Penjelasan ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai suatu disiplin ilmu. Muzezin Arifin menyatakan mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki kancah pemikiran yang fundamental dan sistematis. Filsafat pendidikan Islam bertujuan menjadikan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai landasan dalam menentukan berbagai kebijakan pendidikan.
KONSEP ILMU DALAM PERSPEKTIF FALSAFAH
Instrumen Meraih Ilmu Pengetahuan
Aspek nafsiah ini mempunyai sejumlah kekuatan sesuai dengan dimensi psikis yang ada di dalamnya, yaitu dimensi al-nafsu, al-'aql dan al-qalb. Dimensi segala kesenangan mempunyai dua kekuatan utama, yaitu kekuatan gadab (marah), yaitu kekuatan untuk menghindari sesuatu yang berbahaya atau menimbulkan hal yang tidak menyenangkan. Dimensi al-fitrah sebagai struktur psikis manusia tidak hanya mempunyai kekuatan, namun juga merupakan identitas hakiki yang memberikan bingkai kemanusiaan bagi al-nafs (jiwa) agar tidak menyimpang dari kemanusiaannya.125. d) Intuitionisme.
Dalam sejarah falsafah Islam, Al-Ghazali dikenali sebagai seorang yang meragui atau meragui kebenaran yang diperoleh melalui akal. Apabila kita mengamati penjelasan al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqis min Al-Dhalal127 (penyelamat kesesatan), nampaknya bagi kita dia ingin mencari kebenaran yang hakiki, iaitu kebenaran yang diyakininya adalah benar-benar kebenaran, seperti kebenaran, contohnya: jika anda melihat bintang, maka ia kelihatan sangat kecil, kemudian kita meneliti bintang itu dengan alat yang canggih, maka kita akan tahu bahawa ia ternyata lebih besar daripada bumi. Pada mulanya al-Ghazali menemui ilmu seperti dalam ilmu tertentu dalam perkara yang ditangkap oleh pancaindera, tetapi kemudiannya ternyata baginya pancaindera itu juga dusta.
Oleh kerana al-Ghazali tidak lagi percaya kepada pancaindera, dia kemudian percaya kepada akal. Intuisi menurut al-Ghazali ialah "sirr al-qalb" (misteri hati) dan aql (akal) sebagai deria keenam yang mana nur ma'rifah (cahaya ilmu) yang murni terpancar dari alam malakut, kerana ia juga tergolong dalam alam malakut.
Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
Alasan besarnya, selain Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam, juga banyak memuat ayat-ayat yang berbicara tentang fenomena alam dan manusia. Pertama menempatkan Al-Qur’an sebagai konsep dasar atau inspirasi, yang kemudian dikembangkan melalui berbagai kajian ilmiah. Kedua, menempatkan Al-Qur’an (ayat qauliyyah) dan alam (ayat kauniyyah) pada dua sumber yang “kurang lebih” setara untuk membangun ilmu pengetahuan. Diagramnya adalah sebagai berikut;133.
Validitas ilmu Pengetahuan
Jika saya mengatakan bahwa Amerika Serikat berbatasan dengan Kanada di utara, maka dalam pendekatan ini pernyataan saya benar, bukan karena konsisten dengan pernyataan lain yang telah dibuat orang sebelumnya atau karena pernyataan tersebut berguna, tetapi karena pernyataan tersebut sesuai. dengan situasi geografis yang sebenarnya. Artinya suatu pernyataan benar apabila pernyataan itu atau akibat dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.139. Jadi, jika suatu teori ilmiah secara fungsional mampu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan suatu fenomena alam tertentu, maka secara praktis teori tersebut benar, dan disekitarnya, dalam kurun waktu yang berbeda, muncul teori lain yang lebih fungsional, maka kebenarannya ditransfer ke dalam. teori baru 140 d) Agama sebagai teori kebenaran.
Jika ketiga teori kebenaran sebelumnya mengutamakan akal, akal, akal dan akal manusia, maka dalam agama dihadirkan wahyu yang berasal dari Tuhan.141. Sesuatu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Akhirnya Al-Ghazali sampai pada kebenaran hakiki tasawuf setelah melalui proses yang sangat panjang dan rumit.
Kebenaran ilmu seperti ilmu sosial bersifat relatif karena sunnatullah berlaku bagi manusia yang seringkali dilanggar oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, kebenarannya harus terus diuji, sedangkan ilmu-ilmu alam (Ilmu Pengetahuan Alam) sepenuhnya sesuai dengan Sunnatullah, dan akibatnya ilmu-ilmu alam maju lebih cepat dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial.143.
Klasifikasi/pembidangan Ilmu Pengetahuan
Inovasi terpenting yang dilakukan Ibnu Haldun, ketika ia menempatkan ilmu-ilmu syariyyah secara proporsional dengan ilmu-ilmu filsafat, ia mengkritik ilmu-ilmu yang dikutuk secara sosiologis dan pragmatis. Hal ini menunjukkan ketidakabsahan teoritis dari disiplin ilmu tersebut, sehingga menimbulkan kebingungan akibat ambivalensi antara ilmu syariah dan filsafat. Ilmu-ilmu syari'ah adalah ilmu yang diperoleh secara taqlid dari Nabi melalui pengkajian dan pemahaman Al-Qur'an dan Hadits dan tidak dapat diperoleh dengan akal semata.
Ilmu aklijah (rasional) adalah ilmu yang diperoleh dengan akal, dalam arti tidak taqlid. Ilmu-ilmu syariat terbagi menjadi empat jenis: (1) Usul (utama), yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Pertama, ilmu pengetahuan alam (Natural Science) yang terdiri dari biologi, fisika, kimia, dan matematika.
Berdasarkan keempat ilmu tersebut, yang selanjutnya disebut ilmu dasar atau ilmu murni (pure science), dikembangkan ilmu-ilmu yang lebih bersifat terapan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu kelautan, ilmu pertambangan, ilmu teknik, informatika, dan ilmu-ilmu lainnya Ilmu-ilmu lainnya yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah. Kedua, ilmu sosial yang terdiri dari sosiologi, psikologi, sejarah dan antropologi.
Integrasi Ilmu Pengetahuan
Untuk mencapai tingkat integritas epistemologis, perlu diupayakan integrasi dalam beberapa aspek, yaitu: integrasi ontologis, integrasi klasifikasi ilmiah, dan integrasi metodologis. Integrasi ontologis merupakan identifikasi subjek yang akan dijadikan tujuan penelitian (objek) ilmu-ilmu yang dikandungnya. Para filosof muslim seperti al-Farabi membangun klasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan tiga kelompok utama ilmu pengetahuan, yaitu:
Ilmu-ilmu alam yang menyelidiki benda-benda alam dan kejadian-kejadian di dalamnya, dibagi menjadi mineralogi, botani, dan zoologi. Metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir Islam sangat berbeda dengan metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir Barat yang hanya menggunakan satu jenis metode ilmiah yaitu observasi. Sedangkan para pemikir Islam menggunakan tiga macam metode menurut tingkatan atau hierarki objeknya, yaitu metode observasional (tajribi), metode logis atau demonstratif (burhani), dan metode intuitif (irfani), yang masing-masing bertumpu pada indera, akal dan hati.155 Integrasi ilmu pengetahuan dan agama dapat dilakukan dengan mengambil inti filsafat agama Islam dan ilmu jiwa sebagai paradigma keilmuan masa depan.
Proses integrasi ini dapat dianggap Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai bagian dari proses Islamisasi peradaban masa depan. Hanya dengan ini kita bisa berharap agar peradaban Islam dunia bisa bangkit kembali: Insya Allah.156.
Islamisasi ilmu Pengetahuan
Oleh karena itu, jika IAIN berkembang menjadi universitas Islam negeri, dapat menjadi simpul jalur kebangkitan peradaban Islam di masa depan, merebut kembali ilmu pengetahuan sebagai anak hilang yang akan berkembang ke arah keislaman yang lebih konstruktif, produktif dan harmonis serta berdaya saing. dengan perguruan tinggi negeri, untuk menjadi pusat unggulan. Pengetahuan yang direkonstruksi dan tidak berlandaskan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bisa “pasti” mengandung unsur kebodohan. Gagasan Islamisasi ini berupaya agar umat Islam memiliki ilmu pengetahuan yang dibangun dari landasan ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, atau ilmu pengetahuan yang berlandaskan ajaran tauhid, yang memandang ilmu pengetahuan modern dan ajaran Islam harus berjalan beriringan. di tangan. bergandengan tangan, karena yang satu dan yang lainnya timbul dari satu kesatuan (tauhid).160.
Islamisasi ilmu pengetahuan yang dikehendaki Al-Faruqi dkk meliputi pengungkapan kembali ilmu sebagaimana yang dikehendaki Islam, yaitu memberikan definisi baru, mengorganisasikan data, mengevaluasi kembali kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan. Secara global, lima program kerja telah dirumuskan Al-Farurqi, yaitu: Penguasaan disiplin ilmu modern; penguasaan harta kekayaan Islam; menentukan relevansi Islam dengan bidang ilmu pengetahuan modern apa pun; sintesis kreatif antara khazanah Islam dan ilmu pengetahuan modern; pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dan ilmu pengetahuan modern serta arah aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan rencana Allah SWT.
Karakteristik Ilmuan Muslim
- Implikasi Terhadap Pendidikan Islam
Amalan yang dilakukan Rasulullah SAW dalam proses perubahan kehidupan sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam setelah Al-Qur'an. Prinsip menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai landasan pendidikan Islam tidak hanya dipandang sebagai kebenaran iman semata. 181 Lihat Fazlur Rahman dalam Ramayulis, Dichotomy of Islamic Education (alasan cara mengatasinya), Makalah IAIN Imam Bonjol Padang, 1995), hal.7.
Oleh karena itu, guru pendidikan Islam mempunyai sifat-sifat unik yang membedakannya dengan yang lain. Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap peserta didik harus selalu sadar akan tugas dan kewajibannya. Sesuai ketentuan Al-Qur'an, inti kurikulum pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan hendaknya diperkuat sebagai unsur utama.
Sebab, sasaran pendidikan Islam adalah masyarakat yang telah mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang. Ciri yang paling menonjol adalah pendidikan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah serta pendidikan Islam yang penuh nilai, tidak bebas nilai.
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Al- Ta’lim, al -Tarbiyah, dan al- Ta’dib
Asas-Asas Pendidikan Islam
Al-Qur'an adalah kalam Allah yang kemudian dijadikan pedoman hidup umat Islam yang tidak ada keraguan lagi. Di dalam al-Quran kita dapati beberapa rujukan antara lain berkaitan pendidikan; Menghormati akal manusia, garis panduan saintifik, sifat manusia, penggunaan cerita. Menurut Muhammad Fadhil al-Jamali, beliau menyatakan: “Sebenarnya al-Quran merupakan khazanah budaya manusia yang agung khususnya di alam rohaniah.
Alasan digunakannya kedua landasan kokoh di atas adalah karena keabsahan prinsip dasar Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia dijamin oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT : Artinya: “Kitab ini (al-Qur’an) tidak ada keraguannya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” Selain Al-Qur'an dan Sunnah, perkataan, sikap dan tindakan sahabat juga dijadikan landasan pendidikan.
Ijtihad ialah penerapan akal budi oleh fuqaha Islam untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadis dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata semakin diperlukan, karena ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah hanyalah prinsip-prinsip dasar.
Esensi Tujuan Pendidikan Islam
Azra menyatakan pendidikan Islam hanyalah salah satu aspek dari ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menekankan pada kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan berinisiatif dalam batas kesusilaan dan al-akhlak al-kharimah. Al-Qur'an sebagai landasan seluruh disiplin ilmu, termasuk pendidikan Islam, secara implisit memberikan gambaran tentang evaluasi pendidikan dalam Islam.
Rumusan World Conference of Muslim Education
UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Esensi Pendidik dalam Perspektif Falsafah Pendidikan
Oleh karena itu, dalam konteks ini, kurikulum pendidikan Islam hendaknya mencakup ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu terapan. Metode pendidikan Islam dan penerapannya bertujuan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya interaksi pendidikan yang kondusif. Tujuan evaluasi tidak hanya pada peserta didik saja, namun dimaksudkan untuk mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam menganut sistem evaluasi yang digariskan Allah SWT dalam Al-Qur'an dan dijabarkan dalam Sunnah yang dilakukan Nabi dalam proses pengembangan risalah Islam. Saifullah, Ali, Antara Filsafat dan Pendidikan, Perusahaan Nasional, Surabaya: 1997 Samsul Nizar “Filsafat Pendidikan Islam” Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Pengertian akhlaq dan pendidikan akhlaq
Tujuan pendidikan akhlaq
Metode-metode pendidikan akhlaq