• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN BIOAVAILABILITAS ABSOLUT DAN RELATIF

N/A
N/A
Faishal Abdulgani

Academic year: 2023

Membagikan "PENENTUAN BIOAVAILABILITAS ABSOLUT DAN RELATIF"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN BIOAVAILABILITAS ABSOLUT DAN RELATIF 15 November 2023

A. Tujuan Praktikum

1. Mampu membedakan Bioavailabilitas Absolut dan Relatif 2. Mampu menghitung Bioavailabilitas Absilut dan Relatif B. Teori Dasar

Bioavailabilitas Atau ketersediaan hayati menggambarkan fraksi dari dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Gambaran tersebut diartikan bahwa obat yang diberikan melalui Rute intravena (iv) Bioavailabilitas nya 100%. Namun jika diberikan melalui jalur lain seperti oral bioavailabilitasnya akan berkurang karena absorbsi yang tidak sempurna dan melewati metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas merupakan studi yang dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum disetujui. (1)

Bioavailabilitas yang membandingkan suatu sediaan yang diberikan secara ekstravaskular dengan pemberian intravena disebut Bioavailabilitas absolut, sedangkan Bioavailabilitas yang membandingkan ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat terhadap suatu standar yang diketahui merupakan Bioavailabilitas relatif. Ketersediaan obat di dalam sirkulasi sistemik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sifat fisikokimia obat, bentuk sediaan, waktu pengosongan lambung, pergerakan usus serta cara pemberian. (1)

Parameter farmakokinetika berfungsi untuk memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan dalam menguji kinetika, absorpsi, distribusi dan eliminasi Obat dalam tubuh (2). Parameter pharmacokinetic dibagi menjadi 3, Yaitu:

- Parameter primer (Harganya dipengaruhi oleh perubahan salah satu atau lebih variabel fisiologi terkait. Contoh: Ka, Fa, Vd, Clt, dan Clr

- Parameter sekunder, contoh : T1/2, ke, fe

- Parameter turunan, Contoh. : AuC 0-~, AUMC, Cpmaks, dan MRT.

AUC0-~ Menggambarkan besarnya bio apa yang dibilitas suatu obat oral atau obat oral tersebut dibandingkan dengan AUC0-~ Yang pada pemberian IV. T1/2 Adalah Waktu yang diperlukan untuk turunnya kadar obat dalam plasma atau serum pada fase eliminasi. (3)

(2)

C. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Spektrofotometri UV Paracetamol berbagai konsentrasi (pengenceran)

Kuvet Parasetamol Tab (dalam plasma)

Mikropipet Parasetamol Sirup (dalam plasma)

Tip Parasetamol Injek (dalam plasma

D. Prosedur Kerja

- Preparasi Parasetamol (larutan standar 1000 ppm)

Dilakukan pengenceran larutan parasetamol 1000 ppm menjadi 4 ppm dengan menambahkan 40 mcL larutan standar dan dilarutkan dalam 10 mL air. Menjadi 8 ppm dengan menambahkan 80 mcL larutan standar dan dilarutkan dalam 10 mL air.

Menjadi 10 ppm dengan menambahkan 100 mcL larutan standar dan dilarutkan dalam 10 mL air. Menjadi 12 ppm dengan menambahkan 120 mcL larutan standar dan dilarutkan dalam 10 mL air. menjadi 16 ppm dengan menambahkan 160 mcL larutan standar dan dilarutkan dalam 10 mL air. Kemudian masing masing

konsentrasi diukur absorbannya pada panjang gelombang 244 nm. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dan menentukan nilai R2 serta persamaan nya

- Penentuan Kadar Sample

Disiapkan 3 sediaan paracetamol dengan dosis yang berbeda yaitu tablet 250 mg, sirup 250 mg, dan injeksi 50 mg. kemudian masing masing sediaan diukur absorbansi nya pada Panjang gelombang 244 nm secara triplo. Kemudian absorbansi dicatat dan dihitung nilai Bioavailabilitas Absolut dan Relatif nya

E. Perhitungan

1. Penentuan Kurva Kalibrasi r2 = 0,958

a = -0,076 b = 0,0586

Persamaan : y = bx + a 2. Perhitungan Pegenceran

(3)

V1 . M1 = V2 . M2 V1 = 10x4

1000 = 0,04 mL / 40 mcL / 4 ppm V1 . M1 = V2 . M2

V1 = 10x8

1000 = 0,08 mL / 80 mcL / 8 ppm V1 . M1 = V2 . M2

V1 = 10x10

1000 = 0,10 mL / 100 mcL / 10 ppm V1 . M1 = V2 . M2

V1 = 10x12

1000 = 0,12 mL / 120 mcL / 12 ppm V1 . M1 = V2 . M2

V1 = 10x16

1000 = 0,16 mL / 160 mcL / 16 ppm 3. Perhitungan Kadar (masukan ke persamaan)

Tablet (x = ya b ) Tablet 1 : x = 0,693+0,078

0,0586 = 13,12 Tablet 2 : x = 0,598+0,078

0,0586 = 11,50 Tablet 3 : x = 0,594+0,078

0,0586 = 11,43 Rata-rata = 13,12+11,50+11,43

3 = 12,01

Sirup (x = ya

b )

Sirup 1 : x = 0,586+0,078

0,0586 = 11,29 Sirup 2 : x = 0,584+0,078

0,0586 = 11,26 Sirup 3 : x = 0,572+0,078

0,0586 = 11,05 Rata-rata = 11,29+11,26+11,05

3 = 11,2

(4)

Injeksi (x = ya

b )

Injeksi 1 : x = 0,127+0,078

0,0586 = 3,46 Injeksi 2 : x = 0,149+0,078

0,0586 = 3,83 Injeksi 3 : x = 0,163+0,078

0,0586 = 4,08 Rata-rata = 3,46+3,83+4,08

3 = 3,79

4. Bioavailabilitas Absolut (F = AUC uji x Div

AUC iv x Duji x 100%) Tablet dan Injeksi

F = AUC tablet x D iv

AUC iv x D tablet x 100%

F = 12,01x50

3,79x250 x 100% = 63%

Sirup dan Injeksi F = AUC sirup x D iv

AUC iv x D sirup x 100%

F = 11,2x50

3,79x250 x 100% = 59%

5. Bioavailabilitas Relatif (F = AUC uji x D p

AUC p x D uji x 100%) Tablet dan Sirup

F = AUC tablet x D sirup

AUC sirup x D tablet x 100%

F = 12,01x250

11,2x250 x 100% = 107%

Sirup dan Tablet

F = AUC sirup x D tablet

AUC tablet x D sirup x 100%

F = 11,2x250

12,01x250 x 100% = 93%

(5)

F. Hasil Pengamatan

Obat Dosis (mg) Kadar (mg)

AUC SD Absorban

Tablet 250

13,12 0,693

11,50 0,598

11,43 0,594

Rata-rata 12,01 0,628

Sirup 250

11,29 0,586

11,26 0,584

11,05 0,572

Rata-rata 11,2 0,580

Injeksi 50

3,46 0,127

3,03 0,149

4,08 0,163

Rata-rata 3,79 0,146

G. Pembahasan

Bioekivalen adalah dua produk obat yang mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis yang sama maka akan memberikan hasil bioavailabilitas yang sama sehingga efeknya akan sama dalam hal efikasi maupun keamanan. Uji ini diperlukan karena metode fabrikasi dan formulasi dapat mempengaruhi bioavailabilitas pada produk-produk obat .(4)

Pada praktikum kali ini dilakukan penelitian uji bioavaibilitas dan bioekivalesi.

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa suatu obat yang akan beredar di pasar telah melewati serangkaian pengujian antara lain untuk membuktikan bahwa obat tersebut memiliki khasiat seperti yang di harankan, aman digunakan dan tidak menimbulkan efek negative vang tidak diinginkan dengan proses produksi yang telah distandarisasi. Biasanya uji bioekivalensi ini dilakukan untuk pada obat generik agar dapat dipastikan apabila obat tersebut beredar di masyarakat memenuhi syarat bioekivalen. Dimana diartikan ketika seseorang mengonsumsi antara obat paten atau obat original yang mempunyai izin beredar selama 5 tahun dan telah habis masa edarnya dengan obat generik yang merupakan obat copy annya, maka pasien akan mendapatkan khasiat yang sama.

(6)

Tujuan uji bioekivalensi baik di pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu untuk menjamin bahwa obat copy yang beredar mempunyai standar yang sama dengan produk inovatornya. Apabila tidak tersedia inovatornya maka dapat digunakan pembanding dari obat yang sama dan dosis sama dengan obat uji yang dianggap mempunyai mutu paling baik. Dalam hal ini terdapat perbedan antara kebijakan WHO dan Indonesia. Pada hakekatnya diusahakan pembanding adalah produk inovator, namun menurut pedoman Indonesia apabila produk inovator tidak beredar di Indonesia atau tidak diketemukan lagi anovatornya diganti dengan obat yang dianggap standar oleh BPOM, sedangkan produk yang diharuskan untuk dilakukan uji bioekivalensi menurut draft Pedoman Uji Biockivalensi dan pedoman dari WHO. (5)

Uji bioekivalensi obat ini penting dilakukan karena pada kenyataannya, obat tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja, melainkan ditambahkan dengan bahan-bahan lain, selain itu adnya perbedaan dalam proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu obat sehingga pengujian ini harus dilakukan untuk mengetahui apakah obat yang di buat memiliki khasiat yang sama dengan obat standarnya. Pengujian bioekivalensi obat ini melibatkan manusia sebagai objek percobaan. Pengujian ini dilakukan dengan cara objek percobaan yaitu manusia diberikan obat uji dan obat standar dalam waktu yang tidak bersamaan. Kemudian sampel darahnya di ambil dan di ukur. Selanjutnya, hasil pengukuran dari kedua sampel yaitu obat uji dan obat standanya di bandingkan. Apabila hasilnya sama maka obat uji tersebut dapat dinyatakan bioekivalen dengan obat orisinilnya dan tentunya akan memberikan efek yang sama saat digunakan. Sedangkan bioavaibiltas itu sendiri merupakan suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (exetent) obat yang diabsorpsi dan kecepatan (rate) yang diabsorpsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F. Hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.

Pada pengujian pertama dilakukan perhitungan BA absolut (F) suatu sediaan obat berupa tablet dan sirup dengan konsentrasi 250 mg dan injeksi 50 mg dengan data kadar terlampir di hasil pengamatan.

Dan di dapatkan Bioavailabilitas Absolut Tablet dan Injeksi 63%, sedangkan Sirup dan Injeksi 59%. Selanjutnya, perhitungan Bioavailabilitas Relatif di dapatkan Tablet dan Sirup 107%, sedangkan Sirup dan Tablet 93%. Hasil ini masih baik karena

(7)

ketersediannya dalam darah masih tinggi yaitu sekitar 93% - 107%. Karena Kriteria nilai untuk BE yang baik atau seharusnya adalah 80 - 125% dan nilai diatas masih termasuk kedalam rentang yang artinya memenuhi kriteria BE yang baik.

H. Kesimpulan

1. Perbedaan bioavailabilitas absolut dan relative terletak pada pembanding nya, jika absolut dibandingkan dengan obat yang diberikan secara intravena, sedangkan relative dibandingkan dengan obat yang diberikan selain dari intravena

2. Mahasiswa mampu menghitung BA absolut dan Relatif menggunakan Rumus (F = AUC uji x Div

AUC iv x Duji x 100%) untuk bioavailabilitas absolut, dan menggunakan rumus (F = AUC uji x D p

AUC p x D uji x 100%) untuk bioavilabilitas relative

3. Uji bioekuivalensi dapat dilakukan dengan membandingkan obat yang akan di uji dengan obat standarnya. Kriteria obat yang memiliki BE yang baik adalah dengan nilai 80-125%. Dari pengujian yang dilakukan di dapatkan obat yang memenuhi kriteria BE yang baik.

4. Uji bioavaibilitas dan bioekuivalensi dapat dirancang untuk memastikan suatu obat memiliki kualitas yang baik dan memiliki efek yang sama sesuai dengan obat standarnya bila diberikan pada pasien.

I. Daftar Pustaka

1. Shargel, leon B, C Yu, Andrew. 2015. Biofarmasetika dan Farmakokinetika terapan, universitas airlangga, Surabaya

2. Donatus,I.A., 2005, Toksikologi Dasar, edisi II, 117-149, 187-197, bagian farmakologi dan farmasi klinik, fakultas farmasi universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

3. Setiawati, A, Suyatna, FD, dan Gan, Sulistia. 2017. Farmakologi dan terapi,

Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta

4. Abdou HM, Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence, Mack P Publishing Company, Easton-Pennsylvania, 1989,56, 151-153, 166-167.

(8)

5. Rustamiji, dan Sulato Saleh. 2005. Evaluasi Kebijakan Pengendalian Mutu Obat Dengan Uji Ketersediaan Hayati. Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran, UGM: Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Metode nilai jual relatif ini paling banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengalokasikan biaya kepada produk bersama karena harga jual atau nilai jual

PRINSIP DASAR PENENTUAN UMUR SIMPAN

1) Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage)- Adam Smith Teori keunggulan dari Adam Smith sering disebut dengan teori murni perdagangan internasional. dasar dari

Teori ini merupakan gabungan dari teori absolut dan juga teori relatif, disini terdapat suatu kombinasi antara pembalasan terhadap pelaku dan juga ketertiban masyarakat.

Menggabungkan kedua teori pidana (absolut dan relatif) bukan suatu jalan keluar, melainkan hanya suatu penyelesaian teoritis yang sifatnya tambal sulam. Pidana

adalah panjang antara titik pengukuran pada 20 °C, kelembaban relatif 30 %, dikoreksi jika diperlukan untuk efek penandaan yang digunakan, dinyatakan dalam milimeter (mm);. adalah

Pemaafan Korban sejajar dengan Teori Absolut yang Relatif/Teori Gabungan, yang hakikatnya memadukan tujuan pidana sebagai pembalasan terhadap pelaku tindak pidana dengan

Perhitungan Harga Pokok Produksi Usaha Sarung Sutera An’nisa Dari hasil Laporan Harga Pokok Produksi Usaha Sarung Sutera An’nisa yang akan dijadikan dasar penentuan harga jual untuk