Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 21 Jakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Subyek penelitian ini adalah 70 siswa yang terdiri dari 34 siswa untuk kelas eksperimen dan 36 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari skor minat belajar matematika siswa. Instrumen yang diberikan berupa angket minat belajar matematika yang terdiri dari 25 butir pernyataan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan tes U Mann-Whitney diperoleh harga Z ≤ -1,98 mempunyai kemungkinan di bawah H0
sebesar p < 0,0239. Karena harga observasi U mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α = 0,05 (0,0239 < 0,05), maka H0
ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata
minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Rotating Trio Exchange (RTE) lebih tinggi dari pada rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) berpengaruh terhadap minat belajar matematika siswa.
Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Rotating Trio Exchange, Minat Belajar.
Mathematics." Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2010.
The purpose of this research is to determine whether the interest in learning mathematics students taught with cooperative learning type Rotating Trio Exchange (RTE) is higher than the interest in learning mathematics students taught with conventional learning. The research was conducted at SMP Negeri 21 Jakarta for academic year 2009/2010. The method used in this research is quasi experimental method with with Subject Two randomized posttest-only group. The subject of this research are 70 students consisting of 34 students for grade 36 students to experimental and control classes obtained by cluster random sampling technique in class VIII. The data collection after being given treatment obtained from scores students' interest in learning mathematics. Instruments are provided in the form of interest in learning mathematics questionnaire consisting of 25 grains statement. Based on the results of hypothesis testing with the Mann-Whitney U test was obtained prices have Z ≤ -1.98 under H0 possibility of p <0.0239. Because the price of U observations have an equal chance with, or smaller than α = 0.05 (0.0239 <0.05), then H0 rejected and Ha accepted. So it can be concluded that the "average interest in learning mathematics students taught with cooperative learning type Rotating Trio Exchange (RTE) is higher than average interest in learning mathematics students taught with conventional learning. " Thus, cooperative learning model type Rotating Trio Exchange (RTE) effect on students' interest in learning mathematics.
Keywords: Cooperative Learning, Rotating Trio Exchange, Interest in Learning.
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, Dosen Penasehat Akademik sekaligus Pembimbing I
dan Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Dosen Pembimbing II yang selalu sabar
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.
6. Bapak Drs. H. Imam Suyanto, Kepala SMP Negeri 21 Jakarta yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
7. Bapak Sugeng Dirgantoro, S.Pd, Guru pamong tempat penulis mengadakan
penelitian.
8. Ayahanda (Bpk. Hasanuddin) dan Ibunda (Ibu Kona’ah (alm) dan Ibu
Rosidah) tercinta yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sayangnya
kepada penulis serta selalu memberikan semangat, dukungan moril dan
materil selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Kakak-kakakku (M. Imron, M. Ikhlas, S.Pd, Siti Hodijah, S.Pd, dan Siti
Khoiriyah, S.Pd) dan adikku (M. Ikrom Rosyidin) tercinta yang senantiasa
memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
tawanya.
12.Siswa dan siswi kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta, khususnya kelas VIII-5
dan VIII-6 yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan
penelitian.
13.Teman-teman ku tercinta, Liria Oktarina, Fitriah, Mas’udah, Nurul
Qomariyah, Feti Mutiawati serta seluruh mahasiswa dan mahasiswi jurusan
pendidikan matematika angkatan 2005, semoga kebersamaan kita menjadi
kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan di masa mendatang.
14.Teman-teman seperjuanganku, Triwahyuni, Sakinah Komara, Alief Suciati
dan Dwi Rahmi Restiani yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar
informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa wisuda
bersama-sama.
15.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
Siti Kholillah
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8
A. Deskripsi Teoritik ... 8
1. Minat Belajar Matematika ... 8
a. Pengertian Minat ... 8
b. Pengertian Belajar Matematika ... 11
c. Minat Belajar Matematika ... 17
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar ... 18
e. Peranan Minat dalam Belajar Matematika... 22
2. Pembelajaran Kooperatif ... 23
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 23
b. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 25
C. Hipotesis Penelitian... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
B. Metode dan Desain Penelitian... 40
C. Populasi dan Sampel ... 41
D. Teknik Pengumpulan Data... 41
1. Definisi Konseptual ... 41
2. Definisi Operasional ... 41
3. Instrumen Penelitian ... 42
4. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 43
a. Uji Validitas ... 43
b. Uji Reliabilitas ... 43
E. Teknik Analisis Data... 44
1. Uji Normalitas... 44
2. Uji Homogenitas ... 45
3. Uji Hipotesis ... 46
F. Hipotesis Statistik ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Deskripsi Data... 50
1. Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen... 50
2. Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 51
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 54
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 56
1. Pengujian Hipotesis... 56
2. Pembahasan... 57
B. Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 66
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 27
Tabel 2. Rancangan Penelitian ... 40
Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Matematika ... 42
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok
Eksperimen... 51
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol 52
Tabel 6. Perbandingan Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol... 54
Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 55
Tabel 8. Hasil Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ... 56
Gambar 1. Pola Pasangan Trio Putaran Pertama ... 35
Gambar 2. Pola Pasangan Trio Putaran Kedua ... 36
Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Minat
Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 53
Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Minat
Belajar Matematika Kelompok Kontrol... 53
Gambar 5. Kegiatan Siswa dalam Rotating Trio Exchange... 59
x
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 67
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 96
Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 113
Lampiran 4. Daftar Nama Kelompok Kooperatif ... 142
Lampiran 5. Peta Rotating Trio Exchange (RTE) ... 143
Lampiran 6. Kisi-kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Sebelum Validitas ... 147
Lampiran 7. Angket Minat Belajar Sebelum Validitas ... 148
Lampiran 8. Kisi-kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Setelah Validitas ... 151
Lampiran 9. Angket Minat Belajar Setelah Validitas... 152
Lampiran 10. Uji Validitas ... 154
Lampiran 11. Uji Reliabilitas ... 155
Lampiran 12. Perhitungan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas... 156
Lampiran 13. Daftar Skor Minat Belajar Matematika ... 157
Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Varians, dan Simpangan Baku Kelompok Eksperimen ... 158
Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Varians, dan Simpangan Baku Kelompok Kontrol ... 159
Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 160
Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 162
Lampiran 18. Perhitungan Uji Hipotesis ... 164
Lampiran 19. Hasil Wawancara Prapenelitian ... 167
Lampiran 20. Hasil Wawancara Siswa tentang Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) ... 169
Lampiran 21. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment... 172
Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal... 174
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya
belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Sebagaimana Allah
memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk mempelajari ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 11:
...
رد ااﻮ وأﻦ ﺬ او ﻜ ﻮ أﻦ ﺬ اﷲا ﻓﺮ
)
ﺔ دﺎ أ
:
١١
(
... Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S Al-Mujadalah: 11).
Pendidikan merupakan suatu proses dari usaha dasar yang secara
sengaja mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang, untuk
mengaktualkan potensi kemampuan keimanan (tauhid), potensi kecerdasan
(akal), potensi kemampuan memikul amanat dan tanggung jawab, serta
potensi berkomunikasi melalui bahasa agar menjadi manusia muslim yang
bertakwa kepada Allah SWT. Dengan pendidikan segala potensi-potensi yang
dimiliki oleh manusia dapat dikembangkan, manusia dapat memperoleh ilmu
pengetahuan yang dapat dijadikan tuntunan dalam kehidupannya dan dengan
ilmu pengetahuan manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
اﻰ إﺎﻘ ﺮﻃ ﷲا ﻬ ﺎ ﻓ ﺎﻘ ﺮﻃﻚ ﻦ و )
اور
(
Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (H.R Muslim)1
Secara umum pendidikan bertujuan untuk menyempurnakan
kecerdasan-kecerdasan manusia yang secara basik (potensi) telah diberikan
oleh Allah SWT pada setiap orang. Pendidikan mengarahkan agar manusia
1
menggunakan kecerdasan yang ia miliki bukan hanya untuk kepentingan
dirinya sendiri melainkan untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah sebagai berikut:
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.2
Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut maka diselenggarakan
rangkaian kependidikan secara sengaja, terarah, terencana, berjenjang dan
sistematis melalui pendidikan formal seperti sekolah. Pendidikan yang
diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu menciptakan SDM yang
berkualitas dan berwawasan sehingga dapat membentuk peradaban manusia
yang bermartabat.
Salah satu bidang studi yang penting dikuasai oleh siswa di sekolah
adalah matematika. Tujuan umum diberikannya matematika pada pendidikan
dasar dan menengah, yaitu:
Untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-harinya dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.3
Jadi dengan pembelajaran matematika di sekolah siswa diharapkan
dapat menghadapi perubahan dunia yang selalu berkembang dan siswa dapat
menggunakan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Mengingat
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, 2003 ), h. 8.
3
pentingnya pembelajaran matematika, maka matematika diajarkan dari mulai
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
sehingga materi matematika membutuhkan daya ingat dan daya nalar yang
cukup. Kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan siswa sering
beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan kurang
disukai oleh siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati di MTs Al Hidayah Tajur didapatkan informasi bahwa yang
terlintas dalam pikiran siswa saat pertama kali mendengar kata “matematika”
adalah “susah, menegangkan, takut, dan menjadi salah satu pelajaran yang
tidak menyenangkan.”4
Bila siswa sudah merasa tidak suka ketika belajar matematika, maka
erat kaitannya dengan minat mereka terhadap matematika. Menurut Slameto
“minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.5 Ini menandakan bahwa rasa tidak suka siswa ketika belajar matematika akan berdampak pada rendahnya minat siswa
ketika belajar matematika, padahal menurut teori Gestalt “belajar lebih
berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa”.6 Pentingnya minat dimiliki oleh siswa ketika belajar matematika karena
minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar untuk
mencapai tujuan belajar. Namun kenyataannya masih banyak siswa yang
belajar dengan minat yang rendah terhadap pelajaran yang dipelajarinya,
seperti informasi yang diperoleh peneliti setelah melakukan wawancara
dengan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 21 Jakarta bahwa minat
siswa ketika belajar matematika masih tergolong rendah. Rendahnya minat
siswa ketika belajar matematika di SMP Negeri 21 Jakarta dapat dilihat dari
4
Nurhayati, “Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 2, t.d.
5
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet ke-4, h. 180.
6
kurangnya partisipasi siswa dalam kelas dan kurangnya usaha siswa untuk
menguasai materi yang belum dimengerti. Adapun faktor yang mungkin
menyebabkan rendahnya minat siswa untuk mempelajari matematika adalah
kurangnya dorongan yang kuat dari dalam diri siswanya sendiri ketika belajar
matematika, siswa kurang berkonsentrasi ketika belajar, siswa kurang percaya
diri untuk mengerjakan latihan soal sendiri, dan kurangnya kesempatan siswa
untuk dapat belajar dan berdiskusi dengan teman yang lebih banyak karena
guru hanya menerapkan pembelajaran secara konvensional.
Rendahnya minat siswa SMP Negeri 21 Jakarta terhadap pelajaran
matematika memberi dampak pada rendahnya hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan hasil observasi pada dua kelas yang dijadikan sampel yaitu kelas
VIII.5 dan kelas VIII.6 diperoleh nilai rata-rata ulangan matematika siswa
semester ganjil masing-masing sebesar 5,13 dan 4,85. Hal ini menandakan
kemampuan matematika siswa masih tergolong rendah.
Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika akan
mempengaruhi pusat pikiran mereka, selain itu akan menimbulkan
ketidaknyamanan atau tidak adanya kebahagiaan dalam belajar matematika.
Sebaliknya, dengan minat yang tinggi terhadap matematika maka proses
belajar mengajar akan berjalan lancar, dan tujuan pendidikan akan tercapai
sesuai dengan yang diharapkan.
Upaya meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika
diantaranya guru dapat menggunakan berbagai model dan strategi
pembelajaran yang bervariasi. Salah satunya yaitu dengan model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif bersumber dari fitrah manusia sebagai
makhluk sosial, yang senang hidup berkelompok. Ketika proses belajar
berlangsung biasanya siswa lebih suka bertanya kepada temannya dengan
bahasa yang saling dimengerti daripada bertanya kepada guru. Hal ini selaras
dengan Johnson, Johnson & Smith yang dikutip oleh Anita Lie dalam bukunya
sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang
lainnya dan membangun pengertian dan pengetahuan yang sama.”7
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa belajar, bekerja, dan berinteraksi di
dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga siswa dapat bekerja sama, saling
membantu, berdiskusi dalam memahami suatu materi pelajaran ataupun dalam
mengerjakan tugas kelompok maupun tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran
kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan
sikap positif pada matematika. Para siswa secara individu membangun
kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa
tidak sukanya terhadap matematika dan meningkatkan minat siswa dalam
belajar matematika.
Terdapat beberapa variasi metode dalam pembelajaran kooperatif,
salah satu diantaranya adalah Rotating Trio Exchange (RTE). RTE dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam pelajaran agar mereka
belajar aktif dan membantu untuk membangun perhatian serta minat mereka,
memunculkan keingintahuan mereka, dan merangsang berfikir. RTE
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerja sama
dengan lebih banyak teman, memberikan pengalaman baru berdiskusi dengan
teman yang mungkin belum pernah diajak berdiskusi sehingga diharapkan
siswa lebih terpacu semangatnya dan akhirnya timbul minat yang besar
terhadap matematika.
Dari uraian di atas, pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan minat belajar matematika siswa. Lebih lanjut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian masalah ini dengan mengangkat judul skripsi “Pengaruh Model
7
Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dikemukakan
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Kemampuan matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta rendah.
2. Siswa kurang antusias ketika belajar matematika.
3. Siswa tidak aktif bertanya dan menjawab dalam kelas.
4. Kurangnya usaha siswa untuk dapat menguasai materi yang belum
dimengerti.
5. Kurangnya usaha siswa untuk mengerjakan latihan soal.
6. Pada proses pembelajaran matematika, guru belum pernah menerapkan
model pembelajaran kooperatif sehingga siswa kurang bekerja sama dalam
kelas.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya
pembatasan ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas antara lain:
1. Masalah yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan model
pembelajaran koperatif dalam pembelajaran matematika. Pengaruhya
dilihat dari perbedaan minat siswa terhadap pelajaran matematika yang
diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang
diajar dengan pembelajaran konvensional.
2. Pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian adalah tipe
Rotating Trio Exchange (RTE).
3. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta.
4. Minat belajar yang dimaksud adalah perhatian, perasaan senang,
partisipasi, keinginan yang kuat dan ketekunan.
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) berpengaruh terhadap minat belajar matematika siswa?”
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, bagi
siswa maupun guru, antara lain:
1. Manfaat bagi siswa
a). Menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam belajar matematika.
b). Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa terhadap pelajaran
matematika.
2. Manfaat bagi guru
a). Metode ini dapat dijadikan alternatif dalam memilih metode
pembelajaran guna meningkatkan minat belajar matematika siswa.
b). Meningkatkan kreatifitas guru matematika dalam menyampaikan
materi melalui berbagai model pembelajaran terbaru.
3. Manfaat bagi peneliti
a). Dapat dijadikan tambahan wawasan pengetahuan yang bermafaat.
b). Bukti pengabdian sebagai calon pendidik dalam memberikan alternatif
BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1.
Minat Belajar Matematika
a.
Pengertian Minat
Setiap orang pasti mempunyai kecenderungan terhadap sesuatu
yang menarik perhatiannya. Kecenderungan tersebut menandakan
adanya minat terhadap suatu objek yang dituju. Hal ini sesuai dengan
pengertian minat secara bahasa “kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu.”1
Minat merupakan kecenderungan seseorang untuk selalu
memperhatikan suatu objek secara terus menerus, seperti yang
dikemukakan oleh Hilgard yang dikutip oleh Slameto “interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.” 2 Minat juga berhubungan dengan keinginan seseorang terhadap objek tersebut “minat berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu.”3
Sedangkan Slameto menekankan bahwa minat sangat berkaitan
erat dengan perasaan seseorang (terutama perasaan senang) terhadap
sesuatu atau suatu kegiatan, sehingga ia melakukan kegiatan tersebut
tanpa paksaan. Ia menerangkan bahwa ”minat adalah suatu rasa lebih
suka atau rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Ed. 3. Cet-2, h. 744.
2
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 57.
3
menyuruh.”4 Sependapat dengan hal tersebut, As’ad mengemukakan ”minat adalah sikap yang membuat seseorang senang akan objek
situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan
kecenderungan untuk mencari objek yang disenanginya itu”5
Minat adalah kesadaran seseorang akan adanya suatu hubungan
antara dirinya dengan suatu objek, seseorang ataupun suatu situasi. Hal
tersebut dijelaskan oleh Whitheringthon bahwa “minat adalah
kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau
suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya”.6 Sehingga minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar, sebab jika
tidak minat tidak punya arti sama sekali. Lebih lanjut Whitheringthon
menggolongkan minat menjadi dua macam, yaitu:
1) Minat primitif yaitu minat yang timbul dari pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang terasa secara langsung, seperti pemenuhan
kebutuhan pokok meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan
sebagainya.
2) Minat kultural atau sosial yaitu minat yang timbul dari proses
belajar yang dipengaruhi oleh pengalaman seseorang.7
Minat kultural atau sosial menandakan bahwa minat tidak dibawa sejak
lahir, melainkan dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar
selanjutnya serta mempengaruhi minat-minat baru.
Apakah siswa berminat terhadap suatu pelajaran atau tidak,
maka dapat dilihat dari tanda-tanda yang diperlihatkannya ketika
belajar. Menurut Crow minat memiliki beberapa karakteristik antara
lain:
1) Minat timbul dari perasaan senang terhadap suatu objek atau situasi yang menarik perhatian seseorang.
4
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 180. 5
Abdul Rahmat, Super Teacher, (Bandung: MQS. Publishing,2009), h. 178 6
Witherington, Psikologi Pendidikan, Terjemahan: M. Bukhori, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), h. 124
7
2) Minat dapat menyebabkan seseorang menaruh perhatian secara sadar, spontan, mudah, wajar, tanpa dipaksakan dan selektif. 3) Minat dapat meragsang seseorang untuk mencari objek atau
situasi yang diminatinya.
4) Minat bersifat personal karena setiap individu memiliki perbedaan dalam menentukan minatnya dan hal ini berkaitan dengan kepentingan pribadi seseorang.
5) Dapat bersifat konsisten sepanjang objek yang diminati efektif bagi individu.
6) Minat bersifat diskriminatif sepanjang objek yang diminati efektif bagi individu.
7) Minat bersifat diskriminatif karena dapat membantu seseorang membedakan hal-hal yang harus dan tidak harus dilakukan sehubungan dengan minatnya.
8) Minat tidak bersifat native atau bawaan melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pengalaman-pengalaman selama perkembangan individu, dan minat dapat juga menjadi “sebab” atau “akibat” dari pengalaman.8
Secara lebih ringkas Windradini menyebutkan karakteristik
minat, yaitu:
1) Adanya rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat untuk mencapai
tujuan.
2) Mencari informasi ke berbagai pihak berkaitan dengan tujuan yang
akan dicapai atau diraih.
3) mengikuti program belajar tambahan agar dapat mempermudah
pencapaian tujuan.9
Sedangkan menurut Super & Sumarto untuk mengetahui minat
dapat menggunakan empat cara, yaitu:
1) Dengan melihat kenyataan seseorang apakah ia senang atau tidak senang pada suatu objek atau barang, aktivitas atau pekerjaan.
2) Dengan melihat dan mengobservasi partisipasi seseorang ke dalam suatu aktivitas atau pekerjaan.
3) Dengan menggunakan tes objektif.
4) Dengan mengukur atau melihat jawaban-jawaban seseorang dari sejumlah pertanyaan tentang aktivitas atau pekerjaan yang
8
Abdul Rahmat, Super Teacher…, h. 181. 9
disenangi atau tidak disenangi, di sini responden menjawab setiap item atau pertanyaan yang sesuai dengan minatnya.10
Lebih lanjut menurut Slameto ”Suatu minat dapat
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa
siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula
dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu kegiatan”11 Sependapat dengan hal tesebut, Crow & Crow menyebutkan bahwa
minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi
dalam kegiatan.
Dari beberapa karakterisistik minat yang telah diungkapkan
oleh para ahli di atas, maka penulis menetapkan indikator minat dalam
penelitian ini adalah: perasaan senang, perhatian, keinginan yang kuat,
ketekunan dan partisipasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan suatu objek
secara sadar dan terus menerus dengan disertai perasaan senang tanpa
paksaan. Minat akan menimbulkan adanya pemusatan perhatian lalu
timbul usaha (untuk: mendekati/mengetahui/memiliki/menguasai/
berhubungan) yang dilakukan dengan perasaan senang karena adanya
daya tarik dari objek yang dituju.
b. Pengertian Belajar Matematika
”Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada
pendidikan.”12 Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh
kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat
berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya, sehingga
10
Abdul Rahmat, Super Teacher…, h. 186. 11
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 180. 12
ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi.
Menurut Slameto ”belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”.13 Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan diri untuk memperoleh
pengetahuan.
Belajar akan menunjukkan adanya suatu perubahan tingkah
laku yang disebabkan oleh pengalaman, hal tersebut diungkapkan oleh
Cronbach ”Learning is show by a change in behavior as a result of experience”14 Sedangkan Harold Spears memberikan batasan belajar pada memperhatikan, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri,
mendengar, dan mengikuti tujuan ”Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”15
Dari beberapa pengertian belajar di atas, diketahui bahwa kata
kunci dari pengertian belajar adalah perubahan tingkah laku. Dan
ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang telah melakukan kegiatan
belajar adalah:
1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial. Aktual berarti
perubahan tingkah laku itu dapat dilihat seperti: menulis dan
membaca (psikomotorik), sedangkan perubahan yang potensial
berarti perubahan yang tidak dapat dilihat dan hanya dapat
dirasakan oleh orang yang belajar saja seperti minat, keyakinan
(afektif) atau peningkatan pengetahuan dan kemampuan analisis
(konitif) .
13
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 2. 14
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke-11, h. 20.
15
2) Perubahan tingkah laku yang diperoleh merupakan kemampuan
baru dalam bidang kognitif, afektif atau psikomotorik.
3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang
yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati,
memikirkan, merasakan, menghayati dan sebagainya) atau dengan
latihan (melatih, menirukan).16
Perubahan yang terjadi setelah proses belajar tidak hanya pada
aspek kognitif berupa penambahan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga
mencakup aspek afektif dan aspek psikomotorik berupa meningkatnya
minat, menciptakan sikap positif, meningkatkan keterampilan dan
lain-lain. Seperti yang dijelaskan oleh Sardiman bahwa ”perubahan tidak
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga
berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri,
minat, watak dan penyesuaian diri.”17
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa belajar akan membawa
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik (dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari yang cuek menjadi perhatian, dari yang tidak
berminat menjadi berminat, dan lain-lain) sebagai akibat dari
pengalaman masing-masing individu yang belajar. Belajar bukanlah
suatu tujuan tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai
tujuan.
Matematika disebut sebagai ratunya ilmu pengetahuan karena
matematika merupakan ilmu yang mandiri, tanpa bantuan ilmu lain
matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk ilmunya sendiri.
Namun dapat juga disebut sebagai pelayan ilmu pengetahuan karena
perkembangan dan penemuan ilmu pengetahuan bergantung kepada
matematika. Istilah matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani,
Mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.
16
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan ..., h. 56-57. 17
Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata
lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).18
James and James mengungkapkan bahwa matematika adalah
”ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang banyak
dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.”19 Menurut Russeffendi matematika adalah ”ilmu tentang struktur yang
terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau
teorema.”20 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika antara konsep matematika yang satu
dengan konsep matematika yang lain saling berkaitan. Konsep-konsep
matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis
mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling
kompleks.
Sedangkan menurut Paling “matematika adalah suatu cara
untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia.”21 Manusia akan menggunakan informasi, menggunakan pengetahuannya tentang bilangan, bentuk, dan ukuran serta
menggunakan kemampuan berhitung dan mengingat untuk
menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Karena itu, matematika sangat diperlukan baik untuk
kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapai perkembangan
18
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI.2001), h. 18
19
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h. 18 20
Sri Anitah W, dkk., Materi Pokok Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.4.
21
IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap siswa
sejak SD, bahkan sejak TK. “matematika yang diberikan di sekolah
baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada
jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK), disebut dengan
matematika sekolah”.22
Dari berbagai pengertian yang dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun
secara hierarkis, sistematis, memiliki konsep-konsep yang saling
berhubungan satu sama lain, dapat diterapkan di sekolah untuk
mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama baik pada jenjang pendidikan
dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah
(SMU dan SMK) dan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Matematika yang diajarkan di sekolah
jelas berhubungan dengan siswa, sehingga dalam penyampaiannya
perlu memperhatikan aspek psikologi terutama teori psikologi
perkembangan. Karena ketika proses belajar, siswa memerlukan
tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya.
Ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa ketika belajar
matematika yaitu obyek tidak langsung dan objek langsung.23 Obyek tidak langsung antara lain ialah kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain),
bersikap positif terhadap matematika, dan mengetahui bagaimana
semestinya belajar.
22
Erman Suherman,dkk,Strategi Pembelajaran ....,h. 54 23
Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Dalam Mengembangkan
Objek langsung ialah fakta, keterampilan, konsep dan aturan
(principle).
1) Fakta. Contoh fakta ialah angka/ lambang bilangan, sudut, ruas
garis, symbol, notasi.
2) Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan
jawaban yang benar dan cepat. Misalnya membagi sebuah ruas
garis menjadi 2 buah ruas garis yang sama panjang, melakukan
pembagian cara singkat, membagi bilangan dengan pecahan,
menjumlahkan pecahan, membagi pecahan decimal.
3) Konsep. Adalah ide abstrak yang memungkinkan kita
mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh dan non
contoh. Contoh suatu konsep ialah garis lurus. Dengan adanya
konsep itu memungkinkan kita untuk memisahkan obyek-obyek;
apakah obyek itu garis lurus atau bukan.
4) Aturan (principle). Aturan ialah obyek yang paling abstrak. Aturan ini dapat berupa sifat, dalil atau teori. Contoh aturan ialah, “dua
buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan
sudut apitnya kongruen”.
Jerome Bruner mengemukakan bahwa belajar matematika
adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur serta
keterkaitan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.
Belajar matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam
pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu
hubungan di antara pengertian-pengertian itu.24
Ada banyak alasan mengapa siswa perlu belajar matematika.
Diantaranya menurut Cockroft ada enam alasan matematika perlu
diajarkan kepada siswa, yaitu:
1) Selalu digunakan dalam segala kehidupan.
2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.
3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas.
24
4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.
5) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, kesadaran ruang.
6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. 25
Enam alasan tersebut mengukuhkan betapa pentingnya matematika
dipelajari oleh siswa di sekolah.
Dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa belajar
matematika adalah belajar yang cenderung melatih dan membimbing
siswa yang mengarah pada kemampuan di bidang kognitif, yaitu
berkenaan dengan berpikir, mengetahui, memahami, bernalar dan
memecahkan masalah. Belajar matematika harus memberikan peluang
kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang
matematika.
c. Minat Belajar Matematika
Minat belajar matematika adalah kecenderungan siswa
terhadap pelajaran matematika yang menyebabkan timbulnya
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dan semuanya
dilakukan dengan perasaan senang tanpa paksaan. Minat merupakan
kekuatan yang mendorong siswa dalam memberi perhatian ketika
belajar matematika dan minat menjadi penyebab siswa ikut
berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika berarti ia
sudah belajar matematika atau setidaknya mempunyai pengetahuan
tentang matematika. Karena pengetahuan tentang matematika itulah
yang akan menimbulkan anggapan-anggapan dalam diri siswa, seperti:
apakah matematika bermanfaat bagi dirinya?, apakah matematika
berguna untuk mencapai cita-citanya?, atau apakah matematika dapat
menjadikannya orang kaya? dan lain-lain. Jika setelah belajar siswa
beranggapan bahwa matematika ada sangkut paut dengan dirinya dan
25
bermanfaat untuk hidupnya, maka ia dapat berkata bahwa ia berminat
terhadap matematika. Tetapi jika seseorang tidak mempunyai
pengetahuan atau informasi apapun tentang matematika kemudian ia
berkata bahwa ia tidak berminat pada matematika maka itu tidak
mungkin terjadi.
Minat belajar matematika merupakan suatu aspek psikologis
siswa yang terungkap melalui beberapa gejala seperti: gairah,
keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah
laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan memperhatikan,
mencari pengetahuan dan pengalaman terhadap matematika, yang
ditunjukkan melalui keantusiasan, keaktifan, ketekunan dan partisipasi
siswa dalam belajar matematika. Siswa yang berminat terhadap
pelajaran matematika akan selalu terdorong untuk rajin belajar, dengan
membaca buku matematika, memperhatikan penjelasan guru,
mengerjakan soal-soal latihan atau selalu bertanya untuk lebih
memahami materi yang diberikan.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar
Minat belajar tiap-tiap siswa tidaklah sama. Ketidaksamaan itu
disebabkan oleh banyak hal yang mempengaruhi minat belajar
sehingga ia dapat belajar dengan baik atau tidak. Demikian juga halnya
dengan minat siswa terhadap pelajaran matematika, ada siswa yang
minatnya tinggi dan ada juga yang rendah. Hal tersebut akan sangat
mempengaruhi aktivitas dan hasil belajarnya dalam pelajaran
matematika.
Secara garis besar, timbulnya minat belajar pada diri siswa
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (dari dalam individu)
1) Faktor Internal
a) Kebutuhan
Seseorang akan melakukan sesuatu jika ada kebutuhan di
dalam dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapainya. Kebutuhan
sebagai faktor yang mempengaruhi minat dan menjadi tolak ukur
tinggi rendahnya minat terhadap suatu objek. Misalnya, siswa yang
ingin menang dalam olimpiade matematika, maka rasa ingin
menang tersebut akan menimbulkan minat untuk belajar lebih giat
dari sebelumnya.
b) Bakat
Menurut Chaplin “bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang”26 Kemampuan itu baru terealisasi menjadi keberhasilan setelah belajar dan berlatih. Jika bahan pelajaran yang
dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya pun
akan baik karena ia belajar dengan perasaan senang. Misalnya,
siswa yang mempunyai bakat berhitung akan lebih senang dan
mudah mengerti pelajaran metematika, dibandingkan siswa yang
kurang berbakat dalam berhitung.
c) Sikap
Seseorang tentu memiliki kecenderungan untuk menerima
atau menolak sesuatu berdasarkan penilaian, apakah sesuatu itu
bermanfaat bagi dirinya atau tidak. Misalnya, apakah belajar
matematika dirasakan bermanfaat bagi kehidupan siswa atau tidak?
Apabila dirasakan bermanfaat bagi siswa, maka akan melahirkan
sikap positif terhadap matematika. Namun sebaliknya, jika
dirasakan matematika kurang atau tidak bermanfaat bagi siswa,
maka akan melahirkan sikap negatif dalam diri siswa terhadap
matematika. Sikap negatif yang terjadi terus menerus akan menjadi
26
suatu kebiasaan yang akhirnya akan mempengaruhi minat siswa
terhadap matematika.
2) Faktor Eksternal
a) Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, akan sering
dipelajari oleh siswa yang bersangkutan. Dan sebaliknya bahan
pelajaran yang tidak menarik minat siswa tentu akan
dikesampingkan oleh siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Slameto bahwa “Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena
bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena
tidak ada daya tarik baginya.”27 b). Guru
Guru adalah penanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Menurut Kurt Singer bahwa “guru yang berhasil membina
kesediaan belajar murid-muridnya, berarti telah melakukan hal-hal
yang terpenting yang dapat dilakukan demi kepentingan
murid-muridnya.”28 Guru yang pandai, baik, ramah , disiplin, serta disenangi siswa sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan
minat siswa. Sebaliknya guru yang memiliki sikap buruk dan tidak
disukai oleh siswa, akan sukar dapat merangsang timbulnya minat
dan perhatian siswa.
c). Metode Pembelajaran
Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat siswa untuk
belajar tidak hanya bahan pelajaran dan guru, tetapi metode
pembelajaran juga merupakan faktor yang dapat menumbuhkan
minat siswa untuk belajar. Menurut Wina salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan minat siswa adalah “Gunakan
27
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor…, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 57. 28
pelbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi.” 29 Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru
hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang tepat, efesien
dan efektif yakni dengan pemilihan metode sesuai dengan materi
yang akan disampaikan.
Selain faktor-faktor di atas yang dapat mempengaruhi minat
siswa dalam belajar, ada juga beberapa cara yang dapat dilakukan guru
untuk meningkatkan minat belajar siswa. Diantaranya menurut
Djamarah yaitu:
1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
2) Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki siswa, sehingga siswa mudah menerima bahan pelajaran.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual siswa.30
Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk membangkitkan
minat belajar siswa adalah:
1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan
siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap
bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya.
2) Sesuaiakan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan
kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk
dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa,
akan tidak diminati oleh siswa.
3) Gunakan pelbagai model dan strategi pembelajaran secara
bervariasi. 31
29
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 288. 30
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 133. 31
Menyampaikan materi pelajaran yang dapat menarik perhatian
siswa juga dapat meningkatkan minat belajar siswa, seperti
“menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata,
memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam kelas, dan
memberi kesempatan siswa untuk menerapkan langsung apa yang telah
dipelajarinya.”32
Menurut Tanner & Tanner, guru dapat membentuk minat-minat
baru pada siswa dengan ”memberikan informasi pada siswa mengenai
hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan
bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di
masa yang akan datang.”33 Selain itu membangkitkan minat baru pada siswa juga dapat menggunakan minat-minat siswa yang telah ada.
Secara umum, usaha yang dapat dilakukan guru untuk
meningkatkan minat belajar siswa adalah menghubungkan bahan
pelajaran dengan pengalaman dan kebutuhan siswa, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, dan menggunakan metode atau strategi pembelajaran
yang bervariasi. Namun jika usaha-usaha tersebut tidak berhasil, guru
dapat menggunakan insentif dalam usaha mencapai tujuan
pembelajaran. Pemberian insentif diharapkan akan membangkitkan
motivasi dan mungkin minat terhadap bahan pelajaran akan muncul.
e. Peranan Minat dalam Belajar Matematika
Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi
keberhasilan suatu proses belajar. Minat berpengaruh besar terhadap
belajar, karena jika bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat maka
siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya
tarik baginya dan ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran
32
Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar ..., h. 92. 33
tersebut. Siswa yang berminat terhadap matematika, akan berpeluang
besar untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang memuaskan.
Minat merupakan alat motivasi yang dapat membangkitkan
kegairahan belajar siswa karena minat berperan sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika akan tampak
terdorong terus untuk tekun belajar dan selalu berusaha untuk
mencapai hasil yang memuaskan. Berbeda dengan siswa yang
sikapnya hanya menerima pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau
belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya.
Minat juga dapat menambah kegiatan belajar, dapat menjadi
penyebab timbulnya suatu kegiatan dan dapat menjadi penyebab siswa
ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, misalnya siswa yang
berminat terhadap pelajaran matematika maka ia akan memberikan
perhatian lebih ketika belajar, ia akan mencari informasi yang
mendalam tentang materi yang sedang dipelajari dan ia akan
berpartisipasi aktif dalam kelas.
Siswa yang telah memiliki minat terhadap pelajaran
matematika, kemungkinan akan menjaga pikirannya untuk selalu
berpikir positif tentang matematika sehingga dia dapat menguasai
pelajaran matematika dengan baik yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa tersebut. Karena minat
yang besar terhadap matematika merupakan modal yang besar untuk
mencapai tujuan belajar matematika.
2. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana guru mendorong
pada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan
tugas-tugas. “Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya.”34
Menurut Anita Lie “pembelajaran kooperatif adalah sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.”35 Tugas-tugas tersebut perlu dipersiapkan secara matang, terencana dan
terstruktur agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, dan guru
juga harus selalu membimbing dan mengawasi jalannya pembelajaran
agar seluruh siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif melibatkan lebih dari sekedar
menempatkan siswa secara bersama dalam suatu kelompok kecil dan
memberikan tugas kepada mereka. Akan tetapi didalamnya juga
melibatkan pemikiran dan perhatian penuh pada berbagai aspek dari
proses kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dituntut
untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain dalam
menyelesaikan atau mempelajari suatu pokok bahasan. “Pembelajaran
kooperatifmencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai
sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama
lainnya.”36
Sedangkan menurut Slavin “Pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok heterogen.”37 Dalam pembelajaran
34
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41.
35
Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002), h. 18.
36
Erman, S.Ar, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-FPMIPA, 2002), h. 218.
37
kooperatif, kelas disusun dalam kelompok-kelompok kecil dengan
kemampuan yang heterogen. Maksudnya setiap kelompok terdiri dari
campuran siswa yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda,
jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar
belakangnya.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa dikondisikan agar dapat belajar dan dapat saling
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam kelompok kecil pada waktu
menerima pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang telah
disiapkan oleh guru.
Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif dalam
pendidikan adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dan sebagai makhluk sosial
yang membutuhkan pertolongan orang lain, siswa perlu membina
kerjasama yang baik dengan siswa lainnya ketika belajar. Menurut
Roger dan David Johnson, tidak semua kerja kelompok dapat
dikatakan kelompok belajar kooperatif setidaknya ada lima unsur yang
harus diterapkan, yaitu:“saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, serta evaluasi
proses kelompok.”38
b. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat
yang besar apabila dilaksanakan secara terstruktur dan terencana
dengan baik. Adapun manfaat dari pembelajaran kooperatif yaitu:
38
1) Mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial.
2) Mampu mempersiapkan siswa untuk belajar bagaimana caranya
mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi sendiri.
3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerjasama dengan orang
lain.
4) Dapat membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan
yang terjadi.
5) Membiasakan siswa untuk selalu aktif dan kreatif dalam
mengembangkan analisisnya, serta dapat mengkomunikasikan hasil
temuannya kepada siswa yang lain.39
Manfaat dari pembelajaran kooperatif di atas tidak hanya
berkaitan dengan keterampilan bersosialisasi dan bekerjasama dengan
orang lain saja, namun bermanfaat juga untuk menambah pengetahuan
karena jika belajar bersama-sama kemungkinan besar lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit.
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembelajaran
kooperatif adalah ketika siswa belajar dalam kelompok mereka dapat
saling menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan kepada
orang lain untuk mengemukakan pendapat dan menyampaikan
pendapat mereka secara berkelompok. Sedangkan menurut Ibrahim
yang dikutip dalam Isjoni, pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan, yaitu:
1) Hasil belajar akademik: dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu: pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
39
3) Pengembangan keterampilan sosial: tujuannya adalah mengajarkan siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.40
Dari uraian tersebut diketahui bahwa setidaknya ada 3 tujuan
yang ingin dicapai melalui pembelajaran kooperatif yaitu: hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan
pengembangan keterampilan sosial. Dan semuanya itu dapat tercapai
jika siswa dapat menerapkan pembelajaran kooperatif secara benar dan
terstruktur.
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif peran guru sangat penting,
karena dalam pelaksanaannya diperlukan kemauan dan kemampuan
serta kreatifitas guru dalam mengelola kelas. “Guru harus menjadi
fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.”41 Dan agar dapat mengelola kelas lebih efektif, guru harus melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan benar dan tepat. Berikut
adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang dinyatakan
[image:37.595.110.513.137.733.2]dalam tabel dibawah ini:42
Tabel 1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan
tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan cara demonstrasi atau lewat bahan
40
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 27-28. 41
Isjoni, Cooperative Learning …, h. 62. 42
informasi bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing
kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Fase-6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri
dari 6 (enam) fase, namun terdapat beberapa variasi model
pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dan
langkah-langkahnya sedikit berbeda tergantung metode yang digunakan.
Beberapa metode dari pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Student Team Achievement Division (STAD) 2) Jigsaw
3) Group Investigation (GI) 4) Rotating Trio Exchange
d. Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange
(RTE)
Pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) yang dikembangkan oleh Melvin L. Silberman adalah sebuah cara
mendalam bagi siswa untuk berdiskusi mengenai berbagai masalah
dengan beberapa teman kelasnya. Dalam Rotating Trio Exchange
siswa dapat saling bekerjasama dan saling mendukung, selain itu juga
dapat mengembangkan social skill siswa.43
Hubungan yang baik dengan teman sekelas sangat penting
dalam perkembangan siswa di kelas, namun terkadang siswa
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan beberapa siswa
lainnya. Dengan Rotating Trio Exchange siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan semua siswa dalam kelompok yang berbeda-beda.
Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi, baik dengan anggota kelompoknya, anggota
kelompok lain ataupun dengan guru. Dengan dasar itulah Rotating Trio Exchange dapat digunakan dalam upaya meningkatkan perkembangan
social skill siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange
merupakan salah satu cara untuk membuat siswa aktif dari awal.
Rotating Trio Exchange dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam mata pelajaran untuk membangun perhatian serta
minat mereka, memunculkan keingintahuan mereka, dan merangsang
berfikir.44 Sehingga jika perhatian serta minat mereka terhadap pelajaran sudah terbangun akan memungkinkan hasil belajar yang
dicapai akan memuaskan.
Rotating Trio Exchange memungkinkan siswa untuk berbagi apa yang mereka tahu dan mengerti berdasarkan unit studi. Rotating
43
Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching, Evidence and Practice, (California:SAGE Publications Ltd, 2005), h.52
44
Trio Exchange dapat digunakan pada akhir pelajaran untuk meringkas pelajaran yang telah dipelajari dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dan pertanyaan semakin sulit pada putaran selanjutnya.
Tujuannya adalah agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dan berbagi
pengetahuan.
Para siswa dalam Rotating Trio Exchange diminta untuk membahas berbagai pertanyaan mengenai materi pelajaran dalam
kelompok trio. Diskusi ini dapat membantu mereka saling mengenal satu sama lain, belajar tentang sikap, pengetahuan dan pengalaman.45 Dengan memutar dua anggota kelompok maka kelompok-kelompok
baru akan terbentuk sehingga jumlah siswa yang saling mengenal satu
sama lain semakin bertambah. Perputaran ini disesuaikan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru.
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif yang sejalan dengan ciri
metode Rotating Trio Exchange, yaitu antara lain; (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan (3) Penghargaan lebih
berorientasi kepada kelompok daripada individu.46
Karakteristik yang dimiliki Rotating Trio Exchange tetap menggambarkan karakteristik pembelajaran kooperatif, meskipun
dalam Rotating Trio Exchange siswa harus berdiskusi dengan teman yang berbeda-beda setiap perputaran. Karakteristik tersebut yaitu:
1. Rasa saling ketergantungan positif. Dalam Rotating Trio Exchange
guru telah menyiapkan beberapa pertanyaan mengenai materi
pelajaran dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini
memungkinkan siswa untuk belajar, berdiskusi dan sharing secara
45
Mel Silberman, Active Training: A Handbook of Techniques, Design, Case Example, and Tips, (New York: Lexington Books, 1990), h. 49.
46
mendalam serta dapat mengevaluasi dirinya dan kelompok trionya
dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran.
Kondisi inilah yang memungkinkan setiap siswa merasa adanya
ketergantungan positif pada kelompok trionya ketika
menyelesaikan LKS yang diberikan, sehingga setiap siswa
terdorong untuk saling bekerja sama.
2. Tanggung jawab perseorangan.Setiap siswa berkewajiban berbagi pengetahuan dan informasi yang diketahuinya kepada kelompok
trionya ketika berdiskusi. Karena ketika presentasi hasil diskusi
kelompok, guru akan memanggil siswa secara acak. Jadi setiap
anggota kelompok harus menguasai materi yang dipelajari.
3. Tatap muka. Interaksi antar siswa yang terjadi dalam Rotating Trio Exchange terjadi secara langsung tanpa perantara. Para siswa dapat berinteraksi dan berdiskusi secara langsung dengan semua teman
kelasnya. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan
siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota.
4. Komunikasi antar anggota. Dalam Rotating Trio Exchange selain siswa belajar mengenai materi pelajaran, siswa juga belajar cara
berkomunikasi dengan kelompok trionya seperti ketika
mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain,
ataupun menyanggah pendapat orang lain. Berdiskusi dengan
teman yang berbeda-beda setiap perputaran dalam Rotating Trio Exchange dapat melatih kemampuan berkomunikasi siswa dengan anggota kelompok lainnya.
5. Evaluasi proses kelompok. Guru melakukan evaluasi proses kelompok di setiap awal pertemuan, yaitu guru menghimbau
kepada seluruh siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan
teman kelompoknya, siswa selalu diingatkan jangan hanya
Pengelompokkan siswa yang dibuat kecil dalam dalam
Rotating Trio Exchange yaitu dalam setiap kelompok beranggotakan tiga siswa bertujuan agar interaksi antar anggota kelompok menjadi
maksimal dan efektif.47 Dan keuntungan kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange antara lain: (1) Keuntungan kognitif yang diperoleh dari pengalaman belajar. Ada dua
aspek keuntungan yang dapat diperoleh yaitu peningkatan kemampuan
berpikir dan komunikasi. (2) Keuntungan Sosial yaitu dengan
bekerjasama dan saling membantu anggota yang lain, dan (3)
Keuntungan Personal yaitu siswa mempunyai kesempatan untuk
menjadi aktif.48 Selain keuntungan tersebut dengan dibentuknya kelompok kecil juga menghindari adanya dominasi kelompok tertentu
sehingga dapat mengaktifkan siswa yang pasif.
Isjoni mengemukakan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Rotating Trio Exchange, yaitu: Kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang, kelas ditata sehingga
setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di kiri dan kanannya,
berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk
didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio
tersebut, contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1
untuk memutar satu trio searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya,
berlawanan arah jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Ini
akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio
baru tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan,
tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa sesuai
dengan pertanyaan yang telah disiapkan.49
47
Kevin Barry dan Len King, Beginning Teaching And Beyond, third edition, (Autralia; Thomson, 2006), h. 53.
48
Kevin Barry dan Len King, Beginning Teaching…h. 241-242 49
Sedangkan prosedur pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange menurut Melvin L. Silberman adalah sebagai berikut: 1) Buatlah berbagai macam pertanyaan yang membantu peserta didik
memulai diskusi tentang isi pelajaran. Guru menggunakan
pertanyaan-pertanyaan dengan tidak ada jawaban betul dan salah.
2) Bagilah peserta didik dibagi menjadi kelompok yang
masing-masing beranggota tiga. Aturlah kelompok-kelompok tiga itu di
ruangan, agar masing-masing dari kelompok tiga (trio) itu dapat
dengan jelas melihat sebuah trio disebelah kanannya dan satu trio
di sebelah kirinya. Seluruh konfigurasi trio itu akan menjadi
sebuah lingkaran atau sebuah persegi panjang.
3) Berilah masing-masing trio sebuah pertanyaan pembuka
(pertanyaan yang sama bagi tiap-tiap