SERIAL KEPUSTAKAAN
PENUAAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL
oleh:
dr. Gede Wirata, S.Ked (NIK. 1991280520170112001)
DEPARTEMEN ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
JANUARI 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya artikel kepustakaan yang berjudul “Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Tulisan kepustakaan ini disusun dalam perencanaan dasar untuk pengembangan karya tulis bagian antomi sebagai salah satu bacaan bagi maasiswa baru yang berminat pengetahuan mikroanatomi. Dalam penyusunan tulisan ini, berbagai bantuan, petunjuk serta saran dan masukan penulis dapatkan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pihak Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan yang telah diberikan, baik secara moral maupun material.
2. Tim Departemen Anatomi FK UNUD yang kami hormati, atas masukan dan bimbingan atas kajian ilmu lama untuk dikembangkan kembali.
3. Seluruh civitas akademika Universitas Udayana, yang penulis banggakan, dan pihak-pihak yang turut mendukung baik secara moral maupun material, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, kesehatan dan pengetahuan secara luas.
Denpasar, 15 Januari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ...
BAB I PENDAHULUAN ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...
2.1 Penuaan ... ...
2.1.1 Definisi Penuaan ... ...
2.1.2 Efek Penuaan ... ...
2.1.3 Tahap Proses Penuaan ... ...
2.1.4 Teori Penuaan...
2.2 Perubahan Jaringan Otot Selama Proses Penuaan ...
2.2 Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal ...
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Biologi menegaskan bahwa banyak fungsi tubuh menurun seiring bertambahnya usia. Semua sel, jaringan, dan organ dipengaruhi oleh penuaan, dengan variabilitas yang terlihat antara individu karena perbedaan susunan genetik dan gaya hidup. Tanda-tanda penuaan luar mudah dikenali. Kulit dan jaringan lain menjadi lebih tipis dan kering, elastisitas berkurang, keriput dan tekanan darah tinggi. Rambut berubah menjadi abu-abu karena folikel menghasilkan lebih sedikit melanin, pigmen coklat rambut dan iris mata. Wajah terlihat lembek karena serat elastis dan kolagen menurun di jaringan ikat dan otot hilang.
Kacamata dan alat bantu dengar dapat menjadi bagian dari kehidupan ketika indra perlahan-lahan memburuk, semua karena elastisitas berkurang.
Tinggi keseluruhan menurun ketika tulang kehilangan kalsium dan mineral lainnya. Dengan bertambahnya usia, cairan menurun pada diskus tulang rawan fibrosa yang diselingi di antara vertebra di tulang belakang. Sendi kehilangan tulang rawan dan kaku. Banyak jaringan, termasuk otot-otot, kehilangan massa melalui proses yang disebut atrofi. Lumps dan kekakuan menjadi lebih luas. Sebagai akibatnya, pembuluh darah, dan saluran udara menjadi lebih kaku. Otak dan sumsum tulang belakang kehilangan massa. Syaraf tidak mengirimkan impuls dengan kecepatan dan frekuensi yang sama seperti di masa lalu. Beberapa kehilangan kejernihan pikiran dan ingatan dapat menyertai penuaan. Masalah yang lebih berat tidak selalu terkait dengan proses penuaan dan mungkin gejala penyakit yang mendasari.
Oleh karena itu, penting untuk dikaji secara mendasar bagaimana perubahan histologis jaringan dasar yang terjadi mengikuti perkembangan proses penuaan itu sendiri. Pada kenyataannya, proses penuaan adalah hal yang pasti terjadi dalam hidup ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
2.1.1 Definisi Penuaan
Tidak ada yang tahu bagaimana dan mengapa orang berubah saat mereka bertambah tua. Beberapa teori menyatakan bahwa penuaan disebabkan oleh luka dari sinar ultraviolet seiring waktu, kerusakan pada tubuh, atau produk sampingan dari metabolisme. Teori-teori lain memandang penuaan sebagai proses yang ditentukan sebelumnya yang dikendalikan oleh gen.
Tidak ada proses tunggal yang dapat menjelaskan semua perubahan penuaan. Penuaan adalah proses kompleks yang bervariasi tentang bagaimana hal itu mempengaruhi orang yang berbeda dan bahkan organ yang berbeda.
Kebanyakan ahli gerontologi (orang yang mempelajari penuaan) merasa bahwa penuaan disebabkan oleh interaksi banyak pengaruh seumur hidup. Pengaruh- pengaruh ini termasuk faktor keturunan, lingkungan, budaya, diet, olahraga dan rekreasi, penyakit masa lalu, dan banyak faktor lainnya (Bccampus, 2018).
Tidak seperti perubahan masa remaja, yang dapat diprediksi dalam beberapa tahun. Beberapa sistem mulai menua berawal sejak usia 30. Proses penuaan lainnya tidak umum sampai jauh di kemudian hari. Beberapa perubahan selalu terjadi pada penuaan serta perubahan-perubahan terjadi pada tingkat yang berbeda dan pada tingkatan yang berbeda. Tidak ada cara untuk memprediksi dengan tepat bagaimana seseorang akan menua.
2.1.2 Efek Penuaan
Sejumlah gejala penuaan yang khas dialami oleh mayoritas atau oleh sebagian besar manusia selama masa hidup mereka, antara lain:
- Seseorang kehilangan kemampuan untuk mendengar suara berfrekuensi tinggi di atas 20 kHz (Valliente, 2014).
- Pada pertengahan 20-an, penurunan kognitif dimulai (Desjardins dkk, 2012; Finkel dkk, 2013).
- Keriput berkembang terutama karena photoageing, terutama yang mempengaruhi area yang terkena sinar matahari (wajah) (Thurstan dkk, 2012).
- Setelah memuncak pada pertengahan 20-an, kesuburan wanita menurun.
- Setelah usia 30 massa tubuh manusia menurun hingga 70 tahun dan kemudian menunjukkan redaman osilasi (Gerasimov, 2004).
- Orang yang berusia di atas 35 tahun berisiko mengalami presbyopia dan kebanyakan orang mendapat manfaat dari kacamata baca pada usia 45–50 tahun. Penyebabnya adalah pengerasan lensa dengan menurunkan tingkat α-crystallin, suatu proses yang mungkin dipercepat oleh suhu yang lebih tinggi (Pathai,dkk, 2013).
- Sekitar usia 50, rambut menjadi abu-abu (Phandi, 2013). Pola kerontokan rambut pada usia 50 tahun mempengaruhi sekitar 30% -50%
laki-laki dan seperempat perempuan.
- Menopause biasanya terjadi antara 49 dan 52 tahun (Takahashi, 2015).
- Pada kelompok usia 60–64, insiden osteoartritis meningkat menjadi 53%. Hanya 20% yang melaporkan melumpuhkan osteoarthritis pada usia ini (Elaine, 2014).
- Hampir setengah dari orang yang lebih tua dari 75 memiliki gangguan pendengaran (presbycusis) menghambat komunikasi lisan.
- Pada usia 80, lebih seseorang berisiko menderita katarak atau pernah menjalani operasi katarak.
- Frailty, didefinisikan sebagai hilangnya massa otot dan mobilitas, mempengaruhi 25% dari mereka yang berusia di atas 85 tahun (Fried, 2001).
- Aterosklerosis diklasifikasikan sebagai penyakit penuaan. Ini menyebabkan penyakit kardiovaskular (misalnya stroke dan serangan jantung) yang secara global merupakan penyebab kematian paling umum (Wang, 2012).
Demensia menjadi lebih umum seiring berkembangnya usia lanjut (Larson, 2013). Sekitar 3% orang berusia antara 65 dan 74, 19% antara 75 dan 84,
dan hampir setengah dari mereka yang berusia lebih dari 85 tahun menderita demensia (Umphred, 2012). Spektrum berkisar dari gangguan kognitif ringan hingga penyakit neurodegeneratif Alzheimer, penyakit serebrovaskular, penyakit Parkinson dan penyakit Lou Gehrig. Selain itu, banyak jenis memori menurun seiring proses penuaan, tetapi tidak dengan memori semantik atau pengetahuan umum seperti definisi kosakata, yang biasanya meningkat atau tetap stabil sampai dewasa akhir (Schaie, 2005). Kecerdasan menurun dengan bertambahnya usia lanjut, meskipun angka bervariasi tergantung pada jenisnya dan mungkin pada kenyataannya tetap stabil sepanjang sebagian besar masa hidup.
2.1.3 Tahap-tahap Proses Penuaan
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis. Proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011):
1. Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar.
Karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
2. Tahap transisi (usia 35 – 45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.
3. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
2.1.4 Teori Penuaan
Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldmann dan Klatz, 2003)
Wear and Tear Theory
Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terakumulasi.
Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan sel yang terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi ke tingkatan sel (Pangkahila, 2011).
Teori ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung pada terjadinya suatu kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat kerusakan terjadi lebih cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel juga merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Sistem pemeliharaan pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat berpengaruh terhadap perbaikan tubuh sebagai kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011).
Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan mekanismenya adalah
merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011).
Teori wear and tear meliputi:
a. Teori Kerusakan DNA
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses penyembuhan yang tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan DNA yang terakumulasi dalam waktu lama, dapat mencapai suatu keadaan dimana basis molekul sudah mengalami kerusakan yang berat. Kerusakan molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar, seperti radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila, 2011).
b. Teori Penuaan Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami penuaan dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di dalam sel dalam jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak berpasangan sehingga bersifat sangat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.
Molekul utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan yang terjadi pada sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu metabolisme sel, juga merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya bisa berakibat kanker dan kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit agar tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan mengalami kerusakan akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana akan terbentuk lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldmann dan Klatz, 2003).
Programmed Theory
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin, masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya meninggal.
a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel
Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands terdapat struktur khusus yang disebut telomer. Setiap replikasi sel telomer mengalami pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel.
Dan setelah sejumlah pembelahan sel tertentu, telomer telah dipakai dan pembelahan sel terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomer tersebut menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri (Pangkahila, 2011).
b. Proses Imun
Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau perubahan protein protein paska translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan sistem imun dalam tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi pada orang lanjut usia (Pangkahila, 2011).
c. Teori Neuroendokrin
Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, sehingga fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal.
Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan berakibat pada gangguan berbagai fungsi tubuh. Terapi sulih
hormon dikatakan dapat membantu untuk mengembalikan fungsi hormon tubuh sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldmann dan Klatz, 2003).
2.2 Perubahan Jaringan Otot pada Proses Penuaan
Perubahan utama yang terkait dengan penuaan adalah atrofi otot.
Kehilangan massa otot progresif dimulai sekitar usia 40 tahun; Diperkirakan sekitar 8% per dekade hingga usia 70 tahun dan kemudian meningkat menjadi 15% per dekade (Kim, dkk, 2013). Pergeseran dalam komposisi serat otot terjadi di usia lanjut dengan penurunan serat glikolitik cepat besar (Tipe II)(Fielding, dkk, 2011). Perubahan neuron motorik juga telah diamati. Pada proses penuaan, jumlah dan aktivitas unit motor mengalamai penurunan berujung pada kerusakan kontrol motorik (Joseph, dkk, 2016). Perubahan jenis serat dapat terjadi ketika myofibril tipe II dihidupkan kembali oleh neuron motorik tipe I.
Kehilangan massa otot bersifat multifaktorial dan tidak sepenuhnya dipahami kondisi yang terjadi pada lansia dan beberapa penyakit sistemik (Bonaldo dan Sandri, 2013). Meski agen penyebab utamanya termasuk berkurangnya aktivitas fisik, perubahan hormonal, resistensi insulin, kerentanan genetik, kehilangan nafsu makan dan kekurangan nutrisi, kontribusi mereka terhadap hal proses penuaan yang normal belum sepenuhnya dipahami.
Kesinambungan fisiologis otot skeletal bergantung pada keseimbangan antara faktor anabolik dan katabolik. Kehilangan massa otot hasil dari penurunan yang tidak proporsional dalam sintesis protein otot dan/atau peningkatan dalam pemecahan protein (Gambar 1) (Fielding, dkk, 2011). Ada bukti kuat bahwa anabolic drive berkurang pada penuaan. Jalur anabolik yang penting menginduksi sintesis protein melibatkan aktivasi phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) / serine treonine kinase (Akt), yang menstimulasi mammalian target of rapamycin (mTOR) (Bodine, dkk, 2001). Sebagian besar rangsangan anabolik, seperti: insulin dan IGF-1, latihan, dan testosteron, meningkatkan regulasi jalur tersebut (Ali dan Garcia, 2014).
Gambar 2.13. Efek penuaan pada jalur sinyal yang terkait dengan sintesis protein dan degradasi protein. Merah: jalur katabolik. Biru: jalur anabolik. Garis putus- putus: penghambatan. Garis putus-putus: tidak ada stimulasi. Perubahan utama yang terkait dengan penuaan adalah atrofi otot. Kehilangan otot hasil dari penurunan yang tidak proporsional dalam sintesis protein otot dan/atau peningkatan kerusakan protein. Sintesis dan degradasi protein diatur oleh beberapa rangsangan yang berbeda, yang mengaktifkan beberapa jalur pensinyalan.
Peran katabolisme protein yang meningkat pada perubahan otot belum dipahami sepenuhnya. Jalur proteolitik utama yang dapat ditemukan di otot rangka: jalur lisosomal, jalur Ca2+ dependent, jalur caspase dependent, dan jalur ubiquitin-proteasome dependent (Mangner, dkk, 2013). Sistem ubiquitin- proteasome adalah salah satu jalur terpenting yang bertanggung jawab untuk degradasi intraseluler protein otot lurik (Carter, dkk, 2015). Namun, perannya masih kontroversial selama proses penuaan; data terbaru menunjukkan bahwa
degradasi protein lebih mungkin dimediasi oleh calpain tergantung Ca2+ dan jalur autophagy dari sistem ubiquitin-proteasome (Bowen, dkk, 2015).
Di bawah kondisi fisiologis, proses autofagi diatur secara ketat;
penghambatan autophagy menyebabkan akumulasi sampah intraseluler, sementara itu aktivasi berlebihan dikaitkan dengan kematian sel dan hilangnya massa otot (Fan, dkk, 2016). Jalur PI-3K/Akt/mTOR serta perangsangan sintesis protein, menghambat degradasi protein (Ali dan Garcia, 2014). PI-3K/Akt menghambat faktor transkripsi kotak O (Fox-O), induktor kuat dari sistem ubiquitin-proteasome, dan mTOR menurunkan aktivitas caspase. Selanjutnya, aktivitas fisik menstimulasi Fox-O, yang juga dapat menghambat jalur mTOR.
Ditambah lagi dengan penurunan jumlah dan aktivitas neuron motorik yang lebih rendah berkontribusi pada ketidakaktifan dan kerusakan otot (Joseph, dkk, 2016).
Sel-sel satelit adalah sumber utama regenerasi otot; Namun, tidak jelas apakah penurunan jumlah atau kapasitas regeneratif mereka terlibat dalam penuaan (Fry, dkk, 2015). Jalur lain yang mungkin terlibat dalam atrofi otot adalah myostatin, anggota dari keluarga growth factor-β. Myostatin disekresikan oleh sel otot jantung dan otot skeletal, dan bertindak secara lokal oleh modulasi negatif massa otot skeletal. Myostatin menghambat jalur Akt/mTOR, mengaktifkan Fox-O, dan menurunkan jumlah sel dan regenerasi sel (Sandri, 2008).
Mitokondria mengintegrasikan beberapa sinyal sel termasuk pasokan energi, generasi ROS, dan apoptosis. Penurunan dalam jumlah dan fungsi mitokondria diamati selama penuaan dan berkontribusi untuk mengurangi bioenergetika mitokondria, peningkatan produksi ROS mitokondria, dan apoptosis sel (Kang, dkk, 2013; Calvani, dkk, 2013). Apoptosis mengurangi ukuran otot dengan mengurangi jumlah serat dan menurunkan rasio nukleus-ke-sitoplasma dengan target penghilangan myonuclei. Mitophagy, penghapusan dan degradasi bagian disfungsional mitokondria, juga berubah selama penuaan (Wawrzyniak, 2016). Peroxisome proliferator-activated receptor gamma coactivator 1-alpha (PGC-1α) adalah pengatur biogenesis utama mitokondria dalam otot rangka. Data terbaru menunjukkan bahwa pengurangan dalam pensinyalan PGC-1α dikaitkan dengan Akt yang menurun dan ekspresi mTOR dalam penuaan (Wentz, 2009).
Selanjutnya, over ekspresi PGC-1α melemahkan mitokondria, apoptosis, autophagy, aktivitas proteasome, dan kehilangan massa otot.
Perubahan dalam mitokondria dianggap sangat berkontribusi perubahan otot terkait usia. Baru-baru ini, peran zat besi pada perubahan otot telah menarik minat peneliti. Defisiensi zat besi telah dikaitkan dengan beberapa perubahan seperti penurunan kapasitas fisik dan massa otot; perubahan ration serat oksidatif- ke-glikolitik; penurunan mioglobin; penurunan mitokondria dan kepadatan cristae mitokondria; dan mengurangi metabolisme oksidatif dengan peningkatan aktivitas glikolitik (Pietrangelo, dkk, 2009).
Peradangan tidak dianggap sebagai faktor penting yang menyebabkan hilangnya otot pada proses penuaan yang normal (Ebner, dkk, 2014). Meskipun peningkatan kadar Interleukin-6 dapat terjadi pada usia lanjut, dan peningkatan faktor nekrosis tumor alpha (TNF-α) pada individu lanjut usia telah dikaitkan dengan berkurangnya kekuatan dan massa otot, tidak jelas apakah aktivasi peradangan adalah karena penuaan saja atau komorbiditas lain yang mendasarinya. Selanjutnya, peradangan jalur yang melibatkan NF-κB biasanya tidak mengaktifkan pengecilan otot.
2.3 Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal
Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu: modeling dan remodeling. Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled sehingga masa tulang yang hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut.
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih porous.
Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula
dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan, laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa tulang (Nair, 2005).
Pada sinovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi, terjadi celah, dan lekukan di permukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan jaringan peri artikuler mengalami degenerasi Semuanya ini menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesulitan dalam gerak yang kompleks. Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena atropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat.
Selain penurunan masa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak (Nair, 2005).
Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air sangat menurun, fibrokartilago meningkat dan perubahan pada mukopoliskarida). Akibatnya diskus ini menonjol ke perifer mendorong periosteum yang meliputinya dan lig.
intervertebralis menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini akan mengalami kalsifikasi dan membentuk osteofit. Keadaan seperti ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis. Discus intervertebralis total merupakan 25%
dari seluruh collumna vertebralis sehingga degenerasi diskus dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut. Spondilosis servikalis berakibat 2 hal pada a.vertebralis, yaitu: osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrales dan pada posisi tertentu bahkan dapat mengakibatkan oklusi pembuluh arteri ini; dan berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat a. verterbalies menjadi berkelok-kelok. Pada posisi tertentu pembuluh ini dapat tertekuk sehingga terjadi oklusi (Nair, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Ali S, Garcia JM. Sarcopenia, cachexia and aging: Diagnosis, mechanisms and therapeutic options. A minireview. Gerontology. 2014; 60: 294-305
Bccampus. Anatomy and Physiology. Chapter 4. The Tissue Level of
Organization; 2018. [Diakses: 20 Mei 2018]
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/5-1-layers-of-the-skin/
Bodine SC, Stitt TN, Gonzalez M, Kline WO, Stover GL, Bauerlein R, Zlotchenko E, Scrimgeour A, Lawrence JC, Glass DJ, Yancopoulos GD.
Akt/mTOR pathway is a crucial regulator of skeletal muscle hypertrophy and can prevent muscle atrophy in vivo. Nat Cell Biol. 2001; 3: 1014-19.
Bonaldo P, Sandri M. Cellular and molecular mechanisms of muscle atrophy. Dis Model Mech. 2013; 6: 25-39.
Bowen TS, Schuler G, Adams V. Skeletal muscle wasting in cachexia and sarcopenia: molecular pathophysiology and impact of exercise training. J Cachexia Sarcopenia Muscle. 2015; 6: 197-207.
Calvani R, Joseph AM, Adhihetty PJ, Miccheli A, Bossola M, Leeuwenburgh C, Bernabei R, Marzetti E.Mitochondrial pathways in sarcopenia of aging and disuse muscle atrophy. Biol Chem. 2013; 394: 393-414.
Carter HN, Chen CC, Hood DA. Mitochondria, muscle health, and exercise with advancing age. Physiology. 2015; 30: 208-223.
Desjardins, Richard; Warnke, Arne Jonas . "Ageing and Skills". OECD Education Working Papers; 2012. doi:10.1787/5k9csvw87ckh-en.
Ebner N, Elsner S, Springer J, von Haehling S. Molecular mechanisms and treatment targets of muscle wasting and cachexia in heart failure: an overview.
Curr Opin Support Palliat Care. 2014; 8: 15-24
Elaine Thomas; Peat, George; Croft, Peter (2014). "Defining and mapping the person with osteoarthritis for population studies and public health".
Rheumatology (Oxford). 53 (2): 338–345. doi:10.1093/rheumatology/ket346 Fan Y, Li Z, Han S, Lv C, Zhang B. The influence of gait speed on the stability of
walking among the elderly. Gait Posture. 2016; 47: 31-6
Fry CS, Lee JD, Mula J, Kirby TJ, Jackson JR, Liu F, Yang L, Mendias CL, Dupont-Versteegden EE, McCarthy JJ, Peterson CA. Inducible depletion of satellite cells in adult, sedentary mice impairs muscle regenerative capacity without affecting sarcopenia. Nat Med. 2015; 21: 76-80.
Fielding RA, Vellas B, Evans WJ, Bhasin S, Morley JE, Newman AB, Abellan van Kan G, Andrieu S, Bauer J, Breuille D, Cederholm T, Chandler J, De Meynard C, et al. Sarcopenia: an undiagnosed condition in older adults.
Current consensus definition: prevalence, etiology, and consequences.
International Working Group on Sarcopenia. J Am Med Dir Assoc. 2011; 12:
249-56.
Finkel, Deborah; Reynolds, Chandra A. (9 July 2013). "Behavior Genetics of Cognition Across the Lifespan". Springer Science & Business Media – via Google Books.
Fried, LP; Tangen, CM; Walston, J; Newman, AB; Hirsch, C; Gottdiener, J;
Seeman, T; Tracy, R; Kop, WJ; Burke, G; McBurnie, MA (Mar 2001). "Frailty
in older adults: evidence for a phenotype". The Journals of Gerontology. Series A, Biological Sciences and Medical Sciences. 56 (3): M146–56.
doi:10.1093/gerona/56.3.m146
Gerasimov, I.G.; Ignatov, D.Yu. (2004). "Age Dynamics of Body Mass and Human Lifespan". Journal of Evolutionary Biochemistry and Physiology. 40 (3): 343–349. doi:10.1023/B:JOEY.0000042639.72529.e1
Joseph AM, Adhihetty PJ, Leeuwenburgh C. Beneficial effects of exercise on age- related mitochondrial dysfunction and oxidative stress in skeletal muscle. J Physiol. 2016; 594: 5105-23.
Kang C, Chung E, Diffee G, Ji LL. Exercise training attenuates aging-associated mitochondrial dysfunction in rat skeletal muscle: role of PGC-1α. Exp Gerontol. 2013; 48: 1343-50
Kim TN, Choi KM. Sarcopenia: Definition, epidemiology, and pathophysiology. J Bone Metab. 2013; 20: 1-10.
Larson, EB; Yaffe, K; Langa, KM (12 December 2013). "New insights into the dementia epidemic". The New England Journal of Medicine. 369 (24): 2275–7.
doi:10.1056/nejmp1311405
Nair KS, 2005. Aging Muscle. Am J Clin Nutr 2005; 81:953-963.
Pandhi, D; Khanna, D (2013). "Premature graying of hair". Indian journal of dermatology, venereology and leprology. 79 (5): 641–53. doi:10.4103/0378- 6323.116733
Pathai, S; Shiels, PG; Lawn, SD; Cook, C; Gilbert, C (March 2013). "The eye as a model of ageing in translational research--molecular, epigenetic and clinical aspects". Ageing research reviews. 12 (2): 490–508.
doi:10.1016/j.arr.2012.11.002. PMID 23274270
Pietrangelo L, D’Incecco A, Ainbinder A, Michelucci A, Kern H, Dirksen RT, Boncompagni S, Protasi F. Agedependent uncoupling of mitochondria from Ca2⁺ release units in skeletal muscle. Oncotarget. 2015; 6: 35358-71. doi:
10.18632/oncotarget.6139.
Rodriguez Valiente A, Trinidad A, Garcia Berrocal JR, Gorriz C, Ramirez Camacho R (April 2014). "Review: Extended high-frequency (9–20 kHz) audiometry reference thresholds in healthy subjects". Int J Audiol. 53 (8): 531– 545. doi:10.3109/14992027.2014.893375. PMID 24749665
Sandri M. Signaling in muscle atrophy and hypertrophy. Physiology. 2008; 23:
160-70.
Schaie, K. Warner (2005). Developmental Influences on Adult Intelligence.
doi:10.1093/acprof:oso/9780195156737.001.0001
Takahashi, TA; Johnson, KM (May 2015). "Menopause". The Medical clinics of North America. 99 (3): 521–34. doi:10.1016/j.mcna.2015.01.006
Thurstan SA, Gibbs NK, Langton AK, Griffiths CE, Watson RE, Sherratt MJ (2012). "Chemical consequences of cutaneous photoageing". Chem Cent J. 6 (1): 34. doi:10.1186/1752-153X-6-34. PMC 3410765 . PMID 22534143 Umphred, Darcy (2012). Neurological rehabilitation (6th ed.). St. Louis, Mo.:
Elsevier Mosby. p. 838. ISBN 978-0-323-07586-2.
Wang JC, Bennett M (2012). "Aging and atherosclerosis: mechanisms, functional consequences, and potential therapeutics for cellular senescence". Circ Res.
111 (2): 245–59. doi:10.1161/CIRCRESAHA.111.261388
Wawrzyniak NR, Joseph AM, Levin DG, Gundermann DM, Leeuwenburgh C, Sandesara B, Manini TM, Adhihetty PJ. Idiopathic chronic fatigue in older adults is linked to impaired mitochondrial content and biogenesissignaling in skeletal muscle. Oncotarget. 2016; 7: 52695-709.
doi:10.18632/oncotarget.10685
Wenz T, Rossi SG, Rotundo RL, Spiegelman BM, Moraes CT. Increased muscle PGC-1alpha expression protects from sarcopenia and metabolic disease during aging. Proc Natl Acad Sci USA. 2009; 106: 20405-10