1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat lumrah dibicarakan untuk kemajuan dan perubahan bangsa saat ini kedepan, apalagi jika dilihat dari skill masyarakat indonesia kurang baik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development).
Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009). Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan non material.
Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Pemberdayaan adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol relatif atas kehidupan seseorang, takdir, dan lingkungan (Sadan, 1997). Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan masyarakat
2
dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat.
Pada pemberdayaan pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia.
Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya (Soetomo, 2006 Sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah Daerah, Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang harus menerapkan strategi yang tepat dalam rangka meningkatkan kinerja pegawainya. Dengan berpedoman pada sasaran kinerja yang telah disusun dan digunakan, pemerintah Kecamatan Bareng melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan kinerja pegawai. Strategi dan upaya harus dilakukan untuk mewujudkan peningkatan kinerja pegawai untuk semua pegawai Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
Sebagai bagian dari Satuan Kerja Kecamatan Bareng, seksi Pemberdayaan Masyarakat dan desa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat. Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) merupakan seksi yang menanganagi kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa. Tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan pembinaan terhadap peningkatan pemberdayaan masyarakat dan desa. Membuat desa lebih berdaya dalam
3
pengeloaan pemberdayaan masyarakat menjadikan produk yang harus diampu oleh seksi PMD Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam makalah ini inti permasalahan yang dapat diuraikan penulis adalah Peningkatan Kinerja Pegawai Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa guna Meningkatkan Pelayanan Masyarakat pada Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang
1.2. Rumusan Masalah
Adapan permasalahan yang menjadi topik pada karya tulis ini adalah Peningkatan Kinerja Pegawai Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
1.3. Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai pada karya tulis ini adalah untuk mengetahui Peningkatan Kinerja Pegawai Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitain ini adalah:
a. Sebagai bahan masukan bagi pegawai khususnya bidang pengelolaan pemberdayaan masyarakat dan desa agar lebih meningkatkan kinerjanya.
b. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai bidang
4
pemberdayaan masyarakat dan desa guna meningkatkan pelayanan pada masyarakat.
c. Sebagai bahan atau persyaratan kenaikan pangkat penyesuain ijasah bagi penulis.
1.5. Ruang Lingkup
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak melebar, diperlukan batasan-batasan masalah yaitu:
a. Kinerja pegawai yang dimaksud dalam karya tulis ini adalah peningkatan dan keberhasilan yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
b. Pelayanan Masyarakat yang dimaksud adalah pelayanan yang diberikan pada masyarakat yang dilakukan pegawai kantor Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang
c. Pegawai yang dimaksud dalam karya tulis ini adalah ASN maupun non ASN yang berhubungan dengan pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang berada di wilayah satuan kerja Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pemberdayaan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti
“pemberdayaan”, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya.
Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, artinya belum ada definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat.
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata
“empowerment,” yang berarti memberi daya, member ”power”
(kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian
6
masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekauatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon (1990) dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (selfdetermination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja,dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. “Memperoleh” mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata
"pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari
7
masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan lainnya .
2.2. Proses Pemberdayaan
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative,
8
mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.
2.3. Pemberdayaan Masyarakat Dan Partisipasi Pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai:
1. To give power or authority (memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain).
2. To give ability to or enable (upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan).
Mendelegasikan wewenang pada hakikatnya adalah memberikan kepercayaan kepada orang/ pihak lain yang kita anggap cukup mempunyai kemampuan. Pendelegasian bukan suatu kegiatan yang dapat dilakukan tanpa pemikiran yang matang. Orang diberikan wewenang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang ketat, sehingga pendelegasian tidak menyebabkan terganggunya pekerjaan secara keseluruhan.
Pemberdayaan adalah suatu proses aktif, dimana masyarakat yang diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam berbagai kegiatan. Dengan demikian nantinya masyarakat akan mempunyai pengalaman aktual, yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan program sejenis dimasa mendatang.
Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan. dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara masyarakat dan pemerintah dalam perencanaan, implementasi dan berbagi
9
aktifitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, pengembangan program kemandirian dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi teknologi dan infrastuktur kesehatan.
Studi Heller (1971) terhadap 260 orang eksekutif bisnis menunjukan bahwa partisipasi memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas teknis dari pengambilan keputusan.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mengkatkan komuniksi.
4. Memberikan katihan kepada bawahan.
5. Memfasilitasi perubahan.
Dengan demikian dapat dirumuskan adanya tiga dimensi partisipasi,yaitu:
a. Keterlibatan semua unsure atau keterwakilan kelompok [group representation] dalam proses pengambilan keputusan. namun mengingat sulitnya membuat peta pengelompokan masyarakat ,maka cara paling mudah pada tahap ini adalah mengajak semua anggota masyarakat untuk mengikuti tahap ini.
b. Kontribusi masa sebagai pelaksana /implementor dari keputusan yang diambil, ada tiga kemungkinan reaksi masyarakat yang muncul, yaitu: a.secara terbuka menerima keputusan dan bersedia melsaksanakan, b. secara terbuka menolaknya, dan c. tidak secara terbuka menolak, namun menunggu perkembangan yang terjadi.Meskipun demikian, mengambil keputusan harus terus menerus mendorong agar semua pihak bersikap realistis,menerima keputusan secara bertanggung jawab, serta secara bersama sama menanggung risiko dari keputusan tersebut. Hal ini harus disadari,karena program program yang diputuskan adalah program yang
10
ditujukan untuk masyarakat, oleh karenanya pelaksanya juga masyarakat.
c. Anggota masyarakat secara bersama-sama menikmati hasil dari program yang dilaksanakan.bagian ini penting,sebab sering terjadi karena merasa berjasa, ada pihak tertentu menuntut bagian manfaat yang paling besar.Oleh karenanya,pada tahap ini perlu ada keselarasan antara asas pemerataan dan asas keadilan.
2.4. Kinerja Pegawai
Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perinividu) dan kinerja organisasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapain pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, dan visi organisasi tersebut. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Kinerja menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang menunjukan akuntabilitas lembaga pelayanan dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good govermance0. Dalam pelayanan kesehatan, berbagai jenjang pelayanan dan asuhan pasien (patient care) merupakan bisnis utama, serta pelayanan keperawatan merupakan mainsteam sepanjang kontinum asuhan.
Istilah kinerja berasal dari kata Job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapaioleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) merupakan hasilkerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawandalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yangdiberikan kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:67). Secara definitif Bernardin dan Russel, menjelaskan kinerja merupakan catatan out come yang dihasilkan
11
dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:223).
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas pelayanan yang disajikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ablity) dan faktor motivasi (motivation) hal ini sesuai dengan pendapat (Keith Davis dalam Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:67) yang merumuskan bahwa:
a. Human performance = ability + motivation b. Motivatin = attitude + situation
c. Ability = knowledge + skill
Sasaran kinerja adalah kinerja karyawan, sehingga diperoleh informasi yang akurat tentang kinerja tersebut, apakah memuaskan atau tidak. Unit-unit di tingkat bawah mungkin telah menjadi sasaranyang mereka tetapkan, dan sebaliknya mereka yang ada di puncak mungkin belum memenuhi sasaran.
Pencapaian produktivitas tenaga kerja sesuai yang diinginkan satuan kerja atau instansi harus didukung oleh kegiatan-kegiatan departemen personalia. Kegiatan-kegiatan tersebut menurut (Flippo, 1995:7) adalah sebagai berikut:
a. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement)
Pengadaan tenaga kerja adalah usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi.Hal-hal yang dilakukan dalamkaitan ini adalah perencanaan SDM, perekrutan, seleksi karyawan,dan penempatan karyawan.
b. Pengembangan Karyawan (Development)
Pengembangan merupakan peningkatan ketrampilan melalui pelatihan yang perlu untuk prestasi kerja yang tepat. Kegiatan
12
inisangat penting mengingat banyaknya perubahan-perubahan teknologi, reorganisasi pekerjaan, tugas manajemen yang semakin rumit dan makin kompleknya tugas-tugas manajer.
c. Kompensasi/Pemberian Balas Jasa (compensation)
Kompensasi adalah salah satu fungsi manajemen sumberdaya manusia yang sangat penting. Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi. Balas jasa tersebut dilakukan secara langsung atau tidak langsung yang bersifat finansial maupun non finansial. Pemberian balas jasa yang tidak langsung dan non finansial misalnya tunjangan dan pelayanan padakaryawan.
d. Pengintegrasian Karyawan (Integration)
Pengintegrasian karyawan merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang layak ataskepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat dan organisasi.
e. Pemeliharaan Karyawan (Maintenance)
Pemeliharaan karyawan merupakan usaha untuk mengabdikan angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja. Terpeliharanya kemauan bekerja sangat dipengaruhi komunikasi dalam organisasi berupa pemeliharaan kondisi fisik dari karyawan seperti kesehatan dan keamanan, pemeliharaan sikap yang menyenangkan seperti mengadakan program-program pelayanan kepada karyawan.
f. Pemutusan Hubungan Kerja (separation)
Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu masalah yangsangat sulit, tidak hanya bagi karyawan tetapi juga bagi Satkerdan serikat buruh. Satker pada umumnya ingin mengambil keuntungan dari pemutusan hubungan kerja dengan
13
mempertahankan para karyawan yang paling mampu dan membiarkan pergi para karyawan yang kurang mampu.
2.5. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat oleh Pegawai Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang
Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sebagai proses dan sebagai hasil. Sebagai hasil, pemberdayaan masyarakat adalah suatu perubahan yang signifikan dalam aspek sosial politik dalam aspek sosial politik yang dialami oleh individu dan masyarakat, yang seringkali berlangsung dalam waktu yang cukup panjang, bahkan seringkali lebih dari 7 tahun (Raeburn,1993).
Sebagai suatu proses, Jackson (1989), Labonte (1994), dan Rissel (1994) mengatakan, pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu:
a. Pemberdayaan personal.
b. Pengembangan kelompok kecil.
c. Pengorganisasian masyarakat.
d. Kemitraan.
e. Aksi sosial dan politik.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat mempunyai spektrum yang cukup luas,meliputi jenjang sasaran yang diberdayakan (level of objects), kegiatan internal masyarakat/
komunitas maupun eksternal berbentuk kemitraan (partnership) dan jejaring (networking) serta dukungan dari atas berbentuk kebijakan politik yang mendukung kelestarian pemberdayaan.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat dilakasanakan dengan mengikuti langkah-langkah:
1. Merancang keseluruhan program, termaksud didalamnya kerangka waktu kegiatan,ukuran program,serta memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat yang
14
terpinggirkan.Perancangan program dilakukan menggunakan pendekatan partisipatoris, dimana antara agen perubahan (pemerintah dan LSM) dan masyarakat bersama-sama menyusun perencanaan. Perencanaan partisipatoris (participatory planning) ini dapat mengurangi terjadinya konflik yang muncul antara dua pihak tersebut selama program berlangsung dan setelah program dievaluasi.Sering terjadi apabila sutu kegiatan berhasil, banyak pihak bahkan termaksud yang tidak berpartisipasi, berebut saling claim tentang peran diri maupun kelompoknya. Sebaliknya jika program tidak berhasil, individu maupun kelompok bahkan yang sebenarnya berkontribusi atas kegagalan tersebut, saling menyalahkan.
Perencanaan program pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan adanya kelompok masyarakat yang terpinggirkan (termarginalisasi). Marginalisasi adalah sutu proses sejarah masyrakat yang kompleks,yang membuat mereka tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, tidak mempunyai akses yang memadai terhadap sumber daya.
Oleh karenanya, untuk menghindari agar ini tidak semakin terpinggirkan, diperlukan perencanaan yang lebih komprehensif.
2. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada tahap perencanaan dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi kesakitan dan kematian dan manajemen gaya hidup melalui upaya perubahan perilaku yang secara spesifik berkaitan dengan kesehatan. Adapun tujuan pemberdayaan biasanya berpusat bagaimana masyarakat dapat mengontrol keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan masyarakatnya.
3. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang terdiri dari lima pendekatan, yaitu:
pemberdayaan, pengembangan kelompok kecil, pengembangan
15
dan penguatan pengorganisasian mayrakat, pengembangan dan penguatan jaringan antarorganisasi, dan tindakan politik. Strategi pemberdayaan meliputi: pendidikan masyarakat, mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sebagai pra-syarat pokok tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota masyarakat (community responsibility), fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar masyarakat, serta advokasi kepada pengambil keputusan (decision maker).
4. Implementasi strategi dan manajemen.Implementasi strategi serta manajemen program pemberdayaan dilakukan dengan cara: a.meningkatkan peran serta pemercaya (stakeholder), b.
menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah, c.
mengembangkan kepemimpinan local, d.membangun keberdayaan struktur organisasi, e. meningkatkan mobilisasi sumber daya, f. memperkuat kemampuan stakeholder untuk
“bertanya mengapa?”, g. meningkatkan control stakeholder atas manajemen program, dan h. membuat hubungan yang sepadan dengan pihak luar.
5. Evaluasi program.Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan lama, bahkan boleh dikatakan tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering terjadi, hal-hal tertentu yang menjadi bagian dari pemberdayaan baru tercapai beberapa tahun sesudah kegiatan selesai.Oleh karenanya, akan lebih tepat jika dievaluasi diarahkan pada proses pemberdayaannya daripada hasilnya.
16
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti
“pemberdayaan”, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya.
Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”.
Setiap pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan kuat dengan dimana masyarakat menjadi saubjek penggerak. Pencapaian suatu program pemberdayaan merupakan hasil interaksi elemen-elemen pemberdayaan sebagai strategi pemberdayaan yang diterapkan. Upaya dan strategi pemberdayaan merupakan suatu pendulum antara paradigma evolusi dan paradigma revolusi, namun tidak berarti bahwa setiap paradigma akan muncul secara mutlak. Kedua paradigma tersebut merupakan suatu
17
gradasi dengan proporsi yang sesuai dengan kebutuhan pemberdayaan.
3.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut :
a. Bagi camat Bareng Kabupaten Jombang agar membimbing dan mengarahkan pegawai maupun staf yang berada di kantor kecamatan untuk selalu meningkatkan kinerjanya khususnya yang mebidangi kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa.
Peningkatan kinerja dapat dilakukan dengan selalu memberikan motivasi pada diri pegawai untuk selalu meningkatkan produktivitasnya, sehingga akan berimbas pada peningkatan pemberdayaan masyarakat dan desa
b. Bagi pegawai agar bisa menumbuhkan kesadaran pribadi dalam menunjang kenyamanan pelayanan di kantor Kecamatan Bareng Kabaputen Jombang.
18
DAFTAR PUSTAKA
---, 2003. Undang-Undang Pendidikan Nasionao. Jakarta: JDIH Kementrian Pendidikan Nasional
---, 2016. Peraturan Bupati Jombang Nomor 52 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Kecamatan. Jombang: JDIH Pemerintah kabupaten Jombang.
Ardana, dkk, (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. (cetakan pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Cetakan Pertama. 2000.
Jakarta : Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta Mubarak, Wahit Iqbal, 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta
: CV Sagung Seto.
Mathis, Robert L dan John H Jackson, 2006, Human Resource Management, terjemahan, Edisi Kesepuluh, Jakarta, Salemba Empat
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS
Pranarka. A.M.W., dan Vidhyandika, 1996, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi, diedit oleh: Onny S.P. dan Pranarka. Jakarta: Center of Strategic and International Studies.
Soetomo.2010. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
19
PENINGKATAN KINERJA PEGAWAI SEKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DALAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
KECAMATAN BARENG KABUPATEN JOMBANG
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah Pegawai pada
Pemerintah Kabupaten Jombang Tahun 2019
Disusun oleh:
SLAMET MARDIN
NIP. 19740604 201001 1 003
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG KECAMATAN BARENG
TAHUN 2019
20
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KINERJA PEGAWAI SEKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DALAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
KECAMATAN BARENG KABUPATEN JOMBANG
MAKALAH
Disusun oleh:
SLAMET MARDIN
NIP. 19740604 201001 1 003
Mengetahui CAMAT BARENG
USMAN, SE., M.Si Pembina
NIP. 19710806 1998031 007
ii
21
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT, Tuhan Semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Peningkatan Kinerja Pegawai Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah Upaya-Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Kantor Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca serta penulis sendiri.
Jombang, Oktober 2019
Penulis
iii
22 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.5. Ruang Lingkup ... 4
BAB II : PEMBAHASAN ... 5
2.1. Pemberdayaan ... 5
2.2. Proses Pemberdayaan ... 7
2.3. Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi ... 8
2.4. Kinerja Pegawai ... 10
2.5. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat oleh Pegawai Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang 13 BAB III : PENUTUP ... 16
3.1. Kesimpulan ... 16
3.2. Saran-Saran ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 18
iv