• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

Sahril, Noor Fajriah, Sumartono

Program Studi Pendidikan Matematika Univesitas Lambung Mangkurat E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak: Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) meru- pakan model pembelajaran berkelompok dimana ada rotasi siswa dalam kelompok agar tercipta kelompok-kelompok belajar yang mampu memberikan pemahaman dan memunculkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang mene- rapkan model kooperatif tipe RTE dan (2) efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe RTE dibandingkan dengan model pembelajaran langsung terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu dan Nonequivalent Group Pretest Posttest Design sebagai desain penelitian. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas X SMK ISFI Banjarmasin dengan jumlah 101 siswa yang tersebar dalam empat kelas. Sampel penelitian adalah 28 siswa kelas X C Farmasi SMK ISFI Banjarmasin sebagai kelas eksperimen dan 29 siswa kelas X A Farmasi SMK ISFI Banjarmasin siswa sebagai kelas kontrol yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi dan tes. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan statistika deskriptif dan statistika infe- rensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe RTE berada pada kla- sifikasi baik dan (2) model pembelajaran kooperatif tipe RTE lebih efektif diban- dingkan dengan model pembelajaran langsung terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Kata Kunci: Rotating Trio Exchange (RTE), kemampuan berpikir tingkat tinggi, menganalisis, mengevaluasi, mencipta

Pendidikan di Indonesia terus berkembang sejalan dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Perkembangan dan pembaruan dalam bidang pendidikan yang berkelanjutan mengharuskan penyempurna- an sistem pendidikan nasional agar terwu- judnya masyarakat yang dapat bersaing dan menyelaraskan diri dengan keadaan. Agar harapan tersebut tercapai maka diharapkan

masyarakat harus mempunyai pemikiran yang kritis, kreatif dan kemampuan beker- jasama yang efektif. Pemikiran kritis dan kreatif merupakan salah satu aspek dari kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills atau HOTS) menurut Shadiq (2014) adalah suatu kete- rampilan berpikir bukan hanya kemampuan

(2)

mengingat, tetapi keterampilan yang lebih lengkap, contohnya kemampuan berpikir kri- tis dan kreatif. Menganalisis (C4), mengeva- luasi (C5) dan mencipta (C6) adalah domain kognitif yang dikategorikan dalam kemam- puan berpikir tingkat tinggi siswa (Direktorat Pembinaan SMA, 2017).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dibina saat pelaksanaan pembelajaran di kelas. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa akan muncul jika proses pembelajaran dapat memberikan ruang kepada siswa un- tuk menemukan konsep pengetahuan berba- sis aktivitas (Direktorat Pembinaan SMA, 2017). Siswa yang memiliki kemampuan ber- pikir tingkat tinggi diharapkan mampu ber- saing dan menyelaraskan diri dalam meng- hadapi era globalisasi.

Kenyataannya, berdasarkan wa- wancara dengan salah seorang guru mate- matika SMK ISFI Banjarmasin diperoleh in- formasi bahwa pada saat di kelas, siswa ter- lihat kurang aktif saat kegiatan pembelajaran karena cenderung menerapkan model pem- belajaran langsung. Pembelajaran langsung ini, sebagian besar siswa menerima penge- tahuan dari guru tanpa mengolahnya secara aktif melainkan berusaha menumpuknya da- lam ingatan dan tidak kritis. Selain itu, diper- oleh informasi bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih belum muncul. Hal tersebut dikarenakan soal yang dibahas masih menggunakan ranah mengingat (C1), memahami (C2) dan menerapkan (C3), dan nilainya rendah.

Agar dapat memunculkan dan membina kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa diperlukan inovasi strategi pembela- jaran yang tepat. Adapun model pembe- lajaran yang patut dipertimbangkan yaitu mo- del pembelajaran kooperatif. Model pembe-

lajaran kooperatif menurut Isjoni (2016) ada- lah strategi pembelajaran membentuk kelom- pok, saling bekerjasama dan memungkinkan siswa agar mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Beberapa macam model pembelajaran kooperatif antara lain yaitu Group Investigation (GI), Jigsaw, Student Team Achievement (STAD), Numbered Head Together (NHT), dan Rotating Trio Exchange (RTE).

Silberman (2013) menyatakan bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) merupakan model pembelajaran yang dapat meningkat- kan partisipasi aktif siswa saat pembelajaran dengan mengoptimalkan kegiatan diskusi kecil antar anggota kelompok. Rotating Trio Echange menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, kerja sama antar siswa, kemampuan berpikir siswa, mening- katkan aktivitas siswa. Penggunaan model ini pada siswa SMK ISFI Banjarmasin diha- rapkan dapat menumbuhkembangkan ke- mampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Berdasarkan permasalahan terse- but maka tujuan penelitan ini yaitu men- deskripsikan: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X SMK ISFI Banjarmasin dalam pembelajaran matematika dengan mengaplikasikan model Rotating Trio Ex- change, dan (2) efektivitas model pembe- lajaran Rotating Trio Exchange dibandingkan dengan model pembelajaran langsung ter- hadap kemampuan berpikir tingkat tinggi sis- wa kelas X SMK ISFI Banjarmasin.

METODE PENELITIAN

Metode yang diterapkan pada penelitian ini yaitu kuasi eksperimen dan menerapkan desain Nonequivalent Group Pretest Posttest Design (Sugiyono, 2013).

(3)

Gambar 1. Nonequivalent Group Pretest Posttest Design

Keterangan :

NR1 : Kelas eksperimen tidak dipilih secara random/acak

NR2 : Kelas kontrol tidak dipilih secara random/acak

O1 & O3 : Pretest (kelas eksperimen dan kontrol sebelum perlakuan)

X : Perlakuan (Model pembelajaran RTE) O2 & O4 : Posttest (kelas eksperimen dan

kontrol setelah pelakuan)

Populasi pada penelitian yaitu selu- ruh siswa kelas X SMK ISFI Banjarmasin dengan jumlah sebanyak 101 siswa terbagi dalam empat kelas pada tahun pelajaran 2017/2018. Sampel penelitian yang diguna- kan untuk kelas eksperimen yaitu siswa kelas X C Farmasi SMK ISFI Banjramasin dan untuk kelas kontrol yaitu siswa kelas X A Farmasi SMK ISFI Banjarmasin. Purposive sampling yaitu teknik pemilihan sampel yang

diterapkan di penelitian ini dengan pertim- bangan kedua kelas adalah kelas homogen karena nilai ulangan akhir semester hampir sama.

Data didapatkan dengan teknik:

dokumentasi dan tes. Dokumentasi bertuju- an untuk mendapatkan data siswa, pelaksa- naan proses pembelajaran di kelas X SMK ISFI Banjarmasin dan pengumpulan data yang berkaitan dengan sekolah berupa arsip atau dokumen. Data tersebut digunakan untuk menentukan kelompok yang memiliki penyebaran kemampuan yang sama dan keperluan penelitian. Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi berupa pretest dan posttest dalam bentuk uraian.

Data yang didapatkan adalah nilai kognitif pretest, posttest dan indeks n-gain kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Data tersebut dianalisis dengan menggu- nakan statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika deskriptif yaitu rata-rata dan statistika inferensial yaitu uji-t.

Penilaian soal pretest dan posttest mengacu pada pedoman pemberian skor.

Indikator pemberian skor kemampuan ber- pikir tingkat tinggi siswa disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

Indikator Skor Keterangan

Menganalisis 4 Dapat memeriksa, menjabarkan informasi dengan benar dan memformulasikan masalah.

3 Dapat memeriksa, menjabarkan informasi dengan benar dan belum dapat memformulasikan masalah.

2 Belum dapat memeriksa, menjabarkan informasi dengan benar dan dapat memformulasikan masalah.

1 Belum dapat memeriksa, menjabarkan informasi dengan benar dan belum dapat memformulasikan masalah.

0 Belum bisa memeriksa sedikitpun.

Mengevaluasi 4 Dapat mengevaluasi, menyanggah, atau memperkuat ide dan menuliskan argumen untuk mendukung jawaban yang didapatkan serta memberikan kesimpulan dengan sesuai.

3 Dapat menuliskan argumen yang dapat mendukung jawaban yang didapatkan dengan sesuai, tetapi tidak menuliskan kesimpulan.

NR1 O1 X O2

NR2 O3 - O4

(4)

Indikator Skor Keterangan

2 Kurang bisa menuliskan argumen untuk mendukung jawaban yang didapatkan dengan sesuai, tetapi tidak dapat menuliskan kesimpulan secara benar.

1 Belum bisa menuliskan argumen untuk mendukung jawaban yang didapatkan dengan sesuai, tetapi jawaban mendekati benar

0 Belum mengevaluasi, menyanggah, atau memperkuat ide dan menuliskan argumen untuk mendukung jawaban yang didapatkan sedikitpun.

Mencipta 4 Dapat merencanakan langkah untuk mengerjakan soal atau mengaitkan pengetahuan secara benar.

3 Dapat merencanakan langkah untuk mengerjakan soal atau mengaitkan pengetahuan mendekati benar.

2 Dapat merencanakan langkah untuk mengerjakan soal tetapi tidak mengaitkan pengetahuan secara benar.

1 Belum bisa merencanakan langkah untuk mengerjakan soal atau mengaitkan pengetahuan secara benar, tetapi rancangan jawaban mendekati benar.

0 Belum bisa merencanakan langkah untuk mengerjakan soal atau mengaitkan pengetahuan secara benar.

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai indikator kemampuan ber- pikir tingkat tinggi disajikan sebagai berikut:

Dimana N sebagai nilai akhir.

Untuk menghitung nilai rata-rata pretest, posttest dan n-gain kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa digunakan rumus seba- gai berikut (Hikmawati, 2017).

Keterangan:

= Rata-rata (mean) = nilai ke i (1, 2, ...) n = jumlah siswa

Klasifikasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa didasarkan pada Prasetyani, et al.

(2016) dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Nilai Siswa Klasifikasi Penilaian

0-20 Sangat kurang

21-40 Kurang

41-60 Cukup

61-80 Baik

81-100 Sangat Baik

(5)

Uji t dilakukan dengan syarat data berdistribusi homogen dan normal. Uji t bertujuan untuk mendapatkan data kelas eksperimen dan kontrol terdapat perbedaan atau tidak. Dengan Hipotesis statistik yaitu:

1) Hipotesis :

H0 : Tidak ada perbedaan yang sig- nifikan diantara model pembe- lajaran RTE dan model pem- belajaran langsung terhadap rata-rata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Ha: Terdapat perbedaan yang signi- fikan diantara model pembela- jaran RTE dan model pembe- lajaran langsung terhadap rata- rata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2) Taraf signifikansi () = 5%

3) Kriteria pengujian :

H0 diterima jika nilai signifikan ≥  Ha ditolak jika nilai signifikan < 

Gain merupakan peningkatan skor pretest ke posttest, sedangkan N-Gain (Normalized-Gain) adalah gain yang telah dinormalisasi. Tujuan menghitung data pre- test dan posttest untuk mendapatkan pe- ningkatan di kelas eksperimen serta kelas kontrol pada kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Didasari oleh Meltzer, rumus N- Gain (dalam Sundayana, 2014) digunakan untuk melihat besarnya peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Interpretasi N-Gain dengan menerapkan klasifikasi menurut Hake (dalam Sundayana, 2014) disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Indeks N-Gain (g)

N-Gain (g) Klasifikasi

g < 0,30 Rendah

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g ≥ 0,70 Tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pretest kemam- puan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi program linear didapatkan rata-rata nilai siswa kelas X C Farmasi yaitu 18,93 sementara rata-rata nilai siswa kelas X A Farmasi yaitu 14,48. Nilai kedua kelas berada di kategori sangat kurang. Setelah model pembelajaran RTE dilaksanakan pada proses pembelajaran di kelas X C Farmasi, didapatkan rata-rata nilai posttest kemam- puan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi

program linear sebesar 64,82 dan berada pada kategori baik. Adapun, rata-rata nilai posttest kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X A Farmasi dengan proses pembelajaran menggunakan model pembe- lajaran langsung menghasilkan 50,34 dan berada di kategori cukup. Terlihat bahwa nilai rata-rata kelas X C Farmasi lebih tinggi dari pada nilai rata-rata siswa kelas X A Farmasi.

Selanjutnya, pada kelas X C Farmasi diperoleh rata-rata indeks n-gain

(6)

senilai 0,58 dan termasuk pada klasifikasi sedang. Adapun untuk kelas X A Farmasi mendapatkan rata-rata indeks n-gain senilai 0,43 dan termasuk pada klasifikasi sedang.

Rata-rata indeks n-gain siswa kelas X C Farmasi dan siswa kelas X A Farmasi juga

berada pada kualifikasi yang sama, akan tetapi nilai rata-rata indeks n-gain siswa kelas XC lebih tinggi.

Melihat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai postest dan indeks n-gain digunakan uji-t disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Signifikansi Uji-t

Pretest Posttest Indeks n-gain

Signifikansi 0,058 0,009 0,011

Berdasarkan Tabel 4, signifikansi nilai pretest adalah 0,058 ≥ 0,05 sehingga nilai rata-rata pretest kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi program linear signifikan antara kelas X C Farmasi dengan kelas X A Farmasi tidak ada per- bedaan yang signifikan. Terlihat bahwa ke- mampuan awal berpikir tingkat tinggi siswa hampir sama. Adapun signifikansi nilai post- test adalah 0,009 < 0,05 yang bermakna terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata posttest kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada pokok bahasan program linear antara kelas X C Farmasi dan kelas X A Farmasi. Signifikansi rata-rata indeks n-gain adalah 0,011 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata indeks n-gain kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa diantara kelas X C Farmasi dan kelas X A Farmasi.

Secara keseluruhan bahwa nilai kelas X C Farmasi lebih tinggi dari pada kelas X A Farmasi. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berkembang lebih tinggi dengan menerapkan model RTE pada pem- belajaran matematika. Hal tersebut didasari pada penjelasan tentang model pembela- jaran kooperatif tipe RTE pada pembelajaran matematika mengajarkan siswa tidak hanya memperhatikan tetapi juga mampu meran-

cang pengetahuannya dan aktif menge- mukakan gagasan sehingga lebih mampu meningkatkan kemampuan tingkat tinggi sis- wa. Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat) model pembelajaran kooperatif tipe RTE yaitu model yang sangat baik digu- nakan untuk memaksimalkan belajar siswa dan belajar anggota kelompoknya (Silberman, 2013).

Berdasarkan uji-t diperoleh kesim- pulan bahwa model pembelajaran RTE lebih efektif dibandingkan model pembelajaran langsung pada pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Hal tersebut disebabkan karena dalam pelaksanaan belajar mengajar mene- rapkan model pembelajaran kooperatif tipe RTE membuat siswa lebih memahami pem- belajaran dengan berkelompok. Walaupun dalam proses pembelajaran masih ada be- berapa siswa yang kesulitan dalam meme- cahkan permasalahan, namun dengam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe RTE kesulitan siswa tersebut dapat di- minimalisir dengan adanya diskusi kelompok yang memudahkan siswa berbagi pendapat.

Satu siswa tidak hanya terfokus pada satu kelompok tapi dalam satu kali pertemuan siswa bisa berkelompok lebih dari satu kelompok. Selain membantu pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, penga-

(7)

laman bekerja sama juga dapat menanam- kan kesadaran bahwa keberhasilan suatu tugas jika dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok akan lebih efisien (Komalasari, 2013). Sejalan dengan pernya- taan tersebut, model pembelajaran koope- ratif tipe RTE bertujuan untuk memaksimal- kan belajar siswa, dengan adanya pertu- karan kelompok siswa dituntut memahami materi dan ditransfer kepada anggota kelom- poknya serta dapat bekerjasama dengan kelompok yang selalu berbeda-beda.

Adapun pada kelas yang belajar menggunakan pembelajaran langsung, sis- wa cenderung kurang aktif dan pembelajar- an masih berpusat pada guru, kurang komu- nikatif pada saat pembelajaran, dan siswa belajar dengan menghafal materi pembela- jaran. Melihat hal tersebut, siswa yang bela- jar dengan pembelajaran langsung tentu akan sulit untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi di setiap pertemuan- nya. Model pembelajaran langsung sifatnya berpusat pada guru, pelaksanaan kurang memcermati keseluruhan proses belajar dan pada umumnya tidak memperhatikan ketun- tasan belajar khususnya siswa secara indi- vidu (Kunandar, 2011).

PENUTUP Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini yang dida- sari hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut.

(1) Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X SMK ISFI Banjarmasin menggu- nakan model RTE dalam pembelajaran matematika berada di klasifikasi baik.

(2) Model pembelajaran RTE lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajar- an langsung terhadap kemampuan ber- pikir tingkat tinggi siswa di kelas X SMK ISFI Banjarmasin.

Saran

Adapun saran yang dapat dikemu- kakan sebagai berikut ini.

(1) Model pembelajaran kooperatif tipe RTE dapat dijadikan alternatif agar memuncul- kan dan meningkatkan serta mengem- bangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

(2) Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe RTE tetapi dengan materi dan ting- katan sekolah yang berbeda.

(3) Pelaksanaan pembelajaran menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe RTE memerlukan waktu yang relatif lama karena dilaksanakan dengan langkah- langkah yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan yang ma- tang sebelum memulai pelajaran mate- matika yang mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe RTE. Ada- pun persiapan yang dimaksud yaitu mempertimbangkan alokasi waktu pada setiap langkah tersebut agar kegiatan dapat berjalan lancar dan dicapainya pelaksanaan pembelajaran yang efisien dan efektif disetiap waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pembinaan SMA. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS). Jakarta: Di- rektorat Pembinaan Sekolah Mene- ngah Atas.

Hikmawati, F. (2017). Metodologi Penelitian.

Jakarta: Rajawali Press.

Isjoni. (2016). Cooperative Learning. Ban- dung: Alfabeta.

Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kon- tekstual Konsep dan Aplikasi. Ban- dung: PT. Refika Aditama.

(8)

Kunandar. (2011). Guru Profesional Imple- mentasi KTSP. Jakarta: Rajawali Press.

Prasetyani, E., Hartono, Y., & Susanti, E.

(2016). Kemampuan Berpikir Ting- kat Tinggi Kelas XI dalam Pembe- lajaran Trigonometri Berbasis Ma- salah di SMA Negeri 18 Palem- bang. Jurnal Ganteng Pendidikan Matematika FKIP – UMRAH.

1(2016): hal. 31-40.

Shadiq, F. (2014). Cara Menigkatkan Ke- mampuan Berpikir Siswa. Yogya- karta: Graha Ilmu.

Silberman, M. (2013). Pembelajaran Aktif:

101 Strategi untuk Mengajar Secara Aktif. Diterjemahkan oleh Yovita Hardiwati. Jakarta: PT Indeks.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendi- dikan Pendekatan Kuantitatif, Kuali- tatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sundayana, R. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa menggunakan model pembelajaran discovery menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROTATING TRIO. EXCHANGE (RTE) DENGAN STUDENT TEAMS

Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa.. Jakarta: Skripsi

Dalam penelitian tentang perbedaan hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Rotating Trio Exchange (RTE) ini,

Simpulan dalam penelitian ini adalah 1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe RTE atau Metode RTE dalam pembelajaran Matematika Tema 3 Benda di Sekitarku

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) terhadap kemampuan berpikir

Terdapat perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran HDLC, STAD dan MPL dengan