• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Bab 2 Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Bab 2 Tinjauan Pustaka"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Kota Balikpapan

Jenis batuan sedimen yang tersingkap pada daerah Balikpapan terdiri dari 4 formasi. Jika dilihat dari lembar peta geologi Balikpapan, struktur endapan yang terdapat di daerah Balikpapan sebagian besar berupa formasi balikpapan (tmbp) dan formasi kampungbaru (tpkb), alluvial, dan formasi balang. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai satuan geologi Kota Balikpapan (Karya, 2016):

1. Satuan Geomorfik Perbukitan Bergelombang Sedang

Satuan geomorfik ini menempati sebagian besar kota Balikpapan kurang lebih 55% terutama dibagian Utara – Barat Laut yang merupakan daerah hutan lindung, sebagian di timur laut meliputi sebagian dari Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kecamatan Balikpapan Selatan, dan Kecamatan Balikpapan Timur. Litologi penyusunan satuan geomorfik ini antara lain perselingan antara batupasir kuarsa, batu lempung, serpih dan sisipan batubara dengan dikontrol struktur geologi berupa antiklin dan siklin dengan kemiringan yang relatif landai sampai sedang.

2. Satuan Geomorfik Perbukitan Bergelombang Lemah

Satuan geomorfik ini memiliki bentuk pola selingan dengan perbukitan bergelombang sedang kurang lebih 30% luasnya dan kemiringan 5-15%

dan menempati bagian tengah Kota Balikpapan tepatnya di Lembah Sungai Wain, Daerah Gunung Bahagia sampai Gunung Binjai dalam wilayah Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kecamatan Balikpapan Selatan, dan Kecamatan Balikpapan Timur. Litologi penyusunnya antara lain batu pasir kuarsa, batupasir dengan konkresi/nodul besi, serpih, batu lanau, sisipan batubara dan dikontrol struktur geologi berupa homoklin yang merupakan

(2)

6 sayap antiklin atau siklin dengan kemiringan landai sehingga membentuk lembah homoklin.

3. Satuan Dataran Alluvial

Alluvial merupakan hasil pelapukan batuan yang lebih tua dan endapan sungai yang terdiri atas kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur.

Struktur geologi kota Balikpapan merupakan daerah perbukitan yang dikontrol oleh perlipatan.

Wilayah Kota Balikpapan dikontrol oleh perlipatan yang ada yaitu antiklin dan sinklin yang berarah timur laut dan barat daya. Pada kekar yang terbentuk mempunyai arah dengan sumbu lipatan (Luthfi & Sunarwan, 2009). Satuan ini menempati pantai sebelah timur dari Sepinggan hingga Teritip, lembah-lembah di sekitar Sungai Wain, Sungai Somber, dan Sungai Manggar Besar dan sebagian pantai di Teluk Balikpapan.

Berdasarkan statigrafi menurut Hidayat dan Umar (1994) pada Gambar 2.1, wilayah Kota Balikpapan tersusun atas empat satuan batuan yaitu (Karya, 2016):

a. Satuan Endapan Pasir (Endapan Alluvial)

Satuan ini sebagian besar tersebar disepanjang pantai timur dari Kota Balikpapan terutama daerah Manggar, Lamaru, Teritip dan di kiri- kanan Sungai Wain dan Sungai Somber.

b. Formasi Kampungbaru

Formasi kampungbaru (tpkb) pada endapan permukaannya terdapat batu lempung pasiran, pasir kuarsa, batu lanau, sisipan batubara, napal, batu gamping dan lignit. Untuk tebal sisipan pada batubara dan lignit kurang dari 3m. Pada bagian bawahnya ditandai oleh lapisan batubara.

Batu gamping mengandung fosil miogypsina sp., Lepidocyclina sp., Amonia Yabei dan Pseudorotalia cattiliformis, yang berumur Miosen Akhir-Pliosen. Pada formasi kampungbaru diendapkan dilingkungan delta dan laut dangkal untuk tebal formasi tpkb 700-800 m (Hidayat &

Umar, 1994). Singkapan batubara yang cukup tebal (>3 m) dapat dijumpai di Dusun Gunung Binjai. Adapun penyebarannya meliputi

(3)

7 bagian Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Timur.

c. Formasi Balikpapan

Formasi balikpapan pada endapan permukaan terdapat perselingan batu pasir kuarsa, batu lempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batu gamping dan batubara. Di daerah yang merupakan formasi tmbp terdapat batu gamping yang mengandung fosil Flusculinella borneoensis Tan, Miogypsina, lepidocyclina sp, dan Cycloclypeus annaulatus yang menunjukkan umur miosen tengah bagian atas. Pada lingkungan ini pengendapannya litoral-laut dangkal dengan ketebalan 800 m (Hidayat & Umar, 1994). Formasi ini tersebar di sebagian bagian barat laut dan barat daya Kota Balikpapan yang meliputi Kecamatan Balikpapan Selatan, Kecamatan Balikpapan Tengah dan sebagian Kecamatan Balikpapan Barat.

d. Formasi P. Balang

Satuan ini secara regional terdiri dari batupasir kuarsa, batupasir gampingan, batu lanau dengan sisipan batubara. Formasi ini tersingkap di P. Balang dan di bagian ujung barat laut wilayah Kota Balikpapan, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Balikpapan (dimodifikasi oleh penulis, 2020)

(4)

8 Sebagian besar lahan Kota Balikpapan memiliki jenis tanah podsolik merah kuning dan pasir kuarsa serta bertekstur kasar dengan ikatan batuannya lemah karena tanah yang terbentuk dari batuan yang umumnya relatif muda. Sifat tanah yang disebutkan sebelumnya sangat mudah tererosi dan jenuh dari air. Jenis tanah yang terdapat di Kota Balikpapan dijelaskan sebagai berikut (Hamid, 2012).

Alluvial merupakan jenis tanah yang terdiri dari material pasir, lempung dan lumpur yang terbentuk pada lingkungan sungai dan pantai. Jenis tanah ini menempati kira-kira seluas 5% dari Kota Balikpapan. Pada jenis tanah ini tersedia minimal cukup unsur hara yang berguna bagi tumbuhan. Akan tetapi, sebagian besar tanah ini dipengaruhi oleh unsur bahan induk sehingga menjadi kurang subuh untuk lahan pertanian. Podsolik merah kuning yaitu jenis tanah ini menempati wilayah Kota Balikpapan sekitar 80%, keadaan tekstur tanah liat, porositas jelek dan mudah larut. Tanah pasir merupakan jenis tanah yang menempati sekitar 15% dari wilayah Kota Balikpapan. Jenis tanah pasir ini mengandung kuarsa, lempung serta serpih dan sisipan napal dan batubara, dengan warna kecoklatan kelabu, rapuh, porositas baik dan memiliki tingkat erosi sanggat tinggi.

Secara morfologis Kota Balikpapan terdiri dari 85% kawasan perbukitan berjenis tanah podsolik merah kuning yang memiliki karakter topsoil tipis dan struktur tanah yang mudah tererosi. Sedangkan, 15% lainnya merupakan daerah dataran yang terletak di sepanjang pantai timur dan selatan wilayah Kota Balikpapan dengan jenis tanah umumnya adalah alluvial (Karya, 2016).

2.2 Metode Potensial Diri (Self Potential)

Metode polarisasi Self Potential atau spontan (SP) dirancang pada tahun 1830 oleh Robert Fox. Metode ini menggunakan elektroda berlapis tembaga yang terhubung ke galvanometer untuk mendeteksi sulfida tembaga bawah tanah.

Metode SP telah diperluas untuk penyelidikan air tanah dan panas bumi, serta juga digunakan sebagai bantuan untuk pemetaan geologi, misalnya, untuk menggambarkan zona geser dan patahan dekat permukaan. Self Potential dihasilkan dari sumber alami dari bumi. Potensial yang diukur dapat bernilai kurang dari satu milivolt (mV) hingga lebih dari satu volt, dan tanda (positif atau

(5)

9 negatif) dari potensial merupakan faktor diagnostik penting dalam interpretasi anomali SP (Reynold, 2011).

Metode Potensial Diri (Self Potential) adalah metode geofisika pasif, seperti metode gravitasi dan metode magnetik. Metode SP melibatkan pengukuran potensial listrik pada satu set titik pengukuran yang disebut Self Potential station.

Pada sampel potensial listrik (atau medan listrik) dapat digunakan terbalik untuk menentukan sumber penyebab arus di dalam tanah dan memperoleh informasi penting mengenai gangguan air tanah, gangguan hidromekanik dan geokimia (Jardani & Revil, 2013).

Secara teknis prinsip metode SP yaitu mengukur tegangan statis alam menggunakan dua buah elektroda berpori yang ditancapkan kepermukaan bumi kemudian dihubungkan dengan voltmeter digital. Self potential alam yang terdapat di permukaan bumi dihasilkan akibat proses mekanik dan elektrokimia di bawah permukaan. Proses mekanik yang dapat menghasilkan potensial diri yaitu potensial elektrokinetik dan proses elektrokimia dihasilkan dari potensial difusi, potensial nerst dan potensial mineraliasi. Pada awalnya, metode SP digunakan dalam penentuan daerah yang mengandung mineral logam hingga metode ini dikembangkan dan digunakan untuk mencari mineral logam yang berkaitan dengan sulfida, grafit dan magnetit (Sehah & Raharjo, 2011).

Pada dasarnya self potential merupakan tegangan listrik searah atau direct current (DC) yangterjadi di permukaan bumi yang bervariasi secara lambat.

Kemunculan self potential terkait dengan pelapukan batuan/mineral, variasi mineral di dalam batuan, aktivitas biolistrik untuk bahan organik, gradien tekanan dan temperatur pada permukaan cairan, serta gejala alam lainnya. (Sehah &

Raharjo, 2011). Terdapat beberapa tipe anomali SP yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tipe anomali self potential (Reynold, 2011)

Sumber Tipe Anomali

Potensi mineral

Negatif ≈ ratusan mV Badan bijih sulfida ( pirit, Kalkopirit,

pirhotit, sfalerit, galena) Badan bijih grafit

(6)

10

Sumber Tipe Anomali

Magnetit + lainnya secara elektronik mineral konduktif

Batubara Mangan Urat kuarsa

Positif ≈ puluhan mV pegmatit

Background potentials

Aliran cairan, reaksi geokimia dll Positif +/-negatif ≤ 100 mV Bioelectric (tanaman, pohon) Negatif ≤ 300 mV

Pergerakan air tanah Positif atau negatif hingga ratusan mV

topografi Negatif hingga 2V

Pada Tabel 2.1 tipe anomali SP dibagi menjadi beberapa sumber. Untuk tipe anomali negatif mendekati ratusan mV berasal dari sumber potensi mineral, bijih sulfida (pirit, kalkopirit, pirhotit, sfalerit, galena), bijih grafit, magnetit dan lainnya secara elektronik mineral konduktif, batubara, mangan. Tipe anomali positif mendekati puluhan mV berasal dari sumber urat kuarsa dan pegmatit.

Beda potensial alami (background potential) akan muncul akibat beberapa hal antara lain (Telford, Geldart, & Sheriff, 1990): aliran fluida, aliran fluida dikontrol oleh suhu permukaan maupun suhu bawah permukaan dari mediumnya dan akibat cuaca. Aktivitas bioelektrik akibat organisme diakibatkan oleh proses penyerapan air pada akar tumbuhan dan penyerapannya adalah ion-ion negatif.

Konsentrasi larutan elektrolit pada air diakibatkan oleh berpindahnya ion-ion yang di dalam larutan elektrolit ke air bawah permukaan untuk mencapai kesetimbangan atau akibat pengaruh dari luar. Reaksi geokimia, yaitu terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi pada zona mineralisasi (Telford, Geldart, & Sheriff, 1990).

Keunggulan metode SP daripada metode geolistrik lainnya adalah metode SP sangat responsif terhadap target bawah permukaan yang bersifat konduktif, seperti mineral logam dan mineral sulfida, serta dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tofografi tidak datar (Sehah & Raharjo, 2011).

(7)

11 2.3 Fixed-Base & Gradient

Terdapat 2 metode yang digunakan dalam survei metode self potential yaitu fixed-base dan gradient. Metode fixed-base pada Gambar 2.2 menyimpan satu elektroda di satu tempat tanpa memindahkannya. Elektroda ini disebut elektroda tetap dan bertindak sebagai titik referensi untuk semua pengukuran lainnya. Elektroda lainnya cukup dipindahkan ke depan sepanjang lintasan. Hasil survei diplot terhadap jarak dari elektroda tetap. Anomali yang didapatkan menunjukkan mineralisasi pada daerah tersebut. Keunggulan metode fixed-base baik untuk mendeteksi anomali kecil dan lebih akurat daripada metode gradient.

Akan tetapi kekurangannya membutuhkan kawat yang sangat panjang (Markus, 2017).

Metode gradient pada Gambar 2.3 dimulai dengan dua elektroda yang satu di titik awal dan elektroda lainnya pada jarak yang sudah ditentukan. Kemudian memindahkan setiap elektroda dalam setiap jarak antar elektroda. Contoh, elektroda pada 10 meter begerak ke 20 meter dan elektroda pada titik nol bergerak ke titik 10 meter dan seterusnya. Keunggulan dari metode gradient yaitu jika mengukur 1000 meter, hanya memerlukan kabel 10 meter di antara kedua elektroda. Akan tetapi, kekurangan pada metode gradient akan terdapat kesalahan pada setiap pembacaan. Jadi, saat menjumlahkan semua pengukuran gradient, akan menambahkan kesalahan. Kesalahan tersebut cenderung menyembunyikan anomali kecil (Markus, 2017).

∆𝑉

∆𝑉

∆𝑉

∆𝑉

p p p p p

Gambar 2.2 Teknik Fixed-Base

(8)

12 Gambar 2.3 Teknik Gradient

2.4 Potensial elektrokinetik

Potensi elektrokinetik (Ek) atau biasa disebut streaming potential merupakan hasil dari proses sebuah elektrolit yang mengalir melalui kapiler atau medium berpori, potensialnya diukur di ujung kapiler. Potensial yang timbul dari proses ini dirujuk sebagai alternatif sebagai elektrofiltrasi, elektromekanis atau streaming potential. Menurut hukum Helmholtz, aliran arus listrik berhubungan dengan gradient hidrolik dan kuantitas yang dikenal sebagai koefisien elektrofiltrasi, untuk memperhitungkan sifat fisik, listrik elektrolit dan jaringan melalui medium elektrolit yang telah lewat. Penting juga bahwa air mengalir sejajar pada salah satu batas geologi atau di permukaan bebas (mis. permukaan air). Berikut persamaan besar resultan beda potensial antara ujung gaya pada potensial elektrokinetik :

𝐸𝑘 = 𝜀𝜇𝐶𝐸𝛿𝑃

4𝜋η ………(2.1)

Pada persamaan 2.1 ε adalah konstanta dielektrik pada elektrolit (farad/m), μ adalah konstanta resistitivas pada elektrolit (ꭥm) dan η adalah konstanta viskositas dinamik pada elektrolit (𝑁𝑠 𝑚⁄ 2), δP adalah perbedaan tekanan (𝑁𝑚2);

dan 𝐶𝐸 adalah koefisien elektrofiltrasi (Reynold, 2011).

Pada Gambar 2.4 merupakan grafik potensial elektrokinetik yang diperoleh pada situasi geologi yang berbeda dengan nilai karakteristik yaitu horizontal boundary flow (batas aliran horizontal). Pada Gambar 2.4 menjelaskan antarmuka tanah yang ditandai dengan kontrasnya dalam potensial elektrokinetiknya. Potensial cenderung meningkat dalam positifitas dengan arah aliran air karena arus muatan listrik mengalir ke arah yang berlawanan.

P P P P P

(9)

13 Akibatnya, muatan negatif yang mengalir menanjak dan terdapat anomali SP yang besar pada topografi tertinggi (Reynold, 2011).

2.5 Potensial Difusi

Potensial difusi atau bisa disebut liquid junction potentials disebabkan oleh perpindahan larutan ionik dengan konsentrasi berbeda (Telford, Geldart, &

Sheriff, 1990). Potensial difusi memiliki nilai berkisar hingga puluhan millivolt mungkin karena perbedaan dalam mobilitas elektrolit yang memiliki konsentrasi yang berbeda di dalam air tanah. Agar mekanisme ini dapat menjelaskan proses terjadinya potensial difusi, sumber yang mampu mempertahankan ketidakseimbangan dalam konsentrasi elektrolitik diperlukan, jika tidak perbedaan konsentrasi akan menghilang seiring waktu oleh difusi. Berikut Persamaan yang digunakan potensial difusi :

𝐸𝑑 =−𝑅𝑇 (𝐼𝑎−𝐼𝑐)

𝑁𝐹 (𝐼𝑎+𝐼𝑐) ln (𝐶1

𝐶2)………(2.2) Pada persamaan 2.2 𝐼𝑎 dan 𝐼𝑐 adalah mobilitas anion (+ve) dan kation (- ve); R adalah konstanta gas universal (8.314 J K− 1mol − 1); T adalah suhu absolut (K); n adalah valensi ionik; F adalah konstanta faraday (96487 C mol− 1); C1 dan C2 adalah konsentrasi larutan (Reynold, 2011).

2.6 Potensial Nernst

Potensial Nernst (serpih) terjadi ketika ada perbedaan potensial antara dua elektroda yang direndam dalam larutan homogen dan konsentrasi larutan berbeda secara lokal. Dapat dilihat dari Persamaan 2.3 bahwa bentuk persamaan untuk potensial nernst adalah kasus khusus untuk potensial difusi dan dapat dengan mudah digabungkan untuk membentuk potensial elektrokimia. Untuk larutan

Gambar 2.4 Grafik Elektrokinetik Horizontal Boundary Flow (Reynold, 2011)

(10)

14 natrium klorida (NaCl) pada suhu 25°C dengan rasio konsentrasi 5:1, potensial elektrokimia adalah sekitar ± 50 mV. Potensial nernst sangat penting pada pengolahan logging dengan baik, dalam hal ini disebut potensial serpih. Juga dapat dilihat dari Persamaan 2.3 bahwa potensial elektrokimia secara langsung tergantung pada perbedaan konsentrasi (C1/C2) dan suhu. Semakin tinggi suhu dan semakin besar perbedaan konsentrasi, semakin besar potensial elektrokimia.

Karena alasan ini, pengukuran potensial diri sangat penting dalam eksplorasi sumber daya panas bumi ketika suhu jelas meningkat dan konsentrasi garam di dalam air tanah juga cenderung menjadi tinggi. Berikut persamaan potensial nernst :

𝐸𝑁 =−𝑅𝑇

𝑛𝐹 ln (𝐶1

𝐶2)………..(2.3) ketika 𝐼𝑎 = 𝐼𝑐 dalam persamaan potensial difusi (Reynold, 2011).

2.7 Potensial Mineralisasi

Potensial mineralisasi atau kontak elektrolitik, merupakan potensial yang dihasilkan pada permukaan konduktor dengan media lain. Paling penting dalam penggunaan SP dalam eksplorasi mineral adalah potensial mineral seperti yang terkait dengan tubuh sulfida masif. Anomali negatif besar dapat diamati khususnya lebih dari pirit dan kalkopirit dan konduktor elektronik lainnya.

Potensial mineral juga telah diamati lebih dari sphalerite dan orbodies porfiri cukup mengejutkan karena mineral ini memiliki sedikit konduktor (Reynold, 2011).

Sato dan Mooney (1960) telah memberikan penjelasan yang paling sering tentang proses elektrokimia (Gambar 2.5) yang menyebabkan adanya anomali potensial diri yang diamati meskipun tidak ada hipotesis yang belum mampu menjelaskan semua potensial mineral yang ada. Ketika bijih sulfida melewati permukaan air, elektrokimia katodik setengah sel terbentuk dari penurunan reduksi kimia ion dalam elektrolit di sekitarnya, yaitu memperoleh elektron.

Sebaliknya, di bawah permukaan air, sel elektrokimia anodik beroperasi ketika oksidasi dominan dan ion kehilangan elektron. Peran dari bijih masif adalah untuk memungkinkan aliran elektron dari bagian bawah bijih ke bagian atas. Hasil bersih dari proses ini adalah bahwa permukaan atas menjadi negatif dibebankan

(11)

15 (karenanya anomali SP negatif) dan bagian bawah menjadi bermuatan positif.

Namun, faktanya adalah hipotesis ini tidak menjelaskan semua kemunculan potensial diri yang menunjukkan proses fisik yang sebenarnya lebih rumit dan belum sepenuhnya dipahami (Reynold, 2011).

2.8 Penelitian terdahulu

Tabel 2.2 adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu

No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

1 (Handoko, Darsono, &

Darmanto, 2016)

Metode : metode self potential diri dengan teknik basis tetap interval 10 meter.

Hasil : hasil pemetaan menunjukkan adanya sebaran anomali yang diindikasikan sebagai akumulasi air lindi.

Hasil penyebaran anomali 1 kedalaman ujung atas (h) 5,45 m, ujung bawah (H) 17,62 m, dan kemiringan anomali (𝜃) 840. Anomaly 2 kedalam ujung atas (h) 5,45 m, ujung bawah (H) 11,22 m, kemiringan anomali (𝜃) 73,70.

2 (Masyithah, 2017)

Metode : menggunakan metode self potential dan resistivitas.

Hasil : Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa kemungkinan adanya retakan yang mengakibatkan rembesan pada tanggul yang diukur pada kedalaman sekitar 5-50m.

3 (Indriani, Metode : menggunakan metode self potential dengan Gambar 2.5 mekanisme anomali self potential (Vebrianto, 2016)

(12)

16 No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

Nurwidyanto,

& Haryono, 2007)

teknik elektroda titik tetap, pemodelan bola dan teori Bhattacharya.

Hasil : hasil berupa kedalman dari pusat bola adalah 19,5 m, 23,68 m, serta 40,8 m dan sudut polarisasi 70°, 71,38° serta 100°

4 (Zulfaa, 2018)

Metode : Metode self potential dengan teknik leap frog dan pemodelan lempeng miring.

Hasil : hasil pada penampang A-B berupa kedalaman ujung atas (h) = 67,401 m kedalaman ujung bawah (H) = 77,39 m dan kemiringan benda penyebab anomali ((𝜃) = 27.35°.

Referensi

Dokumen terkait

Bab II yaitu Kerangka Teori Yang terdiri dari Tinjauan Pustaka, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis penelitian, pada bab ini menguraikan tentang gambaran Pengaruh

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab ini akan diurutkan tentang penelitian terdahulu dan teori-teori relevan dengan pokok bahasan dalam penelitian TA ini, khususnya yang berkaitan dengan