• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI OPTIK Y KOTA BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI OPTIK Y KOTA BANDUNG "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN PENGETAHUAN OPTOMETRIS DAN

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI OPTIK Y KOTA BANDUNG

TAHUN 2023

Rani Gunawan1, Suparni2, Riyo Priyono3, Arief Wijaksono4 1Program Studi D3 Optometri, STIKes Dharma Husada Bandung

Email: ranigunawn2001@gmail.com

2Program Studi D3 Optometri, STIKes Dharma Husada Bandung Email: nsuparni@stikesdhb.ac.id

3Program Studi D3 Optometri, STIKes Dharma Husada Bandung Email: priyono51@gmail.com

4Program Studi D3 Optometri, STIKes Dharma Husada Bandung Email: awicaksono2403@gmail.com

ABSTRACT

An optometrist must think about the application of occupational safety and health in optics and be able to guarantee the safety and health of health workers to provide perfect refractive services and create maximum results. It is hoped that optical health workers can work safely and comfortably and maintain good physical and mental health. The purpose of this study was to determine the level of knowledge and application, to determine the use of personal protective equipment (PPE), to find out whether the lighting contrast in the refraction examination room was in accordance with the regulations set by the ministry of health. At this stage, qualitative research plays a role in proving and deepening the data to be obtained from the research results obtained. It was found that 3 informants who were optometrists knew about Occupational Safety and Health but they were confused about explaining Occupational Safety and Health. According to observations made by researchers, Y optics provides PPE in the form of goggles, efron's or lab coats and gloves for employees, but many employees do not use the PPE. As for the researchers conducting a lighting test in the Y optical refraction examination room in Bandung city, it was found that the lighting did not comply with the law on refraction or optometry service standards.

Keyword : Optics, Occupational safety and health, Applications, PPE, Lighting

ABSTRAK

Seorang optometris harus memikirkan penerapan Keselamatan dan kesehatan kerja di optik dan dapat menjamin keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan refraksi yang sempurna dan menciptakan hasil yang maksimal. Maka diharapkan tenaga kesehatan optik dapat bekerja dengan aman dan nyaman serta mempertahankan

(2)

2 kesehatan fisik dan mental yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan penerapan, mengetahui penggunaan alat pelindung diri (APD), mengetahui kontras pencahayaan di ruangan pemeriksaan refraksi apakah sudah sesuai yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Pada tahap ini penelitian kualitatif berperan untuk membuktikan dan memperdalam data yang akan diperoleh hasil penelitian yang didapat.

Didapatkan 3 orang informan yang merupakan optometris mereka mengetahui tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja akan tetapi mereka kebingungan untuk menjelaskan tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja. Menurut observasi yang dilakukan oleh peneliti, optik Y memberikan APD berupa kacamata goggles,efron's atau jas lab dan sarung tangan untuk para pegawai akan tetapi para pegawai banyak yang tidak menggunakan APD tersebut.

adapun peneliti melakukan tes pencahayaan di ruangan pemeriksaan refraksi optik Y kota Bandung didapatkan bahwa pencahayaan tidak sesuai dengan undang-undang tentang standar layanan refraksi atau optometri.

Kata Kunci : Optik, Keselamatan dan Kesehatan kerja, Penerapan, APD, Pencahayaan

I. PENDAHUAN

Tujuan dari kesehatan kerja adalah untuk menjaga kesejahteraan fisik, mental, dan sosial karyawan di tempat kerja.

Beberapa tujuan dari kesehatan kerja antara lain: Mencegah cedera dan penyakit akibat pekerjaan, Meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan, Meningkatkan kesejahteraan karyawan, Meningkatkan kualitas hidup, Menjaga kepatuhan dan meminimalkan risiko hukum.

(Produktivitas et al., 2016) Resiko yang sering dialami oleh pegawai optik adalah resiko kecelakaan kerja dapat terluka akibat terkena bahan kimia saat membersihkan lensa atau mengasah kaca mata.

Selain itu, karyawan optik juga bisa terjatuh, terpeleset, atau terkena benda tajam yang berbahaya di tempat kerja.

Optikal adalah fasilitas layanan kesehatan yang memberikan layanan refraksi, layanan koreksi kacamata dan layanan lensa kontak. (Indonesia,

2016) Tidak banyak optometris yang mempelajari ilmu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) hal tersebut menyebab ketidaktahuan dan tidak menerapkannya di optik tempat kerjanya. Beberapa optikal tidak menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dapat mengalami kecelakaan kerja, padahal banyak sekali potensi kecelakaan kerja baik secara fisik dan mental.

Optik Y adalah toko alat bantu penglihatan yang telah beroperasi sejak tahun 1983 dan terletak di kota Bandung. Mereka memiliki izin resmi dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, yang memungkinkan mereka melayani pelanggan yang menggunakan BPJS Kesehatan. Kegiatan utama mereka adalah menjual bingkai dan lensa kepada pelanggan, dan pesanan pelanggan dicatat dalam satu nota sebagai data transaksi penjualan. Dikarenakan optik Y melayani pelanggan BPJS maka banyak sekali rumah sakit melakukan rujukan ke optik Y, oleh

(3)

3 karena itu optik Y melakukan

pemeriksaan refraksi dan melakukan Faset secara terus menerus dalam waktu yang lama.

Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu pekerja di optik Y kota Bandung diperoleh informasi mengenai beberapa hal yang terkait dengan pemeriksaan refraksi, pengorderan faset, dan penggunaan APD saat melakukan proses faset. Setiap harinya terdapat 10-20 pasien yang melakukan pemeriksaan refraksi dan sekitar 20-30 pasien yang membuat kacamata di optik Y tersebut. Pada penggunaan APD pekerja yang ditugaskan di ruangan faset tidak melakukan penggunaan APD.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Notoatmodjo dalam Naomi (2019) pengetahuan (knowledge) merupakan hasil

“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra, yakni:

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga.(Suparyanto dan Rosad (2015, 2020)

Menurut para ahli keselamatan kesehatan kerja (K3) adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi karyawan dari segala jenis bahaya atau risiko yang mungkin terjadi saat bekerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan aman dan nyaman tanpa mengalami gangguan kesehatan atau cidera. Selain itu, K3 juga bertujuan untuk memastikan bahwa lingkungan kerja dan alat-alat yang digunakan oleh karyawan aman

dan sehat untuk digunakan.

Beberapa ahli juga mengaitkan K3 dengan kesejahteraan karyawan dan peningkatan produktivitas perusahaan.(Pratama & Dr. Ina Ratnamiasih, SE.,MSi, 2019)

Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) juga diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja. Berikut adalah beberapa pasal yang terkait dengan K3 dalam undang-undang tersebut:

Pasal 87 ayat (1) berisi kewajiban bagi pengusaha untuk melindungi keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja dan lingkungan kerja.

Pasal 88 ayat (1) berisi kewajiban bagi pengusaha untuk membuat dan melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

Pasal 89 berisi kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan perlindungan bagi pekerja yang bekerja dalam lingkungan kerja yang berbahaya atau berisiko tinggi.

Pasal 90 berisi kewajiban bagi pengusaha untuk menyediakan peralatan kerja yang aman dan

sehat bagi

pekerja.(KEMENPERIN, 2003) Menurut para ahli, keselamatan kesehatan kerja (K3) adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi karyawan dari segala jenis bahaya atau risiko yang mungkin terjadi saat bekerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan aman dan nyaman tanpa mengalami gangguan kesehatan atau cidera. Selain itu, K3 juga bertujuan untuk memastikan bahwa lingkungan kerja dan alat-alat yang

(4)

4 digunakan oleh karyawan aman

dan sehat untuk digunakan.

Beberapa ahli juga mengaitkan K3 dengan kesejahteraan karyawan dan peningkatan produktivitas perusahaan.(Pratama & Dr. Ina Ratnamiasih, SE.,MSi, 2019)

Alat Pelindung Diri disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2010)

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tindakan terpenting dalam melakukan pekerjaan yang menggunakan seperangkat alat atau mesin oleh tenaga kerja guna melindungi seluruh atau sebagian tubuh terhadap kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan kerja. Penggunaan APD adalah tahap terakhir dalam mengatasi dan mengendalikan potensi bahaya atau kecelakaan. Adapun alat pelindung diri yang sering digunakan pada optik antara lain:

a. Masker, untuk melindungi pernapasan guna masuknya serpihan atau debu kaca pada saat faset.

b. Kacamata/google, untuk melindungi bagian kaca dari percikan potongan lensa.

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan metode observasi kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seorang optometris yang bekerja di optik Y kota Bandung. Dalam penelitian ini sempel yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan para optometris.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam kepada para optometris.

 Tingkat Pengetahuan Optometris Tentang Kesehatan Keselamatan Kerja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 1,2, dan 3 tingkat pengetahuan optometris tentang kesehatan dan keselamatan kerja, mereka memiliki perbedaan pendapat pada pertanyaan yang pertama bahwa informan 1 tidak mengetahui kepanjangan dari K3 dan informan 2 dan 3 memiliki jawaban yang sama.

Sebagian besar mereka lebih mementingkan kebersihan dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Pegawai pada saat bekerja. Pada saat para informan diberikan pertanyaan tampak dari mereka kebingungan untuk menjawab pertanyaannya tersebut, mereka memberitahukan apa yang mereka pahami tentang K3 tersebut.

Saat peneliti memberikan pertanyaan tentang K3 dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, mereka memiliki jawaban yang sama. Mereka mengetahui bahwa penerapan K3 dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat bekerja, maka dari itu penggunaan APD diwajibkan untuk pegawai di ruangan faset untuk terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat bekerja.

(5)

5

 Kebijakan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Berikut hasil wawancara dengan para informan tentang Kebijakan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mereka memiliki persamaan pendapat. Di optik Y memiliki kebijakan K3 dan menurut observasi peneliti melihat bahwa pegawai sudah memahami kebijakan yang sudah ditetapkan oleh optik akan tetapi pegawai tidak melakukan kebijakan tersebut.

Di optik Y tidak ada yang meletakan poster tentang K3, akan tetapi mereka meletakan tanda peringatan bahaya di setiap mesin yang berpotensi berbahaya. Para pegawai juga sering diingatkan untuk berhati- hati pada saat bekerja.

Para pegawai yang bekerja dioptik Y tidak pernah melakukan pelatihan pada saat terjadinya bencana alam contonya gempa, mereka tidah tau bagaimana cara mengevakuasi diri sendiri yang mereka tau adalah pada saat terjadi gempa para pegawai hanya melarikan diri menuju keluar bangunan atau toko. Para pegawai juga tidak tau bagaimana cara mengevakuasi klien dan mesin atau alat bilamana terjadi gempa.

 Usaha-usaha untuk

melaksanakan kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja.

Berikut hasil wawancara dari para informan mengenai

usaha-usaha untuk

melaksanakan kebijakan keselamatan dan Kesehatan

kerja. Pada pertanyaan cara perawatan alat-alat optik para informan menjawab bahwa para pegawai sudah paham dan mengetahui cara perawatan alat- alat optik. Para pegawai biasanya melakukan merapikan alat yang digunakan pada saat selesai digunakan dan membersihkan pada saat akan tutup. Setiap alat pasti mempunyai potensi bahaya untuk pekerja yang menggunakan mesin atau alat, mesin, mesin atau alat yang berada di optik Y kota Bandung selalu diberikan service 3 bulan sekali pada mesin yang sudah di perbaiki atau rusak sebelumnya dan begitu juga pada mesin yang tidak pernah rusak.

Ruangan kerja optik Y terhitung sempit 3x10 m2 apalagi yang berada di ruangan pemeriksaan refraksi dan pelayanan yang dimana hanya dibatasi etalase sehingga menyulitkan orang yang berlalu larang. Ruangan pemeriksaan refraksi dan etalase hanya disisakan satu ubin atau keramik untuk orang yang berlalu larang ditambah lagi apabila seorang klien yang membawa anak kecil yang tidak ingin jauh dari orang tuanya maka akses untuk berlalu larang terhambat. Lantai 2 yang dikhususkan untuk ruangan laboratorium faset, penyimpanan stok berupa kacamata dan lensa, dan juga mesin yang rusak atau tidak bisa digunakan kembali. Lantai 2 juga mempunyai permasalahan dari penata ruangan yaitu stok atau persediaan kacamata dan lensa berada di depan tangga masuk atau keluarnya para pegawai.

(6)

6 APD (Alat Pelindung Diri)

pimpinan optik Y yang memberikan ke pegawai berupa kacamata google, sarung tangan, apron, dan hand sanitizer untuk yang lain seperti masker pegawai harus menyediakan sendiri.

 Sanksi yang akan diterima pekerja jika melanggar aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Berikut hasil wawancara dari para informan bahwa pendapat mereka sama tentang sanksi yang ditetapkan di optik Y hanya teguran berupa lisan dan tidak ada lagi sanksi yang lain. Teguran itu juga hanya berisi peringatan dan untuk selalu berhati-hati dalam pekerjaan.

 Aturan keselamatan dan Kesehatan kerja yang diterapkan.

Pada hasil wawancara yang mengenai aturan-aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja pihak optik Y kota Bandung mengambil aturan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan menyesuaikan dengan peraturan K3 di rumah sakit, dikarenakan optik Y kota Bandung bekerja sama dengan BPJS dan rumah sakit setempat.

Untuk aturan-aturan keselamatan kerja para pegawai sudah mengetahui tentang aturan tersebut akan tetapi beberapa pegawai tidak menerapkan aturan-aturan tersebut.

Untuk menangani

kecelakan kerja bagi pegawai di optik Y sudah memiliki BPJS rumah sakit dan BPJS

ketenagakerjaan yang dimana sudah disiapkan oleh pihak optik untuk pegawai.Selain pihak optik memberikan BPJS bagi para pegawai juga memberikan pelayanan refraksi dan juga kacamata untuk memudahkan para pegawai bekerja, adapun pihak optik yang menyediakan APAR untuk antisipasi apabila terjadi kebakaran.

Cara pengontrolan bahaya di optik Y yaitu berupa service atau pemeriksaan di semua mesin yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan mesin tidak harus mesin lama atau mesin yang rusak tetapi juga mesin yang baru juga dilakukan pemeriksaan supaya mengetahui identifikasi bahaya di setiap mesin. Pihak optik juga memberikan tanda peringatan bagi mesin yang mempunyai potensi bahaya untuk para pegawai yang bekerja. Selain itu juga para pegawai diharuskan berinisiatif apabila ada nya resiko kecelakaan bagi para pegawai, klien, dan pengunjung jikalau terdapat bahaya.

 Pelaksaan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

Berikut hasil dari wawancara dengan para informan mengenai alat pelindung diri yang digunakan pada proses faset para informan menjawab hal yang sama yaitu dengan memenuhi standarisasi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pihak optik hanya memberikan APD berupa kacamata goggles,efron's atau jas lab dan sarung tangan dan para pegawai wajib membawa masker pribadi.

laboratorium faset para pegawai

(7)

7 yang bekerja di sana diwajibkan

menggunakan sepatu supaya melindungi kaki dari serpihan kaca akan tetapi para pegawai lebih memilih menggunakan sandal jepit dikarenakan nyaman beraktivitas saat bekerja.

Prosedur alat pelindung diri tidak tertulis secara jelas sehingga para informan dan para pegawai tidak mengetahui bagaimana cara penggunaan alat pelindung diri apakah sudah sesuai atau belum dengan peraturan yang ada. Pihak optik mengatakan para pegawai sudah mengajarkan bagaimana cara penggunaan alat pelindung diri pada saat pandemi, para pegawai juga diharuskan mencari tahu sendiri bagaimana cara menggunakan prosedur alat pelindung diri.

Penggunaan APD di optik Y lebih difokuskan ke pegawai yang bekerja di ruangan faset dikarenakan banyak sekali mesin atau alat, serpihan kaca dan lain-lain yang bisa membahayakan para pekerja.

Pada saat pandemik semua

pegawai diwajibkan

menggunakan APDnya akan tetapi setelah pandemik berlalu APD digunakan oleh pegawai atas kesadarannya. Menurut observasi peneliti yang sering menggunakan APD adalah pegawai yang bekerja di lantai 1 dikarenakan berkontak langsung pada klien, klien itu sendiri banyak dari pasien rumah sakit lalu dirujuk ke optik Y kota Bandung. Pegawai yang bekerja di ruangan faset jarang menggunakan APD padahal APD sudah disediakan oleh pihak optik untuk keselamatan kerja.

Adapun peneliti melakukan perhitungan intensitas cahaya di ruangan pemeriksaan refraksi, berikut hasil perhitungan intensitas cahaya.

Waktu Penelitian : 13.00-14.00 WIB berdasarkan metode pengukuran pencahayaan general, didapatkan hasil sebagai berikut:

Perhitungan luas ruangan pemeriksaan refraksi

L = panjang (p) x lebar (l) L = 4 m x 1,2 m

L = 4,8 meter Titik penguku

ran

Kondisi pencahay

aan lantai Lampu

nyala

Tingkat 1 258

pencahay aan

2 225

3 201

4 180

Pengukuran pencahayaan secara general dilakukan di 4 titik dalam ruang pemeriksaan refraksi, diperoleh rata rata pengukuran :

𝑥 = P1 + P2 + P3 + P4 4

𝑥 = 258+225+201+180 4

𝑥 = 216 Lux

(8)

8 cd = Lux x m2

cd= 216 x 4,8 cd= 1.036

4 cd= 259,2

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pengukuran general ruang pemeriksaan refraksi diperoleh hasil sebesar 216 Lux.

Berdasarkan Keputusan PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 tentang standar pelayanan refraksi optisi atau optometri, pengukuran Cahaya dalam ruangan untuk pemeriksaan refraksi adalah 120 cd/m2

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan:

1. Pengetahuan optometris tentang keselamatan dan kesehatan kerja di optik Y kota Bandung, mereka cukup mengetahui tentang K3.

2. Penggunaan alat pelindung diri pada pegawai di optik Y kota Bandung, APD sendiri sudah disediakan oleh pihak optik akan tetapi tidak sepenuhnya menggunakan APD tersebut khususnya yang bekerja di ruangan Faset.

3. Intensitas pencahayaan di ruangan pemeriksaan refraksi di optik Y kota Bandung sudah sesuai dengan standar yang sudah di tetapkan oleh undang- undang tentang standar pelayanan refraksi optisi atau ooptometri.

Saran:

Perlunya memahami betapa pentingnya K3 dan penggunaan APD ditempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Tjetjep Samsuri, M. P. (2003). Kajian Teori, Kerangka Konsep Dan Hipotesis dalam Penelitian. KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HlPOTESlS DALAM PENELlTl AN, 1–7.

http://repository.unp.ac.id/1656/1/TJE JEP SAMSURI_209_03.pdf

Hasanah, H. (2017). Teknik-Teknik

Observasi. 8(1), 21.

https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1163 Hidayatullah, M. F. (n.d.). kesehatan

keselamatan kerja pada pemeriksaan refraksi subyektif penderita presbyopia dengan status refraksi astigmatismus di optik pro temanggung.

Indonesia, permenkes nomor 1 tahun 2016.

(2016). permenkes nomor 1 tahun

2016 PENYELENGGARAAN

OPTIKAL DENGAN RAHMAT

TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA. 4(1), 64–

75.

Jasna, J., & Dahlan, M. (2019). Hubungan Intensitas Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Penjahit Di Kabupaten Polewali Mandar. J-KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(1), 48.

https://doi.org/10.35329/jkesmas.v4i1 .235

KEMENPERIN. (2003). Undang - Undang RI No 13 tahun 2003.

Ketenagakerjaan, 1.

Kurniawan, Y., Kurniawan, B., & Ekawati.

(2018). Hubungan Pengetahuan, Kelelahan, Beban Kerja Fisik, Postur Tubuh Saat Bekerja, dan Sikap Penggunaan APD dengan Kejadian Kecelakaan Kerja (Studi Pada Aktivitas Pengangkatan Manual di Unit Pengantongan Pupuk Pelabuhan Tanjung Emas) Semarang. Jurnal

(9)

9 Kesehatan Masyarakat, 6(4), 393–

401.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.ph p/jkm/article/view/21444

Mahdi, m ivan. (2022, April 28). “Kasus Kecelakaan Kerja di Indonesia Alami Tren Meningkat”.,. Data Indonesia, 1.

https://dataindonesia.id/sektor- riil/detail/kasus-kecelakaan-kerja-di- indonesia-alami-tren-meningkat Mastang Ambo Baba. (2017). Analisis

Data Penelitian Kuantitatif. Penerbit Erlangga, Jakarta, June, 1–188.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

(2010). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi,VII(8),1–69.

https://indolabourdatabase.files.word press.com/2018/03/permenaker-no-8- tahun-2010-tentang-apd.pdf

Muis, D. U. (2018). pengetahuan pada masyarakat. 1–14.

Prasetyo, M. S. T. (n.d.). Kesehatan dan keselamatan kerja pada proses faset lensa organik di optik pro temanggung.

Pratama, J., & Dr. Ina Ratnamiasih, SE.,MSi. (2019). PENGARUH

KESELAMATAN KESEHATAN

KERJA (K3) DAN INSENTIF

TERHADAP KINERJA

KARYAWAN DENGAN

KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Karyawan PT. Satria Graha Bandung). i, 16–45.

Produktivitas, D., Pegawai, K., Pemberdayaan, B., Bpm, M., &

Solok, K. (2016).

http://dx.doi.org/10.22202/economica .2015.v4.i1.262. 4(1).

Purwanto, N. (2019). Variabel Dalam Penelitian Pendidikan. Jurnal Teknodik, 6115, 196–215.

https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i 0.554

Sandra, A. (2017). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT Sumber Sawit Sejahtera Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. 11–34.

https://repository.uir.ac.id/4792/3/BA B II.pdf

Setiawan, N. (2019). Metodologi penelitian : pengolahan dan analisis data. Inspektorat Jendral Derpartemen Pendidikan Nasional, 25–

27.https://pustaka.unpad.ac.id/wpcont ent/uploads/2009/03/pengolahan_dan _analisis_data.pdf

Standar Nasional Indonesia SNI SNI-03- 6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung.

Suparyanto dan Rosad. (2020).

Fatogenesis Dislipidemia. Suparyanto Dan Rosad, 5(3), 248–253.

Suparyanto dan Rosad (2015. (2020).

Pengertian Pengetahuan. Suparyanto Dan Rosad (2015, 5(3), 248–253.

Suryanto, D. (2020). Etika Penelitian.

Berkala Arkeologi, 25(1), 17–22.

https://doi.org/10.30883/jba.v25i1.90 6

YUSUF.pdf, M. (n.d.). Kesehatan dan keselamatan kerja pada proses faset manual lensa mineral di optik kornea magelang

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dapat terjadi karena pada saat pengunjung hendak membeli makanan dan minuman yang ada di Teras Malioboro 1 melihat penjamah makanannya menggunakan Alat Pelindung

DEFINISI ALAT PELINDUNG DIRI APD Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association, personal protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat