ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROORGANISME FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Randy Wilianto Huang (240210220049)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022)7795780 Email: [email protected]
ABSTRAK
Khamir adalah jamur yang tumbuh dalam bentuk uniseluler dan biasanya memperbanyak diri dengan cara tunas. Khamir digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes dengan 39 genera dan 330 jenis. Khamir sering dijumpai dalam bentuk buih di sisa jus buah-buahan, maltosa dan larutan sakarida lainnya. Khamir memiliki karakteristik tidak berfilamen, berbentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm. Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup jenis ragi dengan salah satunya adalah Saccharomyces cerevisiae. Metode yang digunakan untuk mengamati bentuk khamir adalah dibuatnya apusan film terlebih dahulu untuk sebagai sampel pengamatan, lalu sampel diamati bentuknya dengan menggunakan mikroskop.
Didapatkan hasil adanya titik hitam dengan jumlah banyak dan ada yang membentuk koloni serta ada yang menyendiri.
Kata Kunci: Jamur, Khamir, Pengamatan bentuk, Saccharomyses, Saccharomyses cerevisiae
PENDAHULUAN
Khamir adalah jamur yang tumbuh dalam bentuk uniseluler dan biasanya memperbanyak diri dengan cara tunas (Collins and Lyne, 1989).
Khamir digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes dengan 39 genera dan 330 jenis. Berdasarkan kemampuan membentuk spora, khamir dibagi menjadi 2 yaitu khamir yang
berspora dan tak berspora. Khamir yang berspora (Sporogenous yeast) biasanya termasuk anggota Endomycetaceae. Khamir yang tidak menghasilkan spora disebut Asporogenous Yeast yang dimasukkan dalam fungi imperfekti (Soetarto dkk., 2008). Walaupun ada beberapa spesiesnya yang memiliki miselium bercabang, kebanyakan
khamir hanya terdiri dari satu sel dan memiliki budding. Dengan budding atau tunasnya ini, satu sel khamir dapat bereproduksi secara vegetatif (Sarles et al, 1951: 45-46). Khamir sering dijumpai dalam bentuk buih di sisa jus buah-buahan, maltosa dan larutan sakarida lainnya (Salle, 1961:
106).
Khamir memiliki
karakteristik tidak berfilamen, berbentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm. Secara umum kebutuhan khamir akan air lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri, namun bebrapa jenis khamir membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan kapang. Suhu pertumbuhan khamir yang optimal antara 25-30°C dan suhu pertumbuhan maksimum 35-47°C.
pH pertumbuhan khamir antara pH 4,0-4,5 dan tidak tumbuh pada media yang bersifat alkalis. Bentuk sel khamir dapat berupa ovoid, ellipsoidal atau slilindris. Jenis lainnya kebanyakan berbentuk sperical atau berfilamen (Buchanan,
1951: 91). Bentuk morfologi ini umumnya konstan dan dapat digunakan sebagai dasar identifikasi khamir (Sarles et al, 1951: 46).
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup jenis ragi dengan salah satunya adalah Saccharomyces cerevisiae (Bahri et al., 2018).
Karakteristik Saccharomyces cerevisiae memiliki kemiripan dengan Candida tropicalis, dengan ciri-ciri berwarna putih, menonjol, berbentuk kokus, dan permukannya yang mengkilap, halus, serta licin (Talaro dkk, 2012). Ukuran dan bentuk sel khamir mungkin berbeda pada kultur yang sama, karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan (Widyanti dan Moehadi, 2016). Saccharomyces cerevisiae telah banyak berkontribusi dalam proses bioteknologi konvensional maupun bioteknologi modern rekayasa genetika. Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme penghasil amilase yang cukup berpotensi, selain bakteri dan kapang. Khamir amilolitik mempunyai potensi penting dalam produk-produk berbahan pati karena
aktivitas enzim amilase terutama iso amilase dapat menghidrolisis ikatan α pada amilopektin. Selain itu, khamir amilolitik berperan dalam memproduksi etanol. Biomassa khamir berasal dari bahan yang mengandung zat pati dan fermentasi beras untuk memproduksi minuman dan makanan berkarbohidrat rendah serta produksi amilase oleh khamir selama fermentasi tape ketan (Kustyawati et al., 2013).
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dihaapkan dapat membedakan berbagai bentuk khamir.
METODOLOGI Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada paktikum kali ini adalah bunsen, cover glass, mikroskop, ose, object glass, pipet tetes, syringe, sprayer alkohol 70%, dan tisu. Untuk bahan yang digunakan adalah akuades dan suspensi khamir.
Prosedur
Sterilisasi dan Preparasi Alat dan Bahan
Sehari sebelum dimulainya praktikum, disiapkan terlebih dahulu alat serta bahan yang akan digunakan. Mula-mula dibuat sumbat dari kasa dan kapas yang akan digunakan untuk menyumbat tabung reaksi. Lalu, di lepaskan bulb pipet ukur dilepaskan dan disterilisasi menggunakan alkohol 70%. Pipet ukur dibungkus menggunakan kertas pembungkus dan disterilisasi menggunakan oven. Terakhir, dibuat medium.
Sebelum dimulai praktikum, dilakukan terlebih dahulu sterilisasi meja kerja dengan disemprotkan alkohol 70% ke meja kerja dan dilap menggunakan tisu. Disemprotkan pula ke telapak tangan. Lalu, dinyalakan pembakar bunsen.
Kemudian, disiapkan tabung reaksi yang diisi terlebih dahulu menggunakan akuades dengan volume yang sama pada setiap tabungnya.
Tahap Isolasi Mikroorganisme
Pada tahap isolasi
mikroorganisme, dilakukan pengenceren pada 10-1 hingga 10-5 terhadap sampel susu pasteurisasi.
Mula-mula, dipipet sampel
menggunakan pipet ukur sebanyak 1 mL. Dibuka sumbat pada tabung reaksi pengencer 10-1, dan dilalukan diatas api bunsen. Kemudian, dimasukkan ke dalam tabung reaksi pengencer 10-1 dan dihomogenkan.
Selanjutnya, dilakukan pengenceran kedua atau 10-2 dengan cara dipipet 1 ml cairan sampel pengenceran pada tabung pertama atau 10-1. Diulangi prosedur pengenceran hingga mencapai pengenceran ke lima atau 10-5. Kemudian pada pengenceran 10-
3, 10-4, dan 10-5, diambil sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke dalam cawan petri. Ditandai pengenceran setiap cawan petri menggunakan label.
Setelah sampel dipindahkan ke cawan petri, selanjutnya dibuka botol schott dan dilalukan di atas api bunsen. Lalu, dituangkan medium PCA (Plate Count Agar) dengan menggunakan teknik pour plate, sampai dasar dari cawan petri terendam seluruhnya. Didiamkan hingga medium PCA tersebut menjendal. Setelah itu, dibungkus cawan petri menggunakan plastic wrap dan diinkubasi selama 2 hari dengan suhu 37°C. Setelah itu, diamati perkembangan pada sampel
hasil pengenceran dengan melihat perubahannya secara makroskopis serta dihitung perkembangan jumlah koloni pada sampel. Dapat digunakan alat bantu hitung koloni atau colony counter.
Tahap Pemisahan koloni
Disiapkan koloni yang sudah ditumbuhkan pada prosedur sebelumya. Disterilkan kawat ose lalu dipijarkan pada api bunsen.
Kawat ose yang sudah disterilkan didinginkan pada suhu ruangan.
Setelah itu, Diambil beberapa ose sampel bakteri yang sudah ditumbuhkan secara aseptis.
Kemudian, dilakukan teknik streak kuadran untuk memisahkan koloni dan hasil streak kuadran diinkubasi.
Diamati pertumbuhan pada medium MRS baru. Dilakukan pewarnaan gram dengan mengambil sampel bakteri yang sudah ditumbuhkan dengan teknik streak kuadran.
Setelah koloni terpisah. Lakukan pewarnaan gram dan koloni diamati pada mikroskop untuk mengetahui apa sudah terpisah atau belum. Jika sudah terpisah menjadi murni atau single colony dicatat bentuk fisik dan gram setelah pengamatan
mikroskopis lalu dipindahkan sampel pada medium MRS miring.
Tahap identifikasi
mikroorganisme Uji Biokimia
Reagen yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu seperti Reagen Uji oksidasi, katalase, glukosa, dan TSIA. Kultur mikroorganisme yang akan diuji direaksikan dengan reagen dan dilakukan pengamatan apakah hasilnya berupa data bernilai positif atau negatif.
Analytical Profile Index (API) Test Prosedur yang dilakukan adalah isolat mikroorganisme pada sumur kit API yang mengandung karbohidrat ditumbuhkan. Apabila isolat dapat melakukan fermentasi pada masing- masing karbohidrat tersebut akanmenghasilkan asam dan warna ungu akan berubah menjadi kuning.
Instrument (Vitex) ID Kit
Prosedur yang dilakukan adalah saline yang steril 3 mL dan inokulum kuman disiapkan.
Standarisasi kekeruhan dengan densicheck. Lalu kartu, dan inokulum disiapkan dan disusun dalam
cassette. Sampel dipersiapkan, dan input data dengan sistem barcode disiapkan. Data akan diolah pada alat dan hasilnya akan keluar.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Pertama area kerja disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%.
Cawan petri yang telah diinkubasi disiapkan dengan cawan petri 1 berisi koloni dengan plasmid dan cawan petri 2 berisi koloni atau bakteri tanpa plasmid (negatif control). Lalu 3 koloni pada cawan petri ditandai menggunakan spidol.
Lalu 10 mL aquades dipipet dan diteteskan pada tabung PCR. Koloni
bakteri diambil dengan
menggunakan tusuk gigi yang dijepit pinset. Koloni yang sudah diambil, disimpan ke dalam tabung PCR dan diaduk secara perlahan. dilakukan hal yang sama pada 2 tabung PCR selanjutnya dan tusuk gigi yang telah digunakan dibuang. Semua tabung dimasukan dalam mesin PCR dengan suhu 98°C selama 10 menit. Untuk membuat campuran PCR untuk mendeteksi polimer, digunakan koktil primer yang berisi semua reagen dan semua komponen untuk dapat membuat campuran PCR.
Terdapat 4 tabung yang berisi 26 mL aquades, 10mL forward primer, 10 mL reverse primer, dan 50 mL dream talk master mix. Di setiap tabung diberi label. Pada setiap tabung ditambahkan 24 mL master mixer.
Tabung yang sudah di mix di PCR diambil dan ditaruh 1 mL ke masing- masing tabung PCR berbeda yang sudah diberi label sesuai pasangannya. Tabung berisi campuran PCR dimasukkan ke dalam mesin PCR untuk tahap yang pertama dilakukan dengan suhu 95°C selama 3 menit untuk membuka DNA, pada tahap selanjutnya dengan suhu 95°C selama 30 detik, tahapan yang ketiga dengan suhu 55°C selama 30 detik untuk membuat DNA primer baru, dan tahap yang keempat dengan suhu 72°C selama 1 menit untuk memperkuat urutan DNA dari 1000 pasangan basa.
Setelah 3 jam, proses PCR selesai.
Sel dipindahkan dari tabung ke medium agar menggunakan NCBI untuk mengidentifikasi sel.
HASIL DAN PENGAMATAN Pada praktikum kali ini
digunakan khamir yaitu
Saccharomyces cerevisiae.
Saccharomyces mudah dibiakkan karena perkembangbiakan vegetatif selnya dengan cara bertunas (budding) (Buchanan, 1951).
Identifikasi bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan metode preparat basah, dengan langkah pertama object glass dan cover glass disterilkan dan diteteskan akuades. Kemudian khamir diambil dari koloninya menggunakan ose steril. Ose dibaurkan dengan akuades dan dilakukan fiksasi dengan memperhatikan bidang yang mengandung khamir tidak boleh terkena nyala api secara langsung karena dapat membunuhnya.
Selanjutnya khamir diamati melalui mikroskop.
Didapatkan bahwa pada perbesaran 4x dan 10x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae dapat terlihat namun masih samar karena perbesaran yang digunakan tergolong kecil. Namun pada perbesaran 40x dan 100x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae menjadi tidak terlihat di mikroskop dikarenakan adanya kesalahan saat
melakukan pengamatan seperti objek yang masih kabur dan minim cahaya sehingga tidak terlihat begitu jelas.
Secara literatur, pada perbesaran 40x dan 100x akan terlihat bintik hitam dengan jumlah yang banyak yang disebut budding. Ada 2 macam budding, yaitu budding unipolar dan budding bipolar.
KESIMPULAN
Telah dilakukan praktikum mengenai “Pengamatan Bentuk Khamir” dengan dilakukan sterilisasi alat, pembuatan apusan film, dan pengamatan bentuk dengan mikroskop. Didapatkan hasil bahwa pada perbesaan 4x dan 10x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae dapat terlihat dalam skala kecil, namun objek kabur pada perbesaran 40x karena kesalahan saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri S, Aji A, Yani F. 2018.
Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok dengan Cara Fermentasi Menggunakan Ragi Roti. Jurnal Teknologi Kimia Unimal 7:2. Universitas Malikussaleh
Buchanan, R.E., and Buchanan, E.D.
(1951). Bacteriology. 5 th ed.
The MacMillan Company.
New York, pp. 91.
Collins, C. H., and Lyne, P. M., (1989). Microbiological Methods. Butterworth. London, pp. 376.
Kustyawati ME, Sari M, Haryati T.
2013. Efek Fermentasi Dengan Saccharomyces Cerevisiae Terhadap Karakteristik Biokimia Tapioka. Agritech, Vol. 33, No. 3, Agustus 2013.
Lampung
Salle, A. J. (1961). Fundamental Principles of Bacteriology. 5th ed McGraw-Hill Book.
New York, pp. 106.
Sarles, W.B., Frazier, W.C., Wilson, J.B., and Knight, S.G. (1951).
Microbiology. Harper and Brothers Inc. New York, pp.
45-46
Soetarto, E.S., Suharni, T.T., Nastiti, S.Y., dan Sembiring, L.
(2008). Petunjunk Praktikum Mikrobiologi. Fakultas
Biologi UGM. Yogyakarta, pp. 16.
Talaro K. P., Chess, B. (2012).
Foundation in Microbiology.
New York: McHraw -Hill.
Widyanti EM, Moehadi BI. (2016).
Proses Pembuatan Etanol Dari
Gula Menggunakan
Saccharomyces Cerevisiae Amobil. METANA. Desember 2016 Vol. 12(2):31-38 ISSN:
1858-2907 EISSN: 2549-9130.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Lampiran
Gambar Keterangan
Pada perbesaran 4x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae tidak terlihat lebih detail dan hanya terlihat warna ungu gelap.
Pada perbesaran 10x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae sudah mulai terlihat jelas dan berkumpul di beberapa tempat.
Pada perbesaran 40x, bentuk khamir Saccharomyces cerevisiae tidak terlalu jelas dikarenakan kesalahan dalam penggunaan mikroskop
Secara teoritis, pada pengamatan 40x, bentuk khamir seharusnya terlihat lebih jelas dimana ada bintik hitam yang banyak.