• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian Pada bab ini peneliti akan memaparkan masalah yang diteliti yaitu pola komunikasi pada prosesi Marunjuk dalam upacara adat Batak Toba untuk mempertahankan identitas budaya di Majalengka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hasil Penelitian Pada bab ini peneliti akan memaparkan masalah yang diteliti yaitu pola komunikasi pada prosesi Marunjuk dalam upacara adat Batak Toba untuk mempertahankan identitas budaya di Majalengka"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

49 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan memaparkan masalah yang diteliti yaitu pola komunikasi pada prosesi Marunjuk dalam upacara adat Batak Toba untuk mempertahankan identitas budaya di Majalengka. Peneliti lebih mengkhususkan penelitian kepada penyampaian pesan, makna dari tindakan simbolik dan peranan masyarakat batak toba dalam membangun identitas budaya batak toba di Majalengka.

Pada penelitian kualitatif peneliti dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang di ucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh sumber data. Pada penelitian kualitatif peneliti bukan sebagaimana seharusnya apa yang dipikirkan peneliti tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan dan dipikirkan oleh sumber data.

4.1.1. Profil Informan

Informan yang dijadikan narasumber oleh peneliti adalah orang-orang yang berada di dalam sebuah lingkup dan menjalankan sebuah adat yang sama yaitu adat Pernikahan Batak Toba, sehingga dibutuhkan informasi dan pendapatnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini. Narasumber tersebut ialah Raja Parhata yang mengerti betul tentang pernikahan adat Batak Toba, pasangan yang baru menikah, dan orang tua yang mewariskan adat kepada anak mereka.

(2)

Berdasarkan studi yang peneliti ambil yaitu studi etnografi komunikasi, peneliti mengkaji peran Raja Parhata dalam penyampaian pesan pada pernikahan adat Batak Toba, membahas makna dari setiap pemberian simbolik yang ada di pernikahan adat Batak Toba, dan memberi gambaran bahwa mereka masih mempertahankan Identitas Budaya yang mereka miliki, sehingga peneliti terjun langsung ke upacara pernikahan adat Batak Toba dan mendatangi rumah masing- masing informan untuk memahami dan menemukan jawaban untuk pertanyaan dari penelitian. Masing-masing informan akan diberi kode inisial sesuai dengan tabel penjabaran dibawah ini:

Tabel IV. 1 Data Informan Kode/Inisial Nama

Informan

Usia Jenis Kelamin

Pekerjaan

N1 Bapak

Maruba Eka Prasetya Sinaga

43 L Wiraswasta

N2 Bapak

Makmur Sihombing

57 L Wirausaha

N3 Bapak

Guntur Silalahi

55 L Wiraswasta

N4 Ibu Remaja

Sihombing

43 P Ibu rumah

Tangga

N5 Ka Debby

Purba

28 P Ibu Rumah

Tangga

N6 Bang Adileo

Silitonga

32 L Karyawan

Swasta Sumber : Olahan Peneliti Juli 2019

(3)

Bapak Maruba Sinaga (N1) atau yang di sapa Tulang Uba adalah seorang wiraswasta dan juga memiliki warung kelontong yang menjual berbagai kebutuhan sehari-sehari di rumahnya di desa Gelok mulya. Tulang Uba berusia 43 Tahun, beliau merupakan Raja Parhata pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba. Tulang Uba sangat ramah dan terbuka sehingga memberikan jawaban yang sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Terlebih untuk berbagi pengetahuan mengenai kebudayaan Batak Toba, Karena menurut beliau ini adalah salah satu cara agar kebudayaan tidak punah.

Bapak Makmur Sihombing (N2) atau yang di sapa Tulang Makmur adalah seorang wirausaha. Beliau memiliki seorang istri dua putri dan satu putra. Tulang Makmur berusia 57 Tahun, Beliau merupakan Raja Parhata saat berlangsungnya upacara pernikahan adat Batak Toba. Tulang Makmur sudah cukup lama merantau ke Kota Majalengka namun bahasa dan intonasi berbicara beliau masih sangat kentara bahwa beliau adalah suku batak Toba.

Beliau sangat ramah dan berbicara sangat baik sehingga penyampaian jawaban dapat peneliti mengerti.

Bapak Guntur Silalahi (N3) atau bisa disapa Bapak Silalahi adalah seorang wiraswasta yang bertempat tinggal di Desa Gelok Mulya Majalengka. Beliau Berusia 55 Tahun dan sudah menjadi orang tua selama 23 Tahun. Beliau merupakan orang yang masih memegang teguh adat istiadat Batak Toba. Bapak Silalahi berbicara seperti orang yang marah namun itu adalah ciri khas beliau. Bapak Silalahi ramah dan pintar saat menjelaskan setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.

(4)

Ibu Remaja Sihombing (N4) atau yang biasa disapa Ibu Silalahi adalah Istri Dari Bapak Guntur Silalahi. Ibu Silalahi lahir dan besar di Medan, kemudian merantau ke Majalengka saat berusia 19 Tahun. Alasan Ibu Silalahi memilih Majalengka karena kakak perempuannya sudah terlebih dahulu merantau ke Majalengka sehingga Ibu Silalahi ikut merantau dan tinggal bersama saudaranya. Ibu Silalahi merupakan seorang Ibu rumah tangga berusia 43 Tahun. Beliau lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan perantauan dibanding suaminya, terlihat dari cara berbicara yang lebih natural. Ibu Silalahi menjelaskan dengan bahasa Indonesia dengan lebih lancar.

Ka Debby Purba (N5) adalah seorang Karyawan Swasta yang kemudian berhenti bekerja dan menjadi Ibu rumah tangga semenjak menikah Juni 2019 lalu. Ka Debby lahir dan besar di Majalengka sehingga sudah beradaptasi dengan lingkungan yang bukan lingkungan asalnya. Ia memutuskan menikah dengan Suaminya yang juga suku Batak Toba dan menikah menggunakan adat Batak Toba.

Bang Adileo Silitonga (N6) atau yang sering dipanggil Bang Adi. Ia adalah Suami dari Ka Debby Purba. Bang Adi lahir di Medan namun besar di Majalengka. Saat berusia 12 Tahun, Ia mengikuti orang tuanya merantau dikarenakan ingin memperbaiki perekonomian keluarga. Bang Adi dan Istrinya menikah di Gedung Serbaguna Cideres Majalengka bulan Juni 2019 lalu.

(5)

4.1.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gelok Mulya Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka. Majalengka merupakan salah satu kota di Jawa Barat.

Hampir setiap orang Majalengka percaya bahwa Majalengka berasal dari bahasa Cirebon yaitu dari kata Majae dan Langka, kata “Maja-e” artinya Buah Majanya, sedangkan kata “Langka” artinya Hilang atau tidak ada. Majalengka biasa disebut juga dengan sebutan kota angin. Di Kota yang juga Kabupaten Majalengka terdapat satu desa yang akan peneliti jadikan tempat observasi yaitu Desa Gelok Mulya.

Desa Gelok Mulya merupakan desa yang memiliki banyak keberadaan pandai besi.

Peneliti melakukan observasi pada orang-orang Batak Toba yang bertempat tinggal di Desa Gelok Mulya tersebut. Beberapa masyarakat Suku Batak Toba yang berada di Desa tersebut cukup dan cocok dijadikan informan untuk penelitian.

4.2.Hasil Wawancara

4.2.1. Proses penyampaian pesan dalam prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba di Majalengka

Pada sub ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian mengenai pertanyaan penelitian mayor yang pertama. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan fakta-fakta di lapangan terkait bagaimana Penyampaian pesan dalam Prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba di Majalengka.

Peneliti melakukan teknik wawancara bersama pihak-pihak yang terlibat secara langsung di pernikahan adat tersebut. Penggunaan Bahasa Batak selama acara berlangsung digunakan oleh seluruh orang Batak yang terlibat dalam acara adat agar mereka lebih leluasa dan lebih akrab satu sama lain.

(6)

Pada tahap ini peneliti mengajukan pertanyaan bagaimana sejarah dan pengertian dari Prosesi Marunjuk dari pernikahan adat Batak Toba yang di ajukan kepada informan N1, N3, N5. Tulang Uba (N1) sebagai Raja parhata dari pihak laki-laki menjawab pertanyaan pertama sebagai berikut:

“oke baiklah saya jelaskan apa yang saya tahu mengenai prosesi marunjuk melalui pengetahuan dan pengalaman saya selama ini. Prosesi marunjuk adalah perayaan utama atau biasa juga kami sebut dengan pesta adat dari pernikahan adat Batak Toba. Jadi kan kita ada tahapan-tahapan dalam menikah adat itu lumayan banyak, bahkan ada yang berbeda hari setiap tahapannya, Nah marunjuk ini adalah pestanya atau peryaannya. Kalau kita disini karena waktunya tidak terlalu fleksibel jadi kadang beberapa tahapan dijadikan satu. Ya seperti itulah kira-kira”. (Hasil Wawancara N1, Juli 2019).

Lalu selanjutnya Bapak Silalahi memberikan jawaban yang hampir sama, beliau mengatakan bahwa

“hmm.. marunjuk itu pesta unjuk, pesta perayaan utama pernikahan yang kami lakukan. Pada hari perayaan itu semua acara tersusun rapih dengan di pimpin oleh dua raja parhata kedua pihak pengantin. Maksud pemimpin disini yaitu seperti pemegang kendali protocol acara. Setiap tindakan adat istiadat yang akan di lakukan pada prosesi marunjuk akan di kendalikan oleh Raja Parhata, keduanya akan memberikan aba-aba kepada pihak-pihak yang akan melakukan tugas bagiannya masing-masing terhadap kedua pengantin”.

(Hasil wawancara N3, Juli 2019).

Kemudian peneliti juga mendapatkan jawaban dari Ka Debby yang merupakan orang Batak yang sudah lahir dan lama di perantauan. Ka Debby menjawab seperti berikut.

“Pesta marunjuk itu.. yang saya tahu pernikahan adat Batak Toba itu punya tahapan yang banyak yang biasa disebut “adat na gok” yang artinya adat yang banyak, biasanya itu menghabiskan waktu yang Panjang dan rumit.

Pesta unjuk ini hari besarnya pernikahan adat Batak Toba, setelah pemberkatan di rumah ibadah kemudian akan melanjutkan pemberkatan dari Tulang, orang tua, dan lainnya di acara pesta unjuk. Konon katanya, pada jaman dulu pesta unjuk ini dilakukan berhari-hari karena banyaknya tahapan yang harus dilakukan, tapi sekarang, ya biasanya sehari saja apalagi kalau di Kota di rayakan di dalam Gedung hanya akan menghabiskan kira-kira 9 jam”.

“Hasil wawancara N5, Juni 2019).

(7)

Dari hasil wawancara dari tiga informan di atas, para infroman yang bersangkutan memahami apa yang maksud dengan pesta Marunjuk. Ketiga infroman memngungkapkan bahwa Pesta Marunjuk atau pesta unjuk adalah sebutan dari pesta perayaan utama sebuah pernikahan adat Batak Toba secara garis besar, Di mana semua kebutuhan adat dan pihak-pihak yang terlibat sudah diwajibkan hadir untuk melakukan tugasnya masing-masing. Pesta marunjuk merupakan perayaan adat setelah sah menjadi suami istri di Gereja.

Peneliti mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apakah informan-informan yang bersamgkutan melakukan pernikahan adat? Bagaimana informan N1, N3, N6 menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut.

“i

ya

tentu saja saya menikah secara adat Batak Toba, namun waktu itu saya menikah di kampung saya di Medan. Saya dan istri saya melaksanakan pemberkatan dan pernikahan adat di Medan karena orang tua kami tinggal di sana, kalua mau nikah di sini bakal lebih banyak biaya untuk tiket pesawat, jadi lebih baik kami menikah di sana”. (Hasil wawancara N1, Juli 2019) Selanjutnya Bapak Silalahi (N3) dan Bang Adi (N6) memberikan jawabannya bahwa,

“oh iya, saya melakukan pernikahan secara adat Batak Toba, tetapi tidak langsung. Maksudnya saya begini, menikah adat itu kan perlu biaya yang tidak sedikit jadi saya dan istri saya hanya melaksanakan pernikahan di Gereja, kemudian kira-kira tahun 2013 lalu Puji Tuhan ada rezeki, akhirnya saya dan istri saya bisa melakukan pernikahan secara adat”. (Hasil wawancara N3, Juli 2019).

“wahh, iya tentu. Puji Tuhan Juni lalu saya baru selesai melakukan pernikahan adat. Masih berasa panjang dan rumitnya untuk menikah secara

(8)

adat Batak Toba tapi saya merasa senang karena mendapat berkat dari Tulang, orang tua, dan pihak lainnya”. (Hasil wawancara N6, Juni 2019).

Kesimpulan yang bisa peneliti dapatkan dari jawaban atau pendapat informan yang bersangkutan bahwa semua informan yang peneliti ajukan pertanyaan tersebut telah melakukan pernikahan adat yaitu pernikahan adat Batak Toba. Meskipun tidak langsung melakukan pernikahan adat saat sah menjadi suami istri, pernikahan adat tetap dilakukan saat sudah siap.

Pertanyaan sub ketiga dari pertanyaan penelitin pertama yang peneliti tanyakan pada Tulang Uba (N1) selaku Raja Parhata dari pihak laki-laki, kemudian di lanjutkan dengan Tulang Makmur selaku Raja Parhata dari pihak perempuan.

Tulang Uba (N1) mengungkapkan.

“urutan prosesi marunjuk yang pertama ialah prosesi kedua pengantin berjalan ke pelaminan. Sesampainya pengantin dan keluarga di Gedung, kedua pengantin dan sanak keluarga memasuki Gedung sampai duduk di pelaminan biasanya sambal di iringi music Batak dan penari latar, tapi penari latar tidak wajib. Pada prosesi ini, kedua pengantin berjalan sambal didoakan dan diberkati dengan taburan beras di atas kepalanya.

Kemudian penyambutan hula-hula, penyambutan ini sebenarnya hanya seperti bersalam-salaman. para hula-hula berbaris sesuai urutan dan bersalaman dengan keluarga pengantin sambal menari Tor-tor diiringi memakai musik Batak dengan tempo yang cepat. Hula-hula yang perempuan harus bawa Tandok yaitu tempat beras yang terbuat dari anyaman yang di taruh di atas kepala dan dijadikan simbol hadiah untuk kedua pengantin. Kemudian pasahat jambar dari pihak laki-laki yaitu menyerahkan hewan yang sudah tidak bernyawa, lalu Makan siang Bersama untuk mengisi tenaga karna acara masih berlangsung lama, kemudian ada Marhata sinamot yaitu prosesi dimana pihak laki-laki menyerahkan mahar ke pihak perempuan sesuai dengan yang sudah ditentukan sebelumya, selanjutnya ada Mangulosi yaitu puncak dari prosesi marunjuk. Kegiatan mangulosi sangat wajib di lakukan karena ulos dijadikan simbol sebagai hadiah berkat untuk pengantin, selanjutnya Paulak Une yang mana ini adalah balasan dari pihak perempuan dengan memberikan ikan Mas yang sudah di masak khas batak, dan terakhir doa penutup yaitu penutupan dengan melakukan doa”. (Hasil wawancara N1, 2019).

(9)

Pendapat yang sama juga dilontarkan Tulang Makmur (N2) selaku Raja Parhata dari pihak perempuan, prosesi pernikahan adat Batak Toba sudah tertata dengan urutan yang sama yang selalu dilakukan semua orang Batak. Hal ini dapat dilihat dari jawaban Tulang Makmur sebagai berikut.

“berhubung ada banyak saya akan menjelaskan beberapa saja ya, nanti bisa tanyakan juga pada raja parhata dari pihak laki-laki. Saya mau jelaskan tentang kedua raja parhata yang besaut-sautan. Lebih seperti tanya jawab begitu sih, tapi yang boleh bertanya hanya Raja parhata dari pihak perempuan saja, raja parhata dari pihak perempuan biasanya hanya menjawab apa yang ditanyakan oleh pihak perempuan. Lalu pihak perempuan juga akan bertanya jawab tentang mahar yang akan di berikan kepada perempuan. Misalnya pihak perempuan bertanya pada pihak laki- laki apa maksud tujuan mereka datang, apa arti dari seserahan yang dibawa, berapa mahar yang akan pihak laki-laki berikan, dan banyak lainnya. Kami akan saling berbalas-balasan dengan Bahasa Batak”. (Hasil wawancara N2, Juli 2019).

Peneliti simpulkan dari kedua informan di atas bahwa dalam hal urutan prosesi Marunjuk selalu mempuunyai aturan dan urutan yang sama. Tahap-tahap menikah secara adat Batak memang banyak dan kadang dilakukan dalam beberapa hari, namun urutan dalam prosesi akan tetap sama hanya saja waktu yang digunakan lebih di minimalisir.

4.2.2. Makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk pernikahan adat Batak Toba

Pada sub bab ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian mengenai pertanyaan penelitian mayor yang kedua, yaitu makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba.

Pertanyaan pada sub pertanyaan yang pertama peneliti bertanya pada infroman Ibu Silalahi (N3) dan Tulang Makmur (N2), keduanya mengungkapkan pendapatnya mengenai pertanyaan pertama.

(10)

“tentu saja menggunakan Bahasa Batak karena kami ini kan orang Batak.

Karna ini kan Namanya juga menikah adat yang mana adat istiadat itu sebuah tradisi yang berbeda-beda dari setiap sukunya. Karena ini adat istiadat Batak Toba ya sudah pasti menggunakan Bahasa Batak Toba”.

(Hasil wawancara N3, Juli 2019).

Selanjutnya informan (N2) selaku Raja Parhata dari pihak perempuan mengungkapkan jawaban beserta alasannya. Berikut di bawah ini ungkapan dari Tulang Makmur mengatakan bahwa,

“Ini kan adat Batak, Pernikahan adat Batak. Bahasa Batak Toba adalah Bahasa yang digunakan sepanjang acara berlangsung. Selain karena kami orang Batak dan ini adalah pernikahan adat Batak Toba, alasan kami menggunakan Bahasa Batak Toba dikarenakan arti dari setiap kata dan kalimat yang diucapkan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia tidak mempunyai makna sedalam jika kita paham Bahasa Batak. Beberapa Bahasa Batak tidak bisa atau tidak cocok untuk di terjemahkan ke Bahasa Indonesia yang baik, karena makna yang terkandung kadang sedikit berbeda makna. Oleh sebab itu kami menggunakan Bahasa kami yaitu Bahasa Batak Toba”. (Hasil wawancara N2, Juli 2019).

Dapat disimpulkan bahwa saat melaksanakan pernikahan Batak Toba mengggunakan Bahasa daerah Batak yaitu Bahasa Batak Toba. Bagaimanapun juga hal tersebut akan dilakukan karena acara yang dijalankan adalah acara adat Batak Toba. Selain karena asal suku Budaya, penggunaan Bahasa yang dipilih, kalimat yang digunakan pun banyak yang asli dari Bahasa Batak Toba itu sendiri, sehingga ada kalimat yang tidak cocok atau tidak bisa di terjemahkan ke Bahasa Indonesia.

Arti makna yang terkandung lebih dalam dengan menggunakan Bahasa Batak Toba dibandingkan dengan menggunakna Bahasa Indonesia.

Pada aktivitas komunikasi penggunaan Bahasa dalam komunikasi satu sama lain sangatlah penting dan apa saja aktivitas yang terjadi dalam prosesi juga penting untuk dijelaskan secara mendalam. Pesta Marunjuk adat Batak Toba dilaksanakan lebih lama dan rumit, karena sebagian besar prosesi adat Batak Toba dilakukan pada

(11)

satu waktu. Peneliti akan mengulas menariknya pesta unjuk yang peneliti datangi dan berhasil peneliti tanyakan pada informan yang bersangkutan, sebagai berikut.

“sepertinya orang-orang tidak asing dengan Ulos. Satu hal yang paling identik dengan suku Batak adalah kain Ulos. Saya akan menjelaskan makna dari simbol memberikan Ulos .Yang pertama ada Ulos passamot, diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada orang tua pengantin pria. Pilihan jenis Ulos yang diberikan adalah ulos ragidup ialah Ulos yang si pemberinya telah memiliki cucu, Ulos Ragi Hotang, dan Ulos Sadum; yang kedua adalah Ulos Hela, Hela dalam bahasa batak artinya menantu. Ulos ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin.

Orang tua pengantin wanita akan memutari pengantin terlebih dahulu, lalu menyelimuti kedua pengantin dengan Ulos kemudian mengikat kedua ujung Ulos. Setelah itu orang tua akan memberikan mandar (sarung) Hela kepada pengantin pria. Prosesi ini mempunyai makna bahwa orang tua pengantin wanita telah melepas anak perempuan mereka yang telah mereka rawat dan besarkan selama kepada menantu mereka yaitu pengantin laki-laki. Jenis Ulos yang diberikan adalah Ulos Ragi Hotang dan Ulos Sadum; yang ketiga adalah Ulos Pamarai yaitu diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada saudara laki-laki, bisa abang atau adik perempuan dari pengantin wanita yang telah menikah. Jenis Ulos yang diberikan adalah Ulos ragi Hotang; Yang keempat ada yang disebut Ulos Sijalobara yaitu yang diberikan oleh pihak keluarga pengantin wanita kepada abang atau adik dari orang tua pengantin pria yang dalam bahasa batak dipanggil dengan sebutan bapak-tua dan bapak-uda, jenis Ulos yang diberikan Ulos Ragi Hotang; Kelima ada Ulos si Hutti Ampang yaitu yang diberikan oleh pihak keluarga wanita kepada saudari perempuan dari pengantin laki-laki, bisa adik, kakak atau tantenya, Tante yang disebutkan merupakan saudara perempuan dari ayah pengantin laki-laki dalam bahasa batak disebut Namboru, jenis Ulos yang diberikan adalah Ulos Sadum; yang Keenam ada Ulos Tintin Marangkup yaitu diberikan oleh saudara laki-laki dari ibu pengantin laki-laki dalam bahasa Batak dipanggil Tulang, Ulos tersebut diberikan kepada kedua pengantin. Dalam adat Batak, baiknya, seorang laki-laki menikahi paribannya yang merupakan anak perempuan Tulangnya, namun seiring perkembangan zaman, sudah jarang terjadi pernikahan dengan pariban , jadi perempuan yang di nikahi pengantin laki- laki akan dianggap seperti anak perempuan dari Tulangnya. Ini dilambangkan dalam prosesi Tintin marangkup yaitu pemberian Ulos sang Tulang sekaligus penerimaan sebagian sinamot. Sinamot merupakan mas kawin yang diterima pengantin wanita. Jenis Ulos yang berikan adalah Ulos Ragi Hotang; Ketujuh ada Ulos Holong. Holong dalam bahasa Batak artinya Kasih. Ulos ini diberikan oleh keluarga pihak wanita kepada semua pihak keluarga pengantin wanita sebagai simbol kasih sayang mereka kepada kedua pengantin; Kedelapan ada Ulos Tonun Sodari yang diberikan kepada pihak-pihak keluarga laki-laki yang belum mendapatkan Ulos. Ulos tersebut berupa uang di dalam amplop yang pada hakikatnya merupakan pengganti Ulos. Itu semua adalah prosesi Mangulosi yang wajib di lakukan

(12)

dalam pesta Marunjuk pernikahan adat Batak Toba”. (Hasil Wawancara N1, Juli 2019).

Kemudian pertanyaan yang sama juga peneliti ajukan kepada informan N2, dimana informan mengungkapkan pendapatnya.

“untuk simbol pada prosesi yang terjadi pada pernikahan adat Batak Toba salah satunya penyerahan tanda makanan adat yaitu tudu-tudu ni sipanganon, tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba), pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung di tempatkan dalam baskom/ember besar. Tanda makanan adat diserahkan suhut laki-laki beserta istri didampingi saudara yang lain dipandu Raja Parhata pihak laki-laki diserahkan kepada suhut wanita dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu ala kadarnya semoga tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani Hula-hula suhut wanita dan semua yang menyantapnya, sambil mengungkapkan kalimat dengan bahasa adat : sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna. Kemudian akan ada tanya jawab Raja Parhata dari pihak perempuan dan Raja Parhata dari pihak laki-laki. contohnya : apa arti dari tudu-tudu ni sipanganon yang dibawa oleh pihak laki-laki untuk pihak perempuan? Dan akan dijawab oleh Raja Parhata dari pihak laki-laki yaitu artinya pan ggabean parhorason artinya bergembira dan bersukacita”. (Hasil wawancara N1, Juli 2019).

Selanjutnya informan yang lainnya juga memberikan pendapat mereka mengenai pertanyaan yang sama sebagai berikut.

“ada pemberian beras kepada pengantin, biasanya beras segenggam akan di letakkan di atas kepala sambal yang memberikan beras mengucapkan harapan dan berkat mereka kepada pengantin. Lalu ada pemberian Dengke atau Ikan mas, yang mana ikan tersebut adalah balasan untuk pihak laki- laki karena sudah memberikan jambar. Ikan-ikan tersebut harus berjumlah ganjil, yaitu satu, tiga, lima, tujuh. Masing-masing jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak Toba. Seperti yang saya jelaskan masing-masing jumlah tersebut, satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah, tiga ekor bagi pasangan suami istri yang sudah memiliki anak, lima ekor bagi orang yang sudah memiliki cucu, tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Bataj saja dan jarang di pergunakan karena jumlah ini dianggap sudah melewati batas masa kehidupan seseorang. Ikan mas yang diberikan kepada pasangan yang baru menikah melambangkan harapan dan berkat dari kedua orang tua untuk mereka yang telah mengikat diri dalam jalinan pernikahan dan menjadi satu dengan pasangannya, ikan mas yang disajikan ialah ikan betina yang

(13)

bertelur yang merupakan simbol doa agar pasangan segera memiliki keturunan”. (Hasil wawancara N4, Juli 2019).

Informan berikutnya yaitu Ka Debby selaku pengantin baru juga mengemukakan pendapat dan jawabannya sendiri, Ka Debby mengatakan sebagai berikut.

“saya hanya memahami sedikit mengenai arti-arti yang ada di prosesi Marunjuk. Seperti arti Ikan adalah doa agar keturunan, ada juga beras agar penuh berkah, dan beberapa lainnya. Namun saya sejujurnya kurang memahami prosesi lainya yang terbilang rumit dan banyak, seperti pemberian Ulos yang sangat panjang prosesinya, saya kurang memahami semuanya dengan baik”. (Hasil wawancara N5, Juni 2019).

Dapat disimpulkan dari kedua informan yang merupakan raja parhata bahwa peristiwa komunikasi yang terjadi antara keduanya berlangsung dengan baik. Kedua raja parhata memahami apa maksud percakapan yang terjadi antara keduanya. Seperti contoh di atas mengenai ucapan dari Hula-hula suhut wanita yaitu sititikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna, maskud kalimat tersebut adalah mau seberapapun yang tersedia meski sedikit, yang penting berkatlah yang berlimpah dan juga mengenai pemberian Ulos harus sesuai dengan urutan pihak keluarga yang merupakan pemberian berkat dan doa. Seperti halnya juga pemberian ikan yang dijelaskan oleh Ibu Silalahi yang juga mengartikan doa dari orangtua agar anaknya mendapatkan keturunan.

4.2.3. Prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba dalam mempertahankan identitas Budaya masyarakat Batak Toba di Majalengka

Pada sub ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian mengenai pertanyaan penelitian mayor yang ketiga, yaitu bagaimana mereka menganggap prosesi Marunjuk pada pernikahan adat Batak Toba dapat berupa upaya untuk mempertahankan identitas budaya. Hasil wawancara dari informan-informan yang bersangkutan sebagai berikut.

(14)

“Kalau saya sendiri menganggap bahwa melakukan tradisi adat yang sudah turun-temurun bagus untuk dipertahankan. Selain karena hal tersebut bisa mempertahankan identitas kita sebagai orang Batak. Dalam Lingkungan sekeliling kita pun kita jadi tahu bahwa ini nih adat kami.

Seperti halnya pernikahan dengan adat Batak Toba, tentu saja membuat kita sadar bahwa adat yang kita jalankan adalah milik kita. Dan mau tidak mau yang melaksanakan pernikahan adat Batak akan menyadari bahwa mereka adalah orang Batak”. (Hasil Wawancara N3, Juli 2019).

N4 juga memiliki jawaban yang hampir mirip mengenai pertanyaan di atas, yaitu seperti berikut.

“kalau buat saya menikah secara adat itu hal bagus dan unik untuk dipertahankan dan tetap dilakukan. Bagaimanapun saya kan orang Indonesia, punya Suku yaitu suku Batak Toba. Tentu saja saya merasa bangga dengan adat istiadat yang saya miliki. Jangan jadi saya berharap harus dipertahankan tentang adat budaya jangan sampai diubah-ubah, harus tetap sama seperti yang sama seperti yang sudah diturunkan oleh leluhur, apalagi sampai hilang jangan sampai terjadi”. (Hasil Wawancara N4, Juli 2019).

Tulang Uba (N1) mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut.

“Menikah secara adat penting sekali, karena adat batak itu adalah warisan dari turun temurun dari nenek moyang kita. Tapi kadang-kadang kita tidak bisa membuat langsung secara hanya menikah di Rumah ibadah misalnya Gereja, karena namanya manusia ada kekurangan ada kelebihan tapi yang jelas penting karena sekali itu adalah warisan nenek moyang kita yang harus kita teruskan kepada anak cucu kita, yang artinya karena adat Batak itu membayar hutang kita kepada mertua kita pihak perempuan karena kita sudah menikahi anaknya jadi kalau punya rezeki yang cukup harus di bikin secara adat. Ya itu kira-kira, kalau ditanya penting ya jelas penting bagi Orang Batak”. (Hasil Wawancara N1, Juli 2019).

Selanjutnya ada Ka Debby yang sudah lama tinggal di perantauan. Ka Debby (N5) mengatakan.

“Menikah secara adat itu penting. Kalau kata orang tua saya itu adalah warisan dari leluhur kami orang Batak. Saya sendiri memang kurang paham mengenai adat-adat Batak, terutama karena saya dari lahir sudah tinggal di sini. Memang orang tua saya mengajarkan adat , bahasa, dan lainnya mengenai suku Batak namun akan sangat berbeda bagi kami yang lama tinggal di perantauan dengan yang tinggal di tempat asal kami yaitu Medan. Namun saya selalu diberitahu bahwa adat sangat penting maka dari itu saya menikah secara adat sehingga saya melihat dan merasakan

(15)

langsung bagaimana adat itu saya lakukan sendiri di kehidupan saya”.

(Hasil Wawancara N5, Juni 2019).

Sang Suami, Bang Adi Silitonga (N6) juga menambahkan pendapatnya , yaitu.

“seperti yang istri saya katakan , saya pun mengalami hal yang sama. Saya sendiri hampir tidak mengetahui adat di budaya saya. Dengan adanya pernikahan adat Batak Toba yang dilakukan dan saya sebelum-sebelumnya menjadi tamu undangan, setidaknya saya tidak melupakan seluruhnya.

Saya tahu ada yang namanya susunan status sosial di adat, pentingnya pemberian Ulos, dan lainnya. Saya menyukai musik Batak serta bahasanya, walaupun saya sendiri sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia. Namun orang tua saya selalu menggunakan bahasa Batak agar saya tidak lupa dan mengerti bahasa asli saya”. (Hasil Wawancara N6, Juni 2019).

Dapat disimpulkan bahwa semua informan yang bersangkutan memandang menikah secara adat adalah suatu hal yang patut dipertahankan. Karena hal tersebut adalah warisan turun termurun yang di tinggalkan oleh nenek moyang.

“tidak ada pelatihan khusus saat akan melakukan pernikahan adat, yang penting kita sudah tahu dasar-dasarnya. Seperti bagaimana memasuki Gedung, dan lainnya. Biasanya kita selalu ikut kalau ada perayaan pernikahan adat Batak Toba, tentu saja dari situ kita bisa melihat dan memahaminya. Datang ke acara pernikahan berguna untuk mempelajari adat”. (Hasil wawancara N5, Juni 2019).

Peneliti selanjutnya melakukan wawancara pada Ibu silalahi selaku orang tua, dengan inti atau maksud pertanyaan yang sama namun di peruntukkan kepada orang tua. Ibu silalahi menyatakan pendapatnya sebagai berikut.

“dengan mengajarkan mereka tentang adat istiadat secara langsung.

Biasanya saya menjelaskan ketika sedang mengobrol santai, mengajari tentang aturan-aturan marga, misalnya tidak boleh melakukan pernikahan dengan marga-marga yang di larang sesuai marga masing-masing.

Kemudian kami masih menjalankan beberapa tradisi adat yang biasanya bisa dilakukan di rumah misalnya adat memperingati arwah mendiang keluarga yang sudah meninggal. Lalu hal yang paling sering saya lakukan adalah membawa anak-anak saya ke acara-acara pernikahan adat Batak agar mereka tidak terlalu buta mengenai pernikahan adat. sebenarnya untuk pengantin saat menikah mereka tidak perlu terlalu memahami karena pegantin hanya diam yang sibuk melakukan tradisi-tradisi adat adalah

(16)

pihak-pihak keluarga yang penting serta undangan-undangan dengan marga yang bersangkutan”. (Hasil wawancara N4, Juli 2019).

Dapat disimpulkan bahwa tidak ada pembelajaran atau pelatihan khusus sebelum melakukan pernikahan adat Batak Toba. Orang tua dan anak-anak dari suku Batak secara alami memahami bagaimana pernikahan adat dengan cara datang dan melihat secara langsung prosesi yang berlangsung, juga saat telah melakukan sendiri pernikahan adat tersebut pengantin akan lebih paham dengan adat istiadat.

Dengan kata lain dengan melakukan pernikahan adat Toba membuat orang Batak tidak melupakan adat mereka.

Dari hasil wawancara dengan Informan-informan di atas, yaitu Tulang Uba, Tulang Makmur, Bapak Silalahi, Ibu Silalahi, Ka Debby, dan juga Bang Adi, peneliti mendapatkan gambaan atau mind maps penelitian mengenai Pola komunikasi dalam prosesi Marunjuk pada pernikahan adat Batak Toba dalam mempertahankan identitas Budaya. Untuk menghasilkan jawaban mengenai focus penelitian tersebut mereka menjelaskan bagaimana urutan prosesi Marunjuk yang melibatkan pihak-pihak untuk saling berkomunikasi, lalu menjelaskan pula makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk, dan menjelaskan bagaimana prosesi Marunjuk dapat mempertahankan identitas budaya orang Batak Toba.

Secara singkat peneliti telah menggambarkan mind maps hasil penelitian sebagai berikut.

(17)

Sumber : Olahan peneliti 2019

Bagan IV. 1

Hasil Pembahasan Wawancara

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, berikut merupakan pembahasan serta analisa penelitian berdasarkan hasil penelitian yang di dapat dari informan terkait dengan fokus penelitian ini. Pembahasan di susun berdasarkan metode wawancara bersama para informan.

Analisa data ini telah dilakukan sejak awal penelitian dan bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan, peneliti menemukan data-data mengenai Pola komunikasi

dalam prosesi Marunjuk pada pernikahan adat Batak Toba dalam mempertahanakn a identitas budaya

Makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk

Penyampaian pesan dalam prosesi

Marunjuk

Merupakan cara orang Batak mewariskan budaya dalam mempertahankan identitas budaya Batak Toba

Terdapat berbagai makna dari setiap tindakan simbolik yaitu jambar, dengke, beras, Ulos

Terdapat urutan dalam prosesi Marunjuk yang menrupakan penyampaian pesan

Prosesi Marunjuk dalam

mempertahankn identitas budaya Batak Toba

(18)

pola komunikasi pada prosesi Marunjuk pernikahan Budaya Batak Toba dalam mempertahankan Identitas Budaya suku Batak Toba di Majalengka. Di mana komunikasi yang terjadi di antara kedua Raja Parhata dalam memimpin prosesi pernikahan adat Batak Toba, dalam hal ini Raja Parhata melakukan dengan pemahaman yang baik serta dengan rasa tanggung jawab terhadap semua yang terlibat dalam pernikahan adat Batak Toba dalam membangun pola komunikasi yang baik.

Berhubungan dengan teori yang diambil oleh peneliti, bahwa teori interaksi simbolik dengan pembahasan yang peneliti ambil seputar pola komunikasi karena terjadinya proses interaksi komunikasi pada prosesi Marunjuk pernikahan adat Batak Toba di Majalengka. Terkait dua Raja Parhata dari masing-masing pihak pengantin, pasangan menikah yang sudah menjadi orang tua, serta pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan mengenai Pola Komunikasi Pada Prosesi Marunjuk dalam Pernikahan Budaya Batak Toba dalam Mempertahankan Identitas Budaya Suku Batak Toba di Majalengka. Dimulai dari bagaimana acara pernikahan adat Batak Toba memang tersusun rapi sehingga bentuk atau pola hubungan selalu sama. Lalu menjelaskan apa yang mereka ketahui tentang makna dari setiap tindakan simbolik yang terjadi di pernikahan adat Batak Toba dan menyimpulkan bahwa pernikahan adat adalah salah satu upaya atau cara untuk mempertahankan identitas budaya.

Setelah memaparkan hasil penelitian (pada sub bab sebelumnya) dari wawancara kepada enam narasumber yaitu 2 Raja Parhata, pasangan yang sudah menikah lama, dan pasangan yang baru menikah, peneliti berhasil mendapat hasil temuan penelitian yang akan peneliti tulis secara berurut pada tabel berikut.

(19)

Tabel IV. 2 Tabel Temuan Penelitian

No. Pertanyaan Penelitian Temuan Penelitian

1 Pola Komunikasi dalam Prosesi Marunjuk pada Adat Batak Toba

a. keterlibatan pihak-pihak penting dalam proses penyampaian pesan

a. Percakapan antara dua raja parhata yang terjadi

2 Makna dari setiap tindakan simbolik dalam Prosesi Marunjuk pada adat

Batak Toba

a. kesamaan Bahasa yang digunakan

a. Semua pelaku komunikasi yang ada di prosesi Marunjuk memilki makna yang sama mengenai pesan melalui tindakan simbolik 3

Prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba dalam mempertahankan Identitas Budaya Batak Toba di

Majalengka

a. upaya orangtua dalam mewariskan budaya

b. Upaya anak-anak perantauan mempertahankan identitas budaya mereka

Sumber : Hasil olahan peneliti (2019)

4.3.1. Analisis Penyampaian pesan dalam prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba

Komunikasi dalam Bahasa inggris yaitu communication yang berasal daru Bahasa latin yakni communica dan bersumber dari kata communis yang artinya sama. Sama di sini dalam arti membagi gagasan, ide atau pikiran yang bermakna sama (Effendy, 2009). Selain itu Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses memilah, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga pendengar mampu mengerti dan membangkitkan makna atau respon dari pikirannya sama dengan yang disampaikan atau dimaksudkan oleh sang komunikator (Wiyanto, 2008). Jadi jika dua orang atau lebih terlibat dalam komunikasi, seperti sedang dalam bentuk pecakapan, maka komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang sedang di percakapkan.

(20)

Penyampaian pesan adalah ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkan. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan oleh komunikator.

Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas. Disisi lain, salah satu prinsip komunikasi adalah semakin mirip latar belakang social-budaya maka semakin efektif pula komunikasi tersebut. Maka itu, peneliti simpulkan bahwa Penelitian ini menyampaikan pesan secara efektif karena di organisir secara baik dan jelas oleh kedua Raja Parhata yang memiliki latar belakang social-budaya yang sama yakni keduanya adalah Raja Parhata dalam prosesi Marunjuk.

Dari hasil wawancara yang telah peneliti dapatkan dari Tulang Uba dan Tulang Makmur merupakan Raja parhata mengungkapkan jika penyampaian pesan yang terjadi dalam prosesi Marunjuk pernikahan adat Batak Toba adalah bagaimana peran kedua Raja Parhata dalam berjalannya acara dari awal hingga akhir. Terjadi tanya jawab antara Raja Parhata pihak laki-laki dan Raja Parhata pihak perempuan. Dengan menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa Batak kedua Raja Parhata akan memimpin kedua pihak keluarga dan tamu undangan dalam setiap ritual atau prosesi yang akan di lakukan. Raja Parhata pihak perempuan berhak bertanya dan Raja Parhata pihak laki-laki berkewajiban menjawab pertanyaan. Raja Parhata haruslah orang yang paham betul mengenai pernikahan adat Batak Toba, karena keduanya yang akan menjadi protokol acara dan memahami pola-pola yang ada di pernikahan adat Batak Toba. Tentu saja pihak lainnya juga berperan dalam acara adat, seperti orang tua dari pengantin, Tulang, dan lainnya.

(21)

Kedua Raja Parhata yang dijelaskan diatas dalam prosesi Marunjuk melakukan Pola komunikasi dua arah atau timbal balik (two way traffic communication) yaitu komunikator dan komunikan saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya akan bertukar fungsi. Namun yang memulai percakapan pertama kali adalah komunikator utama, komunikator utama tersebut memiliki tujuan tertentu dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi yang terjadi prosesnya logis serta umpan balik terjadi secara langsung.

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa proses penyampaian pesan dalam prosesi Marunjuk pada pernikahan adat Batak terlaksanakan dan tersampaikan dengan baik dari setiap pelaku komunikasi yang ada dalam prosesi pernikahan.

Penyampaian pesan juga berhubungan erat dengan pola komunikasi karena terdapat respon dari komunikan atas informasi yang telah disampaikan serta hubungan yang erat juga antar pihak yang menjadi pelaku komunikasi dalam prosesi pernikahan adat Batak Toba yang ada di Majalengka tersebut.

4.3.2. Analisis makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba

Menurut E. T. Hall, budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya (Larry, 2010). Bahasa, gesture, dan pakaian atau aksesoris yang digunakan oleh seseorang bisa menjadi relfleksi dari budaya yang dimiliki orang tersebut.

Budaya adalah seuatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hokum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

(22)

Budaya merupakan hasil pemikiran manusia sebagai makhluk sosial. (Amazonaws, 2018).

Dalam pernikahan adat Batak Toba sendiri tradisi atau prosesi yang dilakukan mengggunakan Bahasa asli suku Batak Toba yaitu Bahasa Batak Toba.

Pakaian pun menggunakan pakaian adat Batak Toba yaitu kebaya dan Ulos (kain khas Batak Toba). Terdapat juga ciri khas Batak Toba lainnya yaitu tarian Tor-tor dengan diiringi musik Batak. Banyak hal lainnya yang menunjukkan sisi budaya yang khas dalam prosesi pesta Unjuk atau Marunjuk yang sudah peneliti teliti lebih dalam.

Komunikasi yang efektif dapat ditandai dengan makna yang di terima oleh komunikan sama dengan makna pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Menurut Tjiptadi (1984) Makna sendiri didefinisikan sebagai arti atau maksud yang terangkum dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Kajianpustaka, 2016).

Berkaitan dengan tindakan simbolik yang terdapat dalam prosesi Marunjuk secara keseluruhan berbagai prosesi dalam pernikahan adat Batak Toba mengandung makna simbolik. Terdapat berbagai prosesi seperti, Mangulosi, Memberi Jambar kemudain Membalasnya dengan memberi Ikan, dan memberi beras, hal-hal tersebut tentu saja menekankan makna dengan menunjukkan bagaimana interaksi manusia untuk saling menejermahkan dan mengerti apa maksud dari setiap tindakan yang dilakukan.

(23)

Makna-makna dari tindakan simbolik tersebut tidak punya aturan khusus tertulis, melainkan hasil pemikiran manusia itu sendiri. Manusia, khususnya suku Batak Toba yang peneliti telah teliti secara alami berpikir mengenai makna-makna tersebut melalui simbol yang digunakan dalam prosesi Marunjuk. Tentu saja makna yang terkandung adalah makna yang baik, seperti doa agar pengantin lebih dekat pada agama, mendapatkan keturunan, mendapat kebahagiaan, dan menerima berkat dari pihak penting seperti Tulang. Orang Batak percaya Tulang adalah orang yang harus dihormati dan percaya berkat dari Tulang adalah suatu yang berharga dan betul-betul terjadi pada si penerima berkat.

Seperti yang didefinisikan oleh Herbert Blumer dalam Buton & Sarinda (2016) bahwa interaksi simbolik menunjukkan kepada sifat khas dari interaksi antar manusia dimana manusia saling menerjemahkan dan saling mengartikan tindakannya bukan hanya reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain tetapi didasarkan oleh makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu, interaksi individu diatur oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk memahami maksud dari tindakan masing-masing.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan, Ibu Silalahi bahwa terdapat banyak tindakan simbolik yang ada atau terjadi di pernikahan adat Batak Toba. Salah satu contoh yang diberikan adalah saat prosesi Boras Si Pir ni Tondi, di mana orang yang bersangkutan atau yang punya status sosial-budaya lebih tinggi dari pengantin dan pihak-pihak tertentu lainnya di adat Batak dari pihak keluarga pengantin memberikan segenggang beras yang di letakkan di kepala penganti. Arti beras tersebut adalah permohonan kepada Tuhan agar diberkati pernikahannya.

(24)

Memberikan beras tanpa mengucapkan kalimatpun pengantin dan semua yang berada dalam prosesi tersebut mengetahui apa arti beras yang diberikan tersebut.

Lebih jelasnya peneliti akan menjabarkan secara singkat tindakan simbolik yang terjadi di prosesi Marunjuk sebagai berikut.

a. Jambar, tanda makanan adat yang pokok yaitu; kepala utuh, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, punggung dengan ekor, hati dan dan jantung ditempatkan dalam baskom besar. Tanda makanan adat diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan dengan menggunakan Bahasa adat.

yang menunjukkan kerendahan hati mereka agar bagaimanapun keadaan makanan yang dibawa, semoga bermanfaat dan memberi berkat jasmani dan rphani hula-hula pihak perempuan dan semua yang menyantapnya.

b. Ikan, ini adalah makanan adat dari pihak perempuan untuk balasan kepada pihak laki-laki. Di usahakan ikannya sesuai jumlah aturan dan mempunyai telur karena Ikan tersebut mempunyai makna agar pengantin segera dikaruniakan keturunan

c. Manjalo tumpak dari para undangan, yang mana undangan yang memberikan tumpak adalah pihak laki-laki. pemberian tumpak adalah tanda kasih dari para undangan yang datang

d. Pinggan panungkunan, adalah pring yang berisi beras, sirih, sepotong daging dan uang lembar. Piring dan isinya adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat. arti dari isi piring tersebut adalah makanan minuman pertanda ucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, uang merupakan simbol penyerahan kurangnya mahar.

e. Penyerahan panandaion, secara simbolis yang diberikan langsung hanya

(25)

kurang lebih empat orang saja, yang disebut dengan suhi ampang na opat (emoat jaji dudukan) yang merupakan simbol agar keluarga pihak laki-laki mengenal keluarga pihak perempuan

f. Penyerahan tintin marangkup, orangtua perempuan memberikan uang dari sebagian sinamot kepada tulang atau paman pengantin laki-laki, sebagai tradisi pengantin pria mengambil putri Tulangnya untuk jadi istri meskipun bukan Putri kandungnya dan dari marga lain.

g. Pemberian Ulos sesuai dengan urutan status sosial-budaya yang dimiliki masing-masing pihak. Pemberian ulos harus sesuai aturan yang berlaku h. Mangolopkon atau mengamenkan dengan piring berisi beras dan uang

(biasanya ratusan lembar pecahan Rp 1000 yang baru) yang diserahkan kepada raja parhata. Raja parhata akan mengucapkan rasa syukur karena acara berjalan lancar.

Proses mewujudkan simbol-simbol sangat diperlukan, agar manusia mudah untuk memahami hubungannya dengan sang pemcipta, alam, dan sesama manusia.

Cassier mengatakan,manusia hidup dalam suatu dunia simbolis, Bahasa mite, deni, agama, adalah bagian-bagian dari dunia simbolis, sehingga pemikiran simbolis merupakan ciri yang menunjukkan kekhususan bagi kemajuan kebudayaan manusia (Enis Niken, 2010)”. Interkasi dari setiap tindakan simbolik yang terjadi dalam pernikahan adat Batak Toba menciptakan struktur sistem yang terus berkelanjutan hingga menciptakan sebuah kebiasaan.

(26)

4.3.3. Analisis Prosesi Marunjuk pada adat Batak Toba dalam mempertahankan identitas Budaya masyarakat Batak Toba di Majalengka

Secara sederhana Liliweri (2013) mengatakan “yang dimaksud dengan identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batasan-batasannya tatkala dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain”. Ini berarti bahwa kalau kita ingin mengetahui dan menetapkan identitas budaya, kita tidak hanya menentukan karakteristik atau ciri-ciri fisik semata tetapi juga mengkaji identitas budaya sekelompok manusia melalui tatanan berpikir, perasaan, dan cara bertindak, dan yang paling penting adalah tradisi adat istiadat mereka.

Sekarang ini manusia dengan mudah berpindah tempat melintasi pulau bahkan benua. Orang Batak sangat mudah dijumpai di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Di Majelengka sendiri banyak orang Batak yang merantau. Hal tersebut membuktikan bahwa orang-orang Batak yang merantau di Majalengka terbilang sudah lama, hingga banyak anak dan cucu mereka bahkan lahir dan besar di Majalengka. Untungnya, suku batak umumnya tetap terikat dengan adat istiadat budaya sukunya di manapun mereka berada. Sekalipun berada di daerah rantau yang jauh.

Orang Batak berusaha untuk mempertahankan identitas budaya sukunya dengan mendirikan himpunan atau kelompok sesuai marga dan melakukan pernikahan adat sesama suku Batak di daerah rantau tesebut. Untuk tradisi yang rumit seperti tradisi kepergian seseorang biasanya tetap dilakukan di daerah asal karena urutan dan prosesi yang rumit, Namun untuk pernikahan sudah sejak lama

(27)

orang-orang Batak yang di perantauan tetap melaksanakannya meski di perantauan.

Seperti informan penelitian yang di teliti yaitu pasangan baru menikah Ka Debby dan Bang Adi, mereka melakukan pernikahan adat Batak Toba di Majalengka dan peneliti berkesempatan datang dan meneliti langsung acara prosesi Marunjuk yang dilaksanakan mereka. Keduanya merupakan orang Batak yang lahir dan besar serta melangsungkan pernikahan di Majalengka.

Seperti yang dijelaskan oleh Samovar, Porter, dan McDaniel dalam (marhata sinamot), menyatakan bahwa “ethnicity or ethnic identity is derived from a sense of shared heritage, history, traditions, values, similar behaviors, area of origin, and in some instances, language”. Yang artinya menegaskan bahwa identitas budaya seseorang dapat terlihat dalam beberapa aspek seperti sejarah, tradisi, daerah asal, dan Bahasa. Pada penelitian ini identitas budaya yang dibentuk dan diungkapkan adalah identitas budaya yang berdasarkan pada kegiatan adat yaitu pernikahan adat Batak Toba. Orang Batak yang berada di perantauan tentu saja menjalankan tradisi daerah asal serta Bahasa asal yaitu Bahasa Batak dan hal- hal tersebut terdapat pada acara prosesi Marunjuk pernikahan adat Batak Toba.

Masyarakat Batak Toba yang ada di Majalengka merasa bahwa adat merupakan identitas diri mereka sehingga menjalankan sebuah adat mereka secara tidak langsung menyatakan bahwa dirinya merupakan bagian suku Batak Toba.

Dalam hal ini, identitas pribadi oleh masyarakat suku Batak Toba dapat pertahankan karena rasa memiliki mereka terhadap budayanya ataupun adat.Maka, Pola komunikasi pada pernikahan adat Batak Toba membentuk identitas pribadi orang Batak Toba dan mempertahankan identitas budaya

(28)

Sumber: Olahan Peneliti 2019

Bagan IV. 2

Hasil Pembahasan Penelitian

Pola Komunikasi pada Prosesi Marunjuk

pernikahan adat Batak toba dalam mempertahankn identitas budaya

1. Keterlibatan pihak-pihak bersangkutan untuk melancarkan acara

2. Komunikasi dua arah yang terjadi pada kedua raja parhata

3. Terdapat respon yang baik dari semua pesan yang disampaikan

1. Pandangan orang batak yang merantau terhadap menikah adat adalah hal yang penting

2. Orang tua mewariskan budaya dengan kurang intens

3. Anak-anak perantau tidak mempelajari menikah adat sebelum menikah

1. terdapat kesamaan makna pada simbol-simbol dalam prosesi 2. Bahasa yang digunakan Bahasa Batak Toba

3. tercipta struktur system yang terus berkelenjutan sehingga menjadi kebiasaan

Teori Interaksi Simbolik

Referensi

Dokumen terkait

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu: mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang merupakan catatan