Menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan kecacatan mental, emosional, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus berproses dan bertumbuh, tidak dengan modal fisik yang normal, oleh karena itu sangat wajar jika mereka terkadang cenderung mempunyai sikap defensif (menghindar), rendah diri atau mungkin agresif serta lemahnya semangat belajar. Anak berkebutuhan khusus (ABK) mempunyai pengertian yang sangat luas, meliputi anak berkebutuhan khusus, atau kemampuan IQ rendah, serta anak yang mempunyai permasalahan yang sangat kompleks, sehingga fungsi kognitifnya terganggu.
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mempunyai tipe dan ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan anak normal pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (KID) merupakan istilah lain pengganti kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menunjukkan adanya kelainan khusus. Anak yang mengalami kesulitan melihat (tuna netra), khususnya anak tunanetra (buta total), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar dan kehidupan sehari-hari.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang mempunyai gangguan pada satu atau lebih proses dasar, termasuk pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan. Gangguan ini dapat bermanifestasi dalam bentuk ketidaksempurnaan keterampilan dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Ada beberapa istilah yang umum digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus, yaitu Disorder yang berarti kecacatan, Disability yang mana seseorang mengalami hambatan karena terganggunya fungsi suatu organ, yang mungkin disebabkan oleh suatu kecacatan, dan Handicaped yang berarti cacat. merupakan kondisi seseorang yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Anak berkebutuhan khusus secara sederhana dapat diartikan sebagai anak lamban atau cacat yang tidak akan pernah berhasil di sekolah seperti anak pada umumnya.
Termasuk anak berkebutuhan khusus sementara, antara lain anak dengan sindrom pasca trauma (PTSD) akibat bencana alam, perang atau kerusuhan, anak yang kekurangan gizi, lahir prematur, anak yang lahir dari keluarga miskin, anak – anak yang mengalami depresi karena kondisi yang keras. pengobatan, anak korban kekerasan, anak sulit konsentrasi karena sering diperlakukan kasar, anak tidak bisa membaca karena guru salah dalam mengajar, anak mengidap penyakit kronis, dan lain sebagainya. Perkembangan kognitif dan sosial melalui gerakan kreatif diharapkan dapat menciptakan rasa harga diri pada setiap anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang membutuhkan bantuan seperti ini biasanya karena kurangnya pengetahuan huruf atau karena takut akan resiko melakukan kesalahan.
Metode Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus a. Anak Berkebutuhan Khusus (Slow Learner)
Model pengasuhan menurut Papalia dan Olds (Mualifah, 2009)
Pola asuh yang bersifat memberi semangat dan menghambat, yaitu pola asuh yang dilakukan orang tua dalam menghadapi anak yang bersifat memberi semangat dan menghambat. Pola asuh yang mendorong, yaitu mendorong anggota keluarga untuk mengutarakan pikiran dan persepsinya. Pola asuh inhibitory, pola asuh jenis ini menunjukkan adanya hambatan yang dilakukan oleh orang tua.
Hambatan kognitif antara lain: mengalihkan perhatian anggota keluarga dari permasalahan yang dihadapi, tidak memberikan/menyembunyikan informasi dari anak, dan mengabaikan anggota keluarga dari permasalahan keluarga.
Sikap khas orang tua terhadap anak
Hal ini menciptakan rumah tangga yang “berpusat pada anak”. Sikap permisif ini jika tidak berlebihan akan mendorong anak menjadi cerdas, mandiri, dan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Penerimaan orang tua ditandai dengan adanya perhatian dan kasih sayang yang besar terhadap anak orang tua penerima, perhatian terhadap perkembangan kemampuan anak dan pertimbangan terhadap minat anak. Anak yang didominasi oleh salah satu orang tuanya adalah anak yang jujur, sopan dan hati-hati, namun cenderung pemalu, penurut dan mudah dipengaruhi orang lain, suka memerintah dan sangat sensitif.
Meskipun mereka mengatakan bahwa mereka menyayangi semua anak secara setara, kebanyakan orang tua punya favorit. Anak yang baik hati cenderung menunjukkan sisi baiknya kepada orang tuanya, namun bersikap agresif dan mendominasi dalam hubungannya dengan kakaknya. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi terhadap anaknya, seringkali terlalu tinggi sehingga tidak realistis.
Ambisi ini seringkali dipengaruhi oleh tidak terpenuhinya ambisi orang tua dan keinginan orang tua agar anaknya menaiki jenjang status sosial. Secara psikologis dapat ditelusuri bahwa jika anak dididik bersabar dengan watak beragama, seringkali diwarnai dengan perasaan rela berkorban, yang muncul akibat kritik orang tuanya terhadap rendahnya tingkat ketaqwaannya. Orang tua wajib mengupayakan kebahagiaan anaknya dan menerima keadaan anak apa adanya, mensyukuri nikmat yang diberikan Allah. dan mengembangkan potensi anak.
Kecerdasan jenis ini seringkali dikuasai oleh mereka yang berprofesi sebagai penulis, penyair, jurnalis, presenter, dan orator. Dan berbaik hatilah kepada kedua orang tua, saudara dekat, anak orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, rekan kerja, Ibnu Sabil dan hamba-hambamu. Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan saudara, anak orang miskin, tetangga dekat dan jauh, rekan kerja, Ibnu Sabil dan hamba-hambamu.
Perlu diketahui orang tua bahwa kesuksesan seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata (hanya tingginya IQ), namun menurut Gardner (1993), kecerdasan tersebut lebih beragam dibandingkan pada anak. : mencakup keterampilan mengarang, membaca dan komunikasi verbal. Kecerdasan jenis ini seringkali dikuasai oleh mereka yang berprofesi sebagai penulis, penyair, jurnalis, pemimpin, dan pembicara. Jenis kecerdasan ini memudahkan seseorang menemukan arah, menggunakan peta, dan melihat objek dari berbagai sudut.