KONSEPSI PENGAJARAN RESPONSIF BUDAYA
Pendahuluan
Istilah mengajar sudah dikenal luas, namun sebenarnya terdapat konsepsi mengajar, khususnya pengajaran yang responsif secara budaya. Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam, sebelum membahas konsep pengajaran responsif budaya, perlu dilakukan kesepakatan bersama mengenai konsep apa yang dimaksud. Toth (2014) menekankan bahwa pengajaran responsif disesuaikan dengan lembaga tertentu, disesuaikan dengan keadaan peserta didik dan masyarakat di mana lembaga tersebut berada.
Pemahaman teoritis di atas memberikan gambaran konseptual umum tentang pengajaran responsif budaya sebagai titik awal pembahasan ini. Peran lembaga, keadaan peserta didik, dan masyarakat di mana lembaga tersebut berada memegang peranan penting dalam memahami konsep pengajaran responsif budaya.
Konsepsi Pengajaran Responsif Budaya
Hal ini menentang dan menolak rasisme dan bentuk-bentuk diskriminasi di sekolah dan masyarakat serta menganut konsep pluralisme dan keberagaman.” Identifikasi ide-ide besar, generalisasi, dan teori yang Anda ingin siswa ambil dari pelajaran ini. Menilai pengetahuan siswa dan pengalaman sebelumnya melalui diskusi yang bijaksana, survei, dan metode pengumpulan informasi lainnya.
Gunakan umpan balik (ulang) yang konstruktif untuk mengajar semua siswa dan membangun hubungan yang positif dan saling menghormati dengan mereka. 4) memilih bahan dan kegiatan. Gunakan berbagai referensi dan aktivitas untuk memfasilitasi keterlibatan dan pembelajaran siswa (misalnya, video, pembicara tamu, buku, puisi, perangkat mnemonik, lagu, dinding kata, permainan kata, simulasi cerita). Penilaian yang dibedakan menggunakan berbagai metode untuk mengukur pembelajaran dan kemajuan siswa (misalnya presentasi, diskusi, tes lisan).
Sedangkan dengan materi terbuka, siswa dapat belajar secara mandiri dari buku teks dan sumber lain, namun tetap mengacu pada pengetahuan yang utuh dan komprehensif (holistik-integratif). Pengajaran responsif budaya merupakan suatu proses pengajaran yang menggunakan sumber belajar dari budaya, bahasa dan pengalaman siswa sebagai landasan bagi guru untuk menggali tingkat pemahaman siswa.
Komponen Pengajaran Responsif Budaya
Aceves dan Orosco (2014:14) menjelaskan umpan balik responsif budaya lokal dilakukan oleh guru untuk merespons secara langsung, kritis dan berkelanjutan terhadap reaksi dan partisipasi siswa. Lebih lanjut Aceves dan Orosco menjelaskan bahwa budaya umpan balik responsif dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap kinerja individu dan budaya siswa. Strategi ini menggabungkan respon, ide, bahasa, dan pengalaman siswa ke dalam umpan balik siswa untuk membangun pemahaman baru tentang apa yang telah dipelajari.
Umpan balik ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain (1) memberikan pengajaran yang efektif ketika siswa mengalami kesulitan belajar, (2) mendorong keterlibatan siswa baik secara afektif maupun kognitif, (3) mendorong guru untuk memvalidasi keterlibatan siswa, memperjelas laporan siswa selama pembelajaran dilakukan dan diperdalam. Guru memberikan contoh berdasarkan budaya, bahasa dan pengalaman hidup siswa dalam penggunaan strategi, isi pembelajaran, berpikir kritis dan minat terhadap keanekaragaman budaya dan bahasa. Hal ini dilakukan guru untuk mengetahui kesulitan dan tingkat pemahaman siswa terkait dengan latar belakang budaya dan bahasa siswa.
Keterampilan ini dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis pertanyaan, memberikan jeda dan waktu bicara, memperluas dan mengetahui tanggapan siswa, serta menggunakan bahan pendukung (visual, kartu cerita).
Konsep Budaya
Bidang kebudayaan menurut Gazalba ada tujuh, yaitu (1) bidang sosial, yaitu kehidupan kemasyarakatan; (2) ekonomi, yaitu hubungan antara manusia dan materi; (3) politik, yaitu hubungan antara rakyat dan kekuasaan untuk mengatur urusan sosial dan ekonomi; (4) pengetahuan, yaitu hubungan antara manusia dan kebenaran, dan teknik, hubungan antara manusia dan pekerjaan; (5) seni, yaitu hubungan manusia dengan bentuk-bentuk yang menyenangkan; (6) filsafat, yaitu hubungan manusia dengan hakikat kebenaran dan nilai; (7) Agama yaitu hubungan antara manusia dengan yang suci bersifat supranatural. Menurut Gazalba, kebudayaan adalah suatu cara berpikir dan perasaan yang mengekspresikan dirinya dalam segala aspek kehidupan sekelompok orang yang membentuk suatu kesatuan sosial (masyarakat) dalam ruang dan waktu.
Hakikat Nilai
Perbuatan yang bernilai dalam hubungan antar manusia adalah perbuatan yang mengandung nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu masyarakat karena mengharuskan warganya untuk mewujudkannya dalam pergaulannya disebut nilai moral. Yang menentukan dan mengatur nilai-nilai baik, buruk dan buruk adalah etika atau moralitas; B).
Kearifan budaya merupakan suatu terminologi yang diberikan kepada keagungan nilai-nilai dan sistem kehidupan masyarakat leluhur pada masa lampau, yang terbukti masih bertahan secara signifikan dan memberikan semangat serta nilai-nilai baru pada zaman sekarang, selama masih ada. dalam diterapkan secara tegas dan utuh dalam kehidupan bermasyarakat. , bender atau lombo (lurus dan adil), baik (benar), tuhu (tulus) dan trasna. Jika pada lapisan utama nilai-nilai masih bersifat abstrak, maka nilai-nilai tersebut diwujudkan secara konkrit pada lapisan ketiga ini. Hilmiati, M.Pd~15 Nilai-nilai aplikatif dan akumulatif seperti benar, patuh, nasehat, geger, genem, gerasaq (benar, patuh, rajin, antusias, kreatif, ramah).
Kearifan budaya Sasak terakumulasi dalam nilai-nilai tradisional yaitu: solah, taqwa, rapah, rema (kebaikan/kebaikan, takwa/takwa, damai/damai, persamaan/kesetaraan, kebersamaan/bersama). Sedangkan makrosistem merupakan lingkaran interaksi terluar dalam lingkungan anak yang terdiri dari nilai-nilai budaya, peraturan perundang-undangan, adat istiadat, kebijakan sosial.
TEORI PENGAJARAN RESPONSIF BUDAYA
Konsep Pendekatan Pengajaran Responsif Budaya
Dalam interaksi sosial budaya terjadi proses bimbingan dan negosiasi makna yang dilakukan oleh siswa, guru atau tokoh tertentu dalam suatu wilayah pengembangan pengetahuan siswa. Hasil dari interaksi sosial budaya tersebut adalah siswa menjadi lebih mandiri dan mentransformasikan pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, diciptakan, dipelajari dan dianalisis, diinternalisasikan dan ditransformasikan bersama oleh siswa dan guru, bukan sekedar ditularkan oleh guru. Unsur budaya yang secara langsung tercermin dalam pembelajaran responsif budaya adalah nilai, norma, sikap, tindakan, sistem kepercayaan, dan pandangan dunia (Mulyana, 1993).
Di sisi lain, ciri-ciri pola tingkah laku, atau peradaban, aktivitas kehidupan sehari-hari sebagai pola khas pembelajaran merupakan hasil perjumpaan dengan tradisi budaya lokal. Perbedaan proses dan hasil pembelajaran merupakan konsekuensi dari konteks pembelajaran, karena perbedaan proses dan hasil merupakan cara mengungkapkan pencarian makna melalui proses pembelajaran yang efektif dan kompetitif. Weisntein, Tomlinson-Clarke dan Curran (dalam Steinhart, 2008) menjelaskan bahwa pengembangan manajemen kelas yang responsif secara budaya didasarkan pada tanggung jawab budaya, bimbingan dan kepedulian terhadap keberagaman, pengetahuan tentang latar belakang budaya siswa, kesadaran sosial, konteks ekonomi dan politik, kemampuan. dan kesediaan untuk menggunakan strategi pengelolaan kelas yang sesuai dengan budaya dan komitmen kelas untuk membangun masyarakat yang peduli budaya.
Pembelajaran responsif budaya bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar mandiri yang bertanggung jawab atas kesadaran diri pribadi. Hilmiati, M.Pd~ 23 Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran responsif budaya adalah pembelajaran yang menggunakan budaya, bahasa, dan pengalaman hidup peserta didik.
Metodologi yang Digunakan dalam Pengajaran Responsif Budaya 23
Dalam pengajaran responsif budaya, guru harus memasukkan dan memvalidasi materi dengan mempertimbangkan budaya, bahasa, dan identitas ras siswa. Menerapkan Pendekatan Pengajaran Responsif Budaya Nilai-nilai budaya Sasak yang melandasi pengembangan acuan ini adalah (1) nilai-nilai sosial, meliputi hal-hal yang dihargai dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran bahasa Sasak responsif budaya dapat dijadikan sebagai sarana implementasi nilai-nilai budaya Sasak.
Melalui kegiatan pembelajaran, siswa akan memperoleh pengetahuan, pengalaman dan mengembangkan nilai-nilai budaya Saxon. Hal ini dihubungkan dengan pengembangan referensi sastra responsif terhadap nilai-nilai budaya Saxon, nilai-nilai budaya Saxon diinternalisasikan dalam bahan ajar, pilihan teks sastra berupa cerpen dan novel yang menggambarkan nilai-nilai budaya Saxon. Referensi responsif terhadap nilai-nilai budaya Sasak ditampilkan pada setiap materi yang dipelajari, seperti menentukan faktor-faktor pembentuk cerpen, menganalisis unsur internal dan eksternal cerpen, menentukan struktur teks cerpen, menganalisis kebahasaan cerpen, mendeskripsikan makna metafora cerpen, mengidentifikasi nilai-nilai cerpen, menghubungkan nilai-nilai cerpen dengan kehidupan saat ini, mengkonstruksi cerpen, mengedit cerpen.
Melalui teks-teks sastra yang merespon nilai-nilai budaya Sasak, materi-materi tersebut memanfaatkan sepenuhnya perspektif budaya Sasak. Seperti penokohan, konflik, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, secara keseluruhan mengidentifikasi dan menggambarkan nilai-nilai budaya Sasak yang terkandung dalam cerpen.
RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN SASTRA
Pembelajaran Sastra
Kompetensi Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA/MA
Nilai Nilai dalam Sastra
Evaluasi Pembelajaran Sastra
TEKS SASTRA DALAM PEMBELAJARAN
Teks Cerpen