RINGKASAN MATA KULIAH
“INTERAKSI SIMBOLIK”
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pemikiran dan Metodologi Penelitian Non-Positivis
Program Pascasarjana Universitas HasanuddinDisusun oleh :
RIRIN AKHRIANI (A062231013)
MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2024
INTERAKSI SIMBOLIK
A. Definisi Interkasi Simbolik
Interaksi simbolik menurut Effendy (1989) merupakan suatu faham yang menyatakan bahwa hakekat terjadinya interkasi sosisal antara individu dan antar indivu dengan kelompok, kemudian antara kelompok denagn kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu kesatuan pemikiran dimana sebelumnya pada diri masing-masing terlibat berlangsung internalisasi atau pembantinan.
karakter dasar dari teori interaksionisme simbolik adalah hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan masyarakat dengan individu. Interaksi antar individu berkembang melalui simbol- simbol yang mereka ciptakan. Simbol- simbol ini meliputi gerak tubuh antara lain; suara atau vokal, gerakan fisik, ekspresi tubuh atau bahasa tubuh, yang dilakukan dengan sadar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa interaksi simbolik sebagai hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati, maupun benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non verbal dan pada tujuan akhirnya adalah memaknai lambang atau simbol (objek) tersebut berdasarkan kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat tertentu.
B. Pandangan Tokoh- tokoh Interaksi Simbolik
Berikut, pandangan para tokoh dalam hubungan dengan teori interaksionisme simbolik:
1. John Dewey
John Dewey merupakan pemikir terkenal, yang melihat bahwa antara etika dan ilmu, teori dan praktek, berpikir dan bertindak adalah dua hal yang selalu menyatu dan tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Menurut Dewey, Pikiran manusia tidak hanya berperan sebagai instrumen tetapi menjadi bagian dari sikap manusia. Prinsip ini berasal dari pemahaman bahwa pikiran manusia bukan sebagai fotocopy tetapi sebagai hasil dari manusia itu sendiri.
Pikiran dan manusia tidak bisa terlepas satu dengan lainnya, ia merupakan satu kesatuan.
Manusia terlibat secara aktif dalam proses pengenalan dan pengenalan ini menghasilkan citra manusia yang dinamis atau dapat berubah, kreatif dan penuh dengan harapan atau optimistik. Interaksi antarmanusia terjadi karena manusia berpikir.
2. Charles Horton Cooley
Cooley adalah tokoh yang penting dalam perkembangan Interaksi simbolik yang berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai individu, namun bukan sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat. dengan yang tidak dikaitkandengan diri bahwa diri dapat dikenal hanya melalui perasaan subjektif.
Cooley memandang hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksionisme dan pendidikan. Setiap masyarakat harus dipandang sebagai keseluruhan organis, di mana individu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Relasi yang ditimbulkan dalam kehidupan sehari- hari merupakan tanggapan dari sikap atau tindakan masing- masing individu. Ketika tindakan individu baik, maka relasi dengan sesama dalam kelompok juga baik dan setiap orang menemukan jati diri dalam kelompok di mana dia hidup. Cooley juga mengemukakan mengenai kelompok kelompok Primer dan kelompok sekunder. Disebut kelompok primer karena individu akan terlebur di dalam kelompok ini karena memiliki tujuan yang sama, erat dan bersifat inklusif (privasi). Kelompok primer ini terdiri dari orang tua atau keluarga, rukun tetangga, perkumpulan orang- orang yang mempunyai pekerjaan yang sama, kelompok hobi yang sama, citacita yang sama.
Dikatakan kelompok sekunder karena lebih besar cakupannya dari kelompok primer.
Kelompok ini terdiri dari banyak orang, meliputi individu-individu dengan bebagai tujuan dan kepentingan. Ciri khas kelompok ini adalah tidak memerlukan hubungan yang erat, tidak memerlukan ikatan persaudaraan dan tentu hubungan satu dengan lainnya tidak bertahan lama.
Interaksionisme sosial dilakukan dengan menggunakan metode introspeksi simpatetik untuk menganalisis kesadaran diri dalam relasi dengan sesama. Relasi ini berdampak postitif dan negatif bagi kadar emosi masing- masing indvidu. Cooley juga mengembangkan hubungan sosial dan teori tentang diri (self). Dengan looking glass self yang beratrti bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melihat diri sendiri sebagai halnya kita melihat obyek sosial lain. Ide tentang looking glass self di bagi ke dalam tiga komponen, yakni:
a. kita membayangkan bagaiman kita menampakkan diri kepada orang-orang lain;
b. kita membayangkan penilaian kita terhadap penampilan kita;
c. bagaimana kita mengembangkan semacam perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita tentang penilaian orang lain.
Dengan demikian, diri (self) tidak bisa terlepas dari orang lain, mereka saling melengkapi.
Apabila pandangan orang lain tentang diri baik, maka diri ini akan berkembang dengan baik pula. Sebaliknya, jika penilaian buruk maka akan membawa dampak buruk bagi diri itu sendiri.
3. George Herbert Mead
Tokoh ilmuwan yang memiliki andil utama sebagai perintis Interaksi Simbolik adalah G.
Herbert Mead. Gagasannya mengenai interaksi simbolik berkembang dan mengalir dalam bukunya Mind, Self, and Society (1934), yang menjadi rujukan teori Interaksi Simbolik.
a. Mind
Pikiran (mind) sebagai fenomena sosial, pikiran bukanlah proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial. Proses social mendahului pikiran dan proses sosial bukanlah produk pikiran. Secara prakmatis, pikiran juga melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.
Dunia nyata penuh dengan masalah, dan fungsi pikiranlah yang mencoba menyelesaikan masalah dan memungkinkan seseorang lebih efektif dalam menjalani kehidupan. Dengan pikiran, manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya dan relasi dengan sesama membuat pikiran manusia berkembang dengan baik.
b. Self
Menurutnya, inti dari teori interaksi simbolik adalah tentang “diri” (self), menganggap bahwa konsepsi-diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi social individu dengan orang lain. Bagi Mead, individu adalah makhluk yang bersifat sensitif, aktif, kreatif, dan inovatif. Keberadaan sosialnya sangat menentukan bentuk lingkungan sosialnya dan dirinya sendiri secara efektif. Lebih jauh, Mead menjelaskan bahwa konsep “diri” (self) dapat bersifat sebagai objek maupun subjek sekaligus. Objek yang dimaksud berlaku pada dirinya sendiri sebagai karakter dasar dari makhluk lain, sehingga mampu mencapai kesadaran diri (self conciousness), dan dasar mengambil sikap untuk dirinya, juga untuk situasi sosial.
I dan “Me” menurut Mead, “I” adalah tanggapan spontan individu terhadap orang lain.
Ketika diri sebagai subyek yang bertindak disebut “I” sedangkan diri sebagai obyek disebut “me”. “I” sebagai subyek seringkali tanggapannya tidak diketahui oleh diri sendiri dan orang lain. Mead sangat menekankan “I” karena 4 hal, yaitu pertama, “I”
adalah sumber utama sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua, di dalam “I”,nilai terpenting kita ditempatkan, ketiga, “I” adalah perwujudan diri, keempat, dalam masyarakat modern, komponen “I” lebih besar. “I” membuka peluang besar bagi kebebasan dan spontanitas manusia. “I” adalah kesadaran seseorang. Sedangkan “me”
adalah penerimaan atas orang lain yang sudah digeneralisasi. “me” meliputi kesadaran tentang tanggung jawab. Mead mengatakan “me” adalah individu biasa. Melalui “me”
masyarakat menguasai individu atau disebut kontrol sosial. “me” memungkin individu hidup nyaman dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, “I” dan “me” adalah bagian dari keseluruhan proses sosial dan memungkinkan, baik individu (“I”) maupun masyarakat (“me”) berfungsi secara lebih efektif.
c. Society
Individu-individu lahir dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead mendefinisikan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan oleh manusia.
Individu-individu terlibat di dalam masyarakat keterhubungan yang mereka pilih secara aktif dan sukarela. Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada sebelum individu tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan melakukan sejalan dengan orang lainnya
Kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal bahasa dan simbol. Fokus pengamatannya tidak terhadap struktur saja, tetapi tentang bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk struktur sosial serta bagaimana bahasa dan simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara, serta diubah dalam penggunaannya.
Mead mengemukakan pranata sosial. Pranata atau institusi adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma atau aturan dalam pranata berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Pranata bersifat mengikat dan relatif lama serta memiliki ciri-ciri tertentu yaitu simbol, nilai, aturan main, tujuan, kelengkapan, dan
umur. Pranata dalam masyrakat berarti tanggapan bersama dalam komunitas atau kebiasaan hidup komunitas. Menurut Mead, pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh individu dalam pengertian yang sangat luas dan umum saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi individu dan kreativitas.
4. Herbert Blumer
Blumer dipengaruhi oleh Mead dalam gagasan mengenai interaksionisme sosial-nya tetapi ia mempunyai gagasan sendiri. Gasan-gagasan Blumer menjadi premis atau dasar untuk menarik kesimpulan. Premis Blumer, yaitu;
a. manusia bertindak atas sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka;
b. makna itu diperoleh dari interaksionisme social yang dilakukan dengan orang lain;
c. Makna-makna tersebut disempurnakan dalam interaksionisme sosial yang sedang berlangsung.
Dari tiga konsep tersebut, diperoleh tujuh asumsi karya Herbert Blumer yaitu :
a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka.
b. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia.
c. Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif
d. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.
e. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.
f. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.
g. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Bagi Blumer, masyarakat tidak berdiri statis, stagnan, serta semata-mata didasari oleh struktur makro. Esensi masyarakat harus ditemukan pada diri aktor dan tindakannya.
Masyarakat adalah orang-orang yang bertindak (actor). Kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan mereka. Masyarakat adalah tindakan dan kehidupan kelompok merupakan aktivitas kompleks yang terus berlangsung. Tindakan yang dilakukan oleh individu itu tidakan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga merupakan tindakan bersama, atau oleh Mead disebut tindakan sosial.
C. Konsep Dasar Interaksi Simbolik
Pola interaksi terbentuk secara smbolik meliputi bahasa, objek sosial, lambang- lambang dan berbagai pandangan. Sehingga Blumer mengembangkan lebih laanjut gagasan Mead dengan membentuk lima konsep dasar dalam interaksi simbolik:
1. Konsep diri (Self)
Memandang manusia bukan semata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus, baik dari luar maupun dari dalam, melainkan “organisme yang sadar akan dirinya” (an organism having a self). Ia mampu memandang diri sebagai objek pikirannya dan bergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri.
2. Perbuatan (Action)
Karena perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak makhluk selain manusia.
3. Objek (Object)
Memandang manusia hidup di tengah-tengah objek. Objek itu dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan atau abstrak seperti konsep kebebasan, atau agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti dari objek itu tidak ditentukan oleh ciri-ciri instrinsiknya, melainkan oleh minat orang dan arti yang dikenakan kepada objek-objek itu.
4. Interaksi Sosisal (Sosial Interaction)
Manusia mencoba memahami maksud aksi yang dilakukan oleh orang lain, sehingga interaksi dan komunikasi dimungkinkan terjadi. Interaksi itu tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerik saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerik orang lain dan bertindak sesuai dengan makna itu.
5. Tindakan Bersama (Joint Action)
Aksi kolektif yang lahir dari perbuatan masing-masing peserta kemudian dicocokan dan disesuaikan satu sama lain. Inti dari konsep ini adalah penyerasian dan peleburan banyaknya arti, tujuan, pikiran dan sikap.
Teori interaksi simbolik berarti manusia hidup dalam fenomena dan lingkungan simbolik..
Interaksi simbolik mencakup 3 elemen penting yaitu pikiran dan diri sendiri, diri dan lingkungan, diri sendiri dan masyarakat yang dapat diilustrasikan sebagai berikut
1. Pikiran dan diri Sendiri
Interaksi pikiran dan diri dianggap sebagai makna yang diberikan kepada diri oleh pikiran.
Proses bagaimana menjelaskan transisi dari interaksi subhuman dengan gerak tubuh menjadi simbolis interaksi di mana makna dapat direduksi menjadi lebih rinci. Hal ini akan memunculkan sudut pandang teori makna sebagai logika makna alamiah. Pikiran adalah jumlah tindakan yang dilakukan aktor terhadap dirinya sendiri atau orang lain.
Pikiran berisi semua simbol yang dipelajari oleh aktor, yang diletakkan dalam konteks percakapan internal.Tindakan pikiran adalah yang paling bergairah ketika ada masalah yang perlu dipecahkan ini menunjukkan bahwa diri juga dapat melihat individu sebagai hasil dari proses. Oleh karena itu, interaksi antara diri dan pikiran menciptakan makna yang mengatur praktik para aktor.
2. Diri Sendiri dan Masyarakat
Interaksi diri dan masyarakat merupakan proses sosialisasi dari hubunga individu satu sama lain, di mana satu individu dapat mempengaruhi individu lainnya. Interaksi diri dan masyarakat mengasumsikan bahwa orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, sedangkan struktur sosial dihasilkan melalui interaksi social.
Dalam konteks kelompok terdapat tanda-tanda dan symbol –symbol interaksi social.
Interaksi antara diri individu dan masyarakat mengembangkan makna tertentu untuk fenomena tertentu. Oleh karena itu, interaksi antara diri dan masyarakat menciptakan makna yang mengatur praktik-praktik para actor.
3. Diri dan Lingkungan
Lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori. yaitu lingkungan fisik, dan lingkungan kontekstual. interaksionisme simbolik merupakan teori utama yang mampu menjelaskan hubungan esensial antara 'diri dan lingkungan' melalui arsitektur dan lingkungan, serta pemikiran, emosi, dan perilaku manusia. Terdapat tiga perspektif
'diri dan lingkungan' dalam studi arsitektur yaitu lingkungan fisik yang dirancang dan 'diri dan lingkungan' secara potensial dapat mempengaruhi dan menemukan ekspresi pada orang lain.
'diri dan lingkungan' dapat memberi tahu kita tentang bagaimana lingkungan fisik yang dirancang mengandung dan mengkomunikasikan symbol dan makna bersama.
'diri dan lingkungan' mengungkapkan bahwa lingkungan fisik yang dirancang tidak hanya menjadi latar belakang bagi perilaku kita karena beberapa bangunan, tempat,
dan objek fisik yang dirancang berperan sebagai perwakilan untuk membentuk pikiran dan tindakan.
Lingkungan kontekstual diciptakan oleh Francis Aguilar pada tahun 1967 dan dibagi menjadi tujuh konsep yang terdaftar sebagai PESTLE yang merupakan singkatan dari pengaruh politik, ekonomi, sosial-budaya, teknologi, hukum, dan etika
Interaksi Simbolik Dalam Penelitian Kuantitatif
Interaksionisme simbolik lebih memusatkan perhatian pada aspek-aspek subjektif kehidupan sosial mikro daripada aspek-aspek objektif yang bersifat makro dalam suatu tatanan atau sistem sosial. Memang pada awal kelahirannya, pendekatan ini hanya dipakai untuk meneliti perilaku manusia pada tataran individu, bukan pada keseluruhan masyarakat. Tetapi dalam perkembangannya, interaksionisme simbolik juga mengembangan studi pada tataran makro- sosiologis.
Pertanyaan utama interaksionisme simbolik ialah simbol-simbol dan pemaknaan seperti apa yang muncul untuk memaknai interaksi orang. Pendekatan ini menekankan pentingnya makna dan interpretasi sebagai proses kemanusiaan penting sebagai reaksi terhadap aliran behaviorisme dan psikologi ala stimulus respons yang mekanis. Proposisi paling mendasar dari interaksionisme simbolik ialah perilaku dan interaksi manusia dapat dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya. Mencari makna di balik kenyataan yang sensual menjadi sangat penting dalam interaksionisme simbolik. Karena itu, landasan filosofis dari interaksionime simbolik ialah fenomenologi.
sifat yang paling mendasar bagi pendekatan interaksionisme simbolik ialah asumsi yang menyatakan bahwa pengalaman manusia itu diperoleh dengan perantara interpretasi. Benda (objek), orang, situasi, peristiwa atau fenomena itu sendiri tidak akan memiliki maknanya sendiri tapa diberikan pemaknaan kepada hal-hal tersebut. Makna yang diberikan itu bukan kebetulan. Dalam pandangan interaksionisme simbolik orang berbuat sesuatu selalu diiringi dengan menginterpretasikan, mendefinisikan, bersifat simbolis yang tingkah lakunya hanya dapat dipahami peneliti dengan jalan masuk ke dalam proses mendefinisikan melalui pengobservasian terlibat (participant observation).
Orang dapat memiliki pemahaman atau pemaknaan yang sama dengan orang lain melalui interaksi mereka, dan makna itu menjadi realitas. Seperti pendekatan-pendekatan lain, bagi interaksionisme simbolik, realitas hakikatnya adalah hasil konstruksi melalui pemaknaan.
Premis Blumer itu menegaskan bahwa hanya melalui pendekatan kualitatif sebagai satu- satunya cara memperoleh pemahaman bagaimana orang menerima, memahami dan menginterpretasikan dunia. Hanya melalui kontak secara intensif dan mendalam serta berinteraksi secara langsung dengan orang dalam latar alamiah dan wawasan terbuka, dan analisis secara induktif, peneliti interaksionisme simbolik dapat sampai ke pemahaman dunia simbolik orang yang diteliti.
Dalam penggalian data, Blumer merupakan tokoh pertama yang menggunakan metode diskusi kelompok dan wawancara dengan informan kunci. Dia secara cermat memilih sekelompok orang yang sangat paham dengan isu yang diteliti sebagai „kelompok ahli‟. Belakangan metode diskusi kelompok dan interviu menjadi metode perolehan data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Pengamatan terhadap tindakan manusia melalui interviu secara mendalam dilakukan dengan anggapan bahwa manusia ialah makhluk Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif.
pragmatik yang terus berusaha menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan reaksi orang lain dalam menghadapi sesuatu. Dengan demikian, interaksionisme simbolik memandang manusia sebagai pribadi aktif dan kreatif yang mengkonstruksi dunia sosial mereka sendiri, bukan pribadi pasif sebagai objek peristiwa sosial.
Secara lebih rinci, interaksionisme simbolik dibangun atas dasar tujuh konsep sebagai berikut:
1. Perilaku manusia itu mempunyai makna di balik yang menggejala. Untuk itu diperlukan metode untuk mengungkap perilaku yang terselubung.
2. Pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumbernya pada interaksi sosial manusia. Manusia membangun lingkungannya melalui bahasa,membangun dirinya, dan kesemuanya dibangun berdasarkan simpati, dengan bentuk tertingginya berupa Menschenliebe (mencitai sesama manusia) dan Gottesliebe (mencintai Tuhan).
3. Masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tak terpisah, tidak linier dan tidak terduga.
4. Perilaku manusia itu berlaku berdasar penafsiran, dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanik dan otomatik. Perilaku manusia itu bertujuan dan tak terduga.
5. Konsep mental manusia itu berkembang secara dialektik. Mengakui atas tesis, antitesis, dan sintesis; sifatnya idealik, bukan materialistik
6. Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif kreatif
7. Perlu digunakan metode instrospeksi simpatik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna.
D. Implikasi Dalam Ilmu, Teori Dan Metodologi 1. Teori Sosiological Modern
Teori ini menjabarkan interaksi simbolik sebagai perspektif yang bersifat sosial-psikologis.
Teori sosiologikal modern menekankan pada struktur sosial, bentuk konkret dari perilaku individu, bersifat dugaan, pembentukan sifat-sifat batindan menekankan pada interaksi simbolik yang memfokuskan diri pada hakekat interaksi. Teori sosiologikal modern juga mengamati pola-pola yang dinamis dari suatu tindakan yang dilakukan oleh hubungan sosial, dan menjadikan interaksi itu sebagai unit utama analisis, serta meletakkan sikap- sikap dari individu yang diamati sebagai latar belakang analisis.
2. Teori Peran (Role Theory)
Teori ini menekankan pada kemampuan individu secara simbolik dalam menempatkan diri diantara individu lainnya ditengah interaksi sosial masyarakat.
3. Teori Diri (Self Theory)
Individu dalam belajar untuk memahami diri menggunakan sebuah teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang diri sebagai person meruapakan sebuah konsep yang diturunkan dari gagasan- gagasan tentang personhood yang digunakan melalui proses komunikasi.
4. Teori Dramatisme (Dramatism Theory)
Teori ini merupakan teori komunikasi yang dipengaruhi oleh interkasi simbolik yang memfokuskan pada diri dalam suatu peristiwa yang ada dengan menggunakan simbol komunikasi. Teori ini memandang manusia sebagai tokoh yang sedang memainkan peran mereka dan proses komunikasi atau penggunaan pesan dianggap sebagai perilaku yang pada akhirnya membentuk cerita tertentu.
E. Kritik Dan Kelemahan Interaksi Simbolik
Teori Interaksi-Simbolik pun tidak lepas dari adanya kelemahan dan kritik. Adapun kelamahan dari teori interaksi simbolik yang dapat dirangkum, sebagai berikut :
1. Interaksionis terlalu memperhatikan kehidupan individu sehari-hari dan pembentukan sosial dari dirinya. Akan tetapi, mereka cenderung mengabaikan struktur sosial. Padahal, struktur sosial bagi individu adalah hal penting.
2. Interaksi simbolik mengabaikan faktor-faktor psikologis seperti kebutuhan, motif, dan niat, dan justru lebih memusatkan kajiannya pada tindakan, simbol serta interaksi. Karenanya, perhatian dari para penganut teori ini pun tidak bisa terlalu mendalam.
3. Teori ini hanya memfokuskan pada kehidupan manusia sehari-hari, dan tidak melihat hal- hal yang membuat atau melatarbelakangi tindakan itu terjadi, hingga akhirnya dilakukan.