Prayi Tno (2009:14) menyebutkan bahwa manusia memiliki harkat dan martabat, yaitu manusia: adalah makhluk yang beriman dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa; makhluk terindah dan sempurna dalam ciptaan dan rancangannya; makhluk yang memiliki derajat tertinggi; khalifah di bumi; pemilik hak asasi manusia. Charles Darwin (dengan teori evolusinya) berjuang keras untuk menemukan bahwa manusia berasal dari primata atau monyet, namun gagal. Tentu saja, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai primata atau kera yang dimodifikasi melalui proses evolusi yang bertahap.
Anak usia dini adalah masa ketika manusia adalah unik yang harus diperhatikan oleh orang dewasa, anak usia dini memiliki potensi yang unik, dan pelayanan harus ditanggapi dengan serius, sehingga setiap potensi dapat menjadi dasar untuk melangkah ke tahap perkembangan berikutnya. Ini mendorong orang tua, orang dewasa dan guru untuk memahami individualitas anak usia dini. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi, yang pada hakekatnya mengandung unsur saling memberi dan menerima.
Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk membuat keputusan moral dan melaksanakannya, sehingga manusia dikatakan sebagai makhluk yang bermoral. Nilai adalah sesuatu yang sangat dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung arti kebaikan, keluhuran, kemuliaan, dll, sehingga dapat dipercaya dan dijadikan pedoman dalam kehidupan. Dilihat dari alasan mengapa nilai-nilai itu dihasilkan, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: nilai-nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat seseorang), nilai-nilai heterogen yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan nilai religi, yaitu nilai yang berasal dari Tuhan.
Agama adalah kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah dan karena itu mereka membutuhkan tempat.
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Kohnstamm dalam Suyanto, (2005) berpendapat bahwa pendidikan agama harus menjadi tugas orang tua dalam lingkungan keluarga, karena pendidikan agama adalah masalah afektif dan hati nurani. Dalam hal ini, orang tua paling cocok sebagai pendidik karena ada hubungan darah dengan anak. Pendapat Kohnstamm mengandung kebenaran dalam hal kualitas hubungan antara pendidik dan peserta didik.
Hal ini bisa terjadi karena pendidik adalah manusia biasa yang bukannya tanpa kelemahan. Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas potensi dimensi hakikat manusia itu sendiri dan kualitas pendidikan yang diberikan untuk memberikan pelayanan bagi perkembangannya. Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi individu, sosial dan keragaman, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pengembangan dimensi individualitas, sosialitas, moralitas dan keragaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat pelayanan yang baik, tanpa mengabaikan salah satunya. Mengutamakan ranah kognitif dengan mengabaikan pengembangan ranah afektif, misalnya seperti yang terjadi di sebagian besar sistem persekolahan saat ini, hanya akan melahirkan manusia cerdas tanpa karakter. Keterpaduan pengembangan dimensi fitrah manusia diarahkan pada pengembangan dimensi individu, sosial, kesusilaan dan kebhinekaan secara terpadu.
Pembangunan berdimensi sosial yang sehat, yang biasa disebut pembangunan horizontal, membuka peluang untuk mempererat hubungan sosial antar manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik, yang berarti menjaga kelestarian lingkungan serta memanfaatkannya. Pembangunan yang sehat dari dimensi kesusilaan akan mendukung perkembangan dan pengenalan dimensi individu dan sosial. Perkembangan yang sehat dari dimensi keragaman akan memberikan indikasi arah perkembangan dimensi individu.
Misalnya perkembangan ranah kognitif dari kemampuan mengetahui, memahami, dan seterusnya, menjadi kemampuan mengevaluasi. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan dimensi hakikat manusia seutuhnya diartikan sebagai pengembangan yang terpadu dari dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara harmonis. Perkembangan dimensi fitrah manusia yang tidak utuh akan terjadi dalam proses perkembangan jika ada unsur-unsur dimensi fitrah manusia yang tidak diperhatikan, misalnya dimensi sosial yang didominasi oleh perkembangan dimensi individual atau ranah afektif yang didominasi oleh perkembangan. perkembangan domain kognitif.
Hakikat Pendidikan
Pcngcrtian Pendidikan
Tirtaraha rja (200534) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai kegiatan yang sistematis dan sistematis yang bertujuan membentuk kepribadian peserta didik. Undang-Undang Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan. . diantaranya masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi untuk pengembangan keterampilan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pendidikan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia. berkarakter, sehat, berilmu, cakap. , kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Misalnya ada siswa yang berprestasi, maka guru memberikan pujian guna mendorong siswa untuk giat belajar (reinforcement), dan mengembangkan kemampuan yang ada pada diri siswa. 2) Murid. Murid atau peserta didik merupakan subjek pendidikan yang memiliki ciri khas tersendiri dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Pandangan modern cenderung mengatakan demikian karena peserta didik (berapapun usianya) adalah subyek atau individu yang otonom yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri-ciri siswa yang perlu dipahami guru adalah: Individu dengan potensi fisik dan psikis yang unik, sehingga mereka adalah manusia yang unik. Individu yang sedang berkembang, yang dimaksud dengan perkembangan di sini adalah perubahan-perubahan yang terjadi secara alamiah pada diri peserta didik, baik yang diarahkan pada diri sendiri maupun pada penyesuaian diri dengan lingkungan sejak lahir meskipun masih dalam masa perkembangan dalam kandungan. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan dapat menetapkan kondisi dan strategi yang relevan dengan kebutuhan peserta didik.
Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kesempatan untuk mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Isi pendidikan adalah kurikulum, yaitu seperangkat bahan pendidikan terencana yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Intinya ada karena peserta didik membutuhkan perlindungan, pendampingan, bimbingan dari pendidik, dan pendidik bersedia memenuhinya.
Selama ada suasana hubungan tit-for-tat dengan kata jawab antara anak didik dengan pendidiknya, maka ada pengakuan kewibawaan pendidik oleh anak didik selama itu. Keyakinan dalam arti bahwa pendidik harus yakin bisa mengajar dan juga percaya bahwa anak didik bisa dididik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transformasi kewenangan; yaitu (1) untuk mengikuti otoritas, siswa harus memahami otoritas.
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah menaati otoritas guru dan bukan membangkang kepada guru; Oleh karena itu, pendidik harus secara bertahap membebaskan diri dari ikatannya dengan peserta didik. Secara fungsional, lingkungan pendidikan membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berbeda (fisik, sosial dan budaya), terutama sumber daya pendidikan yang berbeda yang tersedia, sehingga tujuan pendidikan yang optimal dapat tercapai.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Prayitn (2009) adalah arah yang ingin dicapai yaitu terwujudnya tujuan hidup manusia yaitu hidup sesuai dengan martabat manusia (HMM), dengan segala isinya yaitu perkembangan fitrah manusia yang optimal. , dimensi kemanusiaan dan pancadaya. Tujuan pendidikan adalah menuju terwujudnya manusia yang hidup bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keindahan, kesempurnaan dan keagungannya, menguasai dan memelihara alam tempatnya hidup, serta memenuhi hak asasinya. Oleh karena itu, cara hidup yang demikian dapat diperoleh dengan mengembangkan kemampuan takwa, daya cipta, rasa, karsa, dan dari yang paling dasar sampai yang paling akhir rumusan yang paling operatif, harus mengacu pada pengembangan unsur-unsur fitrah manusia. . dimensi manusia dan lima dimensi spiritual.
Secara teoritis, pendidikan akan berakhir setelah anak menjadi dewasa, karena pendidikan itu sendiri bertujuan untuk mendidik anak agar menjadi dewasa dan mandiri, serta perubahan pengetahuan, perilaku dan sikap. Gta mulai mengenal konsep belajar sepanjang hayat sejak tahun 1978 ketika ishlak digunakan di GBHN pada tahun 1978. Jika seseorang tidak melanjutkan belajar, maka akan mempengaruhi kewibawaannya, apalagi jika orang tersebut adalah seorang guru atau manajer.
Selain itu, jika kita tidak terus belajar, kita akan tertinggal dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Bagi guru, cara mengikuti perkembangan iptek adalah dengan banyak membaca, berdiskusi, mengikuti seminar dan kegiatan ilmiah lainnya. Artinya pendidikan harus dinikmati oleh semua orang tanpa memandang bangsa, suku, warna kulit, warna rambut, status ekonomi orang tua, bahasa, agama dan usia.
Hal ini sesuai dengan perkataan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan”. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. .
DAFTAR RUJUKAN