1
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
Laporan Kasus : Penatalaksanaan Keratitis Acanthamoeba Penyaji : Nadia Khairina Budiman
Pembimbing : Susi Heryati, dr., SpM(K)
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing
Susi Heryati, dr., SpM(K)
Rabu, 2 Oktober 2019 07.30 WIB
1
Acanthamoeba Keratitis Management Abstract
Introduction : Keratitis can cause visual impairment and blindness. Microbial keratitis can be caused by bacteria, fungal, virus or parasite. Acanthamoeba keratitis can cause progressive infection in the cornea. Primary risk factor for acanthamoeba keratitis is contact lens wear.
Purpose : To describe the management of acanthamoeba keratitis in contact lens wear.
Case Report : 25-year-old woman came to Cicendo Eye Hospital with the chief complain redness in her right eye followed by pain, blurred since 5 months ago.
Patient has history of using soft contact lens for 2 years. From ophthalmological examination the right eye visual acuity was CFFC and the left eye was 0.125.
Anterior segment examination of the right eye revealed blepharospasm in the palpebra, ciliary injection in conjunctiva. Fluorescent staining in the right eye is positive, with a ring infiltrate 6.5 x 8 mm in size. Corneal smear showed a cyctic form of Acanthamoeba sp. in Giemsa staining. Debridement was done using povidone iodine. Therapies given are combination of neomycine sulphate, polymyxin B sulphate and gramicidin 1 gtt/hour OD, natamycin 1gtt/hour OD, and ketoconazole 2x300 mg PO.
Conclusion : Acanthamoeba keratitis was a disease with contact lens wear as the primary risk factor. Corneal smear can be helpful in diagnosing the Acanthamoeba keratitis. Early diagnosis and proper treatment is important for better prognosis.
Keywords : Keratitis, Acanthamoeba, contact lens
I. Pendahuluan
Keratitis infeksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan maupun kebutaan. Keratitis merupakan penyebab utama kekeruhan kornea. Penyebab utama keratitis di Amerika Serikat berhubungan erat dengan penggunaan lensa kontak, sedangkan di negara berkembang disebabkan oleh trauma okular yang berhubungan dengan pekerjaan. Diagnosis dini yang tepat mengenai organisme penyebabnya merupakan hal yang penting dilakukan untuk memberikan terapi yang tepat pada pasien.1,2
Keratitis mikrobial dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus maupun parasit.
Faktor predisposisi seperti penggunaan lensa kontak, trauma, operasi kornea, ocular surface disease, penyakit sistemik dan imunosupresi dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan dari permukaan kornea dan menyebabkan invasi bakteri pada kornea. Gangguan penglihatan pada keratitis dapat disebabkan oleh timbulnya jaringan parut pada kornea maupun iregularitas dari permukaan kornea.
Keratitis yang berat dan tidak diterapi dengan baik dapat menyebabkan perforasi kornea dan dapat berkembang menjadi endoftalmitis. 1,3,4
Acanthamoeba dapat menyebabkan infeksi progresif pada kornea. Faktor resiko utama dari keratitis Acanthamoeba adalah penggunaan lensa kontak. Dua dari 8 spesies Acanthamoeba yaitu A. castellanii dan A. polyphaga paling sering menyebabkan infeksi. Acanthamoeba merupakan amoeba yang sering ditemukan di kolam renang, air laut, sungai, air keran maupun cairan lensa kontak. Diagnosis keratitis Acanthamoeba yang terlambat dapat menyebabkan amoeba penetrasi ke dalam stroma kornea dan mempengaruhi keberhasilan terapi sehingga pengobatan akan menjadi lebih sulit. Laporan kasus ini akan membahas kejadian keratitis Acanthamoeba pada pengguna lensa kontak.2,4,5
II. Laporan Kasus
Seorang wanita usia 25 tahun datang ke Poliklinik Infeksi dan Imunologi Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 2 September 2019 dengan keluhan mata kanan merah sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri dan berair. Keluhan buram dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merupakan pengguna lensa kontak sehari-hari sebagai pengganti kacamata sejak 2 tahun yang lalu dengan ukuran C-2.50. Lensa kontak yang digunakan merupakan lensa kontak bening, penggunaan 6 bulan dan telah digunakan selama 2 bulan, pasien membeli sendiri lensa kontak tersebut tanpa menggunakan resep. Pasien mengaku selalu mengganti tempat lensa kontak yang digunakan, riwayat penggunaan lensa kontak saat tidur disangkal. Riwayat kelilipan (-), riwayat trauma (-). Pasien telah berobat ke RS Islam Metro Lampung diberikan obat LFX 4xOD lalu dirujuk ke RS Mata Cicendo.
Pada pemeriksaan umum diketahui status generalis baik dan tanda vital dalam batas normal.Pada pemeriksaan oftalmologis, tajam penglihatan mata kanan CFFC ph sulit dinilai, pada mata kiri 0.125 ph 0.4. Pemeriksaan tekanan bola mata menggunakan Non-Contact Tonometry (NCT) pada mata kanan adalah 17 dan pada mata kiri adalah 15. Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan didapatkan blefarospasme, pada konjungtiva didapatkan injeksi silier. Kornea
tampak keruh, terdapat infiltrat sroma dan ring infiltrate berukuran 6,5 x 8mm, pada COA didapatkan Van Herrick Grade III flare cell sulit dinilai, pupil bulat, refleks cahaya +/+, lensa jernih. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan dalam batas normal.
Gambar 2.1 (A) & (B) Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan dengan biomikroskop lampu celah
Pasien kemudian dilakukan apus kornea dan ditemukan kista Acanthamoeba sp. pada pewarnaan giemsa. Pada pewarnaan Gram ditemukan bakteri gram (+) coccus susunan dua-dua 1-2/LPB dan gram (-) bacilli susunan satu-satu 0-1/LPB dengan jumlah leukosit 10-15/LPB dan jumlah epitel 1-2/LPB. Pada pewarnaan KOH tidak ditemukan jamur.
Gambar 2.2 Pemeriksaan apus kornea menunjukkan gambaran acanthamoeba Pasien kemudian didiagnosis dengan Keratitis Acanthamoeba OD dan diberikan terapi kombinasi neomycin, polimiksin dan gramisidin 1 gtt/jam OD, ketoconazole 2x300 mg per oral, natamycin 1 gtt/jam OD dan dilakukan debridement dengan povidone iodine. Pasien disarankan untuk menghentikan pemakaian lensa kontaknya dan kontrol dalam 1 minggu. Prognosis pada pasien
A B
ini quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam dubia ad malam dan quo ad sanationam dubia ad malam.
Pasien datang kembali 1 minggu kemudian dengan keluhan mata kanan masih nyeri. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan mata kanan CFFC dan mata kiri 0.125 ph 0.4. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan blefarospasme pada palpebra dan injeksi siliar pada konjungtiva. Pada kornea didapatkan ring infiltrate (+), pewarnaan dengan fluoresin positif dengan sensibilitas normal. Pada bilik mata depan didapatkan Van Herrick grade III, flare cell sulit dinilai, pupil bulat, refleks cahaya +/+, sinekia negatif dan lensa jernih.
Pasien diberikan terapi yang sama ditambahkan asam mefenamat 3x500 mg dan LFX 8xOD kemudian disarankan untuk kontrol 1 minggu yang akan datang.
Gambar 2.3 (A) & (B) Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan dengan biomikroskop lampu celah pada saat kontrol
Pasien datang kembali pada tanggal 16 September 2019 dengan keluhan nyeri, silau, dan mata berair. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan mata kanan CFFC dan mata kiri 0.125 ph 0.4. Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan blefarospasme pada palpebra dan injeksi siliar pada konjungtiva. Pada kornea didapatkan ring infiltrate (+), endotel hazy, pewarnaan dengan fluoresin positif dengan sensibilitas normal. Pada bilik mata depan didapatkan Van Herrick grade III, flare cell sulit dinilai, pupil bulat, refleks cahaya +/+, sinekia negatif dan lensa jernih. Pasien diberikan terapi kombinasi neomycin, polimiksin dan gramisidin 1 gtt/jam OD, natamycin 1 gtt/jam OD, ketoconazole 2x300 mg, siklopentolat 1% 3xOD dan tetes mata artifisial 1gtt/jam OD serta disarankan untuk kontrol 1 minggu yang akan datang.
A B
III. Diskusi
Keratitis Acanthamoeba merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh parasit dan dapat mengancam penglihatan. Diagnosis keratitis Acanthamoeba kadang sulit ditegakkan dan seringkali mirip dengan keratitis herpes atau jamur. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan prognosis penglihatan yang buruk. Keratitis Acanthamoeba dikarakteristikan dengan keluhan nyeri. Pasien juga mengalami keluhan buram, kemerahan, perasaan mengganjal, fotofobia, berair dan keluarnya kotoran dari mata yang sakit. Keratitis Acanthamoeba paling sering terjadi pada salah satu mata walaupun dapat terjadi secara bilateral. Pada pasien ini keluhan yang dialami sesuai dengan karakteristik keratitis Acanthamoeba yaitu nyeri, silau, buram dan berair. Keluhan pasien juga bersifat unilateral.6–8
Keratitis Acanthamoeba biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa kontak yang memiliki kebersihan yang buruk dan air yang terkontaminasi.
Penggunaan lensa kontak pada saat istirahat di malam hari masih menjadi faktor resiko utama terjadinya penyakit ini. Penggunaan lensa kontak saat berenang, penyucian lensa kontak yang iregular dan kurang baik, membersihkan tempat lensa kontak dengan air keran, trauma kornea minor, penyakit permukaan mata lain dan paparan terhadap air yang terkontaminasi merupakan faktor resiko lain terjadinya keratitis Acanthamoeba. Pengguna lensa kontak lunak memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan lensa kontak keras. Pasien ini memiliki riwayat penggunaan lensa kontak lunak dalam jangka waktu yang lama yang mengarahkan kelainan pasien ke arah keratitis Acanthamoeba. 5,8,9
Acanthamoeba hidup pada bentuk tropozoit dan dorman pada bentuk kista.
Patogenesis dari keratitis Acanthamoeba melibatkan adhesi epitel kornea. Invasi stroma melibatkan berbagai enzim. Tropozoit menyebabkan respon kemotasis terhadap neuron kornea dan dapat menyebabkan sitolotik dan respon apoptosis sehingga timbul keluhan neuritis radial. Berdasarkan pemeriksaan biomikrokop lampu celah keparahan keratitis Acanthamoeba dapat dibagi menjadi epitelitis, epitelitis dengan neuritis radialis dan stroma anterior. Pada pemeriksaan dapat ditemukan infiltrate berbentuk cincin, hipopion, inflamasi difus maupun kombinasinya. Pemeriksaan biomikroskop lampu celah pada pasien ini ditemukan
bahwa terdapat infiltrate berbentuk cincin dan ditemukan infiltrat pada bagian stroma di pasien tersebut. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya hipopion.5,8,10 Diagnosis pada infeksi Acanthamoeba sulit ditegakkan. Diagnosis dini dan terapi yang tepat merupakan hal penting untuk prognosis yang baik. Jika terapi efektif terlambat selama 3 minggu atau lebih akan mempengaruhi prognosis dari pasien tersebut. Keratitis Acanthamoeba harus dipertimbangkan jika terdapat kasus trauma kornea karena paparan tanah maupun air yang terkontaminasi pada pengguna lensa kontak. Keratitis Acanthamoeba dapat terjadi ko-infeksi dengan HSV sebanyak 10-23%. Keratitis Acanthamoeba ditandai dengan gejala khas yaitu pola infiltrate perineural ataupun infiltrate berbentuk cincin. Diagnosis laboratorium melibatkan gambaran mikroskopis dari apus kornea menggunakan pewarnaan Giemsa, silver stain, pewarnaan Calcofluor-white stain, Lactophenol Cotton Blue, maupun acridine orange. Gambaran Acanthamoeba merupakan tropozoit berbentuk oval berukuran 15-45 µm dengan nukleus sentral yang besar, vakuola kontraktil dan hyaline pseudopodia yang disebut acanthopodia. Kista Acanthamoeba berukuran kecil 12-25 µm dan berbentuk polygonal atau berbentuk seperti bintang dengan dinding ganda. Baku standar dari diagnosis keratitis Acanthamoeba adalah kultur pada agar non-nutrient yang diperkaya E.coli.
Pemeriksaan menggunakan in vivo confocal microscopy juga dapat membantu menegakkan diagnosis dari keratitis Acanthamoeba.5,8,11
Gambar 3.1 Gambaran Kista Acanthamoeba pada pewarnaan Giemsa.
Dikutip dari: El-Sayed11
Pada pasien ini didapatkan gejala berupa nyeri, fotofobia dan lakrimasi yang sesuai dengan gejala dari keratitis Acanthamoeba. Pada pemeriksaan apus kornea
ditemukan kista Acanthamoeba sp. pada pewarnaan giemsa. Pada pewarnaan Gram ditemukan bakteri gram (+) coccus susunan dua-dua 1-2/LPB dan gram (-) bacilli susunan satu-satu 0-1/LPB dengan jumlah leukosit 10-15/LPB dan jumlah epitel 1-2/LPB. Pada pewarnaan KOH tidak ditemukan jamur sehingga pasien didiagnosis dengan keratitis Acanthamoeba.5,7,8
Tujuan utama dari terapi pada keratitis Achantamobe yaitu menghilangkan kista dan tropozoit yang masih hidup bersamaan dengan mengurangi reaksi inflamasinya. Terapi yang diberikan yaitu golongan diamindine. Biguanide juga merupakan golongan anti-amoeba yang dapat digunakan. Golongan biguanide yang sering digunakan yaitu polyhexamethylene biguanide 0.02-0.06% dan chlorhexidine 0.02-0.2%. Obat topikal lainnya yang dapat digunakan adalah antifungal golongan azole. Itraconazole oral dapat digunakan untuk mencegah penyebaran tropozoit ke jaringan sekitarnya pada kasus yang sudah berat. Terapi lainnya yang diketahui efektif untuk mengobati keratitis Acanthamoeba yaitu preparat Brolene, Neomycin-Polymixin B-Gramicidin, chlorhexidine dan voriconazole. Penggunaan steroid pada terapi keratitis Acanthamoeba masih kontroversial dan tidak diperlukan pada kasus yang dideteksi dini, namun steroid dapat digunakan dalam mengurangi inflamasi persisten pada kornea, kamera okuli anterior, dan sklera. Oral NSAID atau oral steroid juga dapat diberikan. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan operasi keratoplasty untuk menangani keratitis Acanthamoeba. 5,12 Pada pasien ini diberikan terapi yaitu kombinasi Neomycin-Polymixin B- Gramicidin tiap jam 1 tetes, ketokonazol 2x300 mg, natamycin tiap jam 1 tetes, dan debridement dengan menggunakan povidone iodine. Terapi yang diberikan telah sesuai dengan literatur yaitu dengan pemberian kombinasi Neomycin-Polymixin B- Gramicidin. Ketokonazol diberikan untuk mencegah penyebaran tropozoit ke jaringan sekitar serta debridement menggunakan povidone iodine menunjukan hasil yang efektif dalam mengurangi kista maupun tropozoit dari Acanthamoeba serta meningkatkan penyerapan obat pada keratitis Acanthamoeba. 5,8,10,12
Prognosis keratitis Acanthamoeba lebih buruk dibandingkan dengan jenis keratitis lainnya dan edukasi mengenai pencegahan penting dilakukan. Edukasi mengenai penggunaan lensa kontak dan perawatan lensa kontak perlu diberikan
kepada pasien untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Diagnosis dini mengenai penyakit ini akan membantu hasil yang lebih baik.5,8
IV. Simpulan
Keratitis Acanthamoeba merupakan penyakit yang paling sering disebabkan oleh lensa kontak. Diagnosis yang terlambat akan menyebabkan prognosis yang lebih buruk pada pasien. Diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat merupakan hal yang penting dilakukan. Anamnesis yang mendalam perlu dilakukan untuk melakukan diagnosis ke arah keratitis Acanthamoeba. Apus kornea dapat membantu menegakkan diagnosis keratitis Acanthamoeba. Terapi yang tepat dan debridement dapat dilakukan untuk mengurangi kista maupun tropozoit dari Acanthamoeba. Edukasi mengenai penggunaan lensa kontak kepada penderita juga penting dilakukan.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Austin A, Lietman T, Rose-Nussbaumer J. Update on the management of infectious keratitis. Ophthalmology [Internet]. 1 November
2017;124(11):1678–89. Tersedia dari:
https://doi.org/10.1016/j.ophtha.2017.05.012
2. Gallagher D, McElnea E, Fahy G. Acanthamoeba keratitis in the absence of predisposing risk factors. Arch Ophthalmol Optym. 2018;1(11):23–7.
3. Lin A, Rhee MK, Akpek EK, et al. Bacterial keratitis preferred practice pattern. Ophthalmology [Internet]. 1 Januari 2019;126(1):P1–55. Tersedia dari: https://doi.org/10.1016/j.ophtha.2018.10.018
4. Shah S. Etiology of infectious keratitis as seen at a tertiary care center in larkana, pakistan. Pakistan J Ophthalmol. 1 Maret 2016;32:48–52.
5. Bernfeld E, Kozak A, Feldman BH, et al. Acanthamoeba keratitis. Am Acad Opthalmology. 2014;
6. Cherian A. Acanthamoeba keratitis for the microbiologist: an eye opener. J Acad Clin Microbiol. 1 Januari 2015;17(1):60–2.
7. Lorenzo-Morales J, Khan NA, Walochnik J. An update on acanthamoeba keratitis: diagnosis, pathogenesis and treatment. Parasite. 2015/02/18.
2015;22:10.
8. Alkharashi M, Lindsley K, Law HA, et al. Medical interventions for acanthamoeba keratitis. Cochrane database Syst Rev [Internet]. 24 Februari 2015;2015(2):CD010792–CD010792. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25710134
9. Cristina S, Cristina V, Mihaela P. Acanthamoeba keratitis challenges a case report. Rom J Ophthalmol [Internet]. 2016;60(1):40–2. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27220232
10. Sharma K, Palwar P. Acanthamoeba keratitis - a diagnostic dilemma: a case report. Adv Ophthalmol Vis Syst. 2018;8(1).
11. El-Sayed NM, Hikal WM. Several staining techniques to enhance the visibility of acanthamoeba cysts. WM Parasitol Res. 2015;114(823).
12. Yamasaki K, Saito F, Ota R, et al. Antimicrobial efficacy of a novel povidone iodine contact lens disinfection system. Contact Lens Anterior Eye [Internet]. 1 Juni 2018;41(3):277–81. Tersedia dari:
https://doi.org/10.1016/j.clae.2017.12.001