• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Blukar, Jawa Tengah

N/A
N/A
Raihan Saputra

Academic year: 2024

Membagikan "Pemetaan Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Blukar, Jawa Tengah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL II

Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai

Yogyakarta, 12 Mei 2016

Nomor Tema : 1

PEMETAAN GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BLUKAR, JAWA TENGAH

Suprapto Dibyosaputroa

aDepartemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, praptodibyo@gmail.com

ABSTRAK

Peta geomorfologi suatu wilayah adalah salah satu peta tematik yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Peta ini setidaknya dapat menggambarkan sumberdaya geomorfologi dan bahaya geomorfologi di suatu wilayah, sehingga dapat digunakan dalam pertimbangan untuk mengambil kebijakan dan perencanaan pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan geomorfologi di DAS Blukar, Jawa Tengah. Data yang digunakan meliputi data topografi, citra penginderaan jauh skala menengah, data geologi yang meliputi litologi dan morfokronologi. Informasi morfologi dan morfo aransemen diperoleh dari analisis data topografi dan citra penginderaan jauh. Informasi litologi dan morfogenesa diperoleh dari data geologi.

Hasil analisis empat aspek geomorofologi tersebut kemudian dikoreksi dengan survey lapangan. Hasil pemetaan geomorfologi yang dilakukan menunjukkan bahwa wilayah kajian menunjukkan bahwa bagian hulu DAS disusun oleh bentuklahan asal vulkanik, bagian tengah disusun oleh bentuklahan asal proses denudasional, sedangkan bagian hilir disusun oleh bentuklahan asal proses fluvial dan marin.

Kata Kunci : Peta Geomorfologi, Peta Tematik, Peta DAS Blukar

PENDAHULUAN Latar Belakang

Geomorfologi adalah ilmu yang mengkaji bentuk permukaan Bumi dan proses yang menciptakannya (Summerfield, 1991). Pengertian yang lebih luas disampaikan oleh Huggett (2011) di mana Geomorfologi didefinisikan sebagai studi tentang bentuk fisik permukaan bumi dari suatu bentuk lahan, baik yang berada di daratan, dasar lautan dan bagian permukaan dari planet-planet serta satelit di tata surya. Bentuk, proses dalam bentuklahan dan hubungan antara keduanya adalah dasar yang dapat digunakan untuk memahami asal-usul dan perkembangan bentuklahan (Crozier, 2010). Hal ini didukung oleh pernyataan Slaymaker et.al., (2009) yang menyatakan bahwa karakteristik bentuklahan merupakan cerminan dari hasil interaksi antara karakateristik bentuklahan dan tenaga-tenaga yang bekerja padanya.

Geomorfologi memiliki tiga aspek, yaitu; contruction (kimia dan sifat fisik dijelaskan oleh variabel properti material), konfigurasi (ukuran dan bentuk dijelaskan oleh variabel geometri), dan aliran massa (tingkat aliran dijelaskan oleh variabel aliran massa seperti discharge, tingkat curah hujan dan penguapan menilai) (Huggett,

(2)

2011). Nemun demikian, untuk kepentingan pemetaan biasaya terdapat empat aspek yang kurang lebih sama yang harus tersajikan dalam sebuah peta geomorfologi, yaitu morfologi (bentuk permukaan Bumi yang terdiri dari morfografi dan morfometri), morfokronologi, morfoaransemen (susunan bentuklahan dalam keruangan), dan morfogenesa (morfogenesa aktif berupa struktur geologi, morfogenesa pasif berupa jenis material penyusun bentuklahan dan morfodinamik yang terkait dengan proses- proses eksogen dari bentuklahan) (Verstappen, 1983). Keempat aspek ini seharusnya selalu dapat disajikan dalam peta geomorfologi untuk dapat mendukung kemanfaatan dari peta tematik tersebut.

Penyajian data geomorfologi dapat dilakukan dalam bentuk deskriptis, tabel ataupun dalam bentuk peta. Peta memiliki kelebihan berupa penggambaran secara spasial dari data yang ada. Keberadaan peta geomorfologi akan sangat bermanfaat untuk dapat mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah. Marfai (2014) menyebutkan bahwa geomorfologi dapat digunakan setidaknya untuk mendeskripsikan bahaya dan sumberdaya geomorfologi. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh (Verstappen,1983), Gares et al., (1994);

Rosenfeld (1994), Goudie (2004), Alcantara-Ayala dan Goudie (2010). Oleh karena itu, maka penyusunan peta geomorfologi suatu wilayah akan sangat bermanfaat, terutama terkait dengan penyediaan informasi mengenai bahaya dan sumberdaya geomorfologi di suatu wilayah.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan geomorfologi di Daerah Aliran Sungai Blukar, yang secara administrates masuk ke dalam Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait aspek- aspek geomorfologi, zonasi bentuklahan, serta bermanfaat untuk melakukan penelitian lanjutan yang terkait dengan geomorfologi ataupun penelitian terapan dari geomorfologi.

METODE Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam tujuan kedua ini meliputi:

a. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000;

b. Peta Geologi Indonesia skala 1:100.000;

c. Citra lokasi kajian dengan resolusi menengah (Landsat);

d. Palu geologi;

e. Komparator batuan dan tekstur;

f. Kompa Geologi;

g. Pita Ukur; dan h. Abney Level.

Metode Pengambilan Data dan Analisis Data

Penyusunan peta geomorfologi setidaknya akan sangat terkait dengan pengumpulan data-data terkait dengan empat aspek utama bentuklahan. Data terkait dengan morfologi dan morfoaransemen diperoleh dari data citra penginderaan jauh dan peta rupa bumi Indonesia (data topografi). Delineasi dari morfologi ini kemudian dijadikan dasar sebagai batas masing-masing bentuklahan. Data terkait dengan morfogenesa dan morfokronologi diperoleh dengan melakukan analisis peta geologi.

Hasil dari analisis keempat aspek bentuklahan dari data sekunder sebelumnya menghasilkan peta geomorfologi tentatif. Hasil pemetaan tersebut kemudian

(3)

digunakan untuk panduan survei guna menyusun peta geomorfologi yang diharapkan.

Survei lapangan dilakukan dengan melakukan analisis pada masing-masing bentuklahan sintetik untuk melakukan analisis yang lebih detail dan cek lapangan terhadap hasil interpretasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAS Blukar secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. DAS ini berhulu di sebelah selatan Kabupaten Kendal dan bermuara di Laut Jawa di Bagian Utara Kabupaten Kendal. Secara fisografi DAS Blukar berada di lereng utara Gunungapi Jembangan mulai dari Lereng Atas Gunungapi, Lereng Tengah Gunungapi dan Lereng Bawah Gunungapi (Gambar 1).

Bagian tengah disusun oleh bentuklahan denudasional berupa Permukaan Planasi Perbukitan Denudasional. Bagian hilir DAS tersusun atas bentuklahan dataran aluvial yang terdiri dari Dataran Aluvial, Tanggul Alam, dan Dataran Banjir, serta bentuklahan asal proses marin yang terdiri atas Rataan Pasang Surut. Kedua bentuklahan (fluvial dan marin) dalam peta geologi dimasukkan dalam wilayah dengan litologi yang disusun oleh formasi batuan aluvium (Qa).

A. Bentukan Asal Gunungapi (V)

A.1. Bentuklahan Lereng Atas Gunungapi (V1)

Bentuklahan lereng atas gunungapi merupakan bentuklahan yang berkembang di bagian hulu Sungai Blukar dengan cabang-cabangnya yang bernama Kali Satrain, Kali Bela, Kali Lampir, Kali Sempu, dan Kali Bulus. Topografi bergunung dengan kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal (>70%), dan lembah berbentuk V.

Kemiringan dinding lembah curam dan lebar (baranco) seperti yang dijumpai di Kali Kuto. Batuan penyusun lereng atas gunungapi adalah batuan dari Formasi Jembangan (Qjmf dan Qjyf) berupa aliran lava andesitik terutama andesitik hiperstin-augit dan setempat-setempat mengandung hornblende. Selain itu, bentuklahan ini terbentuk pula dari lahar breksi piroklastik. Igir interfluv pada umumnya berigir tajam (knife ridges) dengan solum tanah yang sangat tipis dan bahkan tidak/belum berkembang tanah (regosol). Penggunaan lahan didominasi oleh hutan budidaya tanaman keras seperti pinus, mahoni, dan tanaman keras lainnya.

A.2. Bentuklahan Lereng Tengah Gunungapi (V2)

Bentuklahan lereng tengah gunungapi ini tersusun dari batuan anggota Formasi Jembangan (Qjo) yang berupa breksi aliran dan endaan lahar rombakan gunungapi.

Endapan lahar dan breksi vulkanis tersebut diendapkan sudah jauh dari pusat erupsinya. Lahar tersebut berasal dari rombakan gunungapi yang berasal dari aliran lava andesitik yang mengandung terutama andesitik hiperstin-augit serta setempat- setempat mengandung hornblede. Topografi berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lereng terjal (50-75%) dan lembah berbetuk V yang dindingnya mempunyai kemiringan curam dan lebar sebagai baranco. Igir interfluv pada umumnya tajam (knife idges) hingga agak membulat (rounded) dengan lebar intervluv dengan solum tanah yang sangat tipis danbahkan tidak/belum berkembang tanah (regosol). Kebanyakan penggunaan lahan yang ada lahan untuk tanaman keras dan beberapa berupa lahan tegalan.

(4)

Gambar 1. Peta Geomorfologi DAS Blukar, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

(5)

A.3. Bentuklahan Lereng Bawah Gunungapi (V3)

Lereng bawah gunungapi mempunyai topografi berbukit rendah dengan kemiringan lereng miring hingga terjal (25-50%) dan tersusun dari endapan lahar hasil rombakan material gunungapi, yang merupakan kelanjutan dari material bentuklahan di sebelah hulunya. Penggunaan lahan dominan berupa lahan tegalan dengan sistem terasering, dan di beberapa tempat digunakan pula untuk lahan sawah irigasi. Lahan sawah irigasi tersebut mengandalkan pemanfaatan air dari matair yang muncul pada bentuklahan di sebelah hulunya (lereng tengah gunungapi). Selain itu bentuklahan tersebut juga digunakan sebagai lahan permukiman peduduk yang polanya secara umum mengikuti arah utama lereng utara-selatan. Sebagian besar penduduk memanfaatkan air dari mataiar untuk kebutuhan domestik sehari-hari.

Lembah dikiri kanan interfluv adalah lebar dan lereng landai ke arah sungai (V melebar), dengan bentuk intervluv yang sudah lebar dan membulat (rounded).

B. Bentukaan asal Denudasional (D)

B.1. Permukaan Planasi Perbukitan Denudasional (D1)

Permukaan planasi terjadi karena intensifnya erosi permukaan menyebabkan permukaan tanah mengalami penurunan ketinggian (degradasi) dan mencapai permukaan hampir datar yang sering disebut sebagai permukaan planasi (planation surface). Dengan demikian permukaan planasi adalah permukaan hasil erosi, dimana dibeberapa bagian puncak-puncak bukit terkikis turun ke bawah (degradasi), sedangkan pada lembah-lembahnya terisi hasil pengikisan (filled up) dan permukaan tanahnya menjadi lebih tinggi (agradasi) sampai pada suatu waktu mencapai level yang hampir sama (plain). Bagian pinggiran dari permukaan planasi ini miring hingga curam, yang kemudian berdampingan dengan daerah dengan lereng datar, sehingga ditempat perpindahan dari lereng terjal ke lereng datar terjadi semacam tekuk lereng (break off slope). Bentuklahan ini tersusun atas batuan dari Formasi Kerek (Tmk) yang terdiri dari berbagai macam batuan seperti perselingan batulempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batugamping. Sebagian batuan tersebut bersisipan dengan batulanau dan setempat-setempat mengandung fosil foram, moluska datar hingga landai, akibat dari pengerosian permukkan bentuklahan dan koral-koral koloni. Batugamping disini tebalnya mencapai 400 meter dan formsi secara keseluruhan berumur Miosen Tengah. Dibeberapa tempat terjadi adanya kelurusan-kelurusan akibat terjadinya sesar normal (normal fault).

C. Bentukan asal Fluvial (F) C.1. Dataran Aluvial (F1)

Dataran aluvial mempunyai topografi datar hingga sedikit landai, dengan kemiringan lereng < 5%. Dataran ini terjadi akibat sedimentasi material sedimen disaat banjir yang airnya membawa banyak material sedimen meluap melampaui tanggul dan mengalir ke kiri-kanan tanggul serta mengendapkan sedimennya di tempat rendah, dan akhirnya terjadi penumpukan endapan sedimen secara serial.

Umumnya material dataran aluvial di dekat dengan alur sungai mempunyai tekstur tanah yang kasar (pasir kasar-halus) dan semakin jauh dari alur sungai material penyusun dataran aluvial semakin halus. Ditempat tersebut berkembang tanah aluvial yang mempunyai solum tanah sangat tabal (>100 cm) dengan kondisi tanah yang subur, baik kesuburan fisik karena banyak mengandung mineral-mineral tanah serta kandungan bahan organik dan unsur hara juga tinggi yang berasal dari sumber

(6)

sedimen dibagian hulu sungai. Dataran aluvial ini dominan oleh penduduk dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan permukiman.

C.2. Tanggul Sungai (F2)

Tanggul sungai (natual levee) berkembang dikiri-kanan sungai sebagai akibat pengendepan sedimen kasar dari sungai disaat terjadi banjir yang meluap. Aliran air sungai meluap kekiri-kanan sungai dan mengendapkan material secara serial, sehingga semakin lama endapan memanjang sungai tersebut semakin tinggi membentuk kenampakan menjalur berupa dua buah relief positif yang sejajar dan pada umumnya berkembang sejajar berseberangan dikiri-kanan sepanjang alur sungai.

Tanggul alam sungai ini berkembang pada zona dataran aluvial, dengan kemirngan lereng sisi tanggul terjal di dalam alur sungai dan semakin melandai pada sisi luar tanggul. Lebar tanggul bervariasi antara 10-15 meter, dengan struktur bantuklahan yang berlapis (layer structure) yang mempunyai ketebalan bervariasi tegantung pada kekuatan dan lamanya banjir berlangsung sebagai penyebab utama penyumbang sedimen tanggul tersebut. Banyak penduduk setempat memanfaatkan tanggul sungai sebagai lahan tegalan untuk ditanamai palawija.

C.3. Dataran Banjir (F3)

Sebenarnya dataran banjir juga merupakan dataran aluvial yang banyak berkembang pada zona dataran aluvial. Pembedanya terletak pada kesan dan ekspresi topografi serta proses geomorfologi. Dataran banjir mempunyai relief halus dan relatif cekung dengan elevasi paling dan lebih rendah daripada elevasi dataran aluvial sekitarnya. Karena relief yang demikian maka daerah ini sering terjadi genangan (inundation) dengan kedalaman, lama (durasi) dan frekuensi genangan berbeda pada setiap bagian dari dataran banjir tersebut. Semakin rendah bagian dari dataran banjir tersebut akan semakin dalam dan lama genangan terjadi dan sebaliknya. Tekstur tanah halus dan kadang berkembang tanah aluvial yang selalu terendam air sehingga proses pengikatan air (hidratasi) dan proses gleisasi, dengan warna tanah semakin menjadi gelap seperti gleisol dan tanah hidromorf lainnya. Pada umumnya dataran banjir dimanfaatkan untuk lahan pertanian terutama pada dataran banjir yang mempunyai frekuensi banjir yang lama (> 2 tahunan), sedangkan dataran banjir yang selalu tergenang akan membentuk rawa dibelakang tanggul (back swamp).

D. Bentukan Asal Marin (M) D.1. Rataan Pasang Surut (M1)

Bentuklahan Rataan Pasang Surut merupakan daerah yang berada di antara pasang naik air laut tertinggi dan surut terendah air laut. Lebarnya bentuklahan ini sangat tergantung pada kemiringan lereng dasar laut dekat pantai dan tinggi rendahnya pasang-surut yang terjadi di suatu tempat. Pantai di sekitar muara Sungai Blukar mempunyai lereng landai, sehingga mempunyai lebar yang sangat lebar sekitar

> 500 meter. Letak zona pecah gelombang (surf zona) jauh ke arah laut dari garis panai yang ada. Pantai di sekitar muara ini mempunyai bentuk pantai lurus, tersusun atas pasir halus hingga kasar, dengan topografi landai. Proses abrasi telah terjadi akibat adanya arus sejajar pantai (longshore current), yang hal ini ditunjukkan oleh adanya dinding terjal (scarp) di sepanjang pantai berpasir tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa bagian hulu DAS disusun oleh bentuklahan asal vulkanik, bagian tengah disusun oleh

(7)

bentuklahan asal proses denudasional, sedangkan bagian hilir disusun oleh bentuklahan asal proses fluvial dan marin. Bentuklahan vulkanik di DAS Blukar terdiri dari Lereng Atas Gunungapi Jembangan, Lereng Tengah Gunungapi Jemabangan, dan Lereng Bawah Gunungapi Jembangan. Bagian tengah DAS disusun oleh bentuklahan denudasional berupa Permukaan Planasi Perbukitan Denudasional.

Bagian hilir DAS tersusun atas bentuklahan dataran aluvial yang terdiri dari Dataran Aluvial, Tanggul Alam, dan Dataran Banjir, sedangkan bentuklahan asal proses marin yang terdiri atas rataan pasang surut yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

REFERENSI

Alcantara-Ayala, I. dan Goudie, A.S. 2010. Geomorphological Hazards and Disaster Prevention. Cambridge: Cambridge University Press.

Crozier, M.J. 2010. Landslide Geomorphology: An Argument for Recognition, with Examples from New Zealand. Geomorphology. 120 (1–2): 3–15.

Gares, P.A.; Sherman, D.J. dan Nordstrom, K.F. 1994. Geomorphology and Natural Hazards. Geomorphology, 10: 1– 18.

Goudie A.S. 2004. Encyclopedia of Geomorphology. New York: Routledge Taylor and Francis Group.

Huggett, R.J. 2011. Fundamentals of Geomorphology, Thrid Edition. New York:

Routledge.

Marfai, M.A. 2014. Geomorfologi Kebencanaan dan Peranannya dalam Pengelolaan Kawasan Kepesisiran di Indonesia. Pidato Guru Besar pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Rosenfeld, C.L. 1994. The Geomorphological Dimensions of Natural Disaster.

Geomorphology, 10 (1–4): 27–36.

Slaymaker, O.; Spencer, T. dan Dadson, S. 2009. Landscape and Landscape-scale Processes as the Unfilled Niche in the Global Environmental Change Debate:

an Introduction. dalam Slaymaker, O.; Spencer, T. dan Embleton-Hamann, C.

(eds). 2009. Geomorphology and Global Environmental Change. Cambridge:

Cambridge University Press.

Summerfield, M.A. 1991. Global Geomorphology. Singapore: Longman Scientific and Technical.

Verstappen, H.Th. 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. Amsterdam - Oxford - New York: Elsevier.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai “Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh di sub Daerah Aliran Sungai

TRI NURINGSIH. Adaptasi Petani Lahan Tadah Hujan terhadap Perubahan Iklim dalam Memenuhi Kebutuhan Air Tanaman di Sebagian Daerah Aliran Sungai Cokroyasan Jawa

05&#34; Kerusakan Hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy dan Akibatnya di Hilir (Studi Penilaian Ekonomi di Sub DAS Citanduy Hulu Jawa baratdan Sub DAS Segara Anakan Jawa Tengah).

PEMETAAN POTENSI AREA RESAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TAMBAKBAYAN HULU MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCGIS 10.1, Alan Putranto, NPM 12.02.14271, tahun 2016, Bidang Peminatan

Tujuan utama yaitu peserta didik dapat mengetahui materi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikaitkan dengan materi penginderaan jauh dan kebencanaan, serta mengetahui

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen penggunaan data satelit penginderaan jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk pemetaan dan pemantauan penutup penggunaan lahan di

Tujuan utama yaitu peserta didik dapat mengetahui materi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikaitkan dengan materi penginderaan jauh dan kebencanaan, serta mengetahui

3.2 Data 3.2.1 Data Curah Hujan Data yang digunakan dalam penelitian pada Daerah Aliran Sungai Sampean, Kabupaten/kota Bondowoso, Provinsi Jawa Timur sebagai berikut: 1.. Data