PENGARUH EKSTRAK KULIT BATANG ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.) TERHADAP KUALITAS SPERMA EPIDIDIMIS MENCIT (Mus
musculus L. Swiss Webster)
JURNAL
FITRIA DONA NIM. 09010209
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI SUMBAR
PADANG
2014
Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Terhadap Kualitas Sperma Epididimis Mencit (Mus musculus L. Swiss Webster)
Fitria Dona1
,
Ramadhan Sumarmin2, Gustina Indriati31. 3Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang [email protected]
Abstract:
This study aims to determine the effect of bark extract (Pterocarpus indicus Willd.) on the quality of epididymal mice spermatozoa (Mus musculus L. Swiss Webster). This experiment used a Completely Randomized Design (CRD) consisting of 3 treatments and 9 replications. K is the control with no treament and bark extract.
Treatment of P1 and P2 are given treament bark extract orally for 35 days at dosages of 0,1gr/b.w and 0,2 gr/
b.w, After treament the mice decapitatied and surgical the epididymal taken to count the number of sperm with Improved Neubauer method for calculating and used Eosin staining of normal and abnormal spermatozoa. Data were analyzed by ANOVA (Analysis Of Varians) and followed DNMRT. The result showed the average number of spermatozoa P2 is 56.38 × 105 significantly different (p < 0.05) compared to P1 54.05 × 105 and K 48.22 × 105. While the average number of abnormal spermatozoa in K 12.27 × 105 and P1 23.33 × 105 and P2 27.94 × 105. It can be concluded that the bark extract given orally for 35 days can reduce the quality of sperm and increase abnormal of sperm.
Keyword: Pterocarpus indicus Willd., mice, sperm quality, reproductive hormone synthesis.
Pendahuluan
Secara tradisional tumbuhan angsana banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari antara lain rebusan daunnya untuk shampoo, kayu sebagai pembuatan perabot, dekorasi dan hiasan, sedangkan getahnya sebagai pewarna kerajinan tangan. Sebagai obat tradisional jus akar angsana digunakan sebagai pengobatan sifilis, getah batangnya digunakan untuk pengobatan kanker terutama kanker mulut, kulit kayunya digunakan sebagai antidiare, antimalaria, meringankan penyakit kandung kemih, udema, ganguan hati dan sakit kepala. Selain itu angsana juga dapat menghambat pertumbuhan tumor rongga mulut, memecahkan batu ginjal dan gatal gatal di kulit dan sariawan (Fatimah. 2006).
Kayu angsana mengandung bahan berwarna kemerahan (narrin, santalin dan angolesin). Narrin merupakan bubuk berwarna merah gelap dengan kandungan phloroglucinol dan resolcinol yang dapat larut dalam larutan alkalis.
Angsana ini juga mengandung pterocarpin dan pterostilben homopterocarpin, prunetin (prunusetin), formonoetin, isoliquritigenin, asam p- hydroxyhydrtropic, pterofuran, dan pterocarpol.
Penyulingan kayu menghasilkan getah tar. Menurut Corner dan Watanabe (1969, dalam Sumarmin, 2001) ekstrak kulit batang angsana mengandung triterpenoid, terpenoid dan alkaloid.
Dari hasil penelitian Vinori (2002), Kandungan kimia pada kulit batang angsana positif mengandung terpenoid. Diantara senyawa kimia yang terkandung dalam getah angsana tersebut belum dapat ditentukan golongan mana yang berkhasiat obat. Zur (2003) menemukan bahwa
ekstrak angsana dapat bersifat antifertilitas terhadap mencit betina.
Kulit batang angsana berkhasiat antifertilitas sehingga berpotensi mencegah kehamilan. Mekanisme kerja kontrasepsi dalam mencegah kehamilan antara lain dengan cara menggagalkan ovulasi dan menggagalkan implantasi. Kegagalan implantasi adalah salah satu perkembangan abnormal dari kehamilan. Hal ini akan berakibat pada terjadinya aborsi spontan.
Penggunaan kontrasepsi pada prinsipnya untuk mencegah terjadinya pembuahan atau peleburan antara sel sperma pria dengan sel telur wanita. Sarana kontrasepsi ini lebih banyak ditujukan pada kaum wanita, sedangkan pada pria masih terbatas, sehingga perkembangan kontrasepsi untuk pria jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasespsi untuk wanita (Wardoyo dalam Rusmiati 2007).
Dari penelitian Sumarmin (2001) dilaporkan bahwa ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) mampu memperpanjang siklus estrus pada mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) betina. Melihat fenomena bahwa angsana mampu menggugurkan kandungan pada ternak ruminansia maka bisa terjadi ekstrak kulit batang tumbuhan ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mencegah kehamilan (sebagai bahan kontrasepsi). Hal ini sesuai pendapat Syahrum (1994) salah satu tujuan KB yaitu penjarangan kehamilan dengan cara mengatur agar tidak terjadi pembuahan atau tidak terjadi nidasi atau perkembangan zigot.
Dari sekian banyak ekstrak tumbuhan yang diteliti belum diketahui efek kulit batang angsana terhadap kualitas sperma epididimis
mencit jantan secara in vivo, serta fenomena yang diamati dan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan angsana yang mendukung, maka diteliti efek ekstrak kulit batang angsana terhadap kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L. Swiss Webster).
Metode penelitian Rancangan penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium zoologi jurusan biologi FMIPA Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 3 perlakuan dengan 9 ulangan.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians dan uji DNMRT (Hanafiah, 2004).
Pengadaan dan aklimatisasi
Mencit yang digunakan adalah mencit Swiss Webster. Penelitian ini menggunakan dua puluh tujuh ekor mencit jantan (Mus musculus L.
Swiss Webster) berumur sebelas sampai dua belas minggu. Mencit diperoleh dari fakultas FMIPA Universitas Negeri Padang. Kandang perawatan mencit terbuat dari bak atau baskom plastik dengan ukuran 30 cm (p) × 20 cm (l) × 10 cm (t) yang bagian atasnya ditutupi jaring kawat dan bagian bawahnya dialasi sisa ketanam kayu yang diganti dua kali seminggu. Hewan coba diberi makan pelet dan minum.
Persiapan bahan uji
Kulit batang angsana di ambil dari Daerah Pantar, Kecematan Matur Kota Bukittinggi. Kulit batang angsana di potong-potong sekecil mungkin kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering (bewarna kecoklatan/ merah tua). Setelah kering, lalu dihaluskan dengan menggunakan lumpang besar dan alu sampai berbentuk seperti serbuk halus yang kering atau simplisia.
Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dengan cara mengambil 370 gram simplisia, Kemudian simplisia tersebut direndamkan dalam methanol absolute sebanyak 1000 ml selama 12 – 48 jam. selanjutnya disaring dengan menggunakan corong untuk memisahkan serbuk kulit batang angsana dari filtratnya. Filtrat yang terbentuk dipekatkan menggunakan water bath dengan suhu 50oC sampai berbentuk ekstrak pekat yang bewarna merah tua. Ekstrak kulit batang angsana yang didapat berupa lempengan padat berwarna merah tua kemudian dimasukkan dalam desikator.
Selanjutnya diserbukkan dengan cara ditumbuk dalam lumpang porselen dan ditimbang sesuai
dengan dosis perlakuan. Untuk pemberian pada hewan percobaan ekstrak diemulsikan dalam water bath dan diencerkan dengan larutan Na-CMC 1%, ekstrak ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik digital sesuai dengan perlakuan. (Reynold, 1993, dalam Sumarmin, 2001).
Pembuatan dosis ekstrak
1) Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dosis 200 mg/kg b.b.
Serbuk filtrate angsana ditimbang sebanyak 0,2 gr, kemudian diemulsikan kedalam pelarut aquabides sebanyak 100 ml dan ditambahkan Na-CMC 1 % kemudian dihomogenkan dengan water bath.
2) Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dosis 100 mg/kg b.b.
Serbuk filtrate angsana ditimbang sebanyak 0,1 gr, kemudian diemulsikan kedalam pelarut aquabides sebanyak 100 ml dan ditambahkan Na-CMC 1 % kemudian dihomogenkan dengan water bath.
Mencit jantan ditimbang terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan. Pemberian ekstrak kulit batang angsana dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 – 10.00 WIB. Pemberian ekstrak kulit batang angsana diberikan secara oral pada mencit jantan dengan menggunakan alat pencekokan (gavage) dengan dosis 0,1 gr/bb dan 0,2 gr/bb. Perlakuan diberikan selama 35 hari dengan volume 0,5 ml per harinya.
Pengamatan kualitas spermatozoa mencit a) Memotong epididimis bagian kiri dan kanan,
tempatkan di cawan Petridis yang telah diisi dengan larutan PBS.
b) Mengurut epididimis dengan menggunakan pinset kecil lalu disedot semennya sebanyak 10 mikron menggunakan mikropipet.
c) Semen dimasukan kedalam microtube kemudian ditambahkan 90 mikron larutan PBS dan digetarkan dengan tangan supaya homogen.
d) Semen disedot sebanyak 20 mikron lalu diteteskan di atas Improved Neubauer, kemudian diamati dibawah mikroskop.
e) Sperma yang didapat dihitung dalam 5 kotak (Gambar 4) yaitu A, B, C, D dan E dihitung dengan mempergunakan pembesaran 400 kali.
f) Hasil perhitungan jumlah spermatozoa kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah sperma/mL suspensi sebagai berikut :
Dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A, B, C, D dan E
Jumlah sperma = N/2 x 105 sperma / mL
g) Selanjutnya sperma disedot sebanyak 20 mikron lalu diberi pewarnaan dengan eosin untuk menghitung jumlah sperma normal dan abnormal.
Hasil
Kualitas spermatozoa
Gambar 1. Histogram jumlah rata-rata spermatozoa epididimis mencit pada berbagai perlakuan ekstrak kulit batang angsana.
Ket: histogram yang diikuti huruf kecil yang berbeda, berbeda nyata pada taraf α 5% pada uji DNMRT.
Hasil pengamatan terhadap rata-rata jumlah sperma epididimis pada mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) yang diberi perlakuan ekstrak angsana. Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa pada K ditemukan jumlah rata-rata spermatozoa yaitu 48,22 × 105. Sedangkan rata-rata jumlah spermatozoa pada perlakuan P1 yaitu 54,05
× 105 dan rata-rata jumlah spermatozoa pada perlakuan P2 yaitu 56,38 × 105. Pada perlakuan K
rata-rata jumlah spermatozoa berbeda nyata (p< 0,05) jika dibandingkan perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada perlakuan P1 rata-rata jumlah spermatozoa berbeda nyata (p< 0,05) jika dibandingkan perlakuan P2. Semakin meningkat perlakuan yang diberikan semakin banyak jumlah sperma yang ditemukan.
Spermatozoa normal
Gambar 2. Histogram jumlah rata-rata spermatozoa normal didapat pada epididimis mencit pada berbagai perlakuan ekstrak kulit batang angsana.
48.22c
54.05b
56.38a
44 46 48 50 52 54 56 58
K P1 P2
Jumlah Spermatozoa Mencit(105)
Perlakuan
87.94
76.94 72.61
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
K P1 P2
Jumlah Spermatozoa Normal Mencit 105
Perlakuan
Hasil pengamatan terhadap rata-rata jumlah spermatozoa normal pada mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) yang diberi berbagai perlakuan ekstrak angsana. Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa pada perlakuan K ditemukan jumlah rata-rata spermatozoa normal yaitu 87,94 × 105, sedangkan rata-rata jumlah spermatozoa normal pada perlakuan P1 yaitu 76,94 × 105 dan rata-rata jumlah spermatozoa normal pada
perlakuan P2 yaitu 72,94 × 105. Pada perlakuan K rata-rata jumlah spermatozoa normal berbeda nyata (p< 0,05) jika dibandingkan perlakuan P1 dan P2, Sedangkan pada perlakuan P1 rata-rata jumlah spermatozoa normal berbeda nyata (p< 0,05) jika dibandingkan perlakuan P2. Semakin tinggi dosis perlakuan akan mengurangi jumlah sperma normal yang diperoleh
.
Spermatozoa abnormal
Gambar 3. Histogram jumlah spermatozoa abnormal yang didapat pada epididimis mencit pada berbagai perlakuan ekstrak kulit batang angsana.
Ket: histogram yang diikuti huruf kecil yang berbeda, berbeda nyata pada taraf α 5% pada uji DNMRT.
Hasil pengamatan terhadap rata-rata jumlah spermatozoa abnormal pada mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) yang diberi perlakuan ekstrak angsana. Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa pada perlakuan K dengan jumlah rata-rata spermatozoa abnormal yaitu 12,27 × 105, sedangkan rata-rata jumlah spermatozoa abnormal pada perlakuan P1 yaitu 23,33 × 105 dan rata-rata jumlah spermatozoa abnormal pada perlakuan P2
yaitu 27,94 × 105 . Pada perlakuan K rata-rata jumlah spermatozoa abnormal berbeda nyata (p< 0,05) jika dibandingkan perlakuan P1 dan P2, Sedangkan pada perlakuan P1 rata-rata jumlah spermatozoa abnormal berbeda nyata (p< 0,05) dengan P2. Semakin tinggi dosis perlakuan semakin banyak jumlah sperma abnormal yang ditemukan.
Pembahasaan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada perlakuan K, P1, dan P2 ekstrak angsana diberikan pada mencit selama 35 hari didapat adanya jumlah rata-rata spermatozoa lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol.
Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa dengan pemberian ekstrak kulit batang angsana dalam berbagai dosis perlakuan berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa epididimis mencit. Pemberian dosis yang semakin tinggi menyebabkan jumlah sperma bertambah (Gambar 1).
Dosis terbaik yang bisa digunakan sebagai obat antifertilitas adalah pada perlakuan P1 karena meskipun terjadi peningkatan jumlah sperma namun diikuti dengan banyak sperma yang abnormal sehingga yang normal juga menurun.
Namun pada perlakuan P2 jumlah rata-rata sperma lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P1 dan kontrol juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P2. Meningkatnya jumlah sperma pada perlakuan P2 diduga karena hewan uji coba yang memiliki variasi dalam ketahanan fisiologis dari dosis yang diberikan. Namun jumlahnya tidak melebihi dari jumlah kontrol.
12.27c
23.33b
27.94a
0 5 10 15 20 25 30
K P1 P2
Perlakuan Spermatozoa Abnormal Mencit 105
Perlakuan
Sedangkan hasil pengamatan sperma normal (Gambar 2) pada epididimis mencit diperoleh jumlah rata-rata pada kontrol lebih banyak dari pada perlakuan yang diberikan ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.).
Hasil analisis varian didapatkan bahwa ekstrak kulit batang angsana berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa normal pada mencit. Pada perlakuan P1 sudah menyebabkan jumlah sperma normal mengalami penurunan. Pada dosis tersebut juga sudah bisa dijadikan sebagai obat antifertilitas pada jantan karena dapat menghambat atau mengurangi jumlah sperma yang normal. Berdasarkan hal tersebut dapat diaplikasikan bahwa pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa epididimis mencit dan menyebabkan sperma menjadi abnormal.
Dari hasil pengamatan spermatozoa abnormal (Gambar 3) pada epididimis dimana diperoleh rata-rata sperma abnormal pada perlakuan K, perlakuan P1 dan P2 lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya.
Setelah dianalisis secara statistik dimana pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) berpengaruh terhadap jumlah sperma yang abnormal. Berdasarkan hal tersebut dapat diaplikasikan bahwa pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) berpengaruh terhadap jumlah sperma tetapi dapat meningkatkan jumlah sperma dengan dosis yang semakin tinggi.
Menurunya spermatozoa normal dan meningkatnya yang abnormal kemungkinan disebabkan oleh menurunnya kadar testosteron.
Dengan menurun kadar testosteron akan mengakibatkan terjadinya gangguan proses maturasi spermatozoa dalam epididimis, terutama gangguan dalam glikolisis. Saluran alat kelamin jantan yang sangat tergantung pada adanya testosteron adalah epididimis. Epididimis berfungsi sebagai penampung produksi spermatozoa dan cairan testis (Ermayanti, dkk, 2010).
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Syahrum (1994) bahwa di dalam tubulus seminiferus, androgen berfungsi dalam mengontrol proses spermatogenesis pada pembelahan meiosis dan proses spermiogenesis.
Gangguan pada maturasi spermatozoa mengakibatkan sperma menjadi abnormal seperti ekor spermatozoa bergulung, kepala spermatozoa tanpa ekor, kepala spermatozoa tanpa pengait, dan leher spermatozoa patah.
Kesimpulan
Pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dapat menurunkan kualitas spermatozoa dan
meningkatkan abnormalitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.Swiss Webster).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh ekstrak kulit batang angsana terhadap histologi organ epididimis mencit jantan dengan dosis yang sama.
Perpustakaan
Ermayanti, Ayu, Manik, Ni Gusti. 2010. Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Perlakuan Infus Kayu Amargo (Quassia Amara Linn.) Dan Pemulihanya. Fakultas MIPA Universtas Udayana.
Fatimah, Cut, 2006. Uji aktvitas antibakteri ekstrak daun angsana ( Pterocarpus indicus willd) secara in vitro.
Online.repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/995/1/09E01471.pdf. Diakses 2 November 2012. 08.00 wib.
Hanafiah, K.A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Gravindo Persada:
Jakarta.
Rusmiati. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus Musculus L). Universitas Lambung Mangkurat ; Kalimantan Selatan.
Sumarmim, Ramadhan. 2001. Uji invivo eksrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) terhadap fertilitas mencit betina (Mus musculus L) swiss Webster. Laporan Hasil Penelitian Proyek Pengembangan Diri. FMIPA. UNP; Padang.
Syahrum, Hatta, Mohamad. 1994. Reproduksi Dan Embriologi. Jakarta: FKUI.
Vinori, Yufyi. 2002. Isolasi Terpenoid dari Kulit Tumbuhan Angsana (Pterocarpus Indicus Willd). Skripsi Sarjana Jurusan Kimia.
FMIPA. UNP: Padang.
Zur, Rahmanelis. 2003. Uji In vivo Ekstrak Kulit Batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Terhadap Fertilitas Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster. Skripsi Sarjana Biologi. FMIPA, UNP: Padang.