LAPORAN AKSI PERUBAHAN KINERJA ORGANISASI
Pembangunan Early warning system Monitoring Pengadaan Barang dan Jasa
Oleh
Nama : Henri Agus Kurniawan, SE NIP : 198108042006041004
Instansi : Badan Pengawas Obat dan Makanan
PESERTA PELATIAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR ANGKATAN V
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERTANIAN
CIAWI – BOGOR
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN AKSI PERUBAHAN KINERJA ORGANISASI
JUDUL : APLIKASI EARLY WARNING SYSTEM MONITORING PELAKSANAAN PBJ
NAMA : HENRI AGUS KURNIAWAN, SE
NIP : 198108042006041004
UNIT KERJA : BIRO UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Telah diuji di depan penguji pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022.
MENTOR PEMBIMBING/COACH
Dra. Rita Mahyona, Apt., M.Si
NIP. 19650523 200003 2 001
Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc
NIP. 19570329 198403 1 002
PENGUJI I PENGUJI II
Lalu Imail, SP., M.Sc NIP. 19671231 198703 1 002
Ir. Sumarni, M.Pd
Abstrak
Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa merupakan salah satu Bagian dari unit Biro Umum pada Satker Kesektamaan yang bertugas untuk mengelola progress pelaksanaan pengadaan di Badan POM, selain itu juga melakukan pembinaan terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa. Ketepatan, keakuratan dan kecepatan informasi dari capaian pengadaan, pemanfaatan sistem dan pengadaan tepat waktu itu sangat bermanfaat bagi tercapainya tujuan pengadaan serta manfaat untuk peningkatan nilai RB melalui peningkatan nilai Indeks Tata Kelola Pengadaan (ITKP) pada indicator pemanfaatan sistem pengadaan yang telah ditetapkan oleh LKPP minimal capaian baik. Ketidak tertiban dalam pencatatan progress pengadaan akan mempengaruhi nilai capaian ITKP tersebut, serta belom ada self assessment yang dilakukan oleh setiap satker. Early Warning System monitoring pengadaan adalah aplikasi yang mengintegrasikan database yang ada pada beberapa aplikasi yang dibangun oleh LKPP kedalam sistem Early Warning monitoring pengadaan Badan POM. Pada aplikasi early warning tersebut terdapat informasi terkait dengan capaian pengaadaan, pengadaan dilakukan tepat waktu serta pemanfaatan sistem pengadaan. Informasi capaian tersebut akan diberikan tanda warna yang merupakan tanda early warning kepada setiap satker, dimana jika satker tersebut capaiannya masih rendah akan memunculkan warna terntentu. Sistem ini sangat membantu sekali yang tadinya dalam pelaksanaan monitoring dilakukan secara manual, dengan sistem ini dapat dilakukan secara elektronik dengan mengintegrasikan database yang ada pada LKPP.
Kata kunci : Sistem Early warning, ITKP
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas karuniaNya yang telah memberikan kita nikmat, hidayah dan kemudahan bagi saya sehingga dapat menyelesaikan aksi perubahan yang berjudul “Peningkatan Nilai Indeks Tata Kelola Pengadaan Dengan Pembuatan Aplikasi Early Warning System Monitoring Pelaksanaan PBJ”. Aksi perubahan ini disusun bedasarkan hasil konsultasi dengan Coach/Widyaiswara serta disetujui oleh Mentor yang merupakan atasan langsung penulis.
Aksi perubahan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pembelajaran pada Diklat Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) untuk memenuhi standar kompetensi manajerial jabatan tingkat Administrator.
Pada kesempatan ini kami menyampaiakan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan partisipasinya kepada kami dalam penyusunan rancangan aksi perubahan ini kepada yang terhormat :
1. Ibu Dra. Rita Mahyona, Apt., M.Si selaku Kepala Biro Umum Badan POM, atas dukungan dan arahan bagi keikutsertaan penulis dalam Diklat PKA Angkatan V;
2. Bapak Dr.Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc selaku Coach, atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan Rancangan Aksi Perubahan;
3. Seluruh Widyaiswara dan pegawai PPMKP Kementerian Pertanian di Ciawi, Bogor, Jawa Barat;
4. Seluruh rekan-rekan yang Bersama menjalani Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan V non Kementerian Pertanian;
5. Keluarga terkasih yang selalu mendukung penulis dalam keikut sertaan Diklat PKA ini;
6. Rekan-rekan di Biro Umum khususnya pada Bagian Pengadaan dan BMN yang telah membantu dalam penyusunan Rancangan Aksi Perubahan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 9 Agustus 2022 Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Kondisi Saat Ini dan Kondisi Yang Diharapkan ... 5
C. Tujuan Aksi Perubahan ... 5
D. Manfaat Aksi Perubahan ... 6
E. Adopsi dan Adaptasi Hasil Studi Lapangan... 6
BAB II Profil Kinerja Organisasi ... 9
A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 9
B. Kinerja Organisasi Sekarang ... 10
C. Kinerja Organisasi Yang Diharapkan ... 12
BAB III ANALISIS MASALAH ... 14
A. Permasalahan Yang Ada ... 14
B. Identifikasi Penyebab Masalah ... 15
C. Alternative Solusi Mengatasi Masalah... 18
D. Solusi Mengatasi Masalah... 20
BAB IV STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH ... 22
A. Terobosan/Inovasi ... 22
B. Tahapan Kegiatan/Milestone ... 22
C. Sumberdaya ... 25
D. Jejaring Kerja ... 27
E. Strategi Komunikasi ... 29
F. Manajemen Risiko ... 31
G. Strategi Mengatasi Kendala Menuju Keberhasilan Aktualisasi Perubahan 32 BAB V IMPLEMENTASI AKSI PERUBAHAN ... 33
A. Deskripsi Proses Kepemimpinan ... 33
B. Deskripsi Hasil Kepemimpinan ... 34
C. Keberlanjutan Aksi Perubahan ... 44
BAB VI PENUTUP ... 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Aplikasi Pengadaan pada Tiap Tahapan Pengadaan Barang dan Jasa 10
Gambar 2.2 Capaian Nilai ITKP Badan POM 2021 ... 11
Gambar 2.3 Sistem Penilaian ITKP ... 11
Gambar 3.1 Pohon Masalah (Problem Tree) ... 16
Gambar 3.2 Analisa SWOT Alternative Mengatasi Masalah ... 19
Gambar 4.1 Mapping Stakeholder ... 27
Gambar 5.1 Rapat Pembahasan Persiapan ... 34
Gambar 5.2 SK tim Efektif ... 35
Gambar 5.3 Koordinasi dengan LKPP ... 36
Gambar 5.4 Progres pengumpulan data dan pengintegrasian ... 37
Gambar 5.5 Rapat Pembuatan Rancangan Model... 37
Gambar 5.6 Rapat Pembuatan Rancangan Model... 38
Gambar 5.7 Pembahasan Uji Coba Aplikasi ... 39
Gambar 5.8 Warna Early Warning Pada Pemanfaatan Sistem Pengadaan ... 39
Gambar 5.9 Warna Early Warning pada Realisasi Pengadaan ... 40
Gambar 5.10 Early Warning Ketepatan Waktu Pengadaan Sesuai Dengan Rencana ... 40
Gambar 5.11 Dashboard Perencanaan Pengadaan ... 41
Gambar 5.12 Dashboard Informasi Capaian Indeks Pengelolaan Sistem Pengadaan ... 41
Gambar 5.13 Rapat pembahasan pembuatan kerangka user guide ... 42
Gambar 5.14 User Guide Early Warning System Monitoring Pengadaan Barang/Jasa ... 42
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Leasson Learned Penyusunan Aksi Perubahan ... 7
Tabel 2.1. Nilai ITKP Self-asesessment per 31 September 2021 ... 12
Tabel 3.1 Metode APKL (Aktual, Problematik, Kelayakan dan Layak) ... 14
Tabel 3.2 Matriks USG (Urgently, Seriously, Growth) I ... 15
Tabel 3.3 Matriks USG Penyebab Masalah Level II ... 17
Tabel 3.4 Matriks USG Penyebab Masalah Level III ... 18
Tabel 3.5 Analisa Solusi Tapisan Mc. Namara... 21
Tabel 4.1 Milestones Aksi Perubahan ... 23
Tabel 4.2 Tim Efektif Aktualisasi Perubahan ... 25
Tabel 4.3 Anggaran Pelaksanaan Pembangunan Early Warning System PBJ1... 26
Tabel 4.4 Identifikasi Stakeholder Internal dan Eksternal ... 28
Tabel 4.5 Mamajemen Risiko ... 31
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang I. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik;
3. Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
4. Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;
6. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 7 tahun 2020 tentang Tentang Perubahan Atas Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pelatihan Kepemimpinan Administrator;
7. Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik;
8. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 1007/K.1/PDP.07/2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Kepemimpinan Administrator;
9. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 1008/K.1/PDP.07/2019 tentang Kurikulum Pelatihan Kepemimpinan Administartor;
10. Surat Edaran Lembaga Administrasi Negara RI Nomor 23/K.1/HKM.02.3/2020 Tentang Panduan Teknis Penyusunan Perencanaan Pelatihan, Pemanfaatan Teknologi, Penyusunan Skenario Pembelajaran, Serta
Kehadiran dan Partisipasi dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19
II. Latar Belakang Organisasi
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) hadir dan diberi mandat sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen dan terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan POM mengusung budaya kerja dalam akronim PIKKIR, yaitu Profesional, Integritas, Kredibilitas, Kerjasama, Inovatif dan Responsif, yang diharapkan menjadi jantung penggerak Badan POM dalam mencapai visi dan misinya.
Biro Umum merupakan bagian dari satker Kesektamaan dalam hal tugas pokok dan fungsinya diatur dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 tahun 2020 tentang organisasi dan tata kerja Badan POM.
Pada Pasal 25, Biro Umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan pengelolaan pengadaan barang/jasa, barang milik/kekayaan negara, kerumahtanggaan, arsip, serta protokol dan kesekretariatan pimpinan.
Pasal 26, Biro Umum menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan koordinasi dan pengelolaan pengadaan barang/jasa ; b. Penyiapan koordinasi dan pengelolaan barang milik negara;
c. Penyiapan koordinasi dan pengelolaan urusan rumah tangga;
d. Penyiapan koordinasi dan pengelolaan persuratan dan kearsipan;
e. Pelaksanaan urusan protocol dan kesekretariatan pimpinan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha biro.
Bagian Pengadaan dan Barang Milik Negara diatur pada Pasal 28 mempunyai tugas melaksanakan penyiapan koordinasi dukungan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan barang milik negara.
Sebagai Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan pasal 29 ayat (2) Bagian Pengadaan dan Barang Milik Negara juga menyelenggarakan fungsi:
a. Pengelolaan Pengadaan barang/jasa;
b. Pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik;
c. Pembinaan sumber daya manusia dan kelembagaan pengadaan barang/jasa;
dan
d. Pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis pengadaan barang/jasa.
Peran Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa sebagai Unit pengelola layanan pengadaan
Tujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Hasil yang diharapkan dari Reformasi Birokrasi (RB) adalah terciptanya pemerintahan bersih, akuntabel, dan kapabel, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, profesional, serta bersih dari praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Sebagaimana tercermin dalam tiga sasaran hasil utama program RB, yaitu Birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang kapabel, dan Pelayanan Publik yang Prima.
LKPP sebagai satu-satunya lembaga yang bertugas dalam melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi salah satu leading sector dalam tingkat meso khususnya pada Indeks Tata Kelola Pengadaan ditetapkan minimal baik. Untuk itu pelaksanaan Reformasi Birokrasi di lingkungan K/L/D untuk pemenuhan indikator dalam Indeks Tata Kelola Pengadaan Minimal Baik.
Peran UKPBJ sebagai Unit pengelola layanan pengadaan di Badan POM mempunyai fungsi yang strategik dalam hal pemenuhan kebutuhan akan barang/jasa melalui pengadaan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Untuk
memperkuat pengadaan barang/jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan good governance and clean goverment dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
UKPBJ turut menerapkan E-governance dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang telah dikembangkan oleh LKPP. SPSE merupakan aplikasi e-Procurement yang dikembangkan oleh LKPP untuk digunakan oleh LPSE di Instansi Pemerintah seluruh Indonesia termasuk di Badan POM. Aplikasi ini dikembangkan dengan semangat efisiensi nasional karena tidak memerlukan biaya lisensi. LPSE dikembangkan melalui kerjasama antara LKPP dengan Lembaga Sandi Negara untuk fungsi inkripsi dokumen terkait dengan kerahasiaan dokumen yang dikirim oleh penyedia. Untuk subsistem audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Indeks Tata Kelola Pengadaan minimal baik terdiri dari indikator yang mengukur tata kelola pengadaan dalam tingkat opersional, salah satunya adalah pemanfaatan Sistem Pengadaan. Saat ini monitoring pemanfaatan sistem pengadaan masih bersifat manual jadi butuh waktu yang cukup lama dalam hal pemantauan dan evaluasinya serta informasi serta belum adanya integrasi secara tersistem dengan Badan POM Operasional System (BOC) dimana akan dapat dilihat secara langsung oleh pimpinan dan akan menjadi perhatian bagi satker yang masih belum sepenuhnya memanfaatkan penggunaan sistem pengadaan tersebut.
Dalam ruang lingkup kegiatan monitoring pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa yang dilaksanakan oleh UKPBJ mempunyai nilai tambah akan dihasilkan indeks tata kelola Pengadaan minimal baik serta dapat dilihat progres pelaksanaan pengadaan pada setiap satker, sehingga pimpinan dapat membuat keputusan yang tepat untuk melakukan tindak lanjut progres pengadaan pada tahun berjalan untuk dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengadan dan juga pastinya berdampak pada kinerja realisasi anggaran.
B. Kondisi Saat Ini dan Kondisi Yang Diharapkan
Berdasarkan latar belakang organisasi dan tugas organisasi yang saat ini masih terdapat hal-hal yang memang diperlukan perubahan dengan kondisi saat ini menjadi kondisi yang akan kita capai atau harapkan sebagaimana dapat kita lihat dalam table berikut:
No Kondisi Saat Ini Kondisi Yang Diharapkan
1 Monitoring masih dilakukan secara manual Monitoring dilakukan secara elektronik dan tersistem
2 Hasil pemanfaatan System Pengadaan tidak bisa dilihat secara real time oleh KPA dan PPK
Hasil pemanfaatan System Pengadaan dapat dilihat secara real time oleh KPA dan PPK
3 Early Warning masih Lemah Terbangunnya early warning system pengelolaan Barjas di lingkungan BPOM 4 Tindak lanjut lama Tindak lanjut lebih cepat
5 Nilai ITKP tahun 2021 70,88 Meningkatnya Nilai Indeks Tata Kelola Pengadaan di BPOM
C. Tujuan Aksi Perubahan
Perkembangan dan kemajuan teknologi dalam tata kelola kepemerintahan (e-governance) merupakan suatu keniscayaan dan menjadi kewajiban setiap instansi pemerintah dalam melaksanakan bisnis proses kepemerintahan, pelayanan publik dan penegakan aturan hukum.
Melalui Sistem deteksi dini pengelolaan pengadaan barang dan jasa Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Barang dan Jasa Secara Elektronik, pelaksanaan pemantauan menjadi efektif dan efisien dengan prinsip do more with less. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Barang dan Jasa Secara Elektronik akan mengotomatisasi pekerjaan rutin yang cenderung menghabiskan waktu tanpa nilai tambah yang signifikan, seperti halnya mengunduh data secara satu persatu, menguji kebenaran perhitungan, melakukan evaluasi. Sehingga, monitoring dan evaluasi tsb dapat membantu petugas lebih cepet dalam melakukan pekerjaannya serta waktu yang tersisa dapat dibuat untuk mengembangkan kegiatan lainnya lebih efektif dan efisien.
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Barang dan Jasa Secara Elektronik dan sinerginya dengan BOC diharapkan mampu bertindak sebagai Decision Support System bagi Pimpinan. Sinergitas data tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah, lebih efektif, lebih efisien.
Maka untuk tahapan (milestones) serta tujuan aksi perubahan ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, sebagai berikut:
1. Tujuan Jangka Pendek (tahap 2 bulan)
Dapat mengetahui realisasi capaian pengadaan, realisasi capaian pemanfaatan sistem pengadaan yang telah dilakukan oleh Satker dilingkungan BPOM.
2. Tujuan Jangka Menengah (tahap 6 bulan)
Tebangunnya early warning system pengelolaan Barang dan Jasa di BPOM.
3. Tujuan Jangka Panjang (tahap 12 bulan)
Meningkatnya indeks tatakelola pengadaan barang dan jasa BPOM
D. Manfaat Aksi Perubahan
Manfaat yang akan terwujud dari aksi perubahan yang dilaksanakan pada Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan POM adalah:
a) Meningkatnya kecepatan Tindak Lanjut hasil monev pengelolaan pengadaan barjas oleh KPA dan PPK;
b) Meningkatkan komitmen dan kinerja pimpinan Satuan Kerja (Satker) terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan BPOM;
c) Sebagai alat pengambil keputusan atau kebijkaan oleh pimpinan BPOM terkait dengan reward dan punishment;
d) Menjadi pioneer transformasi digital terkait pengelolaan pengadaan barang dan jasa ditingkat Kementerian/Lembaga/Daerah.
E. Adopsi dan Adaptasi Hasil Studi Lapangan
Lesson learnt yang dapat diambil dari hasil studi lapangan Pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta yaitu gaya kepemimpinan transformasional, Komunikasi Efektif, pemanfaatan teknologi dan Membangun jejaring, yang telah memberikan inspirasi kepada penulis untuk dapat diterapkan pada Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa dalam pelaksanaan monitoring pengadaan barang dan jasa lebih cepat, tepat, akurat, efektif dan efisien.
Adapun hasil dari studi lapangan yang telah dilakukan pada BBPOM di Yogyakarta dapat diterapkan kepada kantor kami terkait dengan gaya kepemimpinan, membangun komunikasi yang efektif, pemanfaatan teknolgi dan membangun jejaring dapat kita adopsi dan kita adaptasikan kepada aksi perubahan di UKPBJ agar dapat
menjadikan kinerja terkait dengan pengelolaan pengadaan barang dan jasa serta pemanfaatan system lebih baik lagi.
Adapun hasil dari lesson learnt pada BBPOM di Yogyakarta sebagai berikut:
Tabel 1.1 Lesson Learnt Penyusunan Aksi Perubahan
No. ASPEK Lesson Learned Adopsi Adaptasi
1 Peran
Kepemimpian
• Berkomitmen dengan perubahan
• Mendorong dan mendukung perubahan dengan teknologi terkini
• Pemimpin yang dapat menjadikan inspirasi
• Melakukan
komunikasi efektif kepada anak buahnya untuk mencapai
tujuan yang lebih baik
Komitmen untuk membangun komunikasi efektif dan dorongan kepada tim
Komitmen pimpinan untuk mendorong seluruh resource dengan tujuan supaya
monitoring dapat dilakukan lebih mudah.
.
2. Komunikasi Efektif
• Komunikasi yang dilakukan oleh BBPOM tidak hanya dilakukan secara internal saja, namun juga menjaring aspirasi dari pelanggan untuk menjadikan ide atau inovasi pelayanan yang lebih baik
Komunikasi dengan seluruh stakeholder untuk menjaring informasi dengan tujuan untuk
menjadikan feedback inovasi yang lebih baik
Lebih
mengaktifkan wag tidak hanya bersifat informasi rutin melainkan meminta
pandangan akan kondisi
pelayanan di bagian kami untuk lebih baik 3 Organisasi
Digital dan Inovasi Pelayanan
• Pembangunan system digitalisasi dilakukan dengan beberapa tahapan yang melibatkan baik dari internal maupun eksternal (instansi lain)
Melakukan digitalisasi monitoring ITKP
Melakukan pengembangan system Siroum untuk menambah fitur early
warning pengelolaan pengadaan secara real time, dan dapat dipantau oleh kepala Satker dan Kepala Badan POM agar TL
No. ASPEK Lesson Learned Adopsi Adaptasi dapat dilakukan secara cepat.
4 Membangun jejaring kerja dan kolaborasi pemangku kepentingan
• Tujuan yang sama menjadi dorongan untuk mewujudkan system pelayanan public dengan stakeholder-
stakeholder terkait.
Mempererat hubungan kolaborasi dengan dan komunikasi yang telah dilakukan dengan baik
Membangun jaringan dengan LKPP selaku pembuat kebijakan dan yang mempunyai database seluruh pengadaan.
BAB II
PROFIL KINERJA ORGANISASI
A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Seperti yang telah diuraikan dalam bab Latar belakang, Bagian Pengadaan dan Barang Milik Negara diatur pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM Pasal 28, dimana mempunyai tugas melaksanakan penyiapan koordinasi dukungan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan barang milik negara.
Sebagai Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan pasal 29 ayat (2) Bagian Pengadaan dan Barang Milik Negara juga menyelenggarakan fungsi:
a. Pengelolaan Pengadaan barang/jasa
b. Pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik
c. Pembinaan sumber daya manusia dan kelembagaan pengadaan barang/jasa;
dan
d. Pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis pengadaan barang/jasa.
Dalam hal pengelolaan pengadaan barang dan jasa, indeks kinerja utama direfleksikan ke dalam Indeks Tata Kelola Pengadaan (ITKP), yang sesuai dengan urat Edaran Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Penjelasan Indeks Tata Kelola Pengadaan Minimal Baik Sebagai Aspek Indikator 'Antara' Dalam Indeks Reformasi Birokrasi. Komponen-komponen penyusun perhitungan ITKP tersebut menjelaskan lebih detail teknis pengendalian Tata Kelola Pengadaan, yaitu:
1. Pemanfaatan Sistem Pengadaan, yang terdiri dari :
a. SiRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) b. E-Tendering/E-seleksi
c. E-purchasing
d. Non E-tendering & Non E-Purchasing e. E-Kontrak
2. Kualifikasi dan Kompetensi SDM PPBJ 3. Tingkat Kematangan UKPBJ
Pemanfaatan Sistem Pengadaan adalah ukuran indiator kepatuhan Badan POM untuk memanfaatkan sistem pengadaan secara elektronik yang dibangun, dikembangkan dan dipelihara oleh LKPP. Secara umum, aplikasi pengadaan yang
digunakan pada tiap-tiap tahapan pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Aplikasi Pengadaan pada Tiap Tahapan Pengadaan Barang dan Jasa
Kualifikasi dan Kompetensi SDM PBJ menggambarkan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi SDM Pengelola PBJ di Badan POM, yang dilakukan berdasarkan persentase keterisian formasi JF PPBJ terhadap formasi acuan, yaitu formasi yang sudah mendapatkan penetapan kebutuhan JF PPBJ dari kemenpan RB atau rekomendasi dari LKPP.
Tingkat Kematangan UKPBJ diukur dari pemenuhan 9 variabel yang ditetapkan oleh LKPP melalui Peraturan Lembaga Nomor 5 tahun 2021 tentang Model Pengukuran Tingkat Kematangan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa. 9 Varibel tersebut antara lain Manajemen Pengadaan, Manajemen Penyedia, Manajemen Kinerja, Manajemen Risiko, Pengorganisasian, Tugas & Fungsi, Perencanaan SDM, Pengembangan SDM dan Sistem Informasi. Tingkat kematangan UKPBJ terdiri dari 5 level yaitu Inisiasi, Esensi, Proaktif, Strategis dan Unggul, dimana UKPBJ diharapkan mencapai minimal level 3 (Proaktif) pada seluruh variabel.
B. Kinerja Organisasi Sekarang
Sesuai Surat Sekretaris Utama LKPP kepada Deputi Bidang reformasi birokrasi, Akuntailitas Aparatur dan Pengawasan, Surat No 27613/SES/12/2021 Tanggal 3 Desember 2021 tentang Penyampaian Data terkait Indeks Tata Kelola Pengadaan
Perencanaan Persiapan pengadaan
Persiapan pemilihan
Proses Pemilihan
Masa pelaksanaan
Penyerahan hasil
SiRUP e-tendering, e-
Selection, e- Purchasing, Non e-
tendering/Non e- Selection
e-Contract
Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Pemerintah daerah tahun 2021, Badan POM memperoleh nilai 70,88 (Baik) dengan detil nilai per indikator sebagai berikut :
Gambar 2.2 Capaian Nilai ITKP Badan POM 2021
Pada tahun 2021, pengukuran kepatuhan Pemanfaatan Sistem Pengadaan diperoleh dari indicator SiRUP dan e-Tendering, sedangkan e-Purchasing, Non e- tendering/Non e-Selection dan e-Kontrak akan mulai diukur pada tahun 2022.
Nilai ITKP Badan POM ini memberikan sumbangan kepada Nilai Pengukuran Reformasi Birokrasi di Badan POM masuk kedalam area Tata Kelola.
Adapun sistem penilaian ITKP secara umum untuk pengukuran tahun 2021 adalah sebagai berikut ;
Gambar 2.3. Sistem Penilaian ITKP
Dari gambar 3, dapat diketahui bahwa bobot indikator Tingkat Kematangan UKPBJ memiliki porsi terbesar (40%), sementara indikator Kualifikasi dan Kompetensi SDM PBJ dan indikator Pemanfaatan Sistem Pengadaan memiliki bobot masing- masing 30%.
ITKP Self Asessment per 31 September 2021 yang dilakukan oleh Badan POM sebagai berikut:
Tabel 2.1 Nilai ITKP Self-asesessment per 31 September 2021
No Indikator Tahun
Penilaian
Realisasi
1. Pemanfaatan Sistem Pengadaan
a. SiRUP (Sistem Informasi RUP) 2021-2024 103,67%
b. E-tendering/e-seleksi 2021-2024 84,7%
c. E-Purchasing 2022-2024 52,40%
d. Non e-tendering & Non e-Purchasing 2022-2024 14,78%
e. E-kontrak 2022-2024 39,35%
2. Kualifikasi dan Kompetensi SDM PPBJ 2020-2024 59,70%
3. Tingkat Kematangan UKPBJ 2020-2024 77,80%
Berdasar tabel 2, nilai untuk indikator Non e-tendering & Non e- Purchasing dan E-kontrak terealisasi <50% per triwulan 3. Sementara nilai e- tendering/e-seleksi adalah 84,7%, dan nilai e-purchasing adalah 52,4%. Walaupun hasil akhir ITKP Badan POM memenuhi predikat “baik” tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan monitoring yang ketat berikut peringatan dini (Early Warning System) agar realisasi indikator tersebut dapat terpenuhi.
Pada Gambar 1 yang menggambarkan proses pengadaan barang dan jasa dalam satu siklus, masih terdapat proses yang belum tercakup dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik. Proses Persiapan pengadaan dan persiapan pemilihan masih dilaksanakan secara manual dan offline karena proses tahap ini bersifat resiprokal, dimana jangka waktu (timeline) suatu proses bergantung pada reaksi cepat antara para pelaku pengadaan yang terlibat.
Telah dilakukan usaha digitalisasi dokumen persiapan pengadaan yang diperlukan tetapi belum dapat menggambarkan proses pengadaan secara realtime, sehingga pimpinan tidak dapat memantau kelangsungan proses pengadaan secara langsung. Berdasar konsep SPBE, sistem elektronik yang ada saat ini masih perlu perbaikan
C. Kinerja Organisasi yang Diharapkan.
Harapan yang diinginkan adalah untuk dapat melakukan monitoring secara tersistem dengan adanya feature early warning yang lebih efektif maka pimpinan
akan bisa melihat kinerja pengelolaan pengadaan secara realtime pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai ITKP Badan POM.
Adanya penambahan indicator baru sebagai komponen penilaian ITKP Badan POM di Tahun 2022 dapat berpotensi mengubah nilai ITKP Badan POM yang berdampak pada perubahan nilai RB Badan POM. Untuk menghindari penurunan nilai ITKP pada tahun 2022, diperlukan komitmen dan kepatuhan pelaku pengadaan di Badan POM untuk memanfaatkan aplikasi pengadaan yang ada dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik.
Berdasarkan hasil self-assessment ITKP tahun 2021 per 31 Desember 2021, terdapat item-
ITKP Badan POM 2021: 70%
indikator Non e-tendering &Non e- Purchasing dan E-kontrak terealisasi
<50% per triwulan 3
Identifikasi permasalahan
Membuat prioritas Usulan Solusi
ITKP Badan POM 2022: 72%
Transparansi, real-time monitoring
BAB III
ANALISIS MASALAH
A. Permasalahan Yang Ada
Kondisi yang terlihat saat ini masih belum menjadi kondisi yang diinginkan yaitu adanya potensi penurunan nilai ITKP Badan POM yang berdampak pada perubahan nilai RB Badan POM, karena hal-hal sebagai berikut:
1. Kurangnya kepatuhan dan kesadaran PPK dalam memanfaatkan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE);
2. Belum adanya kebijakan terkait reward and punishmen dalam pemanfaatan Sistem SPSE;
3. Monitoring pemanfaatan SPSE dalam pengadaan barang dan jasa yang masih bersifat manual sehingga sulit untuk dipantau secara real- time
4. Kemampuan Sumber Daya Manusia Pengadaan yang sangat terbatas sehingga sifat pekerjaan secara manual akan menyedot sumber daya yang ada.
Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut, maka penulis melakukan analisa kriteria masalah menggunakan metode APKL (aktual, problematik, kelayakan, layak) yaitu salah satu metode yang digunakan untuk menguji kelayakan suatu isu masalah untuk dicarikan solusinya dalam kegiatan prioritas masalah, untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan dari tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Metode APKL (Aktual, Problematik, Kelayakan dan Layak)
NO MASALAH
KRITERIA
MASALAH Ket
A P K L 1 Kurangnya kepatuhan dan kesadaran PPK
dalam memanfaatkan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE);
√ √ √ √ Yes
2 Belum adanya kebijakan terkait reward and punishmen dalam pemanfaatan Sistem SPSE;
√ √ √ √ Yes
3 Monitoring pemanfaatan SPSE dalam pengadaan barang dan jasa yang masih bersifat manual sehingga sulit untuk dipantau secara real-time
√ √ √ √ Yes
4 Kemampuan Sumber Daya Manusia Pengadaan yang sangat terbatas sehingga sifat pekerjaan secara manual akan menyedot sumber daya yang ada
√ √ √ - No
Setelah langkah tersebut penulis melakukan analisis untuk menentukan manakah di antara masalah tersebut, yang perlu mendapatkan prioritas penanganannya, oleh karenanya dilakukan skala perbandingan melalui analisis matriks USG (Urgently, Seriously, Growth), yaitu penilaian berdasarkan pembobotan atas masing-masing masalah, sehingga ditemukannya masalah yang menjadi masalah utama, untuk lebih jelasnya analisis masalah dengan Matriks USG dapat dilihat pada tabel berikut ini:
B. Identifikasi Penyebab Masalah
Tabel 3.2
Matriks USG (Urgently, Seriously, Growth) I
NO MASALAH POKOK ASPEK
JUMLAH PRIORITAS U S G
1 Kurangnya kepatuhan dan kesadaran PPK dalam memanfaatkan Sistem
Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE);
5 4 3 12 II
2 Belum adanya kebijakan terkait reward and
punishmen dalam
pemanfaatan Sistem SPSE;
3 4 3 10 III
3 Monitoring pemanfaatan SPSE dalam pengadaan barang dan jasa yang masih
5 5 5 15 I
bersifat manual sehingga sulit untuk dipantau secara real-time
Berdasarkan penilaian atas keseluruhan masalah kinerja pada bagian menggunakan metode USG, maka didapat prioritas masalah yang akan dianalisa lebih lanjut yaitu Pemantauan kelangsungan proses pemilihan penyedia yang masih bersifat manual sehingga sulit untuk dipantau secara real-time.
Dari hasil analisa pencarian masalah prioritas dengan menggunakan metode matriks USG maka masalah yang perlu dicari sebagai penyebab dari masalah utama tersebut yaitu dengan melakukan penentu penyebab masalah. Pada proses ini dapat dilakukan analisa dengan metode pohon masalah untuk mencari solusi dengan cara memetakan anatomi sebab dan akibat di sekitar masalah. Pengertian pohon masalah merupakan sebuah pendekatan atau metode yang digunakan untuk identifikasi penyebab suatu masalah. Sedangkan analisis pohon masalah dilakukan dengan membentuk pola pikir yang lebih terstruktur mengenai komponen sebab akibat yang berkaitan dengan masalah yang telah diprioritaskan.
Akibat
Gambar 3.1 Pohon Masalah (Problem Tree)
Nilai Indeks Tata Kelola Pengadaan turun
Monitoring pemanfaatan SPSE dalam pengadaan barang dan jasa yang masih bersifat manual
Monitoring pengelolaan Pengadaan tidak
efektif Informasi progres tidak
dapat dilihat secara real time
Kurangnya keaktifan KPA dalam memantau pemanfaatan sistem pengadaan oleh PPK
Belum adanya system early
warning
Kurangnya kompetensi PPK dalam hal PBJ sehingga SPSE tidak dimanfaatkansecara optimal Kurangnya kesadaran PPK dalam
pemanfaatan SiRUP yang terindikasi dari adanya anomalipada realisasi SiRUP dengan angka melebihi 100%
Sebab
Hasil dari analisa pohon masalah di atas setelah ditentukan prioritas masalah yang dijadikan masalah utama. Monitoring pengelolaan pengadaan tidak efektif karena kurangnya kesadaran PPK dan kompetensi PPK dalam pemanfaatan SPSE sehingga memerlukan sistem monitoring secara elektronik yang memadai, berikut fitur-fitur yang memberikan Early Warning System untuk mendeteksi potensi penyimpangan/kegagalan pengadaan barang dan jasa. Metode monitoring secara manual menyedot sumber daya UKPBJ sementara saat ini.
Adapun untuk menentukan akar penyebab masalah utama Monitoring pemanfaatan SPSE dalam pengadaan barang dan jasa yang masih bersifat manual, telah terindentifikasi tiga akar penyebab masalah pada level satu yaitu :
a) Informasi progress tidak dapat dilihat secara real time b) Monitoring pengelolaan Pengadaan tidak efektif
c) Kurangnya keaktifan KPA dalam memantau pemanfaatan sistem pengadaan oleh PPK
Tabel 3.3
Matriks USG Penyebab Masalah Level II
NO MASALAH POKOK ASPEK
JUMLAH PRIORITAS U S G
1
Informasi progress tidak
dapat dilihat secara real time 3 5 4 12 II
2
Monitoring pengelolaan
Pengadaan tidak efektif 5 4 4 13 I
3
Kurangnya keaktifan KPA dalam memantau pemanfaatan sistem pengadaan oleh PPK
3 4 4 11 III
Dari hasil analisa masalah menggunakan metode USG didapatkan bahwa akar penyebab masalah dengan nilai tertinggi adalah Monitoring pengelolaan Pengadaan tidak efektif.
Dari akar masalah Monitoring pengelolaan Pengadaan tidak efektif, didapat akar masalah level 3, yaitu:
a) Belum adanya early warning system
b) Kurangnya kesadaran PPK dalam pemanfaatan SiRUP yang terindikasi dari adanya anomali pada realisasi SiRUP dengan angka melebihi 100%
c) Kurangnya kompetensi PPK dalam hal PBJ sehingga SPSE tidak dimanfaatkan secara optimal
Selanjutnya dilakukan analisa masalah menggunakan metode USG kembali untuk menilai prioritas level 3, sebagai berikut :
Tabel 3.4
Matriks USG Penyebab Masalah III
NO MASALAH POKOK
ASPEK
JUMLAH PRIORITAS U S G
1
Kurangnya kesadaran PPK dalam pemanfaatan SiRUP yang terindikasi dari adanya anomali pada realisasi SiRUP dengan angka melebihi 100%
3 5 4 12 II
2
Tidak adanya sistem Early Warning Pengelolaan Pengadaan
5 5 5 15 I
3
Kurangnya kompetensi PPK dalam hal PBJ sehingga SPSE tidak dimanfaatkan secara optimal
4 3 3 10 III
Dari hasil analisa masalah menggunakan metode USG didapatkan bahwa akar penyebab masalah dengan nilai tertinggi adalah Tidak adanya sistem Early Warning Pengelolaan Pengadaan.
C. Alternative Solusi Mengatasi Masalah
Untuk mencari alternatif solusi untuk mengatasi prioritas akar penyebab masalah yang telah dianalisa sebelumnya, alternative solusi mengatasi masalah tersebut dilakukan menggunakan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats). Analisis SWOT adalah teknik perencanaan strategi untuk
STRENGTH
▪ Adanya Komitmen Pimpinan
▪ Tersedianya pegawai dengan kemampuan IT
▪ Jaringan pendukung yang memadai
WEAKNESS
▪ Kurangnya jumlah SDM JF PPBJ
▪ Kurangnya Kompetensi SDM
▪ Kurangnya kesadaran untuk memanfaatkan sistem yang telah ada
OPPORTUNITY
▪ ITKP sebagai indikator antara penilaian indeks RB
▪ Model kematangan UKPBJ
▪ Peningkatan perilaku penggunaan TI sejak pandemik
THREAT
▪ Sulitnya akses jaringan pada beberapa satker
▪ Duplikasi karena
Pengembangan SPSE Eksternal Internal
organisasi atau suatu proyek. Metode ini mempertimbangkan faktor internal dan eksternal guna Menyusun strategi organisasi yang efektif, seperti yang terilhat pada tabel berikut ini:
Beneficial Harmfull
Gambar 3.2 Analisa SWOT Alternative Mengatasi Masalah (Strengts, Weaknesses, Opportunities, Threats)
Dari analisa SWOT menunjukkan bahwa:
a) Strength (Kekuatan) yang dimiliki yaitu: komitmen pimpinan, tersedianya pegawai dengan kemampuan pembuatan aplikasi dan jaringan pendukung yang memadai;
b) Weakness (Kelemahan) yang ada adalah; Kurangnya kompetensi SDM, kurangnya jumlah SDM PPBJ dan kurangnya kesadaran PPk untuk memanfaatkan sistem yang telah ada;
c) Opportunity (Peluang) yang bisa dimanfaatkan yaitu: ITKP sebagai indikator antara penilaian indeks RB dan peningkatan perilaku penggunaan TI sejak pandemi;
d) Threat (Ancaman) yang bisa menghambat adalah: sulitnya jaringan saat mengakses sistem informasi pada beberapa satker terutama di daerah Indonesia timur dan duplikasi karena pengembangan SPSe di masa depan.
Kemudian penulis memasukan strategi dalam penyelesaian masalah dengan kombinasi antara lain:
a) Menggunakan kekuatan untuk mewujudkan aplikasi monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System dalam hal terjadi potensi keterlambatan/kegagalan;
b) Meminimalkan kekurangan kompetensi SDM untuk mendukung peningkatan nilai ITKP dan mendukung percepatan Tingkat Kematangan UKPBJ (WO) strateginya adalah meningkatkan kompetensi SDM dengan pelatihan dan pendampingan PBJ;
c) Meminimalkan kelemahan dikarenakan kurangnya kesadaran untuk memanfaatkan sistem pengadaan dengan jalan dengan memanfaatkan komitmen pimpinan (WS) yaitu dengan strategi menyediakan kebijakan internal untuk optimalisasi pemanfaatan sistem berikut persetujuan untuk pelaksanaan bimbingan teknis.
D. Solusi Mengatasi Masalah
Dari kombinasi strategi SWOT di atas terdapat tiga alternatif solusi yaitu:
Pemanfaatan tekonologi berupa aplikasi monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System, peningkatan kompetensi SDM dengan pelatihan dan dan pendampingan PBJ serta menyediakan kebijakan internal untuk optimalisasi pemanfaatan sistem berikut persetujuan untuk pelaksanaan bimbingan teknis.
Selanjutnya dilakukan pengamatan lebih mendalam terutama ditinjau dari segi kontribusi, biaya dan kelayakannya, oleh karenanya penulis memasukan ketiga hal tersebut dengan menggunakan metode tapisan Mc. Namara, sebagimana tertuang pada tabel berikut ini:
Tabel 3.5
Analisa Solusi Tapisan Mc. Namara
No Alternatif Kontribusi Biaya Kelayakan Total 1 mewujudkan aplikasi
monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System dalam hal terjadi potensi keterlambatan/kegagalan
5 4 5 14
2 meningkatkan
kompetensi SDM
dengan pelatihan dan pendampingan PBJ
5 2 4 11
3 menyediakan kebijakan
internal untuk
optimalisasi
pemanfaatan sistem berikut persetujuan untuk pelaksanaan bimbingan teknis
5 2 4 11
Hasil metode tapisan Mc. Namara menunjukkan bahwa mewujudkan aplikasi monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System dalam hal terjadi potensi keterlambatan/kegagalan memiliki rasio solusi yang tinggi untuk mengatasi masalah.
BAB IV
STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
A. Terobosan/Inovasi
Untuk mengatasi akar Belum adanya sistem monitoring secara elektronik yang memadai adalah dengan mewujudkan aplikasi monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System dalam hal terjadi potensi keterlambatan/kegagalan proses pengadaan barang dan jasa. Selain untuk mempermudah monitoring, solusi tersebut dipilih untuk mengurangi human error yang mungkin terjadi dalam penghitungan manual, efisiensi sumber daya manusia UKPBj serta untuk mempercepat proses pengadaan barang dan jasa.
B. Tahapan Kegiatan/Milestone
Tahapan pelaksanaan kegiatan dibagi ke dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka Panjang, sebagai berikut :
1) Tujuan Jangka Pendek (tahap 2 bulan)
Diawali dengan melakukan identifikasi kebutuhan sistem monitoring, tujuan kegiatan adalah adanya aplikasi internal yang memudahkan monitoring proses pengadaan barang dan jasa. Dalam pembangunan aplikasi tersebut, diperlukan model yang mengilustrasikan proses pengadaan barang dan jasa di Badan POM dan informasi-informasi yang diperlukan sebagai data dukung. Prototipe awal sistem informasi akan dicoba dalam lingkungan UKPBJ Badan POM dan dilakukan perbaikan sebelum digunakan secara luas di lingkungan Badan POM.
Dalam jangka pendek, penulis akan berkoordinasi dengan atasan langsung serta Biro Hukum dan Organisasi Badan POM untuk penyusunan dan pengesahan SK Tim Efektif. Setelah tim terbentuk, maka diadakan Rapat Kerangka kerja Bersama untuk penyusunan rencana aksi perubahan.
2) Tujuan Jangka Menengah (tahap 6 bulan)
Sistem informasi perlu disosialisasikan ke seluruh satker sebelum dapat dinilai efektifitasnya. Pendampingan penggunaan sistem untuk menyelesaikan permasalahan (troubleshooting) diperlukan terutama untuk satker-setker yang dinilai mempunyai risiko potensi keterlambatan PBJ,
atau satker yang memiliki paket-paket pengadaan yang strategis. Data-data permasalahan yang sering muncul (Frequent Asked Question/FAQ) pada saat pendampingan dikoleksi sebagai bahan untuk pengembangan/perbaikan aplikasi. Selanjutnya, diadakan survei untuk mengetahui efektifitas dan kepuasan terhadap aplikasi monitoring yang dibangun.
3) Tujuan Jangka Panjang (tahap 12 bulan)
Pada jangka Panjang, diharapkan aplikasi tetap terpelihara dan telah terkumpul FAQ yang memadai untuk pengembangan aplikasi tersebut.
Tabel 4.1
Milestones Aksi Perubahan
No Tahapan Kegiatan Waktu
1 Jangka Pendek 2 Bulan
A. Persiapan Pelaksanaan Aksi Perubahan Minggu I a) Konsultasi kepada mentor
b) Membentuk tim efektif
c) Penyusunan dan pengesahan SK Tim Efektif
d) Rapat dengan tim efektif
B. Identifikasi permasalahan, pengumpulan data dan penyusunan model
Minggu II
C. Pembuatan Aplikasi Minggu III
a) Pertemuan tim teknis
b) Merancang dan membuat sistim c) Content aplikasi :
1. Informasi Capaian Pengadaan yang telah dilakukan
2. Informasi Pemanfaatan SiRUP untuk pencatatan RUP
No Tahapan Kegiatan Waktu 3. Informasi Capaian Pemanfaatan SPSE
untuk E-Tendering
4. Informasi capaian pemanfaatan SPSE untuk non E-Tendering dan non E- Purchasing
5. Informasi Capaian pemanfaatan SPSE untuk E-kontrak
6. Informasi Capaian pemanfaatan SPSE untuk E-Purchasing
D. Uji Coba
Minggu VI Uji coba penerapan aplikasi
E. Perbaikan prototipe aplikasi Minggu VI
F. Menyusun Panduan Pengoperasian Minggu VII G. Implementasi Aplikasi (Alur Kerja) Minggu VIII
2 Jangka Menengah 6 Bulan
A. Sosialisasi kepada Pelaku Pengadaan Seluruh Satker Badan POM di Indonesia B. Pendampingan pemanfaatan aplikasi dan
penyusunan FAQ
C. Survei Efektifitas Aplikasi dan Kepuasan terhadap Aplikasi
D. Penambahan content alert/Warning kepada satker yang masih rendah pemanfaatan sistemnya
3 Jangka Panjang 1 Tahun
No Tahapan Kegiatan Waktu A. Pemeliharaan Aplikasi
B. Pengembangan aplikasi
C. Sumberdaya
Dalam mewujudkan tujuan aksi perubahan ini, maka diperlukan resource/sumberdaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Adapun sumber daya yang dibutuhkan tidak hanya sumber daya manusia saja namun dalam pembentukan projek ini penulis juga membutuhkan sumberdaya finansial yang cukup untuk membangun proyek ini. Untuk sumber daya SDM kami akan membentuk tim efektif untuk melaksanakan projek yang telah digagas supaya dapat diwujudkan, berikut tim efektif yang akan membantu untuk menyelesikan proyek aktualisasi ini.
Tabel 4.2
Tim Efektif Aktualisasi Perubahan
Pengarah Kepala Biro Umum 1. Memberikan arahan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik;
2. Memberikan arahan dalam penyusunan Road Map Monev Pelaksanaan Proses Pegadaan Barang/Jasa Secara Elektronik;
3. Memberikan arahan dalam peningkatan sinergisme/Kerjasama/koordinasi lintas sector dan lintas pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Monev Pelaksanaan Proses Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik;
4. Memberikan arahan dalam mengkonsilidasikan dan mobilitasi sumber daya untuk pelaksanaan Monev Pelaksanaan Proses Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik;
Ketua Kepala Bagian Pengadaan dan BMN 1. Menyusun Road Map Monev Pengelolaan Proses PBJ Secara Elektronik
2. Membangun Sistem Informasi Monev Pengelolaan PBJ Secara Elektronik 3. Mengintegrasikan data dan informasi
hasil monev kedalam Badan POM Command Center
4. Melakukan sosialisasi kepada stackholder UKPBJ; dan
5. Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
Anggota
Tim Teknis Ian Patria Anugerah, SE.,AK 1. Menyusun Road Map Monev PBJ Secara Elektronik
2. Berkoordinasi dengan LKPP terkait dengan permintaan source code;
Ahmad Yuqomadazzaman, S.Kom Dicky Azhari, S.Kom
Didi Suhendi, A.Md
3. Menyusun identifikasi kebutuhan data monitoring dan evaluasi pengadaan barang dan jasa;
4. Menyusun Data Flow Diagram Monitoring dan Evaluasi Secara Elektronik;
5. Menyusun manual/pedoman penggunaan System;
6. Menjamin keamanan data pada system informasi;
7. Melakukan uji fungsi system;
Tim Substansi Renggo Triwijoyo, S.Kom
Dyah Meita Retno Murti, S.Farm, Apt
1. Menyiapkan data pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa;
2. Menyiapkan dukungan teknis
Menyiapkan data dukung kebutuhan terkait dengan monitoring dan evaluasi secara elektronik
Prima Solichatun, S.Si, Apt Ridwan Sudiro, S.IP Daan Zachary Osmar, SE Tim Integrasi
BCC
Noviar Zulkarnaen, S.Kom 1. Menyusun Road Map integrasi dengan BCC
2. Menyusun platform dan infrastruktur yang sesuai dengan BPOM Command Center (BCC);
3. Memastikan Integrasi data dari monitoring dan evaluasi Pengadaan Barang/Jasa dengan BCC;
4. Memastikan informasi hasil monitoring dan evaluasi Pengadaan Barang/Jasa sampai ke Kepala Satuan Kerja;
5. Koordinasi dengan Pusat Data dan Informasi Badan POM .
Fahmi Fasah Angkotasan, S.Kom, M.Kom
Refki Meinanda, A.Md
Administrasi Hifid Kochari, SE 1. Mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh dari stakeholder;
2. Mendokumentasikan setiap kegiatan monitoring dan evaluasi Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik;
3. Mengadministrasikan serta mendokumentasikan surat menyurat data dan informasi
Supriyadi
Chairani Tiara Aisya
Selain sumber daya manusia kami juga telah menyiapkan sumber daya anggaran untuk merealiasikan proyek tersebut,berikut anggaran untuk proyek ini:
Tabel 4.3
Anggaran Pelaksanaan Pembangunan Early Warning System PBJ
MAK Pembangunan Early warning system Pengadaan Barang dan Jasa
92.600.000
521211 Belanja Bahan 11.000.000
- Konsumsi snack Rapat biasa [20 OR x 6 KL]
120 OK 22.000 2.640.000
- Konsumsi makan rapat biasa [20 OR x 6 KL]
120 OK 53.000 6.360.000
- Pengadaan ATK 1 PKT 1.000.000 1.000.000
- Penggandaan dan Pelaporan 1 PKT 1.000.000 1.000.000
536111 Pembuatan Aplikasi 81.600.000
Pembuatan aplikasi 1 PKT 81.600.000 81.600.000
D. Jejaring Kerja
Tujuan dari identifikasi stakeholder adalah untuk melakukan asesmen dan memetakan para stakeholder terkait dengan peran dan kapasitas mereka dalam mempengaruhi keberhasilan jalannya proyek perubahan agar berbagai kepentingan (interests) dari masing - masing stakeholder dapat teridentifikasi dengan baik dan jelas. Selain itu, juga berguna untuk menentukan prioritas para stakeholder berdasarkan tingkat kewenangan dan derajat dampak yang dimiliki sehingga strategi perubahan yang akan dibuat akan lebih efektif dan mudah dalam implementasinya.
Setelah identifikasi jenis stakeholder, kemudian stakeholder tersebut dipetakan menurut interest (horizontal) dan influence-nya (vertikal) baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif dalam matriks stakeholder. Berikut adalah gambaran stakeholders baik internal dan eksternal serta posisi dan potensi dukungan terhadap gagasan proyek perubahan.
Berikut adalah identifikasi stakeholder berdasarkan hubungan (internal- eksternal), pemetaan, pengaruh (influence) dan kepentingan (interest):
Gambar 4.1 Mapping Stakeholder
PROMOTORS
1. Kepala BPOM 2. Sekretariat Utama 3. Inspektorat Utama 4. Kepala Biro Umum LATENS
1. LKPP 2. BPKP 3. KPA 4. PPK 5. Pusdatin
APATHETICS
1. Staf Keuangan 2. Bendahara
DEFENDERS
1. Koordinator PBJ 2. Koordinator LPSE 3. Staff IT
4. JF PPBJ
Berikut adalah pemetaan stakeholder berdasarkan pengaruh, kekuatan, dan kepentingan stakeholder terhadap proyek perubahan yang dilaksanakan.
Stakeholder pada aktualisasi perubahan ini dapat dikategorikan, antara lain : a. Stakeholder prime
Stakeholder primer adalah individu (orang) atau kelompok yang memperoleh manfaat secara langsung dari hasil suatu kegiatan aktualisasi perubahan, atau terkena dampak secara langsung baik positif maupun negative. Jika dimobilisasi secara tepat maka penerima manfaat merupakan pendukung yang paling terpercaya dan meyakinkan.
b. Stakeholder sekunder (pendukung)
Stakeholder sekunder (pendukung) adalah individu (orang), kelompok maupun organisasi yang secara tidak langsung dipengaruhi baik positif maupun negative.
Dalam aktualisasi ini mempunyai pandangan atau posisi yang sama dan siap bergabung didalam suatu koalisi untuk mendukung topik permasalahan tertentu.
c. Stakeholder Utama
Stakeholder kunci adalah individua tau kelompok pembuat keuputsan atau mereka berkepentingan dengan kekuasaan atau otoritas untuk bertindak mempengaruhi perubahan atau kebijakan yang diharapkan. Keputusan adalah merupakan target yang bermakna dalam suatu program atau pelaksanaan aktualisasi perubahan ini. Kelompok ini mendapat perhatian khusus dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Tabel 4.4
Identifikasi Stakeholder Internal dan Eksternal
No. Stakeholder Internal
Primer Sekunder Utama
1 Kepala Badan POM Kepala Pusdatin Kepala Biro Umum 2 Sekretaris Utama Inspektur Utama Koordinator LPSE
3 KPA Staff Keuangan Staff IT
4 PPK Bendahara
5 JF PPBJ
Stakeholder Eksternal 1 LKPP
2 BPKP
Pemangku kepentingan (stakeholder) dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal.
Stakeholders internal adalah pihak-pihak baik institusi maupun personal yang terkait dengan proyek perubahan yang berada dalam lingkup Badan Pengawas Obat dan Makanan, sedangkan stakeholders eksternal adalah pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan yang berada diluar institusi Badan Pengawas Obat dan Makanan.
E. Strategi komunikasi
Setelah sudah ditentukan posisi stakeholder dalam mapping stakeholder maka kita akan menentukan strategi komunikasi untuk dapat tercapainya tujuan pembuatan rencana aktualisasi ini. Komunikasi yang efektif sangatlah diperlukan dalam setiap melakukan proyek perubahan yang ada di sebuah organisasi.
Komunikasi yang efektif dibutuhkan untuk menyampaikan dan memastikan bahwa makna yang ditangkap oleh penerima adalah sama dengan makna yang disampaikan oleh pemberi informasi, sehingga komunikasi akan membangun persepsi yang sama antara pemberi dan penerima informasi. Dalam banyak pengalaman, komunikasi sering dijadikan sebuah cara yang handal dan jitu untuk mengatasi berbagai hambatan pada proses membangun sebuah perubahan.
Komunikasi adalah suatu proses simbolik, dimana salah satu kebutuhan pokok manusia, penggunaan lambang-lambang atau simbol sebagai sesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu lainya berdasarkan sekelompok orang berdasarkan prinsip respek, empati, dimengerti, kejelasan dan rendah hati.
Berdasarkan sifat kepentingannya, strategi komunikasi yang diterapkan dalam proyek perubahan ini, dikelompokan menjadi:
a. Komunikasi Efektif;
Tujuan strategi komunikasi ini adalah terciptanya komunikasi efektif yang mampu melahirkan efek: perubahan pengetahuan; perubahan sikap; dan perubahan perilaku seluruh jajaran dan pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan proyek perubahan.
b. Partisipasi;
Secara umum konsep partisipasi adalah sebagai kemampuan stakeholder untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan, sehingga dapat bertindak sesuai dengan logika yang
dikandung oleh kondisi lingkungan yang ada (to take part or have share in an activity or event)
c. Fasilitasi;
Strategi komunikasi ini dilakukan dalam bentuk memberikan dukungan dan kemudahan.
d. Negosiasi;
Strategi komunikasi ini dilakukan untuk mencari titik temu terhadap perbedaan, mengelola konflik, menyelesaikan sengketa, menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang resisten agar tercapai perubahan yang diharapkan secara sinergis. Negosiasi efektif lebih dari sekedar mendapatkan apa yang diharapkan, akan tetapi juga memperoleh solusi yang memuaskan bagi semua kelompok dan menciptakan peluang di masa yang akan datang.
e. Paksaan
Penerapan strategi komunikasi ini lebih melekat pada kewenangan setiap level dalam organisasi untuk melakukan sesuatu atau memerintah kepada unsur organisasi yang ada dibawahnya, agar tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam rangka pencapaian tujuan perubahan para pemimpin organisasi dengan kepemimpinannya harus mampu menggunakan kewenangannya secara efektif.
Secara umum pelaksanaan strategi komunikasi yang dilakukan dalam aktualisasi perubahan ini adalah sebagai berikut :
a. Komunikasi Formal
Memberikan informasi dan sosialisasi melalui forum resmi (rapat, konsultasi, diskusi) kepada pihak terkait (mentor, unit pengelola, stakeholder terkait) tentang rencana, pelaksanaan, penerapan, monitoring dan evaluasi kegiatan proyek perubahan secara periodic sesuai pentahapan yang telah dirumuskan.
Hasil-hasil dari kegiatan komunikasi formal ini, dituangkan ke dalam bentuk laporan, dokumen resmi atau rekaman-rekaman yang merupakan bentuk persetujuan, dukungan, komitmen kesepakatan dan kesepahaman; seperti Surat Keputusan, Form Persetujuan, Notulen Rapat dsb.
b. Komunikasi In-formal
Melakukan komunikasi tidak resmi kepada tim kerja. Komunikasi ini bersifat temporal (sewaktu-waktu bila dibutuhkan) tentang rencana, pelaksanaan, penerapan dan kendala-kendala atau hambatan yang terjadi selama kegiatan
proyek perubahan, yang selanjutnya informasi yang didapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan komunikasi formal untuk dicari pemecahannya secara bersama-sama.
Menggunakan strategi (1) partisipasi; melibatkan peran serta stakeholder dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil kegiatan proyek perubahan. Dan (2) fasilitasi tim kerja dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada para stakeholder melalui peningkatan kapasitas baik secara individu, kelompok maupun lembaga sehingga mereka mau terlibat secara sukarela dalam proses pelaksanaan proyek perubahan.
F. Manajemen Risiko
Risiko merupakan kejadian yang merugikan atau kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang kita harapkan. Adapun risiko bisa ada dimana-mana, bisa datang dari kapan saja, dan bahkan sulit untuk dihindari. Oleh karena itu penulis melakukan manajemen risiko untuk mengelola risiko tersebut sehingga realisasi pelaksanaan dan tujuan pembuatan aplikasi monitoring pelaksanaan PBJ berikut early warning System dalam hal terjadi potensi keterlambatan/kegagalan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dapat kami sampaiakn daftar risiko dan strategi pengangan risiko tersebut, sebagai berikut
Tabel 4.5 Manajemen Risiko
Kendala Penyebab Risiko Strategi Penanganan
Komitmen yang rendah dari Stakeholder
Stakeholder mempunyai
kepentingan sendiri dan ego sektoral tinggi
Keterlibatan stakeholder rendah
1. Dukungan dari Mentor dan Coach untuk menyelesaikan proyek perubahan 2. Komunikasi efektif
untuk menyampaikan tujuan dan manfaat yang didapatkan dari aplilkasi tersebut Keengganan anggota tim
kerja untuk terlibat langsung dalam penyelesaian proyek perubahan.
Kurangnya kesadaran /komitmen dari anggota tim
Rendahnya keterlibatan anggota tim menyelesaikan tahapan dan rincian kegiatan
Koordinasi dengan seluruh anggota Tim Efektif Supervisi Langsung Ketidaktaatan pada plan
of action yang telah ditetapkan.
Beban kerja (load pekerjaan) rutin dari masing-masing personil Tim
Milestone tidak tercapai Melakukan monitoring dan evaluasi untuk setiap tahapan.