• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANGKATAN ANAK TANPA PROSES PENGADILAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PENGANGKATAN ANAK TANPA PROSES PENGADILAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM "

Copied!
91
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini mengenai: akibat hukum pengangkatan anak tanpa melalui proses pengadilan ditinjau dari hukum positif dan hukum Islam.

Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam sehingga dapat memberikan kontribusi dalam bidang keilmuan maupun materi seperti literatur.

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang penulis lakukan adalah membahas tentang pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku baik hukum positif maupun hukum Islam. Peradilan dan Hak-Haknya Menurut Rancangan Hukum Islam” (Universitas Jember, Fakultas Hukum, Program Studi Hukum, 2017), h. 13 I Ngurah Primayuda Bawananta, I Made Yudana, Ratna Artha Windari, Jurnal “Adopsi dan Hukumnya menurut hukum perdata dan hukum adat Bali”.

Landasan Teori

Keempat, Sri praptianingsih, Ahmad Fahim Kurniawan, jurnal berjudul “Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat dan Hukum Positif di Indonesia”14. Penelitian yang penulis lakukan adalah apa akibat hukum jika pengangkatan anak tidak dilakukan melalui pengadilan.

Metode Penelitian

Sumber data sekunder adalah bahan pendukung yang berkaitan erat dengan sumber data primer seperti Al-Quran dan Hadits Perdata, buku-buku, literature hukum, karya ilmiah peneliti sebelumnya, seperti skripsi, jurnal, tesis dan internet. . Dalam hal ini berusaha mengumpulkan bahan hukum yang sesuai dengan objek pembahasan dan yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dibahas dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengangkatan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, al-Quran surah al-Ahzab: 4-5 Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab Hadits Buhkari Muslim Ini merupakan metode pengumpulan data dan analisis isi suatu teks.

Sistematika Penulisan

KERANGKA TEORI

Syarat-Syarat pengangkatan Anak

Pada saat ini masyarakat hanya mengangkat anak berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, tanpa bergantung pada syarat-syarat yang dipenuhinya, hal ini disebabkan ketidaktahuan masyarakat dalam hal syarat-syarat pengangkatan anak. 35 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 110 Tahun 2009 Pasal 1 36 Kompilasi Hukum Islam.. anak ini begitu mudah dilakukan, padahal tata cara dan syarat-syarat pengangkatan anak sudah diatur dalam undang-undang. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 mengatur tentang pengangkatan anak, yang menyatakan bahwa untuk mengangkat anak harus terlebih dahulu diajukan permohonan persetujuan/pengangkatan kepada pengadilan negeri tempat anak yang akan diangkat itu berada.

Bentuk permohonan dapat tertulis atau lisan dan disampaikan kepada Panitera, isi surat permohonan berupa motivasi pengangkatan anak semata-mata untuk tujuan kehidupan masa depan yang lebih baik setelah pengangkatan anak. anak. Penjelasan Pasal 12 ayat 2 huruf b dan c menjelaskan: Huruf b : Yang dimaksud dengan “sepanjang ada keperluan mendesak” seperti anak korban bencana, anak pengungsi dan sebagainya. Hufuf c: Yang dimaksud dengan “anak yang membutuhkan perlindungan khusus” adalah anak dalam keadaan darurat, anak yang melanggar hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang menjadi korban perdagangan manusia, anak korban narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (narkoba), anak korban kekerasan fisik atau mental, anak penyandang disabilitas dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Tujuan Dan Alasan Pengangkatan Anak

UU no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan anak dan dilakukan berdasarkan kebiasaan setempat serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. dan peraturan. Ketentuan ini sangat menjamin perlindungan terhadap anak yang sifatnya sangat tergantung pada orang tuanya. Praktek pengangkatan anak dengan alasan komersial, jual beli, semata-mata demi dorongan dan setelah anak lahir, kemudian anak angkat tersebut ditelantarkan atau ditelantarkan, sangat bertentangan dengan hak-hak anak.

Oleh karena itu, pengangkatan anak harus dilandasi dengan semangat yang kuat untuk memberikan pendampingan dan perlindungan agar masa depan anak angkat lebih baik dan bermanfaat. Berbeda dengan peraturan perundang-undangan, tujuan pengangkatan anak dalam hukum adat lebih dititikberatkan pada kekhawatiran (calon orang tua angkat) akan kepunahan, sehingga calon orang tua angkat (yang tidak mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kerabatnya dan berkedudukan sebagai anak kandung dari ibu dan ayah yang membesarkannya, terlepas dari kelas kerabatnya semula. Alasan pengangkatan anak antara lain karena dalam rumah tangga pasangan yang hendak mengangkat anak tidak mempunyai anak, dan ingin mempunyai anak untuk memelihara keluarga/marga agar dapat memelihara dan memeliharanya. nanti di usia tua mereka.

Dan tidak jarang masyarakat memahami bahwa ada kepercayaan bahwa dengan anak di rumah seseorang dapat memiliki anak sendiri, bahwa ada rasa iba terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu merawatnya atau demi kemanusiaan. , untuk mencarikan teman bagi anaknya yang sudah ada, karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkat anak perempuan dan sebaliknya, karena ada hubungan kekeluargaan sehingga atas permintaan orang tua kandung anak maka dibuatlah keluarga sehingga anaknya diadopsi.

Macam-macam Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak harus “cerah”, yaitu harus dilakukan dengan upacara atau rites de pas saga dengan bantuan pangeran atau tokoh masyarakat. Pengangkatan anak dari keponakan (laki-laki dan perempuan). Hal ini terjadi di Sulawesi, Jawa dan beberapa daerah lainnya. Meskipun biasanya anak laki-laki yang diadopsi sebagai anak, ada kemungkinan anak perempuan diadopsi sebagai kelanjutan dari keluarga.

Dalam masyarakat suku Semendo di Sumatera Selatan (anak tung-gu tubang) serta suku Dayak Landak dan Dayak Tayan di Kalimantan Barat (putra pangkal), di mana anak perempuan mengurus harta dan anak perempuan memegang kedudukan yang lebih tinggi jika anak lelaki mempunyai . 49 . Dalam masyarakat Bali, jika tidak ada anak lelaki yang boleh diambil sebagai anak angkat, anak perempuan juga boleh dijadikan kesinambungan keluarga (sentana). Maka anak perempuan sebegini boleh berkahwin hanya dengan mengahwinkan anak dan suaminya dipanggil sentana tangaran.

Di antara penduduk pulau Kei dan Sumba, dimungkinkan untuk mengadopsi anak perempuan, yang kemudian menikah dengan keponakannya (sepupu silang).

Prosedur Pengangkatan Anak

Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima jika cukup mendesak, misalnya ada ketentuan perundang-undangan. Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. Permohonan pengangkatan anak isinya tunggal, yaitu hanya diminta agar seorang anak bernama A ditetapkan sebagai anak angkat dari B.

Pemohon yang beragama Islam dan berhasrat untuk memohon pengangkatan anak berdasarkan hukum syarak, permohonan dikemukakan kepada mahkamah agama dalam bidang kuasa di mana anak asing yang hendak diambil itu berada. Prosedur dan Keperluan Permohonan untuk Anak Angkat WNI oleh Ibu Bapa Angkat WNA (Intercountry Adoption). Pemohon yang beragama Islam dan berhasrat untuk memohon pengangkatan anak berdasarkan syariat Islam, permohonan dikemukakan kepada mahkamah agama dalam bidang kuasa di mana anak Indonesia yang hendak diambil itu bermastautin.

Tanpa menambah permintaan lain seperti: "supaya anak bernama A dilantik sebagai waris kepada B". c. Syarat-syarat permohonan pengambilan anak WNI oleh ibu bapa angkat WNA.

Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Praktik pengangkatan anak di tengah kehidupan sosial telah melembaga dan menjadi bagian dari budaya yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. Namun lembaga pengangkatan anak ini akan mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri yang terus mengalami kemajuan. Pada tahun 1963, pengangkatan anak perempuan dilakukan oleh Pengadilan Negeri Khusus di Jakarta dengan putusannya tanggal 29 Mei 1963 nomor 907/1963.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tanggal 17 Oktober 1963 Nomor 588 Tahun 1963 G, sering disebut Yurisprudensi Pengangkatan Anak Perempuan; Penetapan Pengadilan Negeri Bandung dalam Surat Keputusannya tanggal 26 Februari 1970 No. 32 Tahun 1970 tentang Pengangkatan Anak Perempuan oleh Wanita yang Belum Menikah. Dahulu pengangkatan anak hanya dapat dilakukan oleh suami istri atau janda atau duda yang tidak memiliki anak laki-laki.

Intinya adalah bahwa adopsi hanya dimungkinkan jika mereka sudah menikah, tetapi pada akhirnya adopsi dapat dilakukan oleh seseorang yang belum menikah berdasarkan kebijaksanaan pengadilan.

Pengangkatan Anak Menurut hukum Islam

Jadi jika seorang anak diadopsi, baik orang tua kandungnya diketahui atau tidak, mereka harus diperlakukan dengan baik karena masa depan anak tergantung pada orang tua angkatnya. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkatnya secara langsung, kecuali sebagai tanda pengenal/alamat. Hukum Islam telah menegaskan bahwa hubungan hukum antara orang tua angkat dan anak angkat hanya terbatas pada hubungan antara orang tua angkat dan anak angkat.

Pengangkatan anak menurut hukum Islam tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-wali dan pewarisan dengan orang tua angkat. Anak tersebut tetap menggunakan nama ayah kandungnya dan tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya. Kemudian, putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya, dan kedudukan anak angkat sama dengan kedudukan anak kandung.

Pasal 209 KHI mengatur bahwa anak angkat mendapat bagian dari harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua angkatnya melalui wasiat wajib.

Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat

79 Afdhol, Review, Adopsi dan Aspek Hukum dalam Hukum Adat, (Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, 29 November 2006), hal. Dalam perbuatan hukum pengangkatan anak yang tidak bertujuan untuk menjadi anak kandung, tidak harus dilakukan secara jelas dan tunai. Di Jawa, pengangkatan anak pada umumnya tidak memutuskan hubungan kekerabatan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya.

Sifat pengangkatan anak ini pada umumnya hanya mengikutsertakan anak angkat dalam kehidupan keluarga (soma) orang tua angkat. Dalam pengangkatan anak pada masyarakat Jawa dan Sulawesi, perbuatan hukum pengangkatan anak tidak dilakukan secara terbuka dan tunai. Pengangkatan anak dalam masyarakat ini bukan untuk memutuskan hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandungnya.

Selain itu, ada dua jenis adopsi adat yaitu adopsi langsung dan tidak langsung.

AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN PENGANGKATAN

Akibat Hukum Pengangkatan Anak Tanpa Proses Pengadilan

Sanksi Pengangkatan Anak Yang Tidak Sesuai Dengan

96 Surjanti, Jurnal “Akibat Hukum dan Sanksi Pidana Terhadap Pengangkatan Anak Secara Ilegal” (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Hukum, Program Studi Ahwal Syakshiyyah, 2013), h. Ayat (3) “Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar kebiasaan dan kebiasaan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan”98. Ayat (2) “Pendaftaran pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang mengeluarkan kutipan akta kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah Penduduk menerima salinan akta kelahiran. memiliki. dari perintah pengadilan." 99.

Penetapan pengadilan disini berperan penting dalam penyelesaian masalah hukum bagi anak angkat, khususnya untuk memberikan kepastian hukum yang utuh bagi perlindungan anak angkat apabila tata cara pengangkatan anak dilakukan melalui penetapan pengadilan. Hak-hak hukum anak angkat harus dipenuhi oleh calon orang tua angkat agar pengangkatan anak tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Pengangkatan anak tanpa putusan pengadilan dapat menimbulkan akibat hukum yang merugikan baik bagi anak angkat maupun orang tua angkatnya.

Pengangkatan anak harus sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this chapter is three-fold: 1 Provides an overview of existing modular satellite Bus, mission PL architectures and related communication data Busses, 2 Discusses future