• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD di Kabupaten Sidenreng Rappang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD di Kabupaten Sidenreng Rappang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JOURNAL OF EDUCATION

Vol. 2 No. 5, 2022

Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD di Kabupaten Sidenreng Rappang

Application Of The Problem Solving Learning Model In Increase Learning Outcome Of IPS Students Grade V SD In Regencysidenreng Rappang

Dewi Sinta Asri*, Yulia, Musfirah Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Makassar, Parepare, Indonesia

*Penulis Koresponden : [email protected]

ABSTRAK

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu rendahnya hasil belajar muatan IPS siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang. Rumusan masalah adalah bagaimanakah penerapan model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan proses belajar siswa tentang jenis usaha ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang dan apakah menerapkan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil belajar tentang jenis usaha ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan proses dan hasil belajar siswa tentang jenis usaha ekonomi dengan menerapkan model pembelajaran problem solving. Setiap siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dari pelaksanaan diperoleh data yang dikumpulkan dengan teknik observasi, tes hasil belajar dan dokumentasi. Berdasarkan data yang diperoleh selama pelaksanaan siklus I dan II, diperoleh hasil penelitian untuk siklus I pada fokus proses berada dalam kategori Cukup (C) dan pada fokus hasil berada dalam kategori Cukup (C). Sedangkan untuk siklus II pada fokus proses berada dalam kategori Baik (B) dan pada fokus hasil berada dalam kategori baik (B). Simpulan pada penelitian ini bahwa proses dan hasil belajar muatan IPS tentang jenis usaha ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving mengalami peningkatan.

Kata Kunci: Model Problem Solving; Hasil Belajar; Jenis Usaha Ekonomi

ABSTRACT

The problem in this research is the low learning outcomes of social studies content for fifth grade students of UPT SD Negeri 10 Pangkajene, Sidenreng Rappang Regency. The problem in this study is how to apply problem solving learning models in improving student learning processes about the type of economic business for class V students at SD Negeri 10 Pangkajene, Sidenreng Rappang Regency and whether applying problem solving learning models can improve learning outcomes about types of economic business for class V students. UPT SD Negeri 10 Pangkajene, Sidenreng Rappang Regency. This study aims to determine the improvement of the process and student learning outcomes about the type of economic business by applying a problem solving learning model. Each cycle includes the planning, implementation, observation and reflection stage. Based on data obtained during the implementation of cycle I and II, the results of the research for cycle I on the focus of the process is in the category enough (C) and on the focus of the results in the category enough (C). As for cycle II on the focus of the process is in a good category (B) and on the focus of the results in the category either (B). The conclusion in this study is that the process and learning outcomes of social studies content about the type of economic business for the fifth grade students of UPT SD Negeri 10 Pangkajene Regency Sidenreng Rappang by applying the model of Problem Solving has increased.

Keywords: Model Solving Model; Learning Outcomes; Type Of Economic Business

(2)

1. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan upaya membantu siswa menuju kearah yang lebih baik. Menurut Sujana (2019) menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran untuk menumbuh nilai-nilai filosofis dan budaya suatu Negara, sehingga pendidikan dilihat secara filosofi yang merujuk pada kejelasan pada landasan pendidikan itu sendiri. Lebih lanjut sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dinyatakan bahwa :

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Kurikulum yang digunakan di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pedoman dalam pembelajaran berupa rancangan atau perencanaan mengenai isi, bahan, dan jalannya proses belajar mengajar. Kurikulum memiliki tujuan mempersiapkan manusia Indonesia dalam memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kemendikbud, 2013).

Proses pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dan siswa yang bertujuan untuk mengembangkan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik siswa. Sehingga proses pembelajaran ditandai dengan interaksi secara sadar antara guru dan siswa. Interaksi ini berasal dari guru untuk memulai proses pembelajaran dan kegiatan pembelajaran secara pedagogis pada siswa, berproses secara sistematis melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak dilakukan begitu saja, melainkan memerlukan proses dan tahapan- tahapan tertentu. Guru memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran agar dapat belajar dengan baik.

Hakim et al (2021) menyatakan bahwa seorang guru sekolah dasar memegang peranan penting dan strategis dalam mengembangkan kemampuan siswa terutama dalam membentuk karakter siswa dan mengembangkan potensi dasar siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 4 Januari 2022 dengan melihat aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, sebagian siswa kurang aktif

dalam proses pembelajaran sehingga siswa kurang memahami materi. Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada wali kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene dengan hasil tanya jawab yang menyatakan bahwa guru kurang menggunakan model pembelajaran yang bervariasi yang dapat membantu siswa memahami materi. Guru masih menggunakan ceramah di dalam kelas.

Padalah penggunaan metode ceramah, hanya ranah kognitif yang berkembang sedangkan, ranah afektif dan psikomotorik kurang dikembangkan.

Berdasarkan pada perolehan data yang diperoleh pada tanggal 5 Januari 2022 yang menunjukkan bahwa siswa kelas V terdiri dari 22 siswa yaitu 6 orang laki-laki dan 16 orang perempuan dengan perolehan nilai harian muatan IPS siswa dengan rata-rata 69,4. Dari 22 siswa hanya 10 anak yang mencapai nilai ≥ 75 SKBM dengan persentase sebesar 45,45% sedangkan 12 anak lainnya belum mencapai nilai ≥ 75 SKBM dengan persentase sebesar 54,54%.

Data tersebut menunjukkan hasil belajar muatan IPS siswa di kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene masih ada yang belum mencapai SKBM yang disebabkan oleh dua aspek, yaitu aspek guru dan aspek siswa. Aspek dari guru yaitu 1).

Penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariasi.

2). Guru kurang memberikan masalah kepada siswa untuk dipecahkan. 3). Guru kurang memberikan waktu siswa untuk presentasi di depan kelas.

Sedangkan dari aspek siswa yaitu 1). Siswa kurang perhatian dalam pembelajaran, 2). Siswa kurang aktif dalam mencari penyelesaian tugas dalam bekerja kelompok. 3).

Siswa kurang percaya diri mengungkapkan pandangannya di depan kelas.

Menyikapi permasalahan di atas, maka peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa muatan IPS pada materi “Jenis Usaha Ekonomi” dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving guna untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran Problem Solving adalah model pembelajaran yang lebih memberikan penekanan pada cara berpikir siswa untuk berpikir kritis dalam proses belajar agar dapat memecahkan sebuah masalah.

Oktavia Wahyu Ariyani & Prasetyo (2021) Menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Solving merupakan upaya meningkatkan hasil belajar melalui proses secara ilmiah baik dalam menilai, menganalisis, menelaah, dan memahami sebuah keberhasilan. Model pembelajaran Problem Solving dapat menstimulus kemampuan berpikir siswa untuk mencari informasi dan menganalisis kebenaran informasi dari sumber lain. Problem Solving dapat membuat perubahan pola berpikir bagi siswa baik dalam

(3)

memahami, memperhatikan, menganalisa, maupun memecahkan suatu masalah dengan baik dan benar.

Dengan Problem Solving dapat membantu siswa menyelesaikan masalah pembelajaran karena dapat melatih cara berpikir dan bernalar siswa dalam menganalisis masalah, mencari jawaban, mengembangkan kemampuan, menarik kesimpulan, dan dapat memecahkan masalah serta dapat menyampaikan informasi yang didapatkan.

Penelitian ini dianggap penting karena penerapan model pembelajaran Problem Solving akan meningkatkan hasil belajar siswa pada materi jenis usaha ekonomi di kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene sehingga diharapkan siswa dapat berpikir kritis agar dapat memecahkan masalah.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah sebuah teknik dan strategi yang dijadikan sebagai konsep dan pedoman untuk melaksanakan sebuah proses pembelajaran guna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Menurut Ariyanto et al (2018) Menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, termasuk dalam penyusunan RPP, menyusun materi, menentukan tujuan pembelajaran, menentukan langkah-langkah pembelajaran, pengelolaan kelas dan lingkungan dalam pembelajaran.

Syahid et al (2021) Menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan seperangkat strategi yang meliputi latar belakang, prosedur pembelajaran, sistem pendukung dan evaluasi pembelajaran yang ditujukan bagi guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang dapat diukur. Kemudian menurut Ponidi et al (2021) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu proses perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan salah satu bentuk pendekatan yang digunakan dalam rangka membentuk perubahan perilaku peserta didik agar dapat meningkatkan motivasi dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan proses pembelajaran di kelas guna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang di dalamnya terdiri dari rancangan pembelajaran, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, materi, teknik, metode, media, dan bahan ajar lainnya. Model pembelajaran juga

merupakan satu bentuk pendekatan yang digunakan dalam rangka membentuk perubahan perilaku peserta didik agar dapat meningkatkan motivasi dalam proses pembelajaran.

2.2. Model Pembelajaran Problem Solving

Model pembelajaran Problem Solving adalah model pembelajaran berbasis pemecahan masalah yang menekankan pada siswa berpikir kritis, aktif dalam pembelajaran, dan memperkuat daya ingat siswa. Ariyanto et al (2018) menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Solving merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulasi anak didik untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah kemudian menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Lebih lanjut, Ahmadi (2013) menyatakan bahwa model Problem Solving adalah penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran dengan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama- sama

Rohani et al (2021) model pembelajaran Problem Solving adalah suatu proses pembelajaran yang menggunakan kesiapan mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Solving adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, menelaah, dan mencari tahu tentang sebuah topik atau permasalahan guna untuk memecahkan suatu masalah secara cermat baik secara individu maupun kelompok.

Tujuan model pembelajaran Problem Solving menurut Rohani et al (2021) menyatakan bahwa tujuan utama dari penggunaan model pembelajaran Problem Solving adalah:

1) Mengembangkan kemampuan berpikir, terutama didalam mencari sebab-akibat dan tujuan suatu masalah.

Metode pembelajaran ini melatih peserta didik dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah- langkah apabila akan memecahkan suatu masalah.

2) Memberikan kepada peserta didik pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan hidup sehari-hari. Metode pembelajaran ini memberi dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana cara-cara memecahkan masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan menghadapi masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.

(4)

Langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving yang harus diterapkan. Menurut Shoimin (2014) yaitu:

1) Masalah sudah ada dan materi di berikan

2) Siswa diberi masalah sebagai pemecahan/diskusi, kerja kelompok.

3) Masalah tidak dicari (sebagaimana pada problem based learning dari kehidupan mereka sehari-hari).

4) Siswa ditugaskan mengevaluasi (evaluating) dan bukan grapping seperti pada Problem Based Learning 5) Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang

diberikan sebagai hasil akhir.

Sementara Muliawan (2016:263) dalam Harefa (2020) menguraikan langkah-langkah penerapan model pembelajaran Problem Solving sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah atau kasus yang akan diberikan pada siswa.

2) Guru menyampaikan materi pelajaran pokok kepada siswa sebagai pengantar.

3) Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kerja sebagai langkah awal.

4) Guru memberikan satu jenis masalah atau kasus pada tiap kelompok kerja siswa untuk di selesaikan.

5) Siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

6) Guru memberi pendampingan dan arahan yang di perlukan agar siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi

7) Selama bekerja dan menyelesaikan masalah, siswa di perbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri.

8) Setelah siswa berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi, siswa diminta membuat laporan dan kesimpulan akhir.

9) Tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain.

Berdasarkan beberapa langkah-langkah di atas maka yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah menurut Muliawan (2016:263) dikarenakan langkah- langkah tersebut lebih terperinci.

Model pembelajaran Problem Solving memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu menurut Rohani et al (2021) menyatakan bahwa kelebihan model pembelajaran Problem Solving, yaitu:

1) Mengajarkan siswa untuk menghadapi masalah atau situasi rumit yang timbul secara spontan

2) Siswa menjadi aktif, kreatif dan bertanggung jawab 3) Pendidikan lebih dominan dengan kehidupan.

Sedangkan kekurangan model pembelajaran Problem Solving, yaitu:

1) Sangat susah menentukan masalah yang benar-benar cocok dengan tingkat kemampuan siswa.

2) Memerlukan waktu yang lama dibandingkan dengan model pembelajaran lain.

3) Siswa yang pasif dan malas akan tertinggal.

4) Sangat susah untuk mengorganisasikan bahan pelajaran.

2.3. Ilmu Pengetahuan IPS (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan konsep dasar yang memadukan ilmu-ilmu sosial seperti, sosiologi, psikologi, antropologi, geografi, ekonomi, sejarah, hukum, politik, budaya, dll. Menurut Jauhar (2017) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah dasar yang berusaha mengintegrasikan bahan atau materi dari cabang- cabang ilmu sosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari yang mencakup; hubungan antar manusia, hubungan antar manusia dengan lingkungan hidupnya, hubungan dengan lembaga, antar kelompok dan antar bangsa, serta hubungan antar manusia dengan keperluan hidupnya.

Susanto (2016) mengemukakan bahwa Pelajaran IPS mengajarkan konsep-konsep ilmu sosial untuk membentuk individu menjadi warga negara yang baik Ilmu Sosial juga merupakan ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosial dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan pembelajaran yang mencakup banyak aspek, yaitu sosial, ekonomi, hukum, budaya, sejarah, geografi, sosiologi, dan politik. Hal tersebut berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat, baik antar manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungannya.

Hasanah (2021) menyatakan bahwa kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia setiap harinya secara berulang-ulang untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup. Pengertian lain tentang kegiatan ekonomi dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkatan kesejahteraan atau kemakmuran hidup. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai kesejahteraan hidup, manusia melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi

(5)

yang dilakukan manusia mulai dari memproduksi barang dan jasa, melakukan proses distribusi produk, dan mengonsumsi produk.

Wahyudi (2018) menyatakan bahwa Manusia mempunyai beragam kebutuhan untuk melanjutkan kehidupannya.

Untuk memenuhi beragam kebutuhan tersebut, manusia melakukan kegiatan yang disebut kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi setiap orang berbeda-beda tentu saja sesuai kemampuan masing-masing. Ada orang yang bekerja sebagai petani yang memproduksi bahan pangan.

Ada orang yang membuat pakaian untuk dijual dan diperdagangkan. Perlu disadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari, tidak seorang pun yang bisa memenuhi sendiri semua kebutuhan hidupnya tanpa bekerja sama dengan orang lain. Kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan membuka berbagai jenis usaha. Berikut berbagai jenis-jenis usaha dalam kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia.

Pertanian merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan tanah sebagai faktor produksi. Jenis usaha ini dijalani oleh sebagian masyarakat Indonesia. Tanah kita yang subur dan masyarakat yang pandai mengolah tanah, menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian. Karena sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, sehingga Indonesia disebut sebagai Negara agraris.

Usaha perikanan dalam hal ini adalah usaha perikanan darat, yaitu usaha memelihara ikan di perairan darat dengan cara membuat kolam. Perikanan darat meliputi perikanan air tawar dan perikanan air payau. Contoh hasil perikanan air tawar misalnya ikan gurami, nila, bawal, dan lele. Hasil perikanan air payau contohnya ikan bandeng.

Peternakan adalah usaha memelihara binatang piaraan yang diambil manfaatnya. Usaha peternakan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu peternakan hewan besar (sapi, kerbau, dan kuda), hewan kecil (kambing, domba, kelinci, dan babi), dan unggas (ayam, itik, entok, dan burung).

Perkebunan merupakan usaha pemanfaatan lahan dengan tanaman tanaman keras. Perkebunan dapat dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar.

Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang dikelola oleh rakyat. Perkebunan besar biasanya dikelola oleh pemerintah atau perusahaan perkebunan. Hasil perkebunan besar, biasanya ditujukan untuk ekspor sehingga dapat menghasilkan devisa bagi negara. Contoh

hasil perkebunan antara lain karet, kelapa, kelapa sawit, dan tebu.

Pertambangan adalah Usaha untuk mengolah atau memanfaatkan mineral demi kesejahteraan. Mineral ini berada di dalam perut bumi. Untuk mendapatkannya perlu dilakukan penggalian atau penambangan.

Industri adalah usaha atau kegiatan untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Bahan mentah berasal dari sumber daya alam. Industri dilakukan untuk meningkatkan mutu atau nilai suatu barang. Usaha industri dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta. Contoh hasil industri adalah benang menjadi pakaian, pengolahan ikan menjadi ikan kaleng, dan karet menjadi ban.

2.4. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sebuah hasil yang didapatkan setelah melakukan sebuah proses pembelajaran. Jauhar (2017) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan- perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Lebih lanjut menurut Ishak et al (2021) menyatakan bahwa “Hasil belajar merupakan segala sesuatu yang terjadi perubahan tingkah laku dari manusia baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diamati dan diukur”. Sejalan dengan pendapat Musfirah et al ( 2021) bahwa “Hasil belajar adalah sesuatu yang didapatkan setelah melakukan proses perubahan perilaku yang relatif baik dalam berpikir maupun bertindak”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapa disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir yang didapatkan siswa setelah melewati dan melakukan sebuah proses pembelajaran baik itu perubahan nilai, sikap, maupun perilaku siswa.

2.5. Kerangka Konsep

Proses pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh seorang guru dan siswa dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran keduanya dituntut untuk aktif dan saling berinteraksi satu sama lain. Maka berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada keduanya untuk aktif dan saling berinteraksi satu sama lain dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Rendahnya hasil belajar siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Sidenreng Rappang yang belum mencapai SKBM dikarenakan 2 aspek yaitu aspek guru dan aspek

(6)

siswa. Adapun aspek guru yaitu penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariasi, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam presentasi di depan kelas dan hanya fokus menjelaskan di depan kelas saja, sedangkan aspek siswa yaitu siswa kurangnya perhatian siswa dalam proses pembelajaran, kerja sama siswa kurang dalam proses pembelajaran berkelompok, siswa kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat di depan kelas.

Berdasarkan permasalahan di atas maka akan diatasi dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving menurut Muliawan (2016:263) pada materi Jenis Usaha Ekonomi dengan langkah-langkah, seperti : 1) guru menyiapkan materi dan jenis masalah, 2) guru menyampaikan materi pokok, 3) guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, 4) guru memberikan satu jenis masalah kepada setip kelompok, 5) siswa bekerja sama dengan kelompok, dan 6) guru memberikan pendampingan, 7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari referensi lain di internet, 8) siswa membuat laporan kesimpulan, dan 9) perwakilan kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.

Model ini diharapkan dapat membuat pelajaran lebih bermakna sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar dan lebih berani mengemukakan pendapatnya di depan kelas sehingga hasil belajar siswa tersebut dapat meningkat sesuai dengan kelebihan model pembelajaran Problem Solving yaitu mengajarkan siswa untuk menghadapi masalah atau situasi rumit yang timbul secara spontan, siswa menjadi aktif, kreatif dan bertanggung jawab.

2.6. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah jika penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat dilakukan dengan baik dan benar maka proses dan hasil belajar pada materi Jenis Usaha Ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Sidenreng Rappang dapat meningkat.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang cenderung menggunakan analisis deskriptif dalam sebuah penelitian. Manab (2015) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan kegiatan berupa pengumpulan data secara sistematik, mengurutkan sesuai kategori yang didapatkan, dan mendeskripsikan serta menafsirkan data yang diperoleh

dari hasil wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi.

Subair et al (2016) juga berpendapat bahwa pendekatan kualitatif merupakan hal yang erat kaitannya dengan kualitas dan makna suatu informasi yang hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan dengan kata-kata berdasarkan hasil yang terjadi di lapangan. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang dideskripsikan dan tidak berhubungan dengan perhitungan yang dilakukan berdasarkan kondisi yang alamiah dan Realita yang kompleks serta yang didapatkan di lapangan.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindak kelas (PTK). Djabba & Halik (2019) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan kelas (PTK) adalah penelitian praktis yang digunakan untuk memperbaiki sebuah pembelajaran di dalam kelas. Lebih lanjut menurut Pattaufi & Hakim (2020) berpendapat bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu penelitian dalam konteks pengembangan potensi guru secara berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki dan peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas cocok dilakukan oleh guru karena memiliki proses yang praktis dan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan proses penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dengan beberapa tahapan seperti perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

3.3. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus, setiap siklus merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan.

Model siklus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu;

perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Lembar observasi merupakan suatu catatan yang digunakan untuk mengamati kegiatan seperti aktivitas siswa dan guru, suasana, serta kondisi dalam proses pembelajaran secara keseluruhan dengan menggunakan model pembelajaran. Adapun lembar observasi yang digunakan peneliti adalah lembar observasi guru dan lembar observasi siswa.

Adapun tes yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah lembar soal bentuk pilihan ganda berjumlah 10

(7)

nomor dengan 4 pilihan jawaban yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan telah divalidasi oleh validator ahli. Cara menghitung skor satu (1) pada setiap jawaban benar dan nol (0) pada setiap jawaban yang salah.

Dokumentasi merupakan suatu pedoman dokumentasi yang digunakan dalam penelitian serta menjadi arsip sebagai bukti telah melaksanakan penelitian. Instrumen dokumentasi pada penelitian ini berupa dokumentasi identitas sekolah, daftar nilai siswa, lembar absensi siswa, surat menyurat persetujuan, data siswa dan foto maupun video yang dilakukan saat penelitian.

3.5. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif yang mencakup tentang analisis proses aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung serta analisis hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran.

Abdullah (2020) menyatakan bahwa teknik analis data kualitatif terdiri dari tiga komponen kegiatan yang saling terkait yaitu:

Pada langkah data pemilihan ini, pilihlah data yang relevan dengan tujuan perbaikan pembelajaran.

Pada kegiatan ini yaitu data yang didapatkan dideskripsikan baik dalam bentuk narasi, grafik maupun tabel.

Berdasarkan deskripsi yang telah dibuat, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan hasil pelaksanaan rencana tindakan yang telah dilakukan dengan mencari “Pattern”

atau pola.

3.6. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dikatakan berhasil jika semua langkah- langkah model Problem Solving diterapkan dengan baik dan benar sehingga mencapai taraf keberhasilan dengan kategori baik (B).

Penelitian dianggap berhasil jika mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yaitu 75 keatas yang telah di tetapkan oleh pihak sekolah.

Tabel 1. Indikator Keberhasilan Tindakan dalam Pembelajaran

No Taraf Keberhasilan Kualifikasi 1 76% ≤ NR ≤ 100% Baik (B)

2 60% ≤ NR ≤ 75% Cukup (C)

3 0% ≤ NR ≤ 59% Kuran (K)

Sumber : Diadaptasi dari (Djamarah & Zain, 2014)

4 . HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada tahap ini peneliti menyiapkan hal-hal yang perlukan, yaitu: melakukan analisis kurikulum, menyusun RPP, mengkaji materi, membuat format observasi untuk guru dan siswa, membuat LKK, membuat soal tes evaluasi, dan mempersiapkan alat dokumentasi.

Kegiatan pendahuluan dimulai dengan guru mengucapkan salam pembuka, mengecek kehadiran siswa, menanyakan kabar dilanjutkan dengan berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas. Kemudian, guru melakukan apersepsi dan stimulus untuk mengaitkan antara pelajaran sebelumnya dengan pelajaran hari ini, lalu mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang jenis usaha ekonomi apa yang ada di sekitar. Dilanjutkan dengan pemberian materi mengenai jenis usaha ekonomi.

Kegiatan inti pembelajaran diikuti oleh 22 orang siswa.

kegiatan ini disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving menurut Muliawan (2016:263) sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah yang diberikan pada siswa yaitu tentang jenis usaha ekonomi pertanian, perikanan, dan peternakan.

2) Guru menyampaikan materi jenis usaha ekonomi pertanian, perikanan, dan peternakan kepada siswa.

3) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok kerja, 4 kelompok berjumlah 4 orang dan 3 kelompok yang berjumlah 3.

4) Guru memberikan satu jenis masalah kepada setiap kelompok kerja untuk di selesaikan, seperti cara mengatasi tanah kering dan tandus serta hama tanaman pada bidang pertanian. Kemudian cara mengatasi pencemaran air dan penangkapan ikan secara ilegal pada bidang perikanan. Terakhir yaitu cara mencegah penyakit pada hewan ternak dan menjaga kebersihan kandang pada peternakan

5) Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi kelompoknya.

6) Guru memberi pendampingan dan bimbingan jika diperlukan agar siswa mampu menyelesaikan masalah pada kelompoknya

7) Saat bekerja dan menyelesaikan masalah, siswa diberikan kesempatan untuk mencari sumber informasi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan semangat belajar mandiri.

8) Setelah siswa berhasil menyelesaikan masalah kelompoknya, siswa diminta membuat laporan dan kesimpulan.

9) Setiap kelompok melakukan presentasi hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain.

(8)

Kegiatan penutup, guru bersama siswa melakukan kesimpulan pembelajaran kemudian membagikan lembar soal evaluasi siklus I untuk mengetahui sampai dimana pemahaman siswa setelah menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving dan mengingatkan agar siswa bersikap tertib dan jujur. Guru mengakhiri pembelajaran hari ini dengan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh salah satu siswa dan mengucapkan salam penutup.

Proses pembelajaran aspek guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving diperoleh hasil observasi sebagai berikut:

1) Pada langkah guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah atau kasus yang akan diberikan pada siswa, guru melaksanakan 2 indikator dan memperoleh kategori cukup (C). Kategori yang terlaksana yaitu, guru memberikan materi kepada siswa, guru memberikan jenis masalah terkait materi kepada siswa. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru menyiapkan gambar sebagai permasalahan yang akan diolah oleh siswa.

2) Pada langkah guru menyampaikan materi pelajaran pokok kepada siswa sebagai pengantar, guru telah melakukan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru menjelaskan materi kepada siswa dan guru memastikan siswa telah memahami materi yang telah disampaikan. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru melakukan penguasaan ruang kelas saat memberikan materi.

3) Pada langkah guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kerja, guru telah melaksanakan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru membagi siswa dalam kelompok kecil dan guru membagi siswa berdasarkan tempat duduknya. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru mengarahkan siswa bersama kelompoknya.

4) Pada langkah guru memberikan satu jenis masalah atau kasus pada tiap kelompok kerja siswa untuk di selesaikan, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru menyampaikan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan, guru membagikan sebuah gambar permasalahan kepada masing-masing kelompok, dan guru memastikan siswa telah memahami aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan.

5) Pada langkah siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mengawasi proses berjalannya diskusi kelompok,

guru membimbing siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, dan guru memastikan setiap kelompok bekerjasama dengan baik.

6) Pada langkah guru memberi pendampingan dan arahan yang di perlukan agar siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, guru telah melaksanakan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mendampingi siswa dalam menyelesaikan masalah dan guru membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah.

7) Pada langkah selama siswa bekerja dan menyelasaikan masalah, siswa di perbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri, guru telah melaksanakan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru memperbolehkan siswa untuk mencari solusi dari referensi lain dan guru memberikan gambaran terkait masalah yang akan dipecahkan. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru menumbuhkan motivasi belajar mandiri bagi setiap siswa.

8) Pada langkah setelah siswa berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi, siswa diminta membuat laporan dan kesimpulan akhir, guru telah melaksanakan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru meminta siswa untuk membuat laporan hasil diskusi dan guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan akhir laporan.

Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru membimbing siswa dalam membuat laporan hasil diskusi.

9) Pada langkah tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain, guru telah melaksanakan 1 indikator yang dikategorikan kurang (K). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mempersilahkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya pada saat presentasi dan guru memberikan poin penting seiring presentasi berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa guru melaksanakan 19 indikator dari 27 indikator dengan persentase pencapaian sebesar 70,37% atau berada pada kategori cukup (C). Maka taraf keberhasilan dan kategori indikator keberhasilan proses tersebut belum tercapai dan belum berhasil sesuai kategori yang telah ditetapkan menurut pendapat Djamrah dan Zain (2014).

(9)

Peneliti melakukan observasi terhadap siswa mulai awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran dengan memberikan tanda ceklis terhadap indikator yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi aspek siswa pada siklus I mencapai kategori cukup (C) dengan persentase 63,45%. Dengan demikian, pembelajaran yang dilaksanakan belum tercapai dan belum berhasil sesuai kategori yang telah ditetapkan menurut pendapat Djamrah dan Zain (2014).

Refleksi pada siklus I dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berhasil tidaknya pembelajaran yang telah dilakukan dengan penerapan model pembelajaran Problem Solving pada materi jenis usaha ekonomi.

Berdasarkan data observasi dan tes evaluasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa hasil observasi proses pembelajaran pada aspek guru mencapai kategori cukup (C) dan hasil observasi proses pembelajaran aspek siswa juga mencapai kategori cukup (C). Berdasarkan hasil tes siswa, dapat dilihat dari 22 siswa terdapat 14 siswa yang mencapai nilai ≥ 75 SKBM dengan persentase ketuntasan 63,63% dan 8 siswa yang belum mencapai SKBM dengan persentase ketidaktuntasan 36,36% kategori tidak tuntas atau belum berhasil maka dikualifikasikan cukup (C).

Perencanaan pada siklus II peneliti menyiapkan hal-hal yang perlukan, yaitu: menyusun RPP, mengkaji materi, mempersiapkan format observasi guru dan siswa, mempersiapkan LKK, mempersiapkan soal tes evaluasi, dan mempersiapkan alat dokumentasi.

Kegiatan pendahuluan dimulai dengan guru mengucapkan salam pembuka, menanyakan kabar dilanjutkan dengan berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas dan mengecek kehadiran siswa. Kemudian, guru memberikan apersepsi dan stimulus untuk menggali informasi dari siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang jenis usaha ekonomi yang ada di sekitar. Dilanjutkan dengan pemberian materi mengenai jenis usaha ekonomi

Kegiatan inti pembelajaran diikuti oleh 22 orang siswa.

kegiatan ini disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving, sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah yang diberikan pada siswa yaitu tentang jenis usaha ekonomi perdagangan, jasa, dan industri.

2) Guru menyampaikan materi jenis usaha ekonomi perdagangan, jasa, dan industri kepada siswa sebagai pengantar.

3) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok kerja, 4 kelompok berjumlah 4 orang dan 3 kelompok yang berjumlah 3.

4) Guru memberikan satu jenis masalah kepada setiap kelompok kerja untuk di selesaikan, seperti cara mengatasi kurangnya pemasaran dan inovasi produk pada usaha perdagangan. Kemudian upaya yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian konsumen dan agar usaha jasa tetap berjalanan. Terakhir yaitu cara mengatasi pelanggan yang membatalkan pesanan dan cara mengatasi ketersediaan bahan baku ketika harga melambung tinggi pada usaha jasa.

5) Siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

6) Guru memberi pendampingan dan arahan yang di perlukan agar siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi

7) Selama bekerja dan menyelesaikan masalah, siswa di perbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri.

8) Setelah siswa berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi, siswa diminta membuat laporan dan kesimpulan akhir.

9) Tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain.

Kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran kemudian membagikan lembar soal evaluasi siklus II untuk mengetahui sampai dimana pemahaman siswa setelah menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving dan mengingatkan agar siswa bersikap tertib dan jujur. Guru mengakhiri pembelajaran dengan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh salah satu siswa dan mengucapkan salam.

Proses pembelajaran aspek guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving diperoleh hasil observasi sebagai berikut:

1) Pada langkah guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah atau kasus yang akan diberikan pada siswa, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru memberikan materi kepada siswa, guru memberikan jenis masalah terkait materi kepada siswa, dan guru menyiapkan gambar permasalahan yang akan diolah.

2) Pada langkah guru menyampaikan materi pelajaran pokok kepada siswa sebagai pengantar, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru menjelaskan materi kepada siswa, guru melakukan penguasaan ruang kelas pada saat memberikan materi, dan guru memastikan siswa telah memahami materi yang telah disampaikan.

(10)

3) Pada langkah guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kerja, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru membagi siswa dalam kelompok kecil dan guru membagi siswa berdasarkan tempat duduknya, dan guru mengarahkan siswa bersama kelompoknya.

4) Pada langkah guru memberikan satu jenis masalah atau kasus pada tiap kelompok kerja siswa untuk di selesaikan, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru menyampaikan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan, guru membagikan sebuah gambar permasalahan kepada masing-masing kelompok, guru memastikan siswa telah memahami aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan.

5) Pada langkah siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B). Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mengawasi proses berjalannya diskusi kelompok, guru membimbing siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, dan guru memastikan setiap kelompok bekerja sama dengan baik.

6) Pada langkah guru memberi pendampingan dan arahan yang di perlukan agar siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mendampingi siswa dalam menyelesaikan masalah, guru membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah, dan guru mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah.

7) Pada langkah selama siswa bekerja dan menyelesaikan masalah, siswa di perbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru memperbolehkan siswa untuk mencari solusi dari referensi lain, guru memberikan gambaran terkait masalah yang akan dipecahkan, dan guru menumbuhkan motivasi belajar mandiri bagi setiap siswa.

8) Pada langkah setelah siswa berhasil menyelesaikan masalah yang dihadapi, siswa diminta membuat laporan dan kesimpulan akhir, guru telah melaksanakan 3 indikator yang dikategorikan baik (B).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru meminta siswa untuk membuat laporan hasil diskusi, guru membimbing siswa dalam membuat laporan hasil diskusi, dan guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan akhir laporan.

9) Pada langkah tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain, guru telah melaksanakan 2 indikator yang dikategorikan cukup (C).

Adapun kategori yang terlaksana yaitu, guru mempersilahkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok dan guru memberikan poin penting seiring presentasi berlangsung. Sedangkan kategori yang tidak terlaksana yaitu guru memberikan poin penting seiring presentasi berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa guru melaksanakan 26 indikator dari 27 indikator dengan persentase 96,29% yang dikategorikan baik (B). Maka taraf keberhasilan dan kategori indikator keberhasilan proses tersebut telah tercapai dan telah berhasil berdasarkan pendapat Djamarah dan Zain (2014).

Peneliti melakukan observasi terhadap siswa mulai awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran dengan memberikan tanda ceklis terhadap indikator yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi aspek siswa pada siklus II mencapai kategori baik (B) dengan persentase 80,07%. Dengan demikian, pembelajaran yang dilaksanakan belum tercapai dan belum berhasil sesuai kategori yang telah ditetapkan menurut pendapat Djamrah dan Zain (2014).

Refleksi pada siklus II bertujuan untuk mengetahui berhasil tidaknya pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving tentang jenis usaha ekonomi. Berdasarkan data observasi dan hasil tes evaluasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa hasil observasi proses pembelajaran aspek guru mencapai kategori baik (B) dan hasil observasi proses pembelajaran aspek siswa juga mencapai kategori baik (B). Berdasarkan hasil tes siswa, dapat dilihat dari 22 siswa terdapat 19 siswa yang mencapai nilai ≥ 75 SKBM atau 86,36% dengan kategori tuntas, 3 siswa yang belum mencapai SKBM atau 13,63%

dengan kategori tidak tuntas. Berdasarkan hal tersebut maka telah mencapai kategori baik (B) berdasarkan pendapat Djamarah dan Zain (2014).

Berdasarkan hasil keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan pada siklus II dapat disimpulkan bahwa peneliti telah melaksanakan tugasnya dengan baik saat pelaksanaan pembelajaran walaupun masih ada yang perlu ditingkatkan yaitu guru kurang memberikan poin penting seiring dengan presentasi siswa dan memberikan umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa. Observer telah melakukan observasi atau pengamatan semua kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Problem Solving membuat siswa mampu untuk lebih berpartisipasi aktif

(11)

dalam pembelajaran, komunikatif, mandiri dan berpikir kritis serta mampu menggunakan pengetahuan konseptual sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya.

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang tentang jenis usaha ekonomi melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang yang terletak di Jl. Emmy Saelan No.02, kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidenreng Rappang, provinsi Sulawesi Selatan. Subjek penelitian yaitu siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene dengan jumlah siswa sebanyak 22 orang yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan prosedur penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving dengan langkah-langkah pembelajaran menurut Muliawan (2016). Penelitian tindakan kelas terdiri dari 2 siklus yang pelaksanaannya di setiap siklusnya mengacu pada prosedur penelitian dengan tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 20 Mei 2022 dan 27 Mei 2022. Adapun materi yang diajarkan peneliti pada siklus I yaitu jenis usaha ekonomi yang dapat diolah sendiri dan yang ada di lingkungan sekitar dengan 3 poin jenis usaha yaitu pertanian, perikanan, dan peternakan.

Pada siklus II yaitu jenis usaha ekonomi yang dapat diolah sendiri dan yang ada di lingkungan sekitar dengan 3 poin jenis usaha yaitu perdagangan, usaha jasa, dan industri.

Pada saat penerapan model ini, siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene sangat antusias dan senang karena pada saat peneliti mengajar siswa semangat dalam proses pembelajaran dan siswa tertarik dengan model pembelajaran pemecahan masalah yang mereka anggap adalah sebuah permainan yang harus mereka pecahkan dan dapatkan solusinya. Sehingga dalam pembelajaran terbangun suasana positif yang ditunjukkan oleh siswa melalui keaktifannya dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan yang ada.

Pada siklus I proses pembelajaran dan hasil belajar siswa belum mencapai kategori yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat pada hasil yang diperoleh yaitu 14 siswa

memperoleh nilai ≥ 75 dengan persentase ketuntasan 63,63%

kategori tuntas dan 8 siswa memperoleh nilai ≤ 75 dengan persentase ketidaktuntasan 36,36% kategori tidak tuntas atau belum berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa siswa yang belum mencapai nilai SKBM sekolah, yaitu 75 dan dikategorikan cukup (C).

Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving 1) guru menjelaskan terlalu cepat, 2) guru tidak melakukan penguasaan kelas, 3) guru kurang memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa, 4) guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya pada saat presentasi sehingga tidak terjadi umpan balik terhadap kelompok lain, 5) siswa tidak ingin bergabung dan bekerja sama dengan teman kelompok, 6) siswa belum berani mengemukakan pendapat dan maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerjanya, 7) beberapa siswa tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru, 8) fasilitas paket data internet tidak memadai sehingga siswa tidak dapat mencari referensi lain di internet, dan 9) beberapa siswa kesulitan dalam memecahkan masalah yang diberikan. Menurut Sumarno (2016) pemberian atau umpan balik oleh guru dalam pembelajaran merupakan kegiatan penting untuk memperbaiki pengetahuan, pemerolehan kemampuan, prestasi dan memotivasi siswa untuk belajar. Sehingga, hasil ketuntasan pada siklus I menjadi acuan peneliti untuk lebih ditingkatkan atau diperbaiki pada siklus II.

Pada siklus II hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas telah mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil yang diperoleh yaitu 19 siswa memperoleh nilai ≥ 75 dengan persentase ketuntasan 86,63% kategori tuntas dan 3 siswa yang memperoleh nilai ≤ 75 dengan persentase ketidaktuntasan 13,63% kategori tidak tuntas atau belum berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang telah mencapai nilai SKBM sekolah, yaitu 75 dan dikategorikan baik (B).

Berdasarkan pernyataan yang telah diuraikan hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Jauhar (2017) tentang “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa SD”

mengemukakan bahwa hasil belajar IPS siswa mengelami peningkatan dilihat pada siklus I ketuntasan hasil belajar siswa hanya mencapai 64,70% atau sebanyak 11 siswa yang memperoleh nilai sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan dan persentase ketidaktuntasan belajar mencapai 35,29% atau sebanyak 6 siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada siklus ke II diperoleh data persentase keberhasilan pelaksanaan kegiatan guru adalah 83,33%

dengan kualifikasi Baik.

(12)

Perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan ini, menjadi suatu pemicu dalam meningkatkan nilai rata-rata siswa di kelas. Dalam pembelajaran melibatkan siswa untuk memecahkan sebuah masalah agar siswa dapat lebih berpikir kritis.

Oktavia Wahyu Ariyani & Prasetyo (2021) Menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Solving yaitu upaya peningkatan hasil melalui proses secara ilmiah untuk menilai, menganalisis, dan memahami keberhasilan.

Model pembelajaran Problem Solving melatih siswa untuk mencari informasi dan mengecek validitas informasi dari sumber lain. Problem Solving diharapkan dapat memberikan perubahan pola berpikir siswa agar memperhatikan dan mampu menganalisa suatu masalah yang selanjutnya dapat dipecahkan dengan baik. Lebih lanjut, Rohani et al (2021) menyatakan bahwa kelebihan model pembelajaran Problem Solving, yaitu 1) mengajarkan siswa untuk menghadapi masalah atau situasi rumit yang timbul secara spontan, 2) siswa menjadi aktif, kreatif dan bertanggung jawab, 3) pendidikan lebih dominan dengan kehidupan.

Berdasarkan hasil siklus I dan siklus II yang diperoleh, hal ini sesuai dengan hipotesis yang diuraikan oleh peneliti dan telah terbukti bahwa dari keseluruhan proses yang dilaksanakan dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving tentang jenis usaha ekonomi di kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

Kemudian berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa langkah-langkah yang paling harus diperhatikan dalam menerapkan model pembelajaran Problem Solving, yaitu guru menyampaikan materi, guru memberikan masalah untuk diselesaikan, guru memberikan pendampingan, siswa menyelesaikan masalah yang telah diberikan, dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian selama pelaksanaan siklus I dan II, diperoleh hasil penelitian untuk siklus I pada fokus proses berada dalam kategori Cukup (C) dan pada fokus hasil berada dalam kategori Cukup (C) pula. Sedangkan untuk siklus II pada fokus proses berada dalam kategori Baik (B) dan pada fokus hasil berada dalam kategori baik (B) pula. Maka pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

Penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan proses belajar tentang Jenis Usaha

Ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang.

Penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar tentang Jenis Usaha Ekonomi siswa kelas V UPT SD Negeri 10 Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris Pada Siswa Kelas XI SMKS Amsir 1 Parepare. Jurnal Pendidikan BUM, 4(1), 1112–

1126.

Ahmadi, A. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Bandung:

Pustaka Setia.

Ariyanto, M., Kristin, F., & Anugraheni, I. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Guru Kita, 2(3), 106–115.

Hakim, A., Yulia, & Musfirah. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Bengembangkan Rasa Ingin Tahu Peserta Didik pada Tema 2 di Kelas V SDN 2 Massepe Kabupaten Sidenreng Rappang. Seminar Nasional Hasil Penelitian, 14(6), 830–837.

Djabba, R., & Halik, A. (2019). Penerapan Model Quantum Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Sekolah Dasar. 9(229), 1–4.

Djamarah, S.B dan Zain, A. 2014. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Renika Cipta.

Hasanah, N. (2021). Buku Pendamping Siswa Cerdas Ilmu Pengetahua Sosial. 200. Jakarta Timur : PT Bumi Aksara.

Ishak, A. M. F., Israwaty, I., & Halik, A. (2021). Penerapan Pendekatan STEM untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas Lima Di Kabupaten Barru.

Pinisi Journal Of Education, 1(1), 38–58.

Jauhar, S. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa SD. Jikap PGSD: Jurnal Ilmiah Ilmu Kependidikan, 2(1), 141.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud Nomor 68 th 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Permendikbud, 53(9), 1689–1699.

Manab Abdul (2015). Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif. Yogyakarta.Kalimedia.

Muliawan. (2016) . 45 Model Pembelajaran Spektakuler.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Musfirah, Maryam, S., & Yunarsi, D. A. (2021). Pengaruh Media Pembelajaran Pop-up Book terhadap Hasil Belajar Siswa pada Meteri Perpindahan Kalor. Pinisi

(13)

Journal Education, 1(1), 45–52.

Oktavia Wahyu Ariyani, & Prasetyo, T. (2021). Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Problem Solving terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Oktavia. Jurnal Basicedu, 5(4), 2156–2163.

Pattaufi, & Hakim, A. (2020). Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru. Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, 728–733.

Ponidi, Dewi, N. A. K., Trisnawati, Puspita, D., Nagara, E. septia, Kristin, A., Puastusi, D., Andewi, W., Anggraeni, L., & Bernathita h.s. utami. (2021).

Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif.

Rohani, P., Salman, & Septiana, Y. D. (2021). Model Pembelajaran Problem Solving. Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(2), 9.

Setiawan, Anggito, A., & Johan. (2018). metodologi penelitian kualitatif. 268. Sukabumi : CV Jejak.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran INOVATIF dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-Russ Media.

Subair, A., Lukman, & Shasliani. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDit Robbi Radhiyya Curup. Seminar Nasional Hasil Penelitian 2021, Penguatan Riset, Inovasi, Dan Kreativitas Peneliti Di Era Pandemi Covid-19, 1497–1508.

Sujana, I. W. C. (2019). Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 4(1), 29

Sumarno. 2016. Pengaruh Balikan (Feedback) Guru dalam Pembelajaran terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik (Suatu Kajian Teoritis dan Empirik). Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 1 (2): 115-125.

Susanto, A. (2016). Pengembangan Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar. Jakarta : Predanamedia Group.

Syahid, L., Djabba, R., & Mukhlisa, N. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Barru. Pinisi Journal Of Education, 1(2), 2189–2198.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pendidikan Tinggi.

Wahyudi, A. (2018). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Paket A Setara SD/MI Kelas V Modul Tema 8 : Sejahtera Indonesiaku. 2018. Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan Dan Kesetaraan-Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan kepada guru-guru agar menggunakan metode problem solving sebagai alternatif untuk memperbaiki proses pembelajaran karena melalui metode problem solving

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal yang dilakukan oleh guru dalam menggunakan model pembelajaran problem solving serta untuk mengetahui prestasi

Berdasarkan hasil penelitian pada proses pembelajaran menerapkan pendekatan saintifik melalui model Problem Solving, dari empat siklus yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan

Pada pertemuan kedua siklus I ini aktVitas guru sudah semakin baik dibanding dengan pertemuan pertama, dikarenakan guru sudah mulai memahami dan tidak terlalu

Berdasarkan pembahasan hasil siklus I dan siklus II maka dapat diketahui bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Creative

Tahap pengamatan pada siklus I, guru kolaborator melakukan penilaian terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran dengan skor 3.16 dengan kategori baik, proses

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa (a) data tentang keterlaksanaan pembelajaran menerapkan model Problem Based Learning , berisi indikator pelaksanaan

Oleh karena itu, dengan menerapkan model problem solving ini, selain guru memberikan pembelajaran kepada siswa, juga menuntut siswa agar berpikir lebih kritis dan logis terlebih dahulu