• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN NILAI PENTING BANGUNAN CAGAR BUDAYA MUSTOKOWENI THE HERITAGE HOTEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PELESTARIAN NILAI PENTING BANGUNAN CAGAR BUDAYA MUSTOKOWENI THE HERITAGE HOTEL"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5 issue 1, Januari 2023 ISSN: 2654-6388

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

1

Pelestarian Nilai Penting Bangunan Cagar Budaya Mustokoweni the Heritage Hotel

Anggrita Salfa Pharmacytha

1,

Mimi Savitri

2

1 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. E-mail: anggritasalfapharmacytha@mail.ugm.ac.id

2 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. E-mail: mimi.savitri@mail.ugm.ac.id

ARTICLE INFO

ABSTRACT Keywords:

Preservation of Important Values, Stakeholders, Cultural Heritage, Mustokoweni the Heritage Hotel.

How to cite:

Anggrita Salfa Pharmacytha, Mimi Savitri. (2024). Pelestarian Nilai Penting Bangunan Cagar Budaya

Mustokoweni the Heritage Hotel. Jambura History and Culture Journal, 5 (1) ,1-24.

DOI:

10.37905/jhcj.v5i1.24226

Mustokoweni the Heritage Hotel as a cultural heritage building which has historical, archaeological, architectural and cultural value requires efforts to preserve the building and its important values.

Conservation efforts have been carried out by Mustokoweni the Heritage Hotel, but these preservation efforts are still not optimal.

This can be seen from the conservation efforts that have been carried out through protection and utilization with the designation of Mustokoweni the Heritage Hotel as a cultural heritage building and used for economic, social and cultural activities. However, development efforts are still not optimal, this is shown by the absence of research discussing Mustokoweni the Heritage Hotel. This research uses descriptive qualitative methods to examine the role of stakeholders in efforts to preserve Mustokoweni the Heritage Hotel.

So the idea generated in this research is an effort to improve preservation through research with the aim of strengthening important values in buildings and strengthening the image of the city of Yogyakarta as a city of culture and a city of students.

Copyright © 2018 JHCJ. All rights reserved.

1. Pendahuluan

Yogyakarta memiliki berbagai macam potensi cagar budaya. Adanya bangunan cagar budaya ini menunjukan nilai penting yang perlu untuk dipertahankan dan dilestarikan. Keberadaan bangunan cagar budaya di suatu kawasan merupakan suatu warisan budaya tangible yang dapat berperan sebagai identitas suatu kawasan (Batubara, 2015: 5). Salah satu Kawasan di

(2)

2 Kota Yogyakarta yang memiliki cukup banyak bangunan cagar budaya adalah Kawasan Jetis.

Kawasan Jetis merupakan kawasan permukiman Eropa semenjak pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII (Darmosugito, 1956: 24–25).

Perkembangan permukiman orang-orang Eropa berkaitan dengan adanya Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet) dari pemerintahan pusat di Batavia pada tahun 1903 (Abbas & Dewi, 1995: 31). Munculnya undang-undang ini menyebabkan kota-kota di Jawa mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat, salah satunya terjadi di Yogyakarta pada tahun 1900 hingga 1930-an. Pertumbuhan dan perkembangan pesat ini memunculkan adanya beberapa bangunan-bangunan yang bercorak Indis.

Salah satu bangunan rumah tinggal bercorak Indis yang masih ada hingga saat ini adalah bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel. Mustokoweni the Heritage Hotel pada awal berdiri merupakan rumah tinggal seorang pelukis Inggris. Bangunan rumah tinggal ini dibangun sekitar tahun 1920-an.

Aristektur bangunan rumah tinggal ini menampilkan karakter arsitektur kolonial Inggris yang berbentuk bungalow. Selanjutnya bangunan ini dibeli oleh Madame Oemi Salamah Prawiro Negoro pada tahun 1930-an (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014).

Mustokoweni the Heritage Hotel merupakan saksi bisu dari perjalanan Akademi Musik Indonesia pertama di Yogyakarta dan pelopor perkembangan dunia mode di Yogyakarta. Oemi Salamah yang merupakan seorang musisi dan guru piano yang secara berkala menyelenggarakan konser musik kamar di rumahnya Jalan Diponegoro 107, Yogyakarta. Kemudian membentuk Himpunan Musik Amatir. Masifnya kegiatan latihan dan konser kemudian membuat Oemi Salamah mendirikan Akademi Musik Indonesia dan memindahkan kegiatan di rumah bercorak Indis yang dibelinya di Jalan AM.

Sangaji Nomor 72. Selain itu rumah ini juga menjadi tempat kursus mode dan secara berkala mengadakan peragaan busana. Tahun 1974 rumah yang dibeli Oemi Salamah ini dijadikan hotel dengan nama Mustokoweni sebagai salah

(3)

3 satu bentuk partisipasi menyukseskan konferensi PATA (Pacific Area Travel Association). (Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, n.d.-a)

Bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014). Pelestarian terhadap nilai penting sebuah bangunan cagar budaya perlu untuk dilakukan. Pelestarian menurut Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011 merupakan sebuah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Isu-isu mengenai permasalahan pelestarian warisan budaya cukup banyak terjadi di Indonesia. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya kemungkinan bahwa masih banyaknya masyarakat yang belum menyadari pentingnya pelestarian warisan budaya (Wibowo, 2014: 59). Selain itu adanya kemungkinan kurang pengetahuannya masyarakat mengenai definisi dari pelestarian itu sendiri juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan dalam pelestarian.

Bagi kota-kota besar, permasalahan pelestarian mungkin sudah mulai digerakkan. Namun, pelestarian yang dilakukan juga masih belum menyeluruh terhadap warisan-warisan budaya yang ‘kecil’ (Wibowo, 2014: 60). Arti kecil disini adalah warisan budaya yang jarang diketahui orang. Bisa dikarenakan kurangnya informasi, kurangnya sosialisasi, maupun kurangnya perhatian dengan suatu warisan budaya tersebut. Permasalahan ini hampir terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Yogyakarta juga menjadi salah satu kota yang memiliki permasalahan tersebut.

Walaupun Yogyakarta memiliki julukan “Kota Kebudayaan” “Kota Pelajar” dan memiliki Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya yang diakui oleh dunia melalui UNESCO (Humas DIY, 2023), tetapi permasalahan pelestarian masih menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Beberapa bangunan cagar budaya di Yogyakarta dapat dikatakan ‘gagal’ dalam upaya pelestarian dan pengelolaannya. Hal serupa terjadi di Kawasan Jetis. Sebagai kawasan yang

(4)

4 sarat akan bangunan cagar budaya, tentunya kawasan ini juga menghadapi permasalahan dalam pelestarian bangunan cagar budayanya.

Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya juga belum bisa menutup kemungkinan adanya konflik dan permasalahan pelestarian. Begitu pula permasalahan yang terjadi di Kawasan Jetis. Salah satunya adalah kasus mengenai perusakan Bangunan Cagar Budaya SMA 17 “1” Yogyakarta (Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, 2015). Bangunan ini pernah menjadi basis perlawanan Republik Indonesia melawan Kolonial Belanda pada Perang Revolusi (Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, n.d.-b). Adanya perusakan terhadap bangunan ini menunjukan adanya kegagalan dalam upaya pelestarian cagar budaya di Kawasan Jetis.

Kasus yang terjadi pada Bangunan Cagar Budaya SMA 17 “1” Yogyakarta merupakan suatu hal yang dapat dihindari, apabila pemilik, pengelola, masyarakat dan pemerintah menyadari akan pentingnya melestarian suatu bangunan cagar budaya. Berangkat dari hal tersebut, Mustokoweni the Heritage Hotel yang merupakan salah satu bangunan cagar budaya memerlukan perhatian khusus dalam upaya pelestarian. Peran antara pemilik, pengelola, masyarakat dan pemerintah merupakan hal yang vital supaya bangunan cagar budaya tidak terbengkalai (Fatimah, 2014).

Walaupun Mustokoweni the Heritage Hotel nampaknya masih dimanfaatkan dengan baik oleh pemilik dan pengelola, namun tidak memungkiri masih terdapat beberapa aspek pelestarian yang masih belum dijangkau. Selain itu, berdasarkan hasil observasi awal, nilai penting Mustokoweni the Heritage Hotel sebagai bangunan cagar budaya masih belum diketahui oleh banyak kalangan, terutama masyarakat Yogyakarta. Sehingga hal inilah yang akan mendasari penulis untuk melakukan penelitian mengenai Mustokoweni the Heritage Hotel.

Selain pendataan Bangunan Cagar Budaya Mustokwoeni the Heritage Hotel yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan tahun 2014 belum ada

(5)

5 penelitian lain yang secara spesifik membahas mengenai Mustokoweni the Heritage Hotel. Fatma Yunita (2014) pernah membahas mengenai Kajian Nilai Penting Kawasan Jetis, namun bagian Mustokoweni the Heritage Hotel tidak dijelaskan secara rinci. Sehingga penelitian ini bermaksud untuk mengawali adanya upaya pelestarian melalui penelitian dengan melakukan analisis sejauh mana peran masyarakat, pemilik, pengelola dan pemerintah dalam upaya pelestarian nilai penting pada bangunan cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel. Selain itu penelitian ini juga memberikan gagasan rekomendasi sebagai upaya pelestarian Mustokoweni the Heritage Hotel.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Mustokoweni the Heritage Hotel menjadi objek dalam penelitian ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang terletak di Kawasan Jetis.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Observasi, wawancara, dan dokumentasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data primer, sedangkan studi pustaka dilakukan untuk menunjang data yang telah didapatkan di lapangan.

Selanjtnya Teknik analisis data yang digunakan yaitu model interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 2018).

3. Hasil

3.1. Sejarah Mustokoweni the Heritage Hotel

Hasil dan pembahasan dapat dipaparkan dengan judul yang sesuai dengan topik permasalahan. Penyajian hasil penelitian disertai dengan tabel, grafik, foto, tabel, atau bentuk lain. Pembahasan tentang hasil yang diperoleh dapat berupa penjelasansecara kuantitatiff maupun kualitatif. Sub judul yang menguraikan hasil penelitian ditulis dengan mengikuti beberapa prinsip sebagai berikut.

(6)

6 Berdirinya Mustokoweni the Heritage Hotel tidak terlepas dari munculnya hunian komunitas Belanda di Kawasan Jetis, Yogyakarta (Yunita, 2019). Hunian komunitas Belanda di Yogyakarta mulai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII (Darmosugito, 1956). Selain itu adanya pemerintah Residen Ament yang memutuskan untuk memperluas permukiman Eropa yang semula 9 wilayah menjadi 10 wilayah menjadi cikal bakal terbentuknya kawasan hunian Eropa di Jetis (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014).

Permukiman Eropa di Jetis merupakan permukiman masyarakat Belanda yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik ini dapat dilihat dari permukiman Jetis di bagian utara berada antara Kali Winongo di barat dan Kali Code di timur. Bagian barat berbatasan dengan Kali Winongo sedangkan bagian selatan dibatasi dengan jalan besar dari Jembatan Badran di atas Kali Winongo ke timur sepanjang Tugu Paal sampai dengan jembatan Gondolayu di atas Kali Code dan bagian timur dibatasi oleh Kali Code (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014). Batas-batas inilah yang menjadi karakteristik tersendiri bagi Kawasan Jetis sebagai permukiman Eropa.

1. Voorb. Afd. v/d.

Kweekschool (saat ini:

Makodim 0734/YKA) 2. Prinses Julianaschool (saat ini: SMKN 2 Yogyakarta dan SMKN 3 Yogyakarta) 3. Kweekschool Inl.

Onderwijzers (saat ini:

SMAN 11 Yogyakarta) 4. Gouv. H.I.S. (saat ini: SMP N 6 Yogyakarta)

5. Gouv. Inl. School (saat ini:

SDN Jetis 1)

6. Centr. Waterschapskantoor (Kantor Pusat Pengairan) 7. Pension “Djetis”

8. Secretariat Waterschaps (Sekretariat Pengairan) 9. Weeskamer 10. Opiumregie 11. Chineesche tempel (Klenteng Poncowinatan) 12. Part. Chin. School (saat ini:

Sekolah Budya Wacana) 13. Autohandel “Mascot”

18. Gouv. Inl. School (saat ini:

SDN Gondolayu)

19. Autohandel “Velodrome”

Gambar.1. Peta Kawasan Jetis Tahun 1925 Sumber: (Yunita, 2019)

(7)

7 Kemunculan permukiman Eropa di Jetis semakin berkembang setelah adanya kebijakan Undang-Undang Desentralisasi I (Decentralitatie Wet) dari pemerintah pusat di Eropa tahun 1903 (Junawan, 1998). Sehingga kota-kota di Indonesia semakin berkembang. Salah satunya yaitu Kota Yogyakarta yang mulai berkembang pesat pada tahun 1900-1930an. Hal inilah yang menjadikan Kawasan Jetis menjadi salah satu Kawasan yang berkembang pesat sebagai kawasan orang-orang Eropa.

Kawasan orang-orang Eropa di Yogyakarta pada umumnya memilki ciri khas bangunan berasitektur Indis. Ciri khas arsitektur Indis ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah Belanda yang menjadikan arsitektur Indis sebagai standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik pribadi, pemerintah, maupun swasta. Bangunan berasitektur Indis juga digunakan pada bangunan-bangunan di Kawasan Jetis (Sektiadi, 2000). Salah satunya pada bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel.

Mustokoweni the Heritage Hotel merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang berada di Kawasan Jetis, tepatnya di Jalan AM Sangaji 72.

Bangunan ini merupakan bangunan berasitektur Indis yang dibangun oleh seorang pelukis Belanda. Arsitektur bangunan ini menampilkan bangunan yang berbentuk Bungalow. Berdiri pada tahun 1920an saat terjadi perluasan permukiman orang-orang Eropa di Yogyakarta, bangunan ini memiliki fungsi sebagai rumah tinggal. (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014)

Hingga selanjutnya pada masa Politik Etis dan masifnya perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, Oemi Salamah yang merupakan istri dari salah satu pendiri Budi Utomo; dr. Mohammad Soelaeman, membeli rumah tersebut di tahun 1930-an (Suhartono, 1994).

Pembelian rumah ini juga berkaitan dengan perkembangan akademi musik dan dunia mode di Yogyakarta. Hal ini berkaitan dengan Madame Oemi Salamah yang merupakan seorang guru piano dan salah satu pelopor perkembangan mode di Yogyakarta (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014)

(8)

8 Rumah yang dibeli oleh Oemi Salamah memiliki peran besar dalam dunia musik dan mode di Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan kelahiran Sekolah Musik Indonesia. Munculnya Sekolah Musik Indonesia ini bermula dari meningkatnya kegiatan latihan dan konser sehingga terbentuk Himpunan Musik Amatir (HMA) (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014: 8).

Dari situlah kemudian kegiatan musik dipindahkan di rumah Oemi Salamah di Jalan AM Sangaji 72 yang sekarang menjadi Hotel Mustokoweni. (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014)

Selain sebagai Sekolah Musik Indonesia, rumah Oemi Salamah juga digunakan sebagai tempat Oemi Salamah memberikan kursus dengan metode Danckaerts. Selain kursus Oemi Salamah juga secara berkala menyelenggarakan peragaan busana. Peragaan busana ini juga dilakukan terkadang di rumah Oemi Salamah maupun di tempat yang lain. Namun, dalam persiapannya rumah Oemi Salamah di Jalan AM Sangaji 72 sebagai tempat persiapan peragaan busana.

Rumah Oemi Salamah hingga tahun 1952 masih terus digunakan sebagai Sekolah Musik Indonesia dan sebagai tempat kursus mode Yogyakarta.

Kemudian rumah Oemi Salamah ini digunakan sebagai asrama mahasiswa.

Hingga pada tahun 1974 Oemi Salamah mengubah rumah yang dimilikinya sebagai hotel. Hal ini berkaitan dengan adanya himbauan pemerintah untuk menyukseskan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association). Kemudian Oemi Salamah berkontribusi dengan mendirikan hotel yang diberi nama Mustokoweni.

Nama Mustokoweni dipilih oleh Oemi Salamah karena memiliki makna bagi Oemi Salamah. Mustokoweni diambil dari nama tokoh pewayangan yang diperankan oleh Oemi Salamah pada pertunjukan tari Srikandi-Mustokoweni yang digelar di Belanda. Pertunjukan tari ini dilakukan pada tahun 1930-an dalam rangka penggalangan dana bagi korban meletusnya gunung Merapi tahun 1930. Nama Mustokoweni masih terus digunakan hingga saat ini dan

(9)

9 dikenal dengan nama Mustokoweni the Heritage Hotel. Selain tetap menjadi hotel, Mustokoweni juga dikembangkan sebagai galeri batik yang mempertahankan keaslian dan pewarnaan alam batik asli (batik indigo) dan sebagai café (Tugu Lor Java).

3.2. Nilai Penting Mustokoweni the Heritage Hotel

Sub judul mengacu ke judul utama, sub sub judul menyesuaikan dengan sub judul utama dan diberi nomor secara berurutan.

Proses identifikasi dan verifikasi sumber daya budaya pada umumnya tidak dapat terlepas dari aspek nilai penting. Nilai penting dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil untuk menentukan Tindakan penetapan khusus dan pelestarian cagar budaya.

Pemahaman mengenai nilai penting diperlukan dalam menentukan apakah suatu warisan budaya dapat masuk dalam kriteria cagar budaya atau tidak.

Nilai penting juga akan ikut menentukan kebijakan, strategi, dan tata cara pengelolaan dan pelestarian warisan budaya (Pearson and Sullivan 1995).

Dalam buku Looking After Heritage Places Pearson and Sullivan (1995) menyebutkan bahwa elemen-elemen nilai penting terdiri dari: (1) nilai estetis;

(2) nilai arsitektural; (3) nilai sejarah; (4) nilai ilmu pengetahuan; dan (5) nilai sosial. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya Nomer 11 Tahun 2010 Pasal 5 menyebutkan:

“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa” (Undang- Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011, n.d.)

Berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya Nomer 11 Tahun 2010 Mustokoweni the Heritage hotel telah memiliki kriteria sebagai cagar budaya.

(10)

10 Dalam penetapannya sebagai cagar budaya, Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki nilai penting yang terkandung didalamnya.

Secara arkeologis, bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya merupakan bangunan bergaya Indis yang memiliki ciri khas perpaduan arsitektur Eropa dan arsitektur tradisional.

Sebagai bangunan yang memiliki peran sebagai Sekolah Musik Indonesia, tempat kurus mode, asrama mahasiswa, dan sebagai hotel sebagai upaya menyukseskan PATA.

Undang-undang Cagar Budaya No 10 tahun 2011 tentang Cagar Budaya menyebutkan bahwa nilai penting bangunan cagar budaya meliputi nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan, nilai penting pendidikan, nilai penting agama, dan/atau nilai penting kebudayaan. Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki beberapa nilai penting yaitu nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan dan nilai penting kebudayaan. Nilai penting ini didasarkan oleh penetepan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut merupakan nilai penting dari Mustokoweni the Heritage Hotel:

a. Nilai Penting Sejarah

Keberadaan bangunan Indis di Kawasan Jetis memiliki nilai yang cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan bangunan Indis yang menjadi bukti sejarah mengenai adanya keadaan masyarakat pada awal abad 20-an, baik sisi sosial maupun ekonominya. Bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel apabila dilihat dari unsur-unsur bangunannya menunjukan bahwa dahulu bangunan tersebut dimiliki oleh orang yang mempunyai status ekonomi yang cukup tinggi. Dibangun pada tahun 1900an merupakan rumah tinggal milik pelukis Inggris yang kemudian dibeli oleh orang Indonesia, yaitu Oemi Salamah istri dari dr. Soeleiman (Wakil Ketua Budi Utomo)(Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014: 8).

(11)

11 Selain itu keberadaan Mustokoweni the Heritage Hotel juga menjadi bukti adanya sejarah permusikan di Yogyakarta. Dimulai dari terbentuknya Himpunan Musik Amatir (HMA) hingga didirikannya Sekolah Musik Indonesia di kediaman Oemi Salamah hingga tahun 1952. Selain sebagai bukti sejarah perjalanan musik Indonesia, Mustokoweni the Heritage Hotel juga merupakan tempat kurus mode; dengan Oemi salamah sebagai pelopor mode di Yogyakarta.

Mustokoweni the Heritage Hotel juga menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia yang sedang menyelenggarakan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) didukung oleh Oemi Salamah dengan menjadikan rumahnya sebagai hotel. Nama hotelnya-pun diambil dari nama tokoh wayang yang diperankan dalam sebuah tarian di Belanda untuk penggalangan dana korban meletusnya Gunung Merapi tahun 1930.

b. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu arkeologi dan arsitektur. Bagi ilmu arkeologi bangunan ini dapat digunakan sebagai kajian tentang rekonstruksi budaya masa lampau. Bangunan Indis memiliki arsitektur yang khas yaitu mencirikan percampuran arsitektur Eropa dan arsitektur tradisional Jawa.

Setting bangunan dan pembagian ruangan juga mencirikan konsep bangunan Indis.

(12)

12 Gambar 2 dan 3. kiri: Mustokoweni the Heritage Hotel Tampak Depan; kanan: Halaman Tengah

Mustokoweni the Heritage Hotel.

Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Gambar 2 dan 3 menunjukan bahwa Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki ciri khas arsitektur corak Indis. Corak Indis merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa dan Jawa. Perpaduan arsitektur ini disesuaikan dengan kebutuhan, status sosial penghuni, macam dan luas ruang yang diperlukan, serta daerah dan lingkungannya (Soekiman, 2011: 5). Pada Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki atap limasan, bouvenlicht, dan kolom penyangga pada bagian depan rumah. Hal tersebut menunjukan ciri khas dari rumah tinggal berarsitektur Indis di Indonesia terutama di Jawa. Ciri khas tersebut dipengaruhi oleh budaya Jawa dan iklim tropis di Indonesia. Tampilan dinding yang polos (ciri arsitektur Indis awal masih kental dengan ornamen dan ragam hias) juga menjadi salah satu ciri dari bangunan Indis di Indonesia yang tampak pada Mustokoweni the Heritage Hotel. Namun ornamen dan ragam hias tampak cukup banyak pada bagian tengah bangunan.

c. Nilai Penting Kebudayaan

Nilai penting kebudayaan dapat dibuktikan dengan melihat keselarasan antara komponen-komponen bangunan dan ornamen-ornamen yang ada pada bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel. Adanya keselarasan ini merupakan

(13)

13 keselarasan antara keindahan dan nilai seni (art value). Hal ini menunjukan ciri khas pada Kawasan Jetis pada abad 20-an.

Gambar 4, 5, dan 6. Kiri: Ornamen silang tertutup dan bunga mekar pada diding tangga;

tengah: ornament bunga kuncup pada ujung dinding tangga; kanan: ornamen silang pada sepanjang dinding tangga.

Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Gambar 4, 5, dan 6 menunjukan bahwa Mustokoweni the Heritage Hotel yang awalnya didirikan sebagai rumah tinggal memiliki beberapa ornamen khas pada bangunan corak Indis. Walaupun bangunan rumah tinggal ini tidak memiliki cukup banyak ornamen, beberapa ornament khas telah menunjukan bahwa rumah tinggal ini dibangun dengan adanya keselarasan antara keindahan dan nilai seni.

3.3. Pelestarian Bangunan Cagar Budaya

Istilah pelestarian mengandung dua pengertian yaitu statis dan dinamis (Brata et al., n.d., : 152). Pengertian statis dalam pelestarian berarti menyangkut upaya mempertahankan keadaan aslinya tanpa merubah yang telah ada dan tetap mempertahankan kondisinya yang sekarang (Sedyawati, 1997).

Sedangkan pengertian dinamis mempunyai pengertian sebuah upaya mempertahankan keadaan cagar budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Pengertian dinamis ini sejalan dengan pengertian pelestarian yang tertuang

(14)

14 dalam Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011. (Undang- Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011, n.d.)

Upaya pelestarian ini mencakup pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Ketiganya memiliki pengertian; pelindungan merupakan upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusanahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya; pengembangan merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adapasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian; pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. (Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011, n.d.)

Sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang memiliki nilai penting, Mustokoweni the Heritage Hotel melakukan beberapa upaya yang berkaitan dengan pelestarian nilai penting. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dilapangan, berikut merupakan uraian pelestarian nilai penting terhadap bangunan cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel.

3.4. Pelestarian Statis Mustokoweni the Heritage Hotel

Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian pelestarian statis; pelestarian berarti menyangkut upaya mempertahankan keadaan aslinya tanpa merubah yang telah ada dan tetap mempertahankan kondisinya yang sekarang (Sedyawati, 1997). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, Mustokoweni the Heritage Hotel masih mempertahankan fasad asli bangunan.

Namun, terdapat beberapa penambahan-penambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu, fungsi dari setiap ruang yang ada pada bangunan terdapat perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini juga berkaitan dengan pelestarian yang dilakukan oleh pemilik dan pengelola

(15)

15 Mustokoweni. Mustokoweni sebagai hotel tentunya kalah megah dengan hotel- hotel yang ada saat ini. Namun, sebuah upaya pelestarian dengan mempertahankan keaslian fasad bangunan menunjukan daya tarik tersendiri bagi Mustokoweni. Sehingga nuansa “kuno” dan “tradisional” masih terasa dan menjadikan Mustokoweni the Heritage Hotel masih diminati oleh wisatawan terutama wisatawan asing.

Pelestarian statis pada bangunan cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel juga berkaitan dengan pelestarian nilai penting yang berkaitan dengan nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Mustokoweni the Heritage hotel yang terus mempertahankan fasad asli bangunan memperlihatkan arsitektur khas yang ada pada abad 20an dan masih dapat bertahan hingga saat ini. Selain itu, bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel yang mempertahankan fasad asli bangunan juga menunjukkan nilai penting sejarah sebagai eks Sekolah Musik Indonesia, asrama pelajar, dan sebagai hotel yang berperan mensukseskan konferensi PATA.

Saat ini pelestarian bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel masih dilakukan oleh pemilik dan pengelola bangunan. Komunitas resmi masih belum ikut andil dalam pelestarian bangunan cagar budaya ini. Namun, pemilik dan pengelola Mustokoweni the Heritage Hotel berusaha untuk terus melestarikannya terutama dalam hal menjaga fasad asli bangunan. Hal ini juga didukung bahwa pemilik bangunan ini merupakan lulusan arsitektur yang tentunya paham akan fasad bangunan kolonial.

3.5. Pelestarian Dinamis Mustokoweni the Heritage Hotel

Pengertian mengenai pelestarian dinamis yang sejalan dengan Undang- Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011 merupakan upaya mempertahankan keadaan cagar budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Dalam perkembangannya Mustokoweni the Heritage Hotel tetap mempertahankan pelestarian terhadap nilai penting bangunan cagar budaya.

(16)

16 Upaya yang dilakukan Mustokoweni the Heritage Hotel dalam upaya pelestarian nilai penting dinamis diantaranya:

a. Melindungi

Pelindungan merupakan sebuah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran (Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011, n.d.). Dalam upaya melindungi nilai penting pada bangunan cagar budaya, Mustokoweni the Heritage Hotel melakukan pemeliharaan terhadap bangunan.

Pemeliharaan merupakan upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari. Berkaitan dengan pemeliharaan sebenernya hampir memiliki kesamaan dengan pelestarian statis. Namun, dalam hal ini lebih pada upaya menjaga dan merawat bangunan. Mustokoweni the Heritage Hotel terus melakukan perawatan terhadap bangunan sehingga kondisi fisik bangunan tetap terjaga. Selain itu Mustokoweni the Heritage Hotel juga menerapkan konsep tradisional.

Upaya dalam melindungi ini dapat dilihat dengan Musokoweni yang tetap mempertahankan keaslian pada kompleks. Pada bagaian dalam bangunan masih terlihat arsitektur Indis yang merupakan ciri khas bangunan yang didirikan pada abad 20-an. Upaya mempertahankan keaslian kompleks ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan maupun pengunjung yang menginap atau sekedar singgah di Mustokoweni the Heritage Hotel.

Sebagai upaya melindungi dengan mempertahankan keaslian nilai bangunan dapat dilihat dengan banyaknya perabot-perabot lawasan (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014, p. 8) (gambar 7). Selain perabot lawasan dalam upaya menjaga kelestarian, kompleks Mustokoweni the Heritage hotel terdapat tanaman-tanaman langka seperti Pohon Kepel, Belimbing Wuluh dan pohon-pohon besar lainnya yang menjadikan halaman sebagai oase hijau

(17)

17 di tengah kota. Upaya ini dilakukan oleh Mustokoweni sebagai bentuk upaya dalam mempertahankan keaslian nilai bangunan cagar budaya.

Gambar 7. Perabotan-perabotan lawas yang Berada di Ruang Mustokoweni the Heritage Hotel Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Selain upaya yang dilakukan oleh pemilik Mustokoweni the Heritage Hotel, pemerintah juga berusaha melakukan pelindungan dengan menetapkan Mustokoweni the Heritage Hotel sebagai bangunan Cagar Budaya berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 303 Tahun 2021.

b. Pengembangan

Pengembangan memiliki pengertian sebagai upaya peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian (Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011, n.d.). Terdapat aspek pengembangan dalam upaya pelestarian nilai penting pada Mustokoweni the Heritage Hotel.

Dalam upaya pengembangan, Mustokoweni the Heritage Hotel masih belum begitu terlihat, hal ini ditunjukan dengan belum banyaknya penelitian yang mengkaji mengenai Mustokoweni the Heritage Hotel. Minimnya referensi yang peneliti dapatkan mengenai Mustokoweni the Heritage Hotel menjadi salah satu bukti bahwa pengembangan melalui penelitian masih belum banyak dilakukan pada bangunan cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel.

(18)

18 Revitalisasi memiliki pengertian suatu kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang aru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Dalam hal ini, Mustokoweni the Heritage Hotel tidak melakukan penyesuaian fungsi ruang baru, dikarenakan sebagian besar bangunan Mustokoweni the Heritage Hotel masih digunakan sebagai hotel. Hanya terdapat beberapa penambahan sebagai upaya pemanfaatan bangunan, sebagai café, galeri batik, dan berberapa event sosial- budaya lainnya.

Dalam upaya adaptasi, penggunaan bangunan sebagai hotel merupakan salah satu bentuk adaptasi yang dilakukan oleh pemilik Mustokoweni. Kamar- kamar hotel juga didesign dengan nuansa tradisional sehingga menunjukan suasana menginap pada bangunan beraristektur Indis. Nuansa tradisional ini dapat dilihat dari perabotan-perabotan yang digunakan Mustokoweni the Heritage Hotel.

c. Pemanfaatan

Pemanfaatan merupakan pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya (Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, 2014). Dalam konteks ini upaya Mustokoweni the Heritage Hotel untuk melestarikan nilai penting cagar budaya dilakukan dengan memanfaatkan bangunan sebagai kegiatan ekonomi. Berbagai kegiatan dilakukan di Mustokoweni the Heritage Hotel.

(19)

19 Gambar 9 dan 10. Kiri: Café Tugu Lor tampak depan; kanan: Café Tugu Lor dari dalam.

Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Dalam perkembangannya terdapat sebuah café yang terletak di bagian utara kompleks Mustokoweni the Heritage Hotel, café ini bernama café a cup of Tugu Lor. Bangunan Café Tugu Lor merupakan bangunan semi permanen.

Konsep dari café ini juga menonjolkan makanan dan minuman tradisional yang disajikan dalam bentuk yang lebih modern. Konsep pemanfaatan yang ditawarkan Mustokoweni the Heritage Hotel sebagai café bernuansa tradisional ini cukup menarik minat banyak pengunjung. Selain itu café Tugu Lor ini juga biasa digunakan sebagai ruang rapat bagi pegawai kantor.

Gambar.11. Galeri Batik Indigo Mustokoweni the Heritage Hotel Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Kompleks Mstokoweni the Heritage Hotel selain dimanfaatkan sebagai café juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas yang lain. Kompleks Mustokoweni the Heritage Hotel memiliki galeri batik dengan nama Galeri Batik Jawa. Galeri batik ini mempertahankan keaslian dan pewarnaan alam batik asli.

(20)

20 Batik yang ada di Mustokoweni the Heritage Hotel biasanya disebut dengan Batik Indigo. Selain batik, halaman Mustokoweni the Heritage hotel juga diadakan beberapa kegiatan seni budaya lainnya seperti konser musik, peragaan budana, belajar membatik, pemutaran film, dan pameran seni.

Kegiatan ini sering dilakukan sebelum pandemi Covid-19. Sempat berhenti pada saat pandemi Covid-19, namun saat ini Mustokoweni the Heritage Hotel sedang berusaha untuk kembali melakukan kegiatan-kegiatan seni budaya tersebut.

Gambar.11. Pasar Mustokoweni Sumber: (dokumentasi Pribadi, 2023)

Pasar Mustokoweni menjadi salah satu daya tarik yang cukup menonjol dalam pengembangan potensi nilai penting bangunan cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel. Pasar yang digelar setiap satu bulan dua kali ini memiliki minat pengunjung yang cukup banyak. Pasar ini memperjual belikan makanan-makanan dan produk organik lain. diadakannya kegiatan ini dapat lebih banyak menarik pengunjung untuk tahu bahwa Mustokoweni the Heritage Hotel merupakan bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah, arkeologi, arsitektur, dan kebudayaan yang sangat tinggi. Pasar ini juga menjadi salah satu bentuk promosi dalam meningkatkan nilai penting cagar budaya.

(21)

21 Berbagai kegiatan sosial budaya juga dilakukan di Mustokoweni the Heritage Hotel sehingga dapat lebih banyak menarik minat pengunjung untuk datang ke Mustokoweni the Heritage Hotel.

4. Simpulan

Mustokoweni the Heritage Hotel merupakan bangunan bernilai sejarah, arkeologi, arsitetur, dan kebudayaan yang tinggi ini pernah menjadi Sekolah Musik Indonesia, tempat kurus fashion mode di Yogykarta pertama, asrama mahasiswa, dan berakhir menjadi Hotel Mustokoweni sebagai salah satu cara Oemi Salamah membantu menyukseskan Konferensi PATA. Saat ini bangunan berarsitektur Indis ini masih terus digunakan sebagai Hotel, butik, café, dan berbagai kegiatan sosial budaya lainnya.

Pelestarian bangunan cagar budaya merupakan suatu hal yang penting untuk menunjukan tingkat peradaban. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelestarian nilai penting Bangunan Cagar Budaya Mustokoweni the Heritage Hotel. Selain itu, penelitian ini juga berusaha untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya keberadaan Mustokoweni the Heritage Hotel yang perlu untuk dilestarikan sehingga dapat diwariskan untuk generasi yang akan datang.

Beberapa upaya pelestarian cagar budaya telah dilakukan oleh pemerintah, pemilik, dan pengelola Mustokoweni the Heritage Hotel. Dalam hal pelindungan dan pemanfaatan telah dilakukan. Mustokoweni the Heritage Hotel telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 303 Tahun 2021. Pemilik dan pengelola juga melindungi dengan berupaya menjaga fasad asli bangunan, walaupun terdapat beberapa tambahan bangunan permanen dan semi permanen, namun pemilik berusaha untuk mempertahankan keaslian bangunan. Sedangkan dalam upaya pemanfaatan juga telah dilakukan dengan cukup baik dengan memanfaatkan untuk kegiatan ekonomi, sosial dan budaya tanpa menghilangkan nilai penting Mustokoweni the Heritage Hotel sebagai bangunan cagar budaya.

(22)

22 Disamping upaya pelindungan dan pemanfaatan yang baik, upaya pengembangan Mustokoweni the Heritage Hotel masih belum dilakukan dengan maksimal. Pengembangan melalui penelitian masih belum dilakukan baik dari pemerintah maupun kalangan akademisi. Hal ini juga menyebabkan menjadi berkurangnya pengetahuan masyarakat mengenai cagar budaya Mustokoweni the Heritage Hotel. Sehingga perlu adanya kesadaran bagi pemerintah, akademisi, maupun masyarakat umum untuk melakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai Mustokoweni the Heritage hotel. Sehingga bangunan cagar budaya ini dapat tetap lestari dan bermanfaat bagi banyak pihak.

5. Referensi

Abbas, N., & Dewi, E. R. (1995). Perkembangan Kota Yogyakarta Berdasarkan Peningkatan Pemanfaatan Lahan. Berkala Arkeologi, 15(2), 25–34.

https://doi.org/10.30883/jba.v15i2.658.

Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY. (February 18, 2015). Papan SMA “17” 1 Yogyakarta dirobohkan, Sabtu (7/4/2012) Pagi.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/vonis-perusak- bangunan-cagar-budaya-sma-17-1-yogyakarta.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. (2014). Laporan Pendataan Bangunan Cagar Budaya Hotel Mustokoweni 16-21 Juni 2014. Yogyakarta: BPCB DIY Batubara, A. M. (2015). Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Identitas:

Problematika Pelestarian Cagar Budaya di Wilayah Sulawesi Tenggara.

Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 9(1), 4–16.

Brata, I. B., Rai, I. B., Rulianto, & Wartha, I. B. N. (n.d.). Pelestraian Warisan Budaya dalam Pembangunan Pariwisata Bali yang Berkelanjutan.

Prosiding Seminar Nasional Webinar Nasional Universitas Mahasaraswati Denpasar “Percepatan Penanganan COVID-19 Berbasis Adat Di Indonesia.”

(23)

23 Darmosugito. (1956). Kota Yogyakarta 200 Tahun. Yogyakarta: Panitia Peringatan

Kota Yogyakarta 200 Tahun.

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. (n.d.-a). Hotel Mustokoweni.

Retrieved November 1, 2023, from

https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/978/hotel-mustokoweni.

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. (n.d.-b). SMA 17 “1.”

Retrieved November 15, 2023, from

https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/115/sma-17-i.

Fatimah, T. (2014). Gion Matsuri: Prosesi Budaya, Partisipasi Komunitas dan Pelestarian Wajah Kota Kyoto. NALARs, 13(1).

Humas DIY. (2023, September 18). Sah, Sumbu Filosofi Yogyakarta Jadi Warisan Budaya Dunia. https://jogjaprov.go.id/berita/sah-sumbu-filosofi- yogyakarta-jadi-warisan-budaya-dunia.

Junawan, M. (1998). Kota Baru: Pola Permukiman Masyarakat Belanda di Yogyakarta 1899 – 1936. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2018). Qualitative Data Analysis: a Methods Sourcebook. California: SAGE Publications.

Pearson, M., & Sullivan, S. (1995). Looking After Heritage Places: The Basic of Planning for Heritage for Managers, Landowners and Administrators.

Melbourne: Melbourne University Press.

Purnawibowo, S., & Koestoro, L. P. (2016). Analisis Stakeholders dalam Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Kota Cina, Medan. AMERTA, 34(1), 65. https://doi.org/10.24832/amt.v34i1.77.

Putri, P. A. V. A., & Santoso, E. B. (2020). Analisis Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Kawasan Cagar Budaya sebagai Destinasi Wisata

(24)

24 Kota Pontianak. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 8(3), 202–213.

https://doi.org/10.14710/jwl.8.3.202-213.

Sedyawati, E. (1997). Konsep dan Strategi Warisan Budaya. In International Workshop on Balinese Culture Heritage.

Sektiadi. (2000). Rekonstruksi Arsitektur Masa Kolonial (Studi Kasus pada Sebuah Kawasan di Yogyakarta). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soekiman, D. (2011). Kebudayaan Indis di Zaman Kompeni sampai Revolusi.

Yogyakarta: Komunitas Bambu.

Suhartono. (1994). Sejarah pergerakan nasional : dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 - 1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011.

Wibowo, A. B. (2014). Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis Masyarakat Kasus Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh. Jurnal Konservasi

Cagar Budaya Borobudur, 8(1), 58–71.

https://repositori.kemdikbud.go.id/354/1/Strategi%20Pelestarian%20Be nda%20Cagar%20Budaya%20Berbasis%20Masyarakat.pdf

Yunita, F. (2019). Kajian Nilai Penting Cagar Budaya di Kawasan Jetis, Yogyakarta.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Gambar  2  dan  3  menunjukan  bahwa  Mustokoweni  the  Heritage  Hotel  memiliki  ciri  khas  arsitektur  corak  Indis
Gambar  4,  5,  dan  6  menunjukan  bahwa  Mustokoweni  the  Heritage  Hotel  yang  awalnya  didirikan  sebagai  rumah  tinggal  memiliki  beberapa  ornamen  khas pada bangunan corak Indis
Gambar 7. Perabotan-perabotan lawas yang Berada di Ruang Mustokoweni the Heritage Hotel  Sumber: (dokumentasi pribadi, 2023)

Referensi

Dokumen terkait

Budaya di Daerah Kabupaten Banjar, yang dapat menjadi pedoman dalam tata kelola pelestarian dan pemanfaatan terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Analisis Bangunan Cagar Budaya, bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik tiap bangunan penting pada kawasan perencanaan. Analisis tersebut berupa penilaian dan pembobotan terhadap

SOSIALISASI KONSEP MANAJEMEN SUMBERDAYA BUDAYA PADA MASYARAKAT DESA HUTAN SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA PENANGGUNGAN.. Reza Hudiyanto*,

Keempat nilai yang dikaji dalam penelitian ini memiliki arah capaian yang sama, yakni menunjukkan kualitas potensi Hotel Inna Bali sebagai bangunan berkriteria cagar budaya

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana pengungkapan heritage assets dalam laporan keuangan Balai Pelestarian

e. Pengawasan Mendirikan Bangunan Permasalahan yang berkaitan dengan upaya-upaya pengawasan dalam mendirikan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Kraton

pelestarian kawasan cagar budaya di kawasan tempat tinggal mereka. cagar budaya Meyakinkan masyarakat melalui program penyuluhan atau dipengaruhi untuk terlibat dalam

• Revitalisasi Upaya pengembangan dengan menumbuhkan kembali nilai-nilai penting bangunan gedung cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan