• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA DI WILAYAH HUKUM POLISI RESOR KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN UNDANG–UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA DI WILAYAH HUKUM POLISI RESOR KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN UNDANG–UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA DI WILAYAH HUKUM POLISI RESOR

KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN UNDANG–UNDANGNOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG NARKOTIKA

SKRIPSI

Di ajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas HukumUniversitas Lancang Kuning Pekanbaru

Oleh :

NAMA : ARYA MAULANA NIM : 1774201396

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU

2020

(2)

ii

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

TANDA PERSETUJUAN

NAMA : ARYA MAULANA

NIM : 1774201296

JUDULSKRIPSI : PENEGAKAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA DI WILAYAH HUKUM POLISI RESOR KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOBA

DITERIMA DAN DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN DALAM UJIAN SKRIPSI

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. FAHMI, S.H.,M.H IRFANSYAH, S.Pi.,S.H.,M.H Mengetahui

Dekan

Dr. FAHMI, S.H.,M.H.

(3)

vi ABSTRAK

Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturanperundangan-undangan.Saat ini penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak.Penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan anak-anak penerus bangsa.Penyalahgunaan narkotika mendorong adanya peredaran gelap yang makin meluas danberdimensi internasional. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan narkotika dan upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalahbagaimanakah Penegakan Hukum bagi Penyalahgunaan Narkotika di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?,apakahHambatan dalamPenegakan Hukum Bagi Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?dan Apakah Upaya Dalam Mengatasi HambatanDalam Penegakan Hukum Bagi Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?.Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis dan bersifat deskriptif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Penegakan Hukum Bagi Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotikabelum terlaksana dengan baik karena masih banyak terdapat peningkatan penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum PolresKabupaten Kepulauan Meranti.Hambatan DalamPenegakan Hukum Bagi Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotikayaitu Faktor Wilayah, kurangnya personil, kurangnya sarana dan prasarana dari personil, faktor ekonomi dan lingkungan. Upaya dalam mengatasi Hambatan DalamPenegakan Hukum Bagi Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Kepulauan Meranti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotikaadalah dengan upaya Preemtif, Preventif dan Represif serta adanya peran serta masyarakat yang baik dalam menaggulangi bahaya narkoba ini bersama-sama dengan aparat.

82

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini penyalahgunaan narkotika tidak lagi merupakan kejahatan tanpa korban (victimless crime), melainkansudah merupakan kejahatan yang memakan banyak korban dan bencana berkepanjangan kepada seluruh umat manusia di dunia.1Pada dua dasawarsa terakhir, penggunaan dan pengedaran nakotika secara illegal diseluruh dunia menunjukkan peningkatan yang tajam serta mewabah merasuki semua bangsa, serta meminta banyak korban.

Narkotika semula ditujukan untuk kepentingan pengobatan, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi obat-obatan maka jenis-jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat saat ini serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang pengobatan, bahkan sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa.2

Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturanperundangan-undangan.Saat ini penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan

1Badan Narkotika Nasional, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011), hlm, 4.

2 Moh.Taufik Makarao, Suhasril, Moh.Zakky A.S, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2003) hlm.19

1

(5)

2 anak-anak.Penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan anak-anak penerus bangsa.Penyalahgunaan narkotika mendorong adanya peredaran gelap yang makin meluas danberdimensi internasional.Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan narkotika dan upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini.3

Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyak berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun bertumbuh dengan cepat meskipunsudah ada regulasi yang mengatur tentang narkotika dan prekusor narkotika. Namun belum banyak yang mengetahui narkotika itu apa apa saja, bentuk narkotika itu seperti apa, dan tanda tandakecanduan narkotika itu seperti apa. Hal ini dapat dimaklumi karena mengingat narkotika adalah barang yang dilarang peredarannya di masyarakat.

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan teknologi daninformasi, mulai bermunculannarkotikajenis baru.Dalamhal ini, narkotika jenis baru yang dimaksudkan adalah narkotika yang jenis atau kandungannya belum diklasifikasikan di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.Perkembangan Teknologi tersebut juga menghasilkan berbagai varian

3Lydia Harlina Marton, Membantu Pecandu Narkotika dan Keluarga, (Jakarta: Balai Pusataka, 2006), hlm. 1

(6)

3 narkotika jenis baru. Sebut saja narkotika jenis baru Metilon (3,4 Metilendioksi Metkatinon) yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan semenjak mencuatnya kasus Raffi Ahmad dan ternyata tidak terdaftar secara langsung dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Daerah Kabupaten Rokan hilir peredaran narkoba sangat sering terjadi, hal ini dikarenakan Kabupaten Rokan Hiir merupakan daerah jalur peredaran yang aman bagi peredaran narkoba. Kabupaten Rokan Hilir merupakan daerah yang berdekatan atau satu jalan dengan kota medan yang merupakan kota peredaran narkobanya sangat tinggi.Kabupaten Rokan Hulir juga berjarak sangat dekat dengan negara tetangga seperi Malaysia dan Singapura sehingga memudahkan peredaran melalui laut. Dikabupaten Rokan Hilirjuga banyak terdapat pelabuhan rakyat dan juga pelabuhan kecil yang biasa disebut pelabuhan tikus, dimana disinilah barang haram narkoba dari luar negeri masuk ke Kabupaten Rokan Hilir.

Dengan kondisi yang demikian sangat susah pihak kepolisian dalam mengawasi peredaran narkoba ini. Hal ini diperparah dengan masih belum memadainya sarana dan prasarana bagi pihak kepolisian dalam mengawasi peredaran barang haram ini sehingga kesulitan dalam penindakan dilapangandan masalah lain adalah masih sedikitnya personil yang ada disatnarkoba Polres Kabupaten Rokan Hilir .

Oleh karena Satnarkoba Polres Kabupaten Rokan Hilir harus berkerja keras untuk mampu mengantisipasi terjadinya tidak pidana tersebut, hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum

(7)

4 Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika “.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah menguraikan mengenai permasalahan yang dihadapi dalam penelitian yang dilakukan, maka adapun permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika?

2. Apakah Hambatan Dalam Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika?

3. Apakah Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Dalam Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

(8)

5 a. Untuk mengetahui Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika b. Untuk mengetahui hambatan Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak

Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

c. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi hambatan Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis

Bagi penulis penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah ditempuh untuk mengatasi permasalahan yang timbul khususnya mengenai penanggulangan narkotika.

b. Bagi Instansi terkait

Bagi instansi terkait khususnya Satuan Reserse Narkoba Wilayah Hukum Polisi Resor Kabupaten Rokan Hilir penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan menjadi sumbangan pemikiran dalam menyelesaikan mengenai penanggulangan narkotika yang ada.

(9)

6 c. Bagi Universitas

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Universitas dalam menambah referensi mengenai penanggulangan narkotika .

D. Kerangka Teori

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan berupa pidana maupun non pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksankan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.4

Menurut Seojono Soekanto, inti dan arti pengakkan hukum terletak pada bagaimana mengharmoniskan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang baik dan menyelaraskan dengan sikap tindak sebagai tangkaian penjabaran, nilai, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.5

4Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2012), hlm 109

5Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakkan Hukum, (Jakarta : Raja Wali Press, 2016), hlm. 5

(10)

7 Selanjutnya penegakkan hukum sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, faktor faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada sisi-sisi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri yakni Undang-undang,

b. Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan penegakkan hukum

c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakkan hukum,

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana dokumen tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep yaitu sebagai berikut :6

a. Konsep Penegakkan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di bealkang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali

b. Konsep penegakkan hukum yang bersifat penuh (Full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual

6Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, jakarta, 2017

(11)

8 c. Konsep penegakkan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakkan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang- undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Penegakan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan rechstoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa Inggris law enforcement meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan dalam arti mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewejudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.

Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.

Penegakan hukum tidak boleh dimaknai secara dangkal dan sempit sebatas pelaksanaan Undang-Undang maupun putusan pengadilan atau berbagai macam sumber hukum positif lainnya melainkan lebih hakiki adalah untuk menegakkan nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.7

7 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999) hlm.191

(12)

9 Istilah Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (ben8gong), bahan-bahan pembius dan obat bius.Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan rasa nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stufor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan.9Narkotikan adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadarn, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat manimbulkan ketergantungan.

Didalam bukunya, Ridha Ma’roef mengatakan bahwa narkotika adalah candu, ganja, cocaine, dan zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda- benda termasuk yakni morphine, heroine, codein hashisch, cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat yang tergolong dalam hallucinogen dan stimulan.10WHO (world Health Organization) memberikan defenisi tentang pengertian narkotika, yaitu suatu zat yang apabila dimasukkan

8 Hari Sasangka,Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2003),hlm.25

9 Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkotika dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm 78

10 Ridha Ma’roef, Narkotika, Masalah dan bahayanya, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm.15

(13)

10 kedalam tubuh akan mempengaruhi fungsi fisik dan psikologis (kecuali makanan, air, atau oksigen).11

A.R. Soejono dan Bony Daniael mengemukakan bahwa kata narkotika yang pada dasarnya berasal dari kata Yunani “narkoun” yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa.12

Narkotika dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika diklasifikasikan menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 :

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/

atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga memindahan Psikotropika Golongan I dan II yang terdapat dalam Lampiran

11 Juliana Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, Narkoba, dan Gangguan Jiwa, (Yogyakarta:

Nuha medika, 2013), hlm. 2

12 AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,(Jakarta: Sinar grafika, 2002).hlm. 15

(14)

11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika ke dalam Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 153 huruf (b) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi :“Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

Penggolongan Narkotika tersebut sebenarnya memiliki dampak terhadap penegakan hukum pidana yaitu:

1) Penggolongan Narkotika berdampak pada penjatuhan sanksi dalam tindak pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 tentang Narkotika.Tindak pidana berkaitan denganNarkotikagolongan I umumnya memiliki ancaman sanksi yang lebih berat terhadap tindak pidana terkait golongan II dan golongan III.

2) Penggolongan Narkotika berdampa pada pemenuhan unsur objek Tindak Pidana biasanya berupa unsur “ Narkotika Golongan I/II/III” dan unsur

“tanpa hak atau melawan hukum”.

Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewejudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari

(15)

12 penegakan hukum.Penegakan hukum tidak boleh dimaknai secara dangkal dan sempit sebatas pelaksanaan Undang-Undang maupun putusan pengadilan atau berbagai macam sumber hukum positif lainnya melainkan lebih hakiki adalah untuk menegakkan nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.13

Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingankepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.14

Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan.Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.15

13 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999) hlm.191

14 Supramono, G..Hukum Narkotika Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 2001). Hlm.13

15 Soedjono Dirjosisworo.Hukum Narkotika di Indonesia. (Bandung .PT. citra Aditya bakti, 1990), hlm 14

(16)

13 Penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralistik, abolisionistik dan juga kerjasama internasional.

Penanggulangan secara preventif maksudnya usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika. Selain itu juga dapat dengan cara mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap eks pecandu narkotika.16

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitiannya adalah penelitian Hukum sosiologis, Penelitian hukum Sosiologis, yaitu penelitian yang membahas tentang:

a. berlakunya hukum positif;

b. Pengaruh berlakunya hukum positif terhadap kehidupan masyarakat;

c. Pengaruh faktor-faktor non hukum terhadap terbentuknya ketentua- ketentuan hukum positif;

d. Pengaruh factor-faktor non hukum terhadap berlakunya ketentuan- ketetuan hukum positif.

Bahwa dalam penelitian hukum sosiologis dapat berupa penelitian yang hendak melihat korelasi antara hukum dan masyarakat.Dengan demikian diharapkan mampu mengungkap efektifitas berlakunya hukum dalam

16Ruby Hardiati Jhony.Diktat Kuliah Hukum Pidana Khusus Tindak Pidana Narkotika, (Purwokerto. Fakultas Hukum.Unsoed, 2000), Hlm 6

(17)

14 masyarakat dan dapat mengidentifikasi hukum yang tidak tertulis yang berlaku pada masyarakat.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Polres Kabupaten Rokan Hilir, khususnya satnarkoba Polres Kabupaten Rokan Hilir.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang sama.17 Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalahKasat Narkoba Polres Rokan Hilir sebanyak 1 orang, Penyidik Satnarkoba Polres Rokan hilirsebanyak 6 orang, dan pelaku tindak pidana narkoba sebanyak 25 orang dan tokoh masyarakat sebanyak 15orang.

b. Sampel

Sampel (Sub-populasi) adalah sejumlah manusia atau unit yang menjadi bagian dari populasi yang akan dijadikan sumber data.18 Hingga saat ini belum ada kesepakatan para pakar penelitian dibidang ilmu-ilmu sosial mengenai besarnya sampel penelitian di satu sisi, dan di sisi lain sampel

17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta: 2007, Hlm. 172.

18Ibid.

(18)

15 harus menggeneralisir dan kepada seluruh populasi.19Metode penarikan sampel pada penelitian ini adalah metode meode Sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dan Purposive Sampling, yaitu menetapkan sejumlah sampel yang akan mewakili jumlah populasi yang ada, yang kategori sampelnya itu ditetapkan sendiri oleh penulisnya.20Untuk lebih jelasnya gambaran antara populasi dengan sampel tersebut dilihat pada tabel berikut dibawah ini:

Tabel 1

Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian No Jenis Populasi Jumlah

Populasi

Jumlah Sampel

Persentase (%)

1 Kasat Narkoba Polres Kabupaten Rokan Hilir

1 1 100

2 Penyidik Pada Satnarkoba polres Kabupaten Rokan Hilir

6 3 50

3 Pelaku Tindak Piadana narkoba

25 5 20

4. Tokoh Masyarakat kabupaten Kepulauan Rokan Hilir

15 5 33

Jumlah 51 14 26

Sumber : Data Primer tahun 2020

19Sudarwan Danim, Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta:2000, Hlm.90.

20Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial: Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 2002, Hlm. 35.

(19)

16 4. Sumber data

Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa data yang bersumber dari a. Data primer, yaitu data yang penulis peroleh langsung dari hasil penelitian lapangan, yang berupa hasil wawancara penulis dengan responden serta hasil observasi (pengamatan) penulis sendiri.

b. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan-bahan hukum, seperti :Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Peraturan perundang- undangan lain yang terkait dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari : a. Observasi, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena- fenomena yang diselidiki.

b. Wawancara, yaitu suatu alat pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden dengan maksud memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang diteliti.

c. Studi Perpustakaan, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari data-data tertulis

6. Analisis Data.

Setelah data dan informasi berhasil dihimpun, maka dilakukan analisis.Dalam analisis data tidak diperhitungkan dari segi jumlahnya

(20)

17 (kuantitatif), tetapi lebih dahulu dipertimbangkan dari segi bobot jawabannya (kualitatif). Dengan cara ini diharapkan dapat dipaparkan secara jelas dan objektif mengenai isi jawaban para responden. Dengan demikian setiap pembaca akan dengan mudah mendapat gambaran mengenai substansi yang dibahas dalam skripsi ini. jadi analisis dalam skripsi menggunakan metode deskriptif. Kesimpulan dari skripsi ini nantinya menggunakan metode berpikir induktif ialah cara berfikir yang menarik suatu kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil yang bersifat khusus menjadi pernyataan yang bersifat umum.

(21)

66 DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Andi Hamzah. 1994. Kejahatan AR. Sujono dan Bony Daniel. 2002. Komentar dan pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Sinar grafika

Eddy O.S.Hiariej. 2009. Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga.

Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana.

Bandung: Mandar Maju

Irawan Suhartono. 2002. Metode Penelitian Sosial: Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset

Juliana Lisa FR dan Nengah Sutrisna W. 2013. Narkoba, dan Gangguan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha medika

Lydia Harlina Marton,. 2006. Membantu Pecandu Narkotika dan Keluarga.

Jakarta: Balai Pusataka.

M. Coppola, R. Mondola. 2012. Synthetic cathinones: Chemistry, pharmacology and toxicology of a new class of designer drugs of abuse marketed as

“bath salts” or “plant food”. Toxicology Letters 211, Department of Addiction, Italy

Mardani. 2008. Penyalahgunaan Narkotika dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moh. Taufik Makaro. 2005. Tindak Pidana Narkotika. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ridha Ma’roef. 1987. Narkotika, Masalah dan bahayanya. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Riduan Syahrani. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Jakarta: Citra Aditya Bakti.

Ruby Hardiati Jhony. 2000. Diktat Kuliah Hukum Pidana Khusus Tindak Pidana Narkotika. Purwokerto. Fakultas Hukum.Unsoed

(22)

67 Soedjono Dirjosisworo. 1990. Hukum Narkotika di Indonesia. Bandung .PT. Citra

Aditya Bakti.

Sudarwan Danim. 2000. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku, Jakarta:

Bumi Aksara.

Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Jurnal

European Monitoring for Drugs and Drugs Addiction, Technical Profile of Methylone

Pengaruh metilon terhadap sistem syaraf, http://atihnovia.blogspot.com /2018/04/artikel-pengaruh-metilon-terhadap.html, diakses pada tanggal 05

\Oktober 2018 Pukul 18.00

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat ditarik rumusan masalah yaitu, perkembangan kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana narkotika di Indonesia dan penegakan hukum

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM.. PENGADILAN MILITER II –

TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II – 11 YOGYAKARTA “.

Melihat perkembangan zaman saat ini kasus penyalahgunaan narkotika semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan adanya hampir setiap hari pemberitaan pers dari surat kabar

memaksimalkan pemberantasan penyalahgunaan narkotika di masyarakat yang semakin hari kian menunjukkan kekhawatiran, meskipun zat-zat tersebut diperbolehkan

penegak hukum untuk mengatasi masalah dalam penegakan hukum terhadap masyarakat yang melakukan tindak pidana melawan Aparat yang sedang bertugas oleh Kepolisian Resor

memperulukan masalah yang menentang norma seperti noma agama, kesusilaan, kesopanan dan juga norma hukum. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam penegakan

Penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet yang dilakukan oleh polisi dalam hal ini adalah aparat kepolisian resor Banyumas dimulai