwa teori evolusi merupakan kajian sains yang ateistik, tetapi justru sebaliknya. Pada dasarnya justru kajian sains ini adalah dalam rangka untuk lebih mendekatkan diri pada Allah melalui materi-materi ciptaan-Nya atau sunatullah. Keimanan dan ketaqwaan pada Allah-lah yang seharusnya dijadikan sebagai landasan dan petunjuk dalam kajian materialistik ini, sehingga tidak mengarahkan pada materialisme yang menihilkan Tuhan. Selain obyektifitas kajian sains sebagai salah satu sasaran ilmiahnya, di dalamnya juga menyertakan aspek penalaran yang tidak mungkin terbatas dari sisi akal dan rasionalitas saja tetapi ada keyakinan yang bersifat supernatural.

Obyektifitas sains terkadang dianggap mengesampingkan sisi manusia sebagai makhluk beragama (Islam). Seharusnya hal itu bukan menjadi tujuan para ilmuwan.

Sebagai pencari ilmu, seharusnya tidak terjebak dalam polemik pada problematika sains teistik dan ateistik. Sebenarnya polemik kreasionisme dan teori evolusi dalam konteks hubungan sains dan agama semacam ini dapat dieliminir jika semua pihak tidak keliru

(19)

dalam mengaplikasikan pandangan dan pemahamannya tentang agama dan Kitab Suci dengan hipotesis maupun riset sains. Kitab Suci Al-Qur’an seharusnya dijadikan sebagai sumber kebenaran atas segala kebenaran sunatullah. Al-Qur’an seharusnya tidak difungsikan untuk mendistorsi temuan-temuan sains. Pola pikir ilmuwan maupun agamawan yang berupaya mengkomparasikan teori sains buatan manusia dengan Al- Qur’an sebagai wahyu Allah dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsirannya, sehingga dapat membahayakan hubungan sains dan agama itu sendiri

.

C. Implikasi Pandangan Harun Yahya tentang Evolusi Makhluk Hidup dalam Bidang Kependidikan Biologi Serta Hubungannya dengan Sains dan Agama

Setelah menelaahnya secara mendalam, kecenderungan pemikiran- pemikirannya tentang konsep penciptaan dengan tema-tema Qur'ani terkesan hanya sebagai kampanye anti-evolusi.[64] Kutipan beberapa ayat Al-Qur'an serta kutipan sains hasil penelitian berbagai ilmuwan tentang kajian kealaman adalah salah satu scientific method-nya dalam mementahkan teori evolusi, meskipun sebenarnya kutipan-kutipan antara sains dan Al-Qur'an terkesan hanya upaya mencocok-cocokkan konsep sains dengan Firman Allah. Sebagai contoh, beberapa hal yang disoroti oleh Harun Yahya adalah tentang penciptaan dari ketiadaan (creatio ex nihilo) atau kreasionisme, maka dikutiplah ayat Al-Qur'an yang dipandang sesuai atau dapat memperkuat kebenaran temuan sains yang mendukung gagasan kreasionismenya. Harun Yahya menegaskan bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu dari ketiadaan, secara langsung dalam bentuknya yang sempurna, spesies makhluk hidup telah ada sebagaimana bentuknya wujudnya masing-masing sehingga tidak ada satu bentuk pun makhluk hidup yang berevolusi atau mengalami transisi dari satu spesies menjadi spesies yang lain.[65]

Gagasan Harun Yahya tentang fakta-fakta penciptaan adalah gagasan yang patut untuk dipertimbangkan. Gagasan kreasionismenya mampu mengangkat Separated Creation Theory (kreasionisme) Islam dalam upaya menjelaskan fenomena kehidupan serta upayanya untuk meruntuhkan teori evolusi.

Pendekatan sains, filsafat, dan agama Harun Yahya dalam kajiannya

tentang teori evolusi, telah memposisikan secara jelas bahwa teori evolusi

merupakan teori sains yang materialistik dan ateistik. Harun Yahya dan para

pendukungnya juga berupaya mensinergikan sisi ilmiah, filosofis dan teologis

(Islam) untuk menunjukkan kekeliruan teori evolusi. Gagasan alternatif yang

dilancarkan oleh Harun Yahya dan para pendukungnya tersebut disampaikan

(20)

dalam bahasa yang cukup sederhana, jelas dan disertai sajian ilustrasi menarik sehingga dapat menarik bagi para pembacanya. Meskipun karyanya disampaikan dalam bahasa yang sederhana namun mengandung muatan makna dan maksud yang provokatif.

Upaya tersebut juga terbukti dari manajemen syiarnya yang terorganisir, profesional dan lancar berkat upaya para pendukungnya. Sesuai perkembangan sains dan teknologi, berbagai media informasi pun dipergunakannya untuk menyebarluaskan syiar Islamnya. Sebagian kaum intelektual menganggap Harun Yahya sebagai contoh keberhasilan pemikir Islam awal abad ke-21 yang mampu memadukan sains dan agama. Menurut beberapa pendapat pemerhati karya-karyanya, keberhasilan Harun Yahya telah mampu mensejajarkan dirinya dengan tokoh pemikir muslim besar kontemporer, seperti Syaikh Yusuf Qaradhawi atau Seyyed Hussein Nasr.[66]

Semua itu tidak lain karena gagasan Harun Yahya saat ini telah berpengaruh terhadap berbagai kalangan. Namun, ada baiknya gagasannya perlu ditinjau kembali serta dipertimbangkan kembali. Kemungkinan kreasionismenya akan berimplikasi terhadap berbagai bidang pemikiran, terutama dalam bidang pendidikan biologi maupun dalam hubungannya dengan sains dan agama.

2. Hubungannya dengan Sains dan Agama (Islam)

Sains yang dapat dipahami sebagai pengetahuan yang obyektif,

sistematis, tersusun dan teratur tentang tatanan alam semesta seharusnya

sudah bukan lagi menjadi suatu dikotomi ilmu. Harun Yahya adalah sosok

pemikir muslim yang memaparkan korelasi antara sains dan Islam. Ini

menandakan bahwa sains dan Islam merupakan kesatuan antara sains dan

pengetahuan spiritual, atau pengetahuan materiil dengan pengetahuan

immateriil. Munculnya gagasan yang mengintegrasikan sains dan agama

tersebut juga diiringi dengan istilah sains teistik dan sains ateistik. Sebagian

pandangan sains Barat telah dianggap oleh kalangan yang mengaku sebagai

saintis teistik menyebut sains Barat sebagai sains ateistik sekaligus

materialistik. Sebutan seperti ini sangat jelas sekali, misalnya terhadap teori

evolusi. Bagi sebagian besar evolusionis pun mengakui bahwa teori evolusi

adalah sains yang materialistik. Sebagian tanggapan atas teori evolusi dalam

konsep sains yang masih sering menimbulkan polemik adalah tentang

konsep yang meniadakan Tuhan, bahkan secara jelas kreasionisme Harun

Yahya yang dipandang mengedepankan sisi religius telah mengantarkannya

(21)

pada pola hubungan konflik antara sains dan agama (teori evolusi dan agama). Hubungan ini dapat diketahui dari pola penafsiran pandangan agama dan Kitab Suci Al-Qur’an tentang penciptaan. Kata lain dari pengertian tipologi konflik tersebut, menurut Barbour adalah terlihat pada pola penafsiran harfiah Kitab Suci yang menyebutkan bahwa teori evolusi bertentangan dengan agama.[79]

Pemahaman sains teistik atau ateistik pada dasarnya dapat ditinjau dari beberapa hal, antara lain; religiusitas saintis, konteks sains teistiknya, maupun keterlibatan agama-agama di dalamnya. Religiusitas sains akan menggambarkan bagaimana pola pemahaman sains atau pun saintis tentang konsep sains dan agama. Sebagai contoh, munculnya pendapat saintis yang dianggap kredibel pada abad ke-17 dan 18 tentang deisme.

[80] Paham tersebut menurut kalangan saintis pada masa itu diperkirakan

sebagai upaya menyelamatkan agama dari kemajuan sains, justru merupakan penggalian liang kubur bagi agama. Saintis deisme bernama Laplace bahkan mengatakan “aku tidak memerlukan hipotesis tentang Tuhan” dan menurut Zainal Bagir, ini berarti ateisme.[81]

Secara langsung konsep sains teistik dan sains ateistik telah melibatkan agama (Islam) ke dalam lingkup kajian sains. Menurut Z. A. Bagir, diskusi yang mengetengahkan hubungan sains dan agama, kerap kali dipresentasikan oleh kaum “fundamentalis” yang menolak sains dan

“fundamentalis” yang menolak agama. Kesan tersebut tidak lain hanya akan memunculkan kotroversi nalar keduanya. Saintis ateis Richard Dawkins (evolusionis) dan Steven Weinberg adalah fundamentalis yang terlalu yakin pada paham sains ateistiknya atas teori-teori sains materialistik, sehingga tidak menyadari adanya kemungkinan lain di luar materi, maupun eksistensi Tuhan.[82]

Dalam konteks agama dan Kitab Suci yang menjadi tuntunan bagi

umatnya, bagi mereka (ilmuwan maupun masyarakat pada umumnya) yang

beriman tentu akan mengakui kebenaran atas hak serta kewajibannya untuk

mengimani bahwa Allah adalah Tuhan Sang Pencipta alam semesta dan

segala isinya. Hal yang tidak mungkin mereka (kaum beriman) lakukan

adalah memperdebatkan tentang pengungkapan bahwa kehidupan tidak

diciptakan oleh Allah. Bagi muslim yang menyadari bahwa Allah telah

menciptakan dirinya, meniupkan ruh-Nya ke dalam dirinya, bahwa dunia

adalah tempat bagi kedamaian dan persaudaraan, bahwa semua orang

(22)

adalah setara dan akan diadili pada hari akhir atas segala perbuatannya di dunia, maka tidak akan terjadi perbuatan yang menyesatkan maupun pengingkaran pada Allah.

Sebagian besar penganut agama meyakini bahwa dunia diciptakan secara langsung oleh Tuhan, demikian juga manusia. Dengan demikian, manusia bukan merupakan produk evolusi. Ada pula yang berpendapat bahwa menyetujui evolusi berarti menyangkal Tuhan dan mengalahkan Kitab Suci.[83] Kreasionis berkeyakinan bahwa penciptaan makhluk hidup bukan suatu kebetulan, karena ada Sang Pencipta dan segala sesuatu ada dan diatur oleh-Nya.

Keseluruhan ciptaan-Nya yang satu mempunyai hubungan dan kaitan sistematik dengan ciptaan-Nya yang lain dan merupakan kesatuan yang utuh dalam suatu sistem yang memiliki keteraturan. Penciptaan kehidupan tersusun sangat teratur dalam hirarki yang terdiri dari tingkatan-tingkatan struktural.

Kehidupan itu sendiri terkait erat dengan serangkaian sifat yang tergantung pada keteraturan struktural, sehingga alam semesta dan kehidupannya seimbang.

Proses penciptaan makhluk hidup baik secara langsung maupun gradual dan bagaimana pun proses penciptaan, segalanya telah ditentukan menurut kehendak- Nya.

Harun Yahya seringkali mengungkapkan bahwa teori evolusi adalah materialisme yang mendorong pada hal-hal yang ateistik sehingga ia menyayangkan sekali apabila muslim mempercayai teori evolusi. Bagi teori evolusi pandangan semacam ini adalah pandangan negatif atas teorinya.

Tentunya sebagian besar muslim sendiri tidak mutlak mendukung atau menolak kreasionisme maupun teori evolusi. Pandangan teori evolusi yang menurut sebagian besar agamawan dinyatakan sebagai teori yang bertolak belakang dengan pandangan agama, seharusnya tidak selalu dijadikan konflik antar keduanya. Menyangkut pandangan agama dan teori evolusi, seharusnya dapat dimengerti sebagai dua pandangan yang saling melengkapi satu sama lainnya, karena evolusi tertentu pada makhluk hidup dapat terjadi menurut kehendak Allah. Alasan prinsip makhluk hidup timbul secara evolusi, misalnya evolusi manusia dalam hal anima intelectualistis (jiwa berpikir).[84]

Pandangan yang menyatakan bahwa makhluk hidup sebenarnya juga

mengalami evolusi (evolusi tertentu) juga dibenarkan oleh beberapa pemikir

Islam terkenal seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawaih (1030 M), dan

Ibnu Khaldun (1332-1406 M). Mereka menyatakan bahwa ketiadaan uraian

(23)

dan penjelasan rinci tentang proses penyempurnaan penciptaan manusia menurut Al-Qur'an telah mendorong para cendekiawan muslim tersebut untuk melakukan analisis terhadap proses penciptaan manusia. Para cendekiawan muslim tersebut menyimpulkan bahwa proses penciptaan manusia tersebut melalui fase evolusi tertentu. Tentunya evolusi tersebut tidak sama dengan teori evolusi Darwin.[85]

Kreasionisme Islam Harun Yahya sebagai kajian sains dengan pendekatan religius merupakan upaya mensinergikan sains dan Islam dengan orientasi pada dakwah pengagungan Sang Pencipta atas segala ciptaan-Nya. Dari sudut pandang manusia beragama, seorang rohaniwan maupun muslim pasti berkeyakinan, suatu kebenaran jika sejak awal agama telah mengajarkan kebenaran penciptaan yang dapat dipahami oleh umatnya. Tulisan Harun Yahya dengan afirmasi hasil penelitian para ilmuwan berupa sains dan teknologi, sering dipertemukan dengan fenomena di luar sains yaitu filsafat dan agama. Meskipun interpretasi sains materialistik menemui absurditas jika dihubung-hubungkan dengan keduanya, karena terkadang sulit terjangkau pemikiran manusia.

Uraian tentang konsep sains di atas, merupakan interpretasi sains dalam perspektif pengetahuan yang sistematis berdasarkan observasi indrawi, serta pada batasan tentang alam dan dunia fisik. Kemungkinan dari pembatasan lingkup sains pada bidang fisik dan empiris telah menjadi anggapan sains yang bersifat sekularistik-materialistik. Pandangan ini tidak melibatkan unsur-unsur spiritual yang immateri. Pada titik tertentu menurut beberapa pemikir, sains telah bergeser pada pemikiran yang spekulatif berupa kajian immateri yang seharusnya menjadi wilayah filsafat dan agama.[86]

Kajian sains dalam wilayah filsafat dan agama dapat memperkaya

bidang pemikiran di luar pengamatan indrawi yaitu penalaran akal atau

rasional yang berperan untuk saling menyempurnakan pandangan ilmiahnya

tentang sains. Namun, apabila ada teori-teori sains yang bertujuan untuk

membuktikan eksistensi Tuhan atau menolaknya, maka gagasan tersebut

sudah masuk atau bersekutu dengan pemahaman filosofis.[87] Realitas

materi sebagai obyek sains akan dapat mengarahkan pada pemahaman

filosofis sains materialisme, jika konsep filosofis materialistik yang

mendominasi pemikirannya.

(24)

Obyek materi dan immateri dalam sains memiliki arti tersendiri bagi Harun Yahya. Interpretasinya tentang sebagian esensi materi yang sebenarnya adalah suatu zat, zat adalah ruh. Alam semesta dan tubuh yang ada, tidak memiliki realitas material. Keberadaan zat yang nyata pada dasarnya merupakan ruh, sehingga materi hanya terdiri atas persepsi- persepsi yang dibuat oleh ruh.[88]

Sejak awal, agama telah mengajarkan kebenaran penciptaan, yang dapat dipahami semua orang melalui penggunaan akal dan pengamatan pribadi. Semua agama samawi telah mengajarkan bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan berfirman "Jadilah!", dan bahwa bekerjanya alam semesta secara sempurna tanpa cela merupakan bukti daya cipta-Nya yang agung. Banyak ayat Al Qur'an juga mengungkapkan kebenaran tematis dan merupakan penegas pandangan Harun Yahya tentang konsep penciptaan tiba-tiba atau ada dari tiada.[89] Misalnya, Allah mengungkapkan bagaimana Dia secara ajaib menciptakan alam semesta dari ketiadaan:

ِض ْرَلْاَو ِتاومّسلا ُعْيِداَب : ةرقبلا) . ُن ْوُكَيَف ْنُك هَل ُل ْوُقَي اَمّنِإَف اًرْمَا ىَضَق اَذِإَو

ىلق

117 (

"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:

"Jadilah". Lalu jadilah ia". (QS. Al- Baqarah, 2: 117)[90]

. ج

ُن ْوُُكَيَف ْنُك ُلْوُُُقَي َمْوَُُيَو

ىلق

ّقَحْلاُُِب َضْرَلْاَو ِتاومّسلا َقَلَخ ىِذّلا َوُهَو

ُهَُلَو ّقَُُحْلا هُُلْوَق

ِروّصلا ىِف ُخَفْنُي َم ْوَي ُكْلُملْا

ِةَداَهّشلاَو ِبْيَغْلا ُمِلاَع

ىلق

: ماعنلا) ُرْيِبَخْلا ُمْيِكَحْلاَوُهَو

ىلق

73 (

"Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-An'a>m, 6: 73)[91]

Allah menciptakan alam semesta menurut kehendak-Nya sehingga dengan firman-Nya “Jadilah”, maka apa pun yang dikehendaki-Nya pasti terjadi. Konsep “Jadilah” sebagaimana dalam firman Allah di atas menurut Harun Yahya adalah suatu keajaiban yang tidak bisa ditafsirkan dalam bentuk penjelasan yang lain. Apabila ada penjelasan lain untuk keajaiban

“Jadilah” berarti telah terjadi penyangkalan diri dan pelanggaran atas

prinsip-prinsip akal sehat.[92]

(25)

Penafsiran harfiah atas konsep “Jadilah” menurut pendapat kreasionis adalah konsep yang mendukung kreasionisme yang berarti sebagai penciptaan secara tiba-tiba. Berbeda dengan pandangan tersebut beberapa pendapat lain seperti Achmad Baiquni menjelaskan bahwa konsep “Jadilah”

mengandung pengertian sesuatu sedang terjadi dan akan terjadi melalui suatu proses yang mengikuti sunatullah yang telah ditetapkan oleh Allah.

Prosesnya merupakan evolusi, misalnya pada tahapan embriogenesis dari nutfah sampai menjadi bayi yang berlangsung melalui perkembangan dalam waktu sekitar sembilan bulan.[93]

Menurut Wahyudi, istilah kun fa yaku>n terkadang disalah tafsirkan dalam penafsiran bim-salabimnya tukang sulap, sehingga saat sains menjelaskan sesuatu proses secara ilmiah tentang fenomena kehidupan maka sains tersebut dipandang menggantikan posisi Tuhan dalam hal penciptaan.

[94]

Sains menjadikan alam sebagai obyek kajian, gejala alam yang disajikan oleh sains merupakan sunatullah sehingga seharusnya tidak menimbulkan kekeliruan pemikiran. Sebagai contoh proses terbentuknya sebuah buku yang tidak mungkin terbentuk tanpa proses dan zat (bahan) yang diperlukan untuk membuat buku, yaitu zat material berupa kertas. Kertas juga tidak mungkin terbentuk begitu saja tanpa proses. Secara analogi dan penalaran yang rasional, Allah memang tidak mungkin disetarakan atau disekutukan dengan yang lainnya karena manusia dan segala materi hanyalah ciptaan- Nya. Pemahaman atas sunatullah dan pola pemikiran yang luas tentang sains dan agama tentu akan memberikan penjelasan bahwa sebenarnya tidak perlu lagi ada sekularisme maupun materialisme sains. Dalam informasi sains juga tidak ada sedikit pun yang bertujuan untuk menggugat dan menafikan keberadaan Allah sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hasil-hasil riset sains.[95]

Perbedaan mendasar antara agama dan paham ateisme, yaitu jika agama mempercayai Allah, sedangkan ateis mempercayai materialisme.

Benar jika dikatakan bahwa evolusi makhluk hidup adalah kajian yang

bersifat materialistik. Hal penting yang perlu ditanyakan di sini adalah

apakah semua kajian materialistik adalah mesti ateis? Sebagian ciri ateis di

atas sebenarnya lebih tepat jika diposisikan pada mereka kaum yang

memiliki pandangan materialisme dialektis sebagai prinsip ajaran

komunisme. Kaum ateis beranggapan bahwa manusia adalah makhluk

(26)

biologis atau binatang cerdas yang berakal, jiwa, dan punya perut. Bagi mereka akal dan jiwa lebih bergantung pada materi (wujud). Kebergantungan mereka pada hal-hal wujudiyah telah menjadikan mereka tidak sekedar mengingkari kekalnya nonragawi, bahkan secara jelas mereka menolak kepercayaan pada agama serta eksistensi Tuhan yang immaterial dan yang telah ada sebelum materi.[96]

Kesimpulan

Sesungguhnya upaya mengkaitkan antara teori buatan manusia (kreasionisme dan teori evolusi) dengan agama adalah hal yang dapat membahayakan pola pikir manusia yang berpikiran sempit. Agama dan Kitab Sucinya adalah kebenaran mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Apabila terjadi interpretasi atau penafsiran yang keliru terhadap Kitab Suci maka justru akan menyalahi kebenaran Kitab Suci itu sendiri. Teori sains dan Kitab Suci maupun ilmuwan dengan agamawan, seharusnya menjadi bagian yang saling melengkapi. Begitu juga dengan teori evolusi, kreasionisme dan agama. Kreasionisme dan evolusi tidak pernah mampu memberikan kebenaran bukti ilmiah dalam hal eksperimentasi yang detail dan dapat diulangi dengan seksama. Kedua teori yang menjelaskan tentang asal-usul kehidupan tersebut hasil dari pikiran manusia yang memprediksi sesuatu yang telah ada jauh sebelum manusia itu sendiri dilahirkan. Waktu Allah menciptakan alam semesta dan kehidupannya, manusia sebagai pencetus teori evolusi maupun kreasionisme belum ada, yang ada dan yang paling awal ada dari semua itu hanya Allah.[110]

Manusia harus meyakini bahwa pada waktu-waktu tertentu bukti ilmiah dari kreasionisme maupun teori evolusi tidak selamanya menjadi pembawa kebenaran absolut, karena semua itu bersifat nisbi. Akal yang dipergunakan sebagai sarana untuk mencapai keputusan akhir tersebut masih dapat terkontaminasi oleh lingkungan dimana pemikir itu tinggal, waktu dimana ia hidup, kecakapan diri dan faktor-faktor lainnya.[111]

Keyakinan ini seharusnya bukan semata-mata taqlid buta tanpa menggunakan anugerah akal pikiran untuk menelusuri ciptaan-Nya dalam tinjauan sains. Sebab, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi telah dikaruniai kemampuan yang sangat istimewa yaitu kekuatan dan kemampuan akal pikiran.

Optimalisasi pemanfaatan akal pikiran pada manusia memang akan memunculkan

kecenderungan untuk terus mencari tahu, menelusuri dan mengkaji fenomena

Referensi

Dokumen terkait

Dalam teori evolusi tersebut, asal usul manusia berasal dari benda- benda tidak bernyawa yang memiliki sel yang amat sederhana, kemudian menjadi tumbuh-tumbuhan, selanjutnya menjadi

"It is widely distributed in the south-eastern region of central South America comprising south-eastern Bolivia, Paraguay, southern Brazil, Uruguay, and southern and central Argentina"