PENANAMAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI SEKOLAH
Alhafizh Mahardika
Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan secara komprehensif pentingnya sekolah dalam mengembangkan kearifan lokal yang diinovasi untuk dikemas secara modern dengan tetap mempertahankan nilai-nilai lokalnya untuk menanamkan karakter bangsa pada generasi muda.
Metode penulisan artikel menggunakan kepustakaan atau library research. Data yang digunakan dalam artikel ini bersumber dari buku, artikel ilmiah, jurnal, dan media masa online. Kemudian data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah menggunakan teknik dokumentasi dan identifikasi wacana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter bangsa dapat dilakukan dengan mengadopsi nilai- nilai yang ada di dalam kearifan lokal seperti nilai religi, gotong royong, seni dan sastra, dan keterampilan lokal. Program sekolah berbasiskan pada kearifan lokal dalam pendidikan karakter berbasis budaya dengan program sekolah berbasis berbasis kearifan lokal, budaya sekolah berbasis kearifan lokal, pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan lokal diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan program pengembangan diri peserta didik. Dengan demikian rasa kebangsaan tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanamkan karakter bangsa kepada peserta didik.
Kata kunci: karakter bangsa, kearifan lokal, sekolah.
A. Pendahuluan
Globalisasi berdampak sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Globalisasi membawa kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang sangat pesat. Teknologi pada saat ini menciptakan gelombang informasi yang dapat diakses secara mudah, cepat, dan murah. Informasi yang berkembang menjadi sulit dibendung dan dikontrol.
Oleh karena itu, anak muda pada saat ini disebut juga sebagai generasi Z. Generasi Z ialah anak-anak yang lahir di generasi internet atau dan sudah mulai mengalami ketergantungan terhadap internet.
Generasi yang sudah mengenal internet dapat memengaruhi karakternya.
Generasi Z memiliki keunggulan lebih peka terhadap pergaulan global, memiliki pikiran yang lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dalam dunia kerja, memiliki jiwa
wirausaha, dan lebih ramah terhadap teknologi namun kekurangan generasi Z lebih individual. Dalam seharinya anak- anak menghabiskan waktu mengakses internet selama tiga sampai lima jam sehari sehingga memengaruhi karakter dan pola hidup mereka (Adam, 2017).
Ketergantungan terhadap teknologi juga menimbulkan beberapa persoalan dalam kehidupan suatu bangsa. Penelitian yang dilakukan olah Cogan & Derricott (1998: 7) mengidentifikasi ada beberapa permasalahan global yang dihadapi oleh negara-negara di seluruh dunia. Budaya yang berasal dari bangsa lain dapat memengaruhi bangsa lainya melalui informasi yang begitu masif baik lewat media elektronik, cetak, televisi, dan media sosial akan semakin mempermudah dah terjadinya proses pertukaran budaya. Budaya asing yang
masuk tanpa di penguatan budaya lokal dan pemilahan dapat pengaruhi sikap dan mental generasi muda.
Minat generasi muda terhadap budayanya sendiri mulai bergeser kekebudayan bangsa yang lebih maju.
Perubahan dari fesyen anak muda lebih berminat berbelanja di mall, pusat belanja, pasar dan membeli produk luar seperti Adidas, Nike serta zara. Kuliner anak muda sekarang juga lebih suka pada makanan yang instan seperti di KFC &
McDonal. Bahkan dari segi hiburan mereka juga lebih tertarik pada musik modern (Adam, 2017).
Proses pencarian jati diri yang dilakukan oleh anak muda akan mengakibatkan mereka mudah terpengaruh budaya asing. Anak-anak yang tidak memiliki pemahaman yang kuat mengenai nilai-nilai kearifan lokal akan mudah terbawa arus negatif dari globalisasi. Perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak muda seperti, membentuk geng motor, terjebak dalam pergaulan bebas, penggunaan minum- minuman keras dan obat terlarang, tawuran setiap tahunya mengalami peningkatan (BPS, 2014). Cara berinteraksi anak muda dengan orang tua, interaksi murid terhadap guru sekarang juga mengalami perubahan. Mereka sudah kurang memerhatikan Tata krama seperti, ketika berinteraksi. Hal tersebut dipengaruhi oleh budaya sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme (Ruyadi, 2010).
Selain berpengaruh terhadap perilaku generasi muda, perkembangan pengetahuan dan teknologi menurut Susanto berdampak pada perubahan kehidupan dalam masyarakat seperti terjadinya pergeseran nilai, budaya, serta agama yang mulai mengadopsi nilai-nilai dari bangsa lain yang tidak selalu sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia sehingga menimbulkan berbagai penyimpangan nilai dalam masyarakat
(Hidayati, 2008: 64). Persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini mengindikasikan mulai lunturnya karakter bangsa pada generasi muda.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dan lunturnya karakter bangsa di antaranya disebabkan oleh (1) disorientasi dan nilai-nilai pancasila yang belum mampu dihayati sebagai filosofi dan ideologi bangsa, (2) terbatasnya perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai dalam Pancasila, (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, (4) memudarnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5) muncul ancaman disintegrasi bangsa, dan (6) melemahnya kemandirian bangsa (Desain Induk Pengembangan Karakter Bangsa, 2010:2).
Perlu adanya penguatan dan penanaman terhadap karakter bangsa pada generasi muda. Nilai-nilai luhur yang ada dalam kearifan lokal (local wisdom) dapat memperkuat jati diri bangsa dan menanamkan kecintaan terhadap bangsa serta negara. Hal itu disebabkan kearifan lokal diambil dari nilai-nilai luhur yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Geertz (1973) bahwa kearifan lokal merupakan unsur budaya tradisional yang berakar pada kehidupan masyarakat dan terkait dengan sumber daya manusia, sumber budaya, ekonomi, keamanan dan hukum. Lebih lanjut Geertz berpandangan bahwa kearifan lokal dapat dilihat sebagai tradisi yang berhubungan dengan kegiatan bertani, peternakan, pembangunan rumah dll.
Rasa kecintaan terhadap budaya bangsa dapat memicu timbulnya jiwa nasionalisme pada masyarakat Indonesia.
Hal tersebut dapat dilihat pada kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh pihak Malaysia, misalnya Reog Ponorogo, batik,
anklung, keris, dan lain-lainya yang menggugah bangsa Indonesia untuk mempertahankan budayanya. pendidikan karakter yang berbasiskan pada kearifan lokal dapat menguatkan agama, budaya, identitas, dan peradaban yang memperkokoh karakter bangsa generasi muda untuk merevitalisasi ketahanan bangsa.
Dalam desain Induk pengembangan karakter bangsa tahun 2010-2025 karakter bangsa dapat dibentuk melalui berbagai ruang lingkup salah satunya adalah lingkup satuan pendidikan yaitu sekolah.
Secara sederhana sekolah merupakan tempat di mana peserta didik diberikan ilmu pengetahuan dan mengasah keterampilan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan dimasa mendatang dalam proses pendidikan formal.
Berdasarkan ulasan di atas, maka perlu pengakajian yang komprehensif mengenai penanaman karakter bangsa berbasis kearifan lokal di sekolah.
Sehingga, penulis dalam pembahasan artikel ini akan memfokuskan kajian pada penanaman karakter bangsa menjadi beberapa topik bahasan di antaranya: Apa nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang dapat membentuk karakter bangsa kepada peserta didik di sekolah?
Bagaimana konsep penanaman karakter bangsa berbasis kearifan lokal (local wisdom) di sekolah?
B. Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan atau library research. Riset kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan metode pengumpulan data yang diambil dari berbagai pustaka, kemudian dilanjutkan dengan membaca dengan cermat dan mencatat bahan-bahan yang relevan dengan tema, serta mengolah bahan penelitian tersebut (Zed, 2004:54).
Riset pustaka yang dilakukan untuk mencari data dan informasi membatasi pada literatur atau bahan-bahan seperti buku, artikel, jurnal, surat kabar, laporan badan penelitian, dan sumber kepustakan lain yang relevan serta berhubungan dengan karakter bangsa dan kearifan lokal. Data atau informasi yang telah diperoleh, selanjutnya akan dilakukan penyusunan berdasarkan hasil studi literatur yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan, Analisis data dalam artikel terdiri dari dua tahap yaitu proses reduksi data dan penyajian data.
Reduksi data dilakukan untuk mempermudah penulis memilih data dari literatur dengan valid, sedangkan penyajian data dilakukan untuk penulis memberikan simpulan dari hasil pembahasan.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Nilai-nilai kearifan lokal dalam menanamkan karakter bangsa
Pembangunan karakter bangsa harus direalisasikan dalam berbagai bentuk aksi dengan skala nasional.
generasi muda yang memiliki karakter bangsa akan menjadi modal berharga dalam upaya pembangunan bangsa yang berjati diri bangsa serta memperkukuh persatuan dan kesatuan dalam naungan NKRI. Pembangunan karakter bangsa harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan berlandaskan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diambil dari budaya, jiwa, dan kepribadian bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Penguatan karakter bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari budaya lokal yang ada dalam masyarakatnya.
Kesalahan dalam menggunakan memanfaatkan perkembangan sains dan teknologi dapat menciptakan pergeseran dan penumpukan nilai (Armawi, 2010: 125). Hedonisme
memberikan peran penting dalam membentuk perilaku masyarakat yang konsumtif sehingga, menciptakan manusia modern dan gaya hidup berdasarkan individualistik-materialistis.
Kegagalan manusia modern untuk mengelola masalah yang timbul akibat terjadi degradasi moral memaksa mereka untuk menemukan alternatif/solusinya. Solusi yang dapat ditawarkan adalah untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan yang sudah mulai terabaikan. kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kearifan atau nilai tinggi yang terdapat dalam kekayaan budaya lokal.
Terdapat beberapa daerah yang masih mempertahankan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Kebanyakan masyarakat di daerah perdesaan yang masih melestarikan nilai-nilai kearifan lokal. Masyarakat menjunjung tinggi rasa persaudaraan, kekeluargaan, ringan tangan, semangat bergotong royong, dan lain-lain. Berbeda ketika membahas masyarakat perkotaan yang telah terpengaruh oleh budaya asing seperti individualisme dan hedonisme.
masyarakat perkotaan cenderung mementingkan kehidupan pribadi masing-masing, kurang peduli terhadap orang lain, bertindak dengan melihat untung rugi yang ia dapatkan, dan hal ini merupakan salah satu ciri masyarakat yang sudah terjangkit sifat individualime dan materialisme. terjadi perbedaan karakter masyarakat di desa dan di perkotaan salah satu penyebabnya ialah interaksi dengan pertumbuhan teknologi dan informasi yang begitu masif. masyarakat perkotaan sudah dimanjakan dengan adanya kemudahan yang diberikan oleh teknologi dan melihat hidup orang barat yang bebas, bergaya hidup mewah, dan mengutamakan materi dalam hidupnya.
Perlu adanya penanaman nilai- nilai yang ada dalam kearifan lokal/budaya lokal untuk menguatakan karakter bangsa pada generasi muda.
Tylor mengungkapkan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan dari aktivitas manusia, seperti kepercayaan, pengetahuan, moral, seni, adat-istiadat, hukum, dan kebiasaan-kebiasaan lainya (Ratna, 2005: 5). Kearifan lokal disetiap daerah masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Namun memiliki sama yaitu di dalamnya memiliki nilai-nilai yang luhur dan baik untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Hal itu disebabkan nila-nilai tersebut berasal dari dalam masyarakat itu sendiri.
Kearifan lokal merupakan berbagai bentuk kebijaksanaan yang terdapat di wilayah tertentu dan digunakan secara turun-temurun sebagai salah satu sarana penunjang untuk mewujudkan stabilitas sosial di masyarakat (Ratna, 2014: 186).
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya. Kekayaanya tidak hanya sebatas pada hasil alam saja, namun juga pada ragam suku, agaman, kepercayaan, bahasa, dan adat istiadat. Menurut data PBS (2010) terdapat 633 kelompok suku besar di Indonesia namun jika dilakukan perincian hingga sub sukunya dapat mencapai ribuan jumlahnya.
Kearifan lokal di setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi istilah maupun jenis dan bentuknya. Namun pada hakikatnya terdapat nilai-nilai yang sama yaitu mengenai kebijaksanaan dalam berinteraksi antar manusia. Menurut Hill (2010: 648) berpendapat bahwa nilai merupakan sesuatu yang tidak terbatas pada keyakinan intelektual saja. Nilai cenderung lebih berasal dari budaya sebelumnya, pengkondisian, temperamen bawaan dan impuls
viseral. Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal di Wilayah Indonesia untuk menanamkan karakter bangsa diantaranya:
a. Nilai Religi
Pancasila sesungguhnya merupakan rumusan yang diciptakan oleh pendiri bangsa untuk mengejawantahkan nilai-nilai agama/religi dalam konteks sebagai warga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara. Pendiri bangsa sadar bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang percaya dengan adanya Tuhan.
Nilai-nilai religi harus diwujudkan oleh setiap warga negara dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ciri khas dari local genius di Indonesia sangat terkait dengan sistem kepercayaan terhadap sang pencipta Wasilah dkk (2009:51).
Pancasila merupakan dasar negara dan pancangan hidup bangsa yang setiap silanya bersal dari diri bangsa Indonesia. Sila pertama dalam Pancasila menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan terhadap tuhan. Banyak sekali nilai- nilai religi di dalam kearifan lokal setiap daerah di Indonesia.
Keberagaman agama dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia menjadikan beraneka ragam nilai-nilai dan kegiatan religi dalam budaya lokal masyarakat.
Terdapat enam agama diakui pemerintah Indonesia seperti, agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Sedangkan aliran kepercayaan di Indonesia saati ini belum dapat dipastikan namun, jumlahnya sangat banyak disetiap wilayah nusantara. Dalam
masyarakat Indonesia tedapat berbagai bentuk kegiatan religi yang dapat menyatukan masyarakat misalnya seperti kegiatan upacara ngaben di Bali, upacara “aruh baharin” di Kalimantan Selatan upacara adat “Katoba” di Sulawesi Tenggara, pengajian, “genduri”,
“wiwitan” disawah, nasi tumpengan, tradisi mimitu di Jawa dan masih banyak lagi. Nilai-nilai yang terkandung dalam acara adat keagamaan disetiap daerah pada intinya adalah wujud rasa syukur kepada sang pencipta, tunduk dan taat terhadap perintah tuhan, mengagumi keagungan tuhan, memupuk rasa kekeluargaan, dan lain-lain.
Kegiatan keagamaan di daerah hanya diajarkan oleh masyarakat adat dan sangat jarang sekolah yang mengajarkan kepada peserta didik. Jika kegiatan keagamaan di daerah tidak diajarkan kepada peserta didik atau generasi muda maka lambat laun kearifan lokal dapat menjadi hilang karena pasti terjadi pergantian generasi.
b. Gotong Royong
Gotong royong secara sederhana merupakan sikap saling membantu atau tolong menolong antar masyarakat. Kearifan lokal disetiap daerah memiliki budaya gotong royong namun dengan istilah yang berbeda seperti goro (Minangkabau), marimoi ngone future (Ternate), pela gandong (Ambon), gugur gunung (Yogyakarta), sagilik sagaluk sabayantakan (Bali), situlutulu (Mandar), hoyak tabuik (Padang), nyemplo (Banjramasin), paleo (Samarinda) dan sebagainya.
Walaupun berbeda istilah dan caranya nilai-nilai gotong royong
disetiap daerah memiliki makna dan semangat yang sama untuk saling tolong menolong, menjalin kebersamaan antar sesama manusia.
Perbedaan istilah gotong royong disetiap daerah memiliki arti penting dalam mengikat emosi wilayah tersebut dan secara bersama-sama dapat menciptakan stabilitas nasional (Ratna, 2014:
286). Di sekolah gotong royong diajarkan secara kognitif atau pengetahuan dan secara tersirat dalam kegiatan-kegiatan disekolah seperti piket, kerja bakti, kerja kelompok dan lain sebagainya. Perlu adanya perluasan makna gotong royong dan praktik, sebaiknya peserta didik diajarkan pengetahuan lokal mengenai kegiatan gotong royong misalnya, sejarahnya, nilai- nilai yang terkandung, dan yang terpenting praktiknya atau caranya.
Sekolah harus terlibat dan peduli terhadap kearifan lokal yang ada di wilayahnya. Pengetahuan dan pengajaran yang diberikan masyarakat adan lambat laun akan mengalami perubahan generasi.
Banyak kearifan lokal yang hilang ditelan zaman karena tidak adanya proses regenerasi terhadap budaya lokal. Pengajaran tidak harus dilakukan oleh guru profesional atau lulusan sarjana. Praktisi, seniman, maupun ahli dapat memberikan pengajaran terhadap peserta didik.
Belajar adalah merasakan, sehingga peserta didik dapat langsung merasakan manfaat dari kegiatan yang telah mereka lakukan.
Pengajaran juga tidak harus dilakukan dikelas, siswa harus dilibatkan secara langsung di lingkungan masyarakat.
Penggunaan teknologi dapat memengaruhi pemikiran manusia
untuk berpikir secara pragmatis, sehingga siswa kurang meminati kearifan lokal sebab dianggap perbuatan yang tidak bermanfaat dan dianggap sebagai penghambat kemajuan (Ratna, 2014: 287).
Sekolah harus menginovasikan nilai- nilai gotong royong menjadi sesuatu yang nyata manfaatnya terhadap peserta didik dan tidak hanya sebatas konseptual tanpa kenyataan.
c. Nilai-nilai seni dan sastra lokal Salah satu kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai luhur ialah sastra lisan maupun tulisan. Salah satu sastra yang ada di dalam masyarakat Indonesia adalah petuah atau nasehat dalam bahasa daerah. Sastra lisan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan Indonesia yang tersebar di setiap wilayah dan harus diwariskan kepada setiap generasi agar tidak punah. Setiap kelompok budaya dimasyarakat, memiliki variasi dan keunikan yang berbeda- beda, baik dalam bentuk perbuatan maupun secara lisan maupun tulisan.
Sastra yang berkembang dalam masyarakat memberikan nasehat dan tata cara manusia melakukan interaksi dalam kehidupannya. Di setiap daerah atau suku di Indonesia banyak petuah- petuah yang memiliki makna dan nilai-nilai yang sangat luhur. Slogan persatuan bangsa Indonesia bhineka tunggal ika juga diambilkan dari salah satu petuah Jawa. Tut wuri handayani menjadi slogan pendidikan di Indonesia juga merupakan petuah dengan bahasa Jawa yang diungkapkan oleh Ki Hajardewantara. Banyak ungkapan jawa yang masih digunakan dan
diketahui jejaknya. Hal itu dikarenakan sastra jawa banyak dituliskan. Masih banyak petuah- petuah yang dapat diajarkan kepada peserta didik.
Disetiap daerah memiliki petuah-petuah yang dihasilkan dari
budaya dan kehidupan
masyarakatnya. Misalnya, di Bugis terdapat petuah yang berbunyi
”Resopa Temmanginngi Malomo Nalettei Pammase Dewata" Hanya dengan bekerja keras kita akan mendapat rahmat Allah SWT, petuah dari Minangkabau “Ingek di rantiang ka mancucuak, Tahu didahan ka maimpok” yang bermakna perlunya sikap arif, bijaksana, dan mempunyai pandangan yang luas sehingga dapat selalu hati-hati dalam bertindak, petuah dari papua “Kele Wawunia kele, ae, ao, baa. Niare Waw-nia niare, ae, ao, haa” yang memiliki makna manusia harus menjaga kelestarian lingkungan untuk menjaganya agar tetap lestari, petuah dari Dayak “Dia tau pisang handue mamua” (Pisang tak bisa berbuah dua kali) yang bermakna kedewasaan dan kekuatan tak bisa kembali ke awal, dan lain-lain.
Perlu adanya kepedulian daerah untuk melestarikan budaya lokalnya. masalah utamanya generasi muda sudah mulai tidak mengetahui dan memahami petuah yang ada di daerahnya. Lebih memprihatinkan bahwa generasi muda sudah tidak mengetahui bahasa ibu dan ayahnya. Sekolah harus menjadi sarana pembentuk karakter bangsa dalam setiap lini kehidupan masyarakat salah satunya mengajarkan dan mendidik peserta didik untuk mengenal,
mengerti, memahami,
menggunakan, dan melestarikan
budayanya sendiri. Masuknya budaya asing termasuk bahasa dan sastra berpengaruh besar terhadap perkembangan dan minat para generasi Z sekarang ini yang sangat terbuka dengan teknologi dan informasi. Budaya asing terkadang tidak sesuai dengan kepribadian dan budaya lokal bahkan dapat merusaknya. Dengan penanaman nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam petuah-petuah daerah dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan terhadap budaya asing yang tidak baik.
d. Nilai keterampilan lokal
Setiap wilayah di Indonesia memiliki kearifan lokal dengan ciri khas tersendiri yang membedakan dengan daerah lainya. Kearifan lokal dapat berupa pertanian, kerajinan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan sumber daya alam, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah, philosophi, agama dan budaya serta makanan tradisional (Sungri dalam Wagiran, 2011).
Dalam artikel ini yang akan disoroti ialah kearifan lokal dalam bentuk pertanian dan kerajinan.
Kearifan lokal tersebut pada masa sekarang perlu mendapatkan perhatian serius karena dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kecintaan terhadap budaya lokal, dan menanamkan karakter bangsa. Pelestarian dan pemberdayaan kearifan lokal dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat. Dengan teknologi dan informasi yang semakin maju dapat memudahkan dalam promosi dan pemasaranya dengan memberikan sedikit inovasi pada kearifan lokal yang ada seperti kerajinan tangan maupun bentuk lainya. Industri kreatif sudah mulai berkembang
dibeberapa daerah di Indonesia dan terbukti mampu merambah pasar internasional. Di daerah Jepara sangat terkenal dengan ukiran kayu yang menghasilkan berbagai macam furniture yang diminati pasar domestik maupun mancanegara.
Daerah lainya yang berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokal dan menjadi tujuan wisata dunia adalah Bali dan Yogyakarta. Setiap wilayah di Indonesia memiliki potensi yang sama jika semua pihak berkerja sama dalam melestarikan kearifan lokal di wilayahnya.
Adanya industrialisasi mengakibatkan kearifan lokal dalam bidang pertanian menjadi kurang diminati oleh generasi muda. Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada saat ini persentase penduduk di pedesaan berjumlah 50,2 persen dari keseluruhan total penduduk Indonesia. Namun pada tahun 2025 mendatang diproyeksikan akan turun menjadi 33,4 persen. Hal tersebut menurut Angelina Ika Rahutami Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata pada saat diwawancarai CNN Indonesia, mengutarakan bahwa kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah pada sektor pertanian Indonesia, nantinya sektor pertanian hanya akan diisi pekerja orang- orang tua. Kondisi tersebut dapat menyulitkan terjadinya inovasi teknologi di sektor pertanian.
Sekolah dapat dijadikan tempat untuk menanamkan ketertarikan dan kecintaan terhadap kearifan lokal dalam bidang pertanian dan kerajinan. Setiap daerah memiliki karakteristik dan potensi pertanian yang berbeda-
beda. Ketika generasi muda merasakan manfaat dari kearifan lokal di daerahnya maka akan muncul ketertarikan dalam dirinya.
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterampilan dalam mengolah kearifan lokal dalam bidang pertanian dan kerajinan dalam rangka melestarikan serta medayagunakanya. Nilai-nilai yang terdapat dalam kearifan lokal pertanian dan kerajinan di antaranya, keuletan, kesabaran, kreatifitas, kesungguhan, dan tanggung jawab.
2. Konsep penanaman karakter bangsa berbasis kearifan lokal di sekolah
Strategi yang digunakan sebagai suatu cara untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai pembantukan karakter bangsa. Program sekolah yang dapat dilakukan untuk menanamkan karakter bangsa berbasis kearifan lokal yaitu dengan
a. Program sekolah berbasis kearifan lokal
Sekolah dapat membuat program yang berbasiskan pada seni dan budaya lokal yang ada misalnya ukiran kayu/bambu, membatik dan program berbahasa daerah pada satu waktu. Dengan program sekolah yang berbasis pada seni dan budaya nilai karakter bangsa dapat diperoleh siswa baik secara sadar maupun tidak.
Program yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak pada karakter siswa dalam mengenal dan mencintai kearifan lokal yang ada di lingkunganya.
b. Budaya sekolah
Budaya sekolah ialah nilai- nilai, tradisi, prinsip, dan kebiasaan
yang terbentuk dalam kegiatan yang berlangsung dan dikembangkan di sekolah serta dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah sehingga akan mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah (Zambroni, 2011: 111). Pendidikan kearifan lokal dan pendidikan karakter bangsa harus menjadi unsur yang ada dalam budaya sekolah. kearifan lokal dapat dikembangkan menjadi 3 unsur budaya sekolah yaitu budaya akademik, kultur sosial budaya lokal dan kultur demokratis dalam mewujudkan pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan lokal.
Tabel 1. Contoh budaya sekolah berbasis kearifan lokal
Budaya Sekolah
Kegiatan Karakter Kultur
Akademik
Prestasi siswa dalam perlombaan kebudayaan
Integritas dan Nasionalisme
kultur sosial budaya lokal lokal
Penerapan petuah daerah dalam berinteraksi, pemakaian pakaian dan penggunaa n bahasa daerah dalam satu waktu
Gotong royong, nasionalisme , integritas
Kultur demokrasi
Siswa diajarkan bebas mengeluark an
pendapat
Nasionalisme (cinta tanah air, tanggung jawab.
yang bertanggun g jawab, mewujudka n
budaya cinta tanah air dengan mengajarka n,
menyanyika n, dan mendengar kan
lagu nasional dan lagu daerah
c. Kearifan lokal diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik untuk menanamkan pendidikan karakter bangsa yang berbasiskan pada budaya lokal. Penanaman dan pendidikan karakter di sekolah menjadi tanggung jawab semua komponen di dalam sekolah termasuk semua guru mata pelajaran. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam
pembelajaran dengan
mengembangkan nilai-nilai pendidikan kearifan lokal dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran (Suroto Suroto, 2016). Nilai-nilai tersebut dapat dicantumkan secara tersirat maupun tersurat dalam silabus dan RPP. Hal ini dilakukan dengan tujuan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal warga sekolah terutama bagi peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan membentuk karakter bangsa.
Tabel 2. Contoh pengintegrasian kearifan lokal dalam setiap mata pelajaran
Mata pelajaran
Indikator/kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia
Siswa dapat mengenali dan memahami makna petuah daerah dan legenda-legenda yang ada dalam lingkungan budaya mereka
Matematika Siswa mampu
mengkalkulasi atau mengidentifikasi jumlah kearifan lokal yang dapat dikembangkan menjadi usaha
Bahasa daerah
Siswa dapat memahami dan menggunakan bahasa daerahnya PPKn Siswa dapat berperilaku
dan berperan dalam memanfaatkan kearifan lokal untuk kepentingan bersama
Bahasa Inggris
Siswa memahami bahasa asing untuk memasarkan/mengenal- kan kearifan lokal ke mancanegara.
Keterampilan /mua-tan lokal
Siswa dapat
mengetahui cara
pembuatan dan
menghasilkan produk
lokal hingga
memasarkanya
d. Program pengembangan diri peserta didik di sekolah
Program pengembangan diri, berbasis budaya lokal dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. kegiatan yang dilakukan
secara rutin dan berlangsung secara terus menerus diharapkan dapat menjadi keteladanan (modelling), pembelajaran (teaching), penguatan (reinforcing) dan pembiasaan (habituating). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah meliputi kegiatan pengkondisian, rutin, spontan, dan keteladanan di sekolah sehingga dapat menanamkan dan membentuk karakter bangsa berbasis kearifan lokal melalui pengembangan diri di sekolah.
Tabel 3. Contoh pengembangan diri Program
Pengemban gan diri
Kegiatan Karakter bangsa Rutin
(dilakukan seluruh warga sekolah)
Upacara hari senin,
menyanyikan lagu nasional dan daerah setiap memulai pembelajaran dan sebelum pulang,
upacara adat atau
pembelajaran upacara adat.
Religi, Nasionali sme, integritas, gotong royong
Spontan (warga sekolah)
Membudayakan budaya 5 S (senyum, sapa, salam, sapa, dan sopan)/
petuah lokal mengenai tata cara
berinteraksi.
Nasionali sme, integritas
Keteladana n
(staff dan guru)
Berpakaian rapi,
berpakaian adat,
datang tepat waktu, bertutur
Integritas, nasionalis me
kata sopan baik,
menggunakan produk lokal Program
Pengemban gan diri
Kegiatan Karakter bangsa Pengkondisi
an (warga sekolah)
Menjaga
lingkungan agar selalu bersih, meletakan slogan dan banner pepatah lokal mengenai kebaikan, menggunakan bel
gamelan jika di Jawa
sedangkan daerah lain menyesuaikan, menggunakan dan pakaian motif-motif batik lokal dan tas/kerajinan untuk warga sekolahdi setiap kelas.
Religi, Religi, Nasionali sme, integritas, gotong royong
D. Penutup 1. Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam artikel ini dapat diambil simpulan bahwa:
a. Masyarakat disetiap wilayah Indonesia memiliki potensi untuk menanamkan karakter bangsa kepada generasi muda dengan mengadopsi nilai-nilai yang ada di dalam kearifan lokal. Nilai-nilai lokal tersebut secara umum disetiap wilayah nusantara memiliki nilai religi, nilai gotong royong, nilai seni dan sastra lokal, serta nilai keterampilan lokal. Istilah dan tata cara disetiap daerah memiliki
perbedaan namun dari segi makna terdapat kesamaan yaitu nilai-nilai luhur yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
b. Penanaman karakter bangsa berdasar kearifan lokal dapat dilakukan di dalam sekolah dengan pelaksanaan program berbasis budaya lokal. Program sekolah berbasis kearifan lokal yaitu program sekolah berbasis berbasis kerajinan dan budaya lokal, budaya sekolah berbasis kearifan lokal, pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan lokal diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan program pengembangan diri peserta didik.
2. Saran
a. Perlu adanya kebijakan pendidikan nasional yang mengatur tentang pendidikan berbasis kearifan lokal secara jelas, tegas, dan kongkrit.
b. Pihak-pihak terkait harus memperisiapkan pelaksanaan program sekolah berbasis kearifan lokal dalam menanamkan karakter bangsa melalui budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, A. (2017). Selamat tinggal generasi milenal, selamat datang generasi Z.
Retrived from Tirto Id https://tirto.id/
selamat-tinggal-generasi-milenial- selamat- datang-generasi-z-cnzX
Armawi, A. (2010). Local wisdom: a solution to surpass hedonism effect on environment pollution. Jurnal of Geography. 42(2).
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Kriminal. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Cogan, J. J., Dericott. (1998). Citizenship Education For The 21st Century: Setting The Contexs. London: Kogan Page.
Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books, Inc., Publishers.
Hidayati. (2008). Pentingnya Pendidikan Nilai di Era Globalisasi. Dinamika Pendidikan, 2, Th. XV, 63-75.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Desai Induk Pengembangan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta:
Kemendiknas.
Ratna, N, K. (2005). Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_________. (2014). Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, E, V. (2017). Lahan Pertanian di Indonesia Makin Tak Menarik Bagi Pekerja. Semarang: CNN Indonesia.
Retrived from:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/
20170330191343-92-203859/lahan- pertanian-di-indonesia-makin-tak- menarik-bagi-pekerja/
Ruyadi, Y. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya Lokal (Penelitian Terhadap Masyarakat Adat Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat Untuk Pengembangan Pendidikan Karakter Di Sekolah).
Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia.
Suroto, S. (2016). KEPRIBADIAN PENGURUS ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM MELAKSANAKAN PERAN DAN TANGGUNG JAWABNYA SEBAGAI
BAGIAN DARI KOMPETENSI
KEWARGANEGARAAN. Pendidikan Kewarganegaraan, 6(11).
Suroto, S. (2016). DINAMIKA KEGIATAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA MEMPERKUAT KARAKTER
UNGGUL GENERASI MUDA.
Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2), 1040-1046.
Wagiran. 2011. Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal Dalam Mendukung Visi Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan, 3, 3 (1): 1.
Wasilah, dkk. (2009). Etnopedagogis, Bandung, Kiblat.
Zamroni. (2011), Dinamika Peningkatan Mutu.
Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.