• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Narkotika adalah zat atau obat yang diolah dari tanaman dan bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang memiliki efek pada penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, nyeri atau sakit pada tubuh.1 Narkotika merupakan singkatan dari Narkoba, Psikotoprika dan bahan adiktif lainnya. Narkotika merupakan bahan atau zat yang apabila dimasukkan dalam bagian tubuh manusia baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikkan, dapat memberikan efek perubahan pada pikiran, suasana hati atau perasaan orang yang memakainya. Narkotika dapat memberikan efek ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.

Penggunaan jangka waktu tertentu atas penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan gangguan biologis, psikologis, sosial dan spritual pada orang yang menggunakannya.1 Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan dampak yang sangat besar bagi penggunanya dan lingkungan disekitarnya.

Pengaruh dari narkotika yang dapat menimbulkan ketergantungan menjadi penyebab bagi penggunanya untuk tidak berhenti mengkonsumsi atau menggunakan narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengatur larangan baik pemakai dan pengedar narkoba dengan sanski lebih

1 July Esther and others, „Aspek Hukum Pidana Dampak Penyalahgunaan Narkotika Bagi

(2)

berat dari pada Undang-Undang sebelumnya. Pengaturan Narkotika tidak sekedar fokus terhadap larangan penggunaanya melainkan pengedaran tanpa perizinan yang sah dapat dikenakan sanski pidana narkotika. Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan berdasarkan pada golongan, jenis, ukuran dan jumlah narkotika.

Penggunaan narkoba tanpa perizinan hukum merupakan perbuatan penyalahgunaan, dimana orang yang menggunakan narkoba tanpa hak atau melawan hukum dan aturan yang telah mengatur tentang penggunaan narkotika. Sehingga adanya penegakan hukum dalam memberantas narkotika dengan penerapan sanksi pada pelaku tindak pidana narkotika atau dapat disebut penyalahgunaan narkotika.2

Pelaku penyalahgunaan narkotika yang telah menjalani masa pidana dan melakukan pengulangan kembali disebut pengulangan tindak pidana.

Secara umum dapat dikatakan residivis merupakan suatu peristiwa yang menggambarkan adanya perbuatan tindak pidana yang mengalami pola pengulangan, pengulangan ini tidak dilihat bentuk perbuatan kejahatan yang serupa atau tidak. 3

Residivisme secara istiah dipahamkan sebagai adanya perbuatan kejahatan berulang (relapse of criminal behavior), pelaku tindak pidana mengalami penangkapan kembali (rearrest), adanya pemberian sanksi pidana kembali (reconviction), dan pemberian sanksi pidana penjara

2 Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

3 M Mustofa, Metode Penelitian Hukum (Prenada Media, 2015), Hlm. 41.

(3)

kembali (reimprisonment).4 Yang dilakukan oleh orang yang sama.

Residivis merupakan salah satu bagian pemberat pidana, diana penjatuhan pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana maksimalnya.

Pengaturan residivis diatur dalam buku ke II KUHP Pasal 368, 367 dan 388, tentang Kejahatan. Seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku residivis apabila sudah memenuhi syarat-syarat adanya residivis. Suatu tindak pidana dapat dikatakan residivis jika memenuhi sebab-sebab berikut:

1. Penjahatnya adalah orang yang sama;

2. Perbuatan kejahatan berulang dan kejahtan untuk tindak pidana yang dahulu telah dikeluarkan sanksi pidana dalam bentuk keputusan hakim;

3. Pelaku kejahatan telah pernah melaksanakan sanksi hukuman yang dijatuhkan terhadapnya;

4. Pengulangan perbuatan kejahatan terjadi dalam masa waktu tertentu.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur 2 (dua) bentuk residivis, yaitu:

1. Residivis umum (general recidive), dimana tidak diperhatikan jenis perbuatan kejahtan pidana yang dilakukan kembali, berdasarkan hal itu maka penetapan dilihat saat pelaku kejahatan melakukan perbuatan pidana kembali.

2. Residivis khusus (special recidivice), dimana penentuan dilihat berdasarkan jenis perbuatan kejahatan pidana yang dilakukan, ketika pelaku kejahatan melakukan pengulangan pada perbuatan kejahatan

4 Prianter Hairi Jaya, „Konsep Dan Pembaruan Residivisme Dalam Hukum Pidana Di Indonesia‟, Negara Hukum, 09 (2018), 199–216 <https://doi.org/10.1371/journal.pone.0130390>.

(4)

yang sama dengan perbuatan kejahatan pidana sebelumnya.5

Pemberatan pidana dapat dilakukan dengan memenuhi syarat tambahan, unsur syarat tambahan untuk memperberat bukan merupakan masalah pokok tindak pidana yang bersangkutan artinya tindak pidana tersebut dapat terjadi tanpa adanya unsur ini.

Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana dapat terletak bermacam-macam:

1. Pada akibat yang timbul setelah perbuatan dilakukan, misalnya akibat luka berat atau kematian.

2. Pada objek tindak pidananya, misalnya pada ibu, anak, istrinya, pejabat yang menjalankan tugasnya.

3. Pada cara melakukan perbuatanya, misalnya dengan tulisan atau gambaran yang ditempelkan di muka umum.

4. Pada subjek hukum tindak pidana, misalnya dokter, juru obat dan bidan.

5. Pada waktu dilakukannya tindak pidana, misalnya belum lewat 2 tahun.

6. Pada berulang perbuatanya, misalnya pencarian atau kebiasaan.6

Penjatuhan jenis pidana tambahan tidak dapat berdiri sendiri artian tidak bisa lepas dari pidana pokok, melainkan hakim menjatuhkan harus bersama dengan pidana pokok. Hakim sebagai bagian lembaga peradilan memiliki wewenang untuk mengadili sebagaimana diatur dalam undang-

5 La Patuju and Sakticakra Salimin Afamery, „Residivis Dalam Perspektif Sosiologi Hukum‟, Jurnal Hukum Volkgeist, 1.1 (2019).Hlm.106

6 . Margono, Asas Keadilan, Kemanfaatan, Dan Kepastian Hukum Dalam Putusan Hakim, ed. , Cetakan 1 (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2019), Hlm. 66

(5)

undang, proses pengadilan merupakan proses fungsi hakim dalam sebuah perkara dimana untuk membantu menyelesaikan perkara, memeriksa dan memutuskan perkara dengan berlandaskan asas bebas, jujur dan tidak ada rasa memihak serta membeda-bedakan orang di sidang pengadilan. Namun demikian, ditemukannya fakta-fakta hukum yang brekaitan dengan perkara yang dihadapi hakim dan dijadikan dasar untuk menyelesaikan perkara yang ditetapkan oleh hakim.7

Terdakwa dalam putusan No. 289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika didakwakan dengan Pasal 144 ayat 1 berbunyi “ Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menukar, atau menyerahkan narkotika Golongan 1, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 tahun”. Penyalahgunaan obat terlarang berdasarkan penyidikan terhadap Putusan Nomor 289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg, yang penulis melakukan penyelidikan untk menyelidiki putusan tersebut. Dalam putusan tersebut, terdakwa merupakan pelaku khusus berulang atau residivis yang diatur dalam Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dan terdakwa merupakan pelaku berulang berdasarkan hasil putusan terdahulu yaitu Putusan No. 368/Pid.Sus/2015/PN.Tpg.

Bedasarkan putusan No.368/Pid.Sus/2015/PN.Tpg terdakwa dikenakan Pasal 144 ayat 1 “ Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara

7 Firman Floranta Adonara, „Prinsip Kebebasan Hakim Dalam Memutus Perkara Sebagai Amanat Konstitusi’, Jurnal Konstitusi, Vol.12 No.2. Hlm. 218.

(6)

dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1”

melakukan perbuatan menyerahkan narkotika golongan 1 setelah menjual kepada sanksi. Dalam Putusan No.386/Pid.Sus/2015/Pn.Tpg, terdakwa divonis lima tahun penjara, dan terdakwa berulang kali melakukan penyalahgunaan narkoba dalam kurun waktu dua tahun sejak berakhirnya masa hukumannya. Karena adanya tuntutan residivis, maka perbuatan terdakwa termasuk dalam delik residivis dan akan ada sanksi pidana tambahan berdasarkan Pasal 114 (1) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.

Terdakwa dikenakan Pasal 114 ayat 1 UU No 35 Tahun 2099 tentang Narkotika dalam putusan hakim menetapkan sanksi pidana penjara selama 5 (lima) tahun walaupun terdakwa terbukti sebagai status residivis dan termasuk dalam pertimbangan pemberatan pidana namun penetapan sanksi pidana belum sesuai dengan Pasal 144 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana berdasarkan Pasal 144 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, “Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127, Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimum ditambah dengan 1/3 (sepertiga).”

Penjatuhan pidana dalam suatu kejahatan pidana perlu lah mencapai tujuan dari pemindanaan itu sendiri, dimana adanya suatu sanksi pidana

(7)

sebagai bukti adanya tindak pidana. Dalam hal tersebut maka pencapaian dari sanksi pidana yang diberikan dapat efektif dan sesuai dengan yang diharapkan dan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa residivis dalam studi putusan ini peneliti menganggap menarik dan perlu diteliti dengan analisa terkait pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana yang diberikan oleh putusan hakim. Maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul

“ANALISI SANKSI PIDANA TERHADAP RESIDIVIS TINDAK

PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN

No.289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg)”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dicapai berdasarkan uraian latar belakang masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada residivis narkotika berdasarkan studi putusan No.289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg?

2. Bagaimana penerapan pemberatan pidana terhadap residivis tindak pidana narkotika dalam UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika berdasarkan studi putusan No.289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg?

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan yang dicapai berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada residivis narkotika berdasarkan studi putusan No.289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg.

2. Untuk menganalisa pemberatan sanksi pidana pada residivis narkotika dalam UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika berdasarkan studi putusan No.289/Pid.Sus/2021/PN.Tpg.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoritis dan praktis bermanfaat sebagai berikut:

1.1.4. Secara Teoritis

Secara teoritis, ilmu hukum dari hasil penelitian bermanfaat dan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana.

1.1.5. Secara Praktis

Secara praktis, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang pemenuhan kewajiban penegakan hukum dan memberikan inspirasi untuk penelitan lebih lanjut yang berkaitan dengan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Putusan yang pertama bahwa terdakwa sedang menjalani pidana penjara selama 3 tahun dan belum habis sanksi pidananya tetapi pada putusan kedua hakim tidak

Dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun terhadap terdakwa, hakim telah mempertimbangan fakta-fakta hukum yang didapat dalam persidangan dan

Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang dijatuhkan oleh hakim apabila dalam persidangan ternyata terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

Berkaitan dengan penjatuhan tindak pidana, khususnya korban penyalahgunaan narkotika golongan I pada putusan Pengadilan Negeri Bangkalan nomor 14/Pid.B/2014/PN.Bkl

Bagi orang asing yang kemudian ternyata terbukti melakukan tindak pidana keimigrasian maka dapat diproses dengan dua cara, yaitu dengan tindakan keimigrasian, yaitu dikenakan

Bagaimakah pengaruh kualitas pelayanan fiskus, pengetahuan pajak terkait penerapan PP No.46 tahun 2013,sanksi pajak dan sosialisasi terkait panerapan PP No.46 tahun 2013

Sanksi pidana bagi perantara transaksi/jual beli narkotika Golongan 1 menurut Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah “dipidana dengan pidana

Hukuman berupa penjara, denda, dan uang pengganti yang dikenakan terhadap terdakwa dalam perspektif hukum pidana Islam menunjukkan bahwa pemberian sanksi pidana dalam pemberantasan