• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Perendaman Larutan Asam Sitrat dan Asam Askorbat Terhadap Mutu Tepung Porang

N/A
N/A
Jendri Awan

Academic year: 2024

Membagikan " Pengaruh Konsentrasi Perendaman Larutan Asam Sitrat dan Asam Askorbat Terhadap Mutu Tepung Porang"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI PERENDAMAN LARUTAN ASAM SITRAT DAN ASAM ASKORBAT

TERHADAP MUTU TEPUNG PORANG

S K R I P S I

Oleh

HANI’ATUR ROSYIDAH NPM : 71200711012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA M E D A N

2024

(2)

PENGARUH KONSENTRASI PERENDAMAN LARUTAN ASAM SITRAT DAN ASAM ASKORBAT

TERHADAP MUTU TEPUNG PORANG

S K R I P S I

Oleh

HANI’ATUR ROSYIDAH NPM : 71200711012

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Islam Sumatera Utara

Komisi Pembimbing

Ir. Mahyu Danil, MP. MM Miranti, SP. MM Ketua Anggota

Disyahkan Oleh:

Dr. Ir. Muji Paramuji, MSc.

Ketua Program Studi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN

2024

(3)

i

RINGKASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium THP Fakultas Pertanian UISU.

Umbi porang merupakan salah satu jenis tanaman dalam suku talas-talasan yang banyak tumbuh di Indonesia. Umbi porang merupakan salah satu umbi yang dimanfaatkan kebutuhan hidup masyarakat Indonesia diantaranya sebagai bahan makanan, obat-obatan dan tanaman hias. Umbi porang mengandung polisakarida yang dapat menyerap air serta memiliki kandungan glukomanan yang tinggi.

Masalah dalam pengembangan tepung umbi porang yang masih harus dilakukan adalah menurunkan kandungan oksalat pada umbi porang, dengan menggunakan cara sederhana seperti dilakukan metode dengan menggunakan jenis pelarut kimia, Kalsium oksalat yang terkandung dalam umbi porang ini menyebabkan rasa gatal dan ketika diekstraksi akan mempengaruhi kualitas tepung glukomanan, sehingga perlu dilakukan penurunan kadar kalsium oksalat dengan menggunakan pelarut asam, seperti asam sitrat dan asam askorbat.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yaitu : AS1 = Asam Sitrat 3%, AS2 = Asam Sitrat 5%, AS3 = Asam Sitrat 7%, AA1 = Asam Askorbat 3%, AA2 = Asam Askorbat 5%, AA3 = Asam Askorbat 7%. Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kalsium oksalat, glukomanan dan organoleptik warna.

Hasil penelitian : Kadar air tertinggi 12,78% (AS2), terendah 11,59%

(AA3), Kadar abu tertinggi 3,22% (AA1), terendah 2,87% (AS3), Kalsium oksalat tertinggi 6,56% (AS1), terendah 4,09% (AA3), Glukomanan tertinggi 66,00%

(AA3), terendah 51,89% (AS1), Warna tertinggi 2,95 (AA3), terendah 2,45%

(AS1). Untuk membuat tepung porang yang baik dapat dilakukan perendaman dalam larutan asam askorbat konsentrasi 7%, dan larutan asam sitrat 7%.

Kata Kunci : Tepung Porang, Asam Sitrat, Asam Askorbat.

(4)

ii SUMMARY

This research was carried out at the THP Laboratory, Faculty of Agriculture, UISU.

Porang tuber is one type of plant in the taro tribe that grows in Indonesia.

Porang tuber is one of the tubers that are used for the needs of Indonesian people, including as food, medicine and ornamental plants. Porang tubers contain polysaccharides that can absorb water and have a high glucomannan content. The problem in the development of porang tuber flour that remains to be done is to reduce the oxalate content in porang tubers, by using a simple method such as the method using a type of chemical solvent, calcium oxalate contained in porang tubers causes itching and when extracted will affect the quality of glucomannan flour, so it is necessary to reduce calcium oxalate levels by using acid solvents, such as citric acid and ascorbic acid.

This study used a non-factorial completely randomized design (CRD), namely: AS1 = 3% citric acid, AS2 = 5% citric acid, AS3 = 7% citric acid, AA1

= 3% ascorbic acid, AA2 = 5% ascorbic acid, AA3 = 7% ascorbic acid.

Parameters observed included moisture content, ash content, calcium oxalate, glucomannan and color organoleptic.

Research results: Highest water content 12.78% (AS2), lowest 11.59%

(AA3), highest ash content 3.22% (AA1), lowest 2.87% (AS3), highest calcium oxalate 6.56% (AS1), lowest 4.09% (AA3), highest Glucomannan 66.00%

(AA3), lowest 51.89% (AS1), Highest color 2.95 (AA3), lowest 2.45% (AS1). To make good porang flour, you can soak it in a 7% concentration of ascorbic acid solution and a 7% citric acid solution.

Keywords : Porang flour, citric acid, ascorbic acid.

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Perendaman Larutan Asam Sitrat Dan Asam Askorbat Terhadap Mutu Tepung Porang”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ir. Mahyu Danil, MP. MM., dan Ibu Miranti, SP. MM., masing- masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing.

2. Bapak Dr. Ir. Muji Paramuji, MSc., Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian.

3. Ibu Dr. Ir. Murni Sari Rahayu, MP., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara khususnya Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan pegawai yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang turut membantu saya dalam penyelesaian kuliah dan usulan penelitian ini.

5. Terima kasih kepada kedua orang tua, kakak, dan abang yang selalu memberikan support kepada saya dalam menyelesaikan kuliah dan usulan penelitian ini.

(6)

iv

6. Kepada teman-teman saya Ayu, Dita, Wina, Siti yang senantiasa selalu mendukung saya dan memberi semangat dalam masa penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang turut membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Terakhir, terima kasih untuk diri sendiri, karena telah mampu berusaha dan bertahan dalam tekanan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai bentuk kebanggaan kepada diri sendiri.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun penyusunannya. Namun penulis berharap skripsi ini berguna bagi yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2023

Hani’Atur Rosyidah

(7)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hani’Atur Rosyidah dengan NPM 71200711012.

Dilahirkan di Medan pada tanggal 01 Agustus 2000, Beragama Islam, Alamat Jln.

Eka Surya No.304, Kec. Gedung Johor, Kabupaten Medan Johor, Sumatera Utara.

Orangtua, Ayah bernama Riyanto dan Ibu bernama Dwiyana Yuliawan, Ayah bekerja sebagai Wiraswasta dan Ibu sebagai Ibu Rumah Tangga, Orangtua tinggal di Jln. Eka Surya No.304, Kec. Gedung Johor, Kabupaten Medan Johor, Sumatera Utara.

Pendidikan formal : Tahun 2006-2012 menempuh pendidikan di SD Yayasan Pendidikan Islam Haji Masri Darul Ilmi Murni Medan, Tahun 2013 - 2015 menempuh pendidikan di SMP Islam Ulun Nuha Medan, Tahun 2016 - 2018 menempuh pendidikan di SMK Negeri 7 Medan, Tahun ajaran 2020 - 2021 memasuki Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian guna melanjutkan pendidikan S1.

(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN i

SUMMARY ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 5

1.3 Kegunaan Penelitian 5

1.4 Hipotesa Penelitian 5

2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Tanaman Porang (Amorphophallus oncophyllus) 6

2.1.1 Umbi Porang 7

2.1.2 Komposisi Kimia Umbi Porang 8

2.2 Tepung Porang 9

2.3 Pemanfaatan Tepung Porang 11

2.4 Asam Sitrat 12

2.5 Asam Askorbat (Vitamin C) 13

3. BAHAN DAN METODE 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15

3.2. Bahan dan Alat Penelitian 15

3.2.1 Bahan Kimia Yang Digunakan 15

3.2.2 Alat-Alat Yang Digunakan 15

3.3 Metode Penelitian 16

3.4 Model Rancangan 16

3.5 Pelaksanaan Penelitian 17

3.6 Pengamatan dan Analiasa Parameter 19

3.6.1 Kadar Air 19

3.6.2 Kadar Abu 19

3.6.3 Kalsium Oksalat (Permanganometri) 19

3.6.4 Analisa Kadar Glukomanan 20

3.6.5 Uji Organoleptik Warna 20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1. Kadar Air 23

4.1.1 Konsentrasi Perendaman Asam 23

4.2. Kadar Abu 23

(9)

vii

4.2.1 Konsentrasi Perendaman Asam 23

4.3 Kalsium Oksalat 23

4.3.1 Konsentrasi Perendaman Asam 23

4.4 Glukomanan 25

4.4.1 Konsentrasi Perendaman Asam 25

4.5 Organoleptik Warna 27

4.5.1 Konsentrasi Perendaman Asam 27

5. KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Kandungan Gizi Umbi Porang 9

2.2 Syarat mutu tepung porang 11

3.1 Skala Hedonik dan Numerik Nilai Organoleptik Warna 21 4.1 Pengaruh konsentrasi perendaman larutan asam terhadap parameter 22 yang diamati

4.2 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam 23 terhadap kalsium oksalat

4.3 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam 26 terhadap glukomanan

4.4 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam 28 terhadap orgnoleptik warna

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Struktur Kimia Glukomanan 8

3.1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian 18

4.1 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan kalsium oksalat 24 4.2 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan Glukomanan 26 4.3 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan Warna 28

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Kadar Air 36

2. Analisis Sidik Ragam Kadar Air 36

3. Tabel Data Kadar Abu 37

4. Analisis Sidik Ragam Kadar Abu 37

5. Data Kalsium Oksalat 38

6. Analisis Sidik Ragam Kalsium Oksalat 38

7. Data Glukomanan 39

8. Analisis Sidik Ragam Glukomanan 39

9. Data Warna 40

10. Sidik Ragam Warna 40

(13)

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai iklim tropis dan kondisi tanah yang subur sehingga memudahkan budidaya berbagai jenis umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan salah satu produk pertanian lokal yang perlu dikembangkan karena berbagai manfaatnya bagi pasokan pangan lokal. Umbi-umbian dapat diolah menjadi pangan karena mengandung komponen gizi yang kompleks dan dapat diolah menjadi berbagai macam pangan (Komaryanti, 2017).

Hal ini dikarenakan umbi-umbian mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga dapat dijadikan makanan pokok masyarakat. Umbi-umbian lain yang dapat tumbuh di Indonesia adalah ubi jalar, singkong, suweg, porang, iles-iles, gembili, ganyong, kimpul, talas dan gadung. Pada umumnya umbi-umbian hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan pokok atau sebagai bahan pelengkap untuk menghasilkan produk, hal ini disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan dalam pengolahannya. (Hatmi dan Djaafar, 2014).

Umbi porang (Amorphophallus oncophillus) merupakan salah satu umbi yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Dinas kehutanan Jawa Timur (2017), menyatakan bahwa produktivitas umbi mencapai 4000 ton/tahun. Tingginya produktivitas tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, akademisi, pemerintah maupun industri.

Masyarakat di Indonesia tidak begitu banyak yang mengkonsumsi umbi porang secara langsung disebabkan kandungan oksalat dan glukomanan yang cukup tinggi, yakni sekitar 45-65%, sehingga membuat umbi porang istimewa

(14)

2

dibandingkan dengan umbi-umbi yang lain. Umbi porang banyak diolah menjadi keripik dan tepung untuk memperpanjang masa penyimpanannya tanpa ada perlakuan tambahan sebelumnya (Koswara, 2013). Oleh karena itu, zat-zat tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi atau diubah menjadi makanan olahan (Prayudaningsih et al., 2015).

Glukomanan adalah polisakarida yang tersusun oleh glukose dan mannose serta memiliki banyak manfaat terutama sebagai gelling agent. Pemanfaatan sumber daya lokal seperti umbi porang sebagai bahan pengganti gelling agent diperlukan untuk mengurangi penggunaan gelling agent yang berbahaya seperti boraks. Namun penggunaan tepung porang di industri makanan masih rendah karena secara visual tepung porang tidak menarik akibat warna tepung yang kecoklatan. Pencoklatan pada tepung porang disebabkan oleh reaksi browning selama pengolahannya. Reaksi browning menyebabkan penurunan mutu bahan pangan selama pemrosesan dan penyimpanan (Friedman, 1996).

Selain kandungan glukomanan yang kaya akan manfaat, umbi porang juga mengandung zat kimia bernama kalsium oksalat yang menjadi kendala dalam pengolahannya. Senyawa ini berupa kristal berbentuk jarum tajam yang menanamkan diri dalam jaringan sehingga dapat menyebabkan sakit luar biasa.

Oksalat bersama dengan mineral kalsium dalam tubuh manusia dapat membentuk senyawa yang tidak larut sehingga tidak dapat diserap tubuh. Kalsium oksalat sebagai penyebab sekitar 80% penyakit batu ginjal pada orang dewasa (Candra, A.

2011).

Masalah dalam pengembangan tepung umbi porang yang masih harus dilakukan adalah menurunkan kandungan oksalat pada umbi porang, dengan

(15)

3

menggunakan cara sederhana seperti dilakukan metode dengan menggunakan jenis pelarut kimia, sehingga diharapkan dapat menghasilkan tepung umbi porang dengan nilai kandungan oksalat yang rendah. Kalsium oksalat yang terkandung dalam umbi porang ini menyebabkan rasa gatal dan ketika diekstraksi akan mempengaruhi kualitas tepung glukomanan, sehingga perlu dilakukan penurunan kadar kalsium oksalat (Nurenik, 2016).

Kandungan kalsium oksalat pada umbi porang dapat menjadi kendala dalam pemanfaatan umbi porang di bidang pangan. Kadar kalsium oksalat pada umbi porang diharapkan hanya sebesar 0,4-1,5 gram. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menurunkan kandungan kalsium oksalat pada umbi baik secara mekanis maupun kimiawi. Beberapa metode penurunan kadar kalsium oksalat secara mekanis yang telah dilakukan cara sederhana diantaranya melalui proses pencucian, perebusan serta pengukusan. Upaya lainnya dalam mereduksi kandungan kalsium oksalat adalah dengan perlakuan kimia. Proses tersebut dilakukan dengan tujuan dekomposisi kalsium oksalat menjadi asam oksalat yang dapat larut dalam air dengan cara melarutkan kalsium oksalat ke dalam pelarut kimia asam sitrat dan asam askorbat (Schumm, 1978 dalam Marliana, 2011).

(Purwaningsih dan Kuswiyanto, 2016) melaporkan hasil penelitiannya pada perendaman irisan umbi talas dengan asam sitrat, diperoleh perlakuan terbaik yakni perendaman umbi talas pada konsentrasi asam sitrat 5%. Pada perendaman selama 15 menit mampu mereduksi sebesar 41,74% kalsium oksalat.

Pengembangan dalam pengolahan tepung umbi porang masih terus dilakukan dengan cara menurunkan kandungan oksalat pada umbi porang, dengan penggunaan cara sederhana seperti perendaman dengan menggunakan pelarut

(16)

4

kimia, sehingga diharapkan dapat menghasilkan tepung umbi porang dengan nilai kandungan oksalat yang rendah.

(17)

5

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi perendaman larutan asam sitrat dan asam askorbat terhadap mutu tepung porang.

1.3 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan.

2. Sebagai informasi tentang pembuatan tepung porang.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Diduga ada pengaruh konsentrasi asam sitrat terhadap mutu tepung porang.

2. Diduga ada pengaruh konsentrasi asam askorbat terhadap mutu tepung porang.

3. Diduga ada pengaruh interaksi perlakuan terhadap mutu tepung porang.

(18)

6

2. TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tanaman Porang (Amorphophallus oncophyllus)

Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis dan tumbuh hampir diseluruh hutan di Indonesia. Tidak banyak yang mengenal umbi porang sebagai bahan pangan lokal yang banyak tumbuh di lahan hutan di Jawa Timur. Umbi porang pada awalnya dikembangkan untuk mendukung program konservasi hutan. Seperti tepung terigu, umbi porang memiliki kandungan glukomanan yang memiliki fungsi sebagai pengenyal, pembentuk tekstur dan pengental makanan. Umbi porang masih dijual dalam bentuk chips (irisan kering dan tipis dari umbi porang) ke Jepang sebagai bahan utama dari produk tepung konjak (M.Alonso Sande, dkk 2008).

Jenis umbi yang termasuk dalam familia Araceae dengan genus Amorphophallus adalah umbi porang. Daerah tropis dari Afrika hingga Pasifik merupakan wilayah yang pertama kali dapat ditumbuhi porang (Amorphallus spp.). Pertumbuhan porang selanjutnya menyebar hingga ke Cina dan Jepang yang memiliki iklim sedang. Porang dapat tumbuh di Indonesia karena adanya penyebaran dari India, Myanmar dan Thailand (Jansen et al., 1996 dalam Sumarwoto, 2005). Porang yang tumbuh di Indonesia tidak hanya satu jenis tetapi memiliki jenis yang beragam antara lain A. muellleri, A. campanalatus, A.

decussilave, A. oncophyllus, dan A. spectabillis (Koswara, 2013).

Menurut (Hidayah, 2016), porang tumbuh dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi (1000 m di atas permukaan laut), suhu udara yang sesuai antara 25-35C, dengan curah hujan antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan. Di Kawasan dengan suhu udara di atas 35C daun tanaman akan

(19)

7

terbakar, sebaliknya pada suhu rendah menyebabkan porang menjadi dormansi (Hidayah, 2016). Pertumbuhan optimum umbi A. muelleri dapat dicapai bila tumbuh pada tanah yang mengandung Ca 25.3 me.hg-1, intensitas cahaya 50% - 60%, setelah empat tahun dibudidaya, umbinya sudah siap dipanen (Budiman &

Arisoesilaningsih, 2011).

Tanaman porang (A. muelleri Blume) dewasa memiliki ciri morfologi tangkai daun panjang 36 cm atau lebih, tebal batang bawah 8 cm, terdapat corak putih berbintik hijau zaitun, dengan lebar helaian daun lebih dari 30 cm. Spathe sepanjang 25 cm dengan bercak ungu kecoklatan di pangkal dan putih di dalam serta spadix dengan panjang 30 cm. Umbi porang segar berdiameter hingga mencapai 28 cm dengan daging berwarna kekuningan, Tanaman ini berbunga pada musim semi dan akan mengeluarkan bau busuk selama 2-3 hari saat putik mengalami pertumbuhan (Zhao et al., 2010)

2.1.1 Umbi Porang

Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk tanaman umbi famili Araceae yang mengandung kadar glukomanan yang cukup tinggi (15-64%

basis kering). (Katsuraya, dkk. 2003), menyebutkan bahwa glukomanan merupakan makanan dengan kandungan serat larut air yang tinggi, rendah kalori dan bersifat hidrokoloid yang khas. Glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10- 19 unit gugus karbon pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia glukomanan seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air dingin. Struktur kimia glukomanan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(20)

8

Gambar 2.1. Struktur Kimia Glukomanan

Umbi porang dapat dikonsumsi langsung seperti suweg Amorphophallus campanulatus, A.variabilis dan talas Colocasia esculenta. Umbi porang yang mengandung glukomanan tinggi, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan, kesehatan dan industri lainnya (Setiawati, 2017).

2.1.2 Komposisi Kimia Umbi Porang

Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) mengandung polisakarida yang dapat menyerap air serta memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang disebut glukomanan. Adapun kelebihan dari glukomanan yakni bersifat sebagai serat pangan, memiliki kemampuan gelatinisasi, sebagai pembersih saluran pencernaan, mampu menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Porang Kuning (Amorphophallus oncophyllus) merupakan jenis yang memiliki kandungan glukomanan tertinggi dibandingkan varietas Amorphophallus lainnya (Arifin, 2001).

Kandungan gizi umbi porang dalam per 100 g antara lain air (81,50%), pati (6,95%), protein (0,95%), lemak (0,02%), kandungan serat (2,60%) dan karbohidrat (3,85%) yang terkandung dalam bentuk glukomanan porang

(21)

9

(Kurniawati &Widjanarko, 2010). Menurut (Rissa, dkk. 2021), umbi porang dalam bentuk glukomanan memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu dapat meningkatkan imunitas tubuh, penyumbang serat yang baik, sebagai prebiotik dan mampu membantu penyerapan kalsium tubuh dengan baik. Glukomanan mengandung serat yang tinggi sehingga dapat dikonsumsi saat diet dan baik untuk penderita diabetes. Kandungan gizi yang kompleks mengakibatkan beberapa industri seperti pangan dan farmasi telah memanfaatkan glukomanan dalam pengolahan produk. Kandungan kimia umbi porang segar dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Umbi Porang (per 100 gram)

Unsur Kimia Jumlah (%)

Air 81,50

Abu 1,15

Pati 6,95

Glukomanan 3,75

Protein 0,95

Kalsium oksalat 0,25

Lemak 0,02

Serat 2,60

Logam berat Cu 0,09

Sumber : Kurniawati &Widjanarko, 2010.

2.2 Tepung Porang

Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena akan lebih tahan

(22)

10

disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Nurani dan Yuwono, 2014).

Salah satu pengolahan pascapanen adalah umbi porang. adalah dengan mengolah umbi menjadi tepung, yang dapat dilakukan dengan cara mengubah umbi segar menjadi berbentuk chips kering. Kemudian chips kering tersebut yang selanjutnya diolah menjadi produk berupa tepung. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning, pengolahan chips basah dapat dilakukan perendaman dalam larutan asam atau garam dapur (Wardani dan Handrianto, 2019).

Pengeringan umbi porang segar dalam bentuk chips dapat dilakukan dengan menggunakan oven ataupun pengeringan kontak langsung dengan sinar matahari yang mana kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri (Wardani dan Handrianto, 2019).

Tepung porang merupakan produk olahan yang berasal dari umbi porang.

Tepung porang merupakan produk setengah jadi yang praktis dengan umur simpan yang relatif panjang, sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih baik dari pada umbi porang. Tepungan porang memiliki kandungan air lebih rendah dibandingkan umbi porang yang memiliki kadar air 83% dalam 100 gram (Yuniwati dkk, 2020). Adapun syarat mutu tepung porang dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut :

(23)

11

Tabel 2.2. Syarat mutu tepung porang

Kriteria Uji Persyaratan SNI 7939-2013 (%)

Mutu I Mutu II Mutu III

Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Glukomanan

≤ 13

≤ 4

≤ 5 - -

>25

13 ≤ 15

>4 - <5

>5 - <13 -

-

0 - ≤ 25

15 – 16 5 – 6,5 14 - -

15 < 20 Sumber : SNI 7939-2013

2.3 Pemanfaatan Tepung Porang

Pemanfaatan tepung porang dapat digunakan untuk berbagai keperluan karena tingginya kadar glukomanan didalamnya. Dengan tingginya kemampuan glukomanan untuk larut didalam air, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, pakan ternak, pengikat air, bahan pengental, penggumpal atau pembentuk gel serta makanan diet rendah lemak dan kalori (Rahmi, dkk. 2021).

Di Jepang, China, dan Taiwan umumnya pembuatan konnyaku (mirip tahu) dan shirataki (berbentuk mie) menggunakan tepung porang sebagai bahan baku utama. Beberapa penelitian terkait pemanfaatan tepung porang telah dilakukan di Indonesia. Dalam pembuatan beras tiruan, tepung porang dapat ditambahkan sebagai bahan campuran (komposit) (Yuwono, 2010).

Tepung porang juga dapat digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengenyal (Haryani dan Hargono, 2008). Kemudian Haryani et al (2012) menambahkan bahwa pemanfaatan tepung porang sebagai bahan pengenyal dapat diaplikasikan pada pembuatan tahu. Selain itu, dalam pembuatan sosis ayam tepung porang digunakan sebagai bahan pengikat yang dicampur dengan tepung maizena sebagai bahan pengisinya, dengan proporsi terbaik 3% : 22%.

(24)

12

Selanjutnya, pada pembuatan mie instan terjadi peningkatan kandungan pati, lemak, protein, serat dan daya kembang mie dengan adanya penambahan 1%

tepung porang (Kurniawati, 2007). (Kulsum, 2012) melaporkan bahwa dengan sifat larutan tepung porang yang kental dapat dimanfaatkan sebagai bahan penstabil untuk memperbaiki tekstur pada pembuatan es krim.

2.4 Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik dengan gugus tricarboxylic acid.

Asam sitrat memiliki nama kimia 2-hydroxy-1,2,3-propanetricarboxylic acid, serta juga dikenal dengan β-hydroxytricaballylic acid (Ulman, 2002 dalam Pamudji dan Rachmadani, 2009). Penggunaan asam sitrat dalam bahan makanan umumnya sebagai bahan pengawet karena sifatnya yang mudah dicerna dan kelarutan yang tinggi, memiliki rasa asam, serta tidak beracun. Dalam reaksi enzim polifenol oksidase (PPO) asam sitrat berfungsi sebagai penurun pH dan chelating agent (Hutchings, 1994 dalam Melidia, 2021).

Asam sitrat memiliki kemampuan menghambat serta menghentikan proses pembusukan akibat aktivitas mikroorganisme, hal tersebut merupakan fungsi asam sitrat sebagai bahan pengawet (senyawa antimikroba). Proses penghambatan pertumbuhan mikroorganisme berlangsung dengan cara penurunan derajat keasaman (pH), hal tersebut dikarenakan asam sitrat memiliki pH yang rendah (Sabahannur, 2020).

Selain kegunaan asam sitrat sebagai pengawet, alasan besarnya pemanfaatan asam sitrat pada industri pangan karena dapat mencegah kerusakan warna dan aroma, menjaga turgiditas, penghambat oksidasi, peng-invert sukrosa,

(25)

13

penghasil warna gelap (pada kembang gula, jam dan jelly), hingga pengatur pH (Sasmitaloka, 2017).

Kontak langsung terhadap asam sitrat dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata baik dalam bentuk padatan (solid) maupun larutan (liquid). Asam sitrat dapat digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan dalam air karena kemampuannya dalam mengikat ion-ion logam (Othmer, 1987 dalam Trihardhini, 2016).

2.5 Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, selain asam dehidroaskorbat. Asam askorbat berbentuk bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan. Nama askorbat berasal dari akar kata a- (tanpa) dan scorbutus (skurvi), penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C (Svilbelf, et all. 1932). Asam askorbat merupakan antioksidan menakjubkan yang melindungi sel dari stres ekstraselular, dengan peningkatan proliferasi sel endotelial. Sifat antioksidan tersebut berasal dari gugus hidroksil dari nomor C2 dan 3 yang mendonorkan ion H+ bersama- sama dengan elektronnya menuju ke berbagai senyawa oksidan seperti radikal bebas dengan gugus oksigen atau nitrogen, peroksida dan superoksida (James, et all. 2010).

Vitamin C atau asam askorbat adalah senyawa kimia yang larut dalam air.

(Davies, et all. 1991) menjelaskan Vitamin C adalah nutrisi penting bagi manusia dan hewan. Vitamin yang memiliki aktivitas vitamin C adalah asam askorbat dan garamnya, terdapat asam dehidroaskorbat dari beberapa bentuk molekul yang teroksidasi. Vitamin C keduanya secara alami terdapat dalam tubuh ketika salah

(26)

14

satu dari asam ini bertemu dalam sel karena perubahan bentuk yang disebabkan oleh pH. Vitamin C yang ada di alam paling banyak terdapat dalam bentuk L- asam askorbat, sedangkan D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki sepuluh persen aktivitas vitamin C. Vitamin C termasuk golongan vitamin yang larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi kuat.

Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki titik leleh pada suhu 190-192°C. Vitamin C mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform dan minyak.

Vitamin C merupakan hablur atau serbuk; putih atau kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam kering, stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190° C.

Bila terpapar udara, warnanya berlahan-lahan menjadi lebih gelap. Dalam keadaan kering, stabil diudara, tetapi dalam larutan akan teroksidasi dengan cepat lebih gelap. Kelarutan vitamin C (asam askorbat) mudah larut dalam air, agak sukar larut dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen.

Penyimpanan tidak boleh dikeringkan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Syarifah, 2010).

Asam askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi.

Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari oksidatif (Belleville-Nabeet, 1996).

(27)

15

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2023 di Laboratorium Fakultas Pertanian, UISU Medan.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama penelitian yang digunakan meliputi umbi porang, Asam sitrat, Asam askorbat dan Aquadest

3.2.1 Bahan Kimia Yang Digunakan NaOH 0,1 N Iodium

Asam Sitrat Aquadest Asam Askorbat Phenolptalein KMnO4 0.1 N H2SO4 2N

Etanol 96% Aluminium sulfat 0.3 g

3.2.2 Alat-Alat Yang Digunakan

Pisau Beakerglass

Baskom pH meter

Timbangan Refraktometer

Blender Cawan petri

Alat parut manual Corong

Nampan keranjang Ayakan 100 Mesh Pipet tetes abu ukur Pipet volume

Buret Erlenmeyer

Desikator Tandur

(28)

16

3.3 Metode Penelitian

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial, yang terdiri atas 6 taraf perlakuan yaitu : AA1 = Asam Askorbat 3%

AA2 = Asam Askorbat 5%

AA3 = Asam Askorbat 7%

AS1 = Asam Sitrat 3%

AS2 = Asam Sitrat 5%

AS3 = Asam Sitrat 7%

3.4 Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model linier :

Yij: µ + αi+ βj+ εij Dimana :

Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan pada taraf ke-I dan ulangan ke j μ = Nilai tengah umum

αi = Perlakuan ke-i βj = Ulangan ke-j

εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(29)

17

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat preparasi pembuatan porang parut basah.

Sebelum dilakukan perendaman, umbi porang dikupas, dicuci bersih dan parut menjadi ukuran yang kecil sebesar 1 x 0,5 cm parutan porang basah ditimbang sebanyak 250 gram, kemudian direndam dalam 700 mL larutan Asam askorbat dan Asam sitrat dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7% selama 45 menit. Setelah dilakukan perendaman selama 45 menit, larutan Asam askorbat dan Asam sitrat.

Parutan porang basah dibilas dengan 250 mL akuades sebanyak satu kali, di keringkan lalu diletakkan pada loyang yang dilapisi aluminium dan di keringkan dalam oven blower selama 24 jam pada suhu 65⁰C. Masing-masing perendaman dalam Asam askorbat dan asam sitrat dilakukan 3x pengulangan. Parutan porang yang telah kering dihaluskan menggunakan blender menjadi tepung porang dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Selanjutnya tepung siap untuk dianalisis.

(30)

18

Bagan alir pembuatan tepung porang dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Dicuci bersih

Di cuci bersih Di kupas Umbi Porang

Dipotong dengan ukuran 1 x 0,5 cm

Ditimbang sebanyak 250 gr

Direndam menggunakan total larutan air dan perlakuan sebanyak

700 mL selama 45 menit

Ditiriskan

Dikeringkan dalam oven blower suhu 650C selama 24 jam

Dihaluskan dengan blender

Diayak dengan ayakan 100 Mesh

Tepung Porang

Analisa Parameter : - Kadar air - Kadar abu - Kadar kalsium

oksalat - Glukomanan - Warna Kulit

Larutan asam sitrat (3%, 5%, 7%) Larutan asam askorbat

(3%, 5%, 7%)

(31)

19

3.6 Pengamatan dan Analisa Parameter

Pengamatan dan analisa parameter meliputi kadar air, kadar abu, kalsium oksalat, glukomanan, dan warna.

3.6.1 Kadar Air (Sudarmadji, 1996)

Kadar air ditentukan dengan metode oven bahan ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini

diulangi sampai dicapai berat konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus : Kadar air (%) =

3.6.2 Kadar Abu (Soedarmadji 1996)

Penentuan kadar abu menggunakan metode pengabuan bahan ditimbang sebanyak 5 gr di dalam cawan porselin yang kering dan diketahui beratnya, kemudian dipijarkan dalam muffle 6000C sampai diperoleh abu berwarna putih.

Kadar Abu (%) =

3.6.3 Kalsium Oksalat (Permanganometri)

Kandungan Kalsium Oksalat (Permanganometri) porang dianalisis menggunakan metode ekstrasi (Tatirat dan Charoenrein, 2011). Ditimbang 5 gram sampel tepung umbi porang, kemudian dimasukkan kedalam 250 ml beaker glass.

Menambahkan aquades 100 ml. dipipet 10 ml filtrate hasil pengenceran masukkan dalam Erlenmeyer dan tambahkan 10 ml KMnO4 0.1 N dan 1 ml H2SO4 2N, lalu dipanaskan diatas hot plate dengan suhu 700C. dinginkan dan tambahkan asam oksalat 0.1N, lalu titrasi dengan larutan KMnO4 0.1N hingga terbentuk warna merah muda.

(32)

20

Kdr. Kal. Oxalat (mg/100g) = ( )

( )

3.6.4 Analisa Kadar Glukomanan

Kandungan glukomanan tepung porang dianalisis menggunakan metode ekstrasi (Tatirat dan Charoenrein, 2011). 3 gram tepung porang ditambahkan larutan aluminium sulfat 0.3 g/100 mL, kemudian diaduk selama 15 menit dalam water bath dengan suhu 95 0C. Setelah larutan dingin, dilanjutkan dengan diguncang dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam kemudian disaring untuk memisahkan antara slurry dan supernatant. Supernatant yang diperoleh kemudian ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 1:1 dan didiamkan selama 24 jam untuk mengendapkan glukomanan. Endapan kemudian disaring menggunakan kertas saring sehingga didapatkan tepung glukomanan basah. Tepung glukomanan tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven pada 600C selama 12 jam.

Tepung yang sudah kering kemudian ditumbuk dengan menggunakan mortar sehingga didapatkan tepung glukomanan kering yang halus. Kadar glukomanan dihitung dengan rumus:

Kadar Glukomanan (%) =

3.6.5 Uji Organoleptik Warna

Penilaian warna didasarkan kepada skala hedonik dan skala numerik, yaitu dengan memberikan penilaian terhadap sampel dan diberikan kepada 10 orang panelis.

(33)

21

Tabel 3.1. Skala Hedonik dan Numerik Nilai Organoleptik Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Putih 4

Putih kekuningan 3

Kuning keputihan 2

Kuning 1

Sumber: Soekarto (1985)

(34)

22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian dan uji statistik, secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman larutan asam sitrat dan asam askorbat berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Data rata-rata hasil pengamatan pengaruh konsentrasi perendaman larutan asam sitrat terhadap masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengaruh konsentrasi perendaman larutan asam terhadap parameter yang diamati

Konsentrasi Perendaman

Larutan Asam

Kadar Air (%)

Kadar Abu

(%)

Kadar Kalsium Oksalat (%)

Glukomanan (%)

Warna

AA1 = 3%

AA2 = 5%

AA3 = 7%

AS1 = 3%

AS2 = 5%

AS3 = 7%

12,15 12,07 11,59 11,93 12,78 12,59

3,22 3,05 3,00 2,95 2,92 2,90

5,22 4,91 4,09 6,56 6,14 5,87

58,11 58,22 66,00 51,89 52,67 53,89

2,90 2,92 2,95 2,45 2,48 2,52 Dari Tabel 4.1 dapat dilihat dengan semakin meningkatnya konsentrasi perendaman asam sitrat terjadi penurunan kalsium oksalat dan kadar abu. Serta peningkatan kadar air, glukomanan dan warna.

Semakin meningkatnya konsentrasi perendaman asam askorbat terjadi penurunan kadar air, kadar abu, kalsium oksalat, serta peningkatan glukomanan dan warna.

Pengujian dan pembahasan dari masing-masing parameter yang diamati selanjutnya dibahas satu persatu.

(35)

23

4.1. Kadar Air

4.1.1 Konsentrasi Perendaman Asam

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman asam berpengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air.

Dengan demikian pengujian selanjutnya tidak dilaksanakan.

4.2. Kadar Abu

4.2.1 Konsentrasi Perendaman Asam

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman asam berpengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu.

Dengan demikian pengujian selanjutnya tidak dilaksanakan.

4.3 Kalsium Oksalat

4.3.1 Konsentrasi Perendaman Asam

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman asam berpengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kalsium oksalat. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tingkat perbedaan pada masing- masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam terhadap kalsium oksalat

Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi

(P) 0.05 0.01 0.05 0.01

AS1 6.56 - - - a A

AS2 6.14 2 0.395 0.554 b AB

AS3 5.87 3 0.414 0.583 b B

AA1 5.22 4 0.427 0.600 c C

AA2 4.91 5 0.431 0.610 c C

AA3 4.09 6 0.436 0.617 d D

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom notasi yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

(36)

24

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Kalsium oksalat tertinggi 6,56% terdapat pada perlakuan AS1 (3%) dan terendah 4,09% terdapat pada perlakuan AA3 (7%).

Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan kalsium oksalat dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kalsium oksalat tertinggi 6,56%

terdapat pada perlakuan AS1 (konsentrasi perendaman asam sitrat 3%), dan terendah 4,09% terdapat pada perlakuan AA3 (konsentrasi perendaman asam askorbat 7%). Hal ini dapat dijelaskan bahwa asam askorbat memiliki kemampuan yang lebih kuat dalam melarutkan kalsium oksalat dibandingkan dengan asam sitrat. asam askorbat, merupakan asam organik kuat yang dapat mengoptimalkan penurunan senyawa oksalat pada umbi porang. Kalsium oksalat bersifat tidak larut air, namun dapat berubah menjadi asam oksalat yang larut air karena adanya perubahan pH larutan perendam. senyawa asam sitrat dan asam askorbat yang bersifat asam dan dapat melepaskan ion H+ untuk berikatan dengan ion oksalat

0 1 2 3 4 5 6 7

AS1 AS2 AS3 AA1 AA2 AA3

Gambar 4.1 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan kalsium oksalat Kalsium Oksalat

konsentrasi perendaman asam

(37)

25

dari senyawa kalsium oksalat menjadi senyawa asam oksalat yang terlarut dalam air dan ikut terbuang bersama dengan larutan perendam. Reaksi kimia dari kedua asam dengan kalsium oksalat : CaC2O4 + 2C6H8O7 → Ca3(C6H5O7)2 + 3H2C2O4 (Reaksi kalsium oksalat dengan asam sitrat). CaC2O4 + 2C6H8O6

→ Ca(C6H7O6)2 + H2C2O4 (2) (Reaksi kalsium oksalat dengan asam askorbat).

(Wardani dan Handrianto, 2019).

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat dan asam sitrat menyebabkan kadar kalsium oksalatnya semakin menurun, hal ini disebabkan karena terjadinya proses osmosis. Proses osmosis dapat terjadi karena adanya tekanan larutan asam terhadap dinding sel idioblas yang ada pada umbi porang sehingga kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum akan pecah dan keluar selama proses perendaman dengan larutan asam dan akan terus terjadi penurunan kadar kalsium oksalat yang terdapat dalam umbi porang. (Wardani dan Handrianto, 2018).

4.4 Glukomanan

4.4.1 Konsentrasi Perendaman Asam

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman asam berpengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap glukomanan. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tingkat perbedaan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

(38)

26

Tabel 4.3 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam terhadap glukomanan

Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi

(P) 0.05 0.01 0.05 0.01

AA3 66.00 - - - a A

AA2 58.22 2 3.517 4.932 b B

AA1 58.11 3 3.688 5.195 b B

AS3 53,89 4 3.802 5.343 c BC

AS2 52,67 5 3.836 5.435 c C

AS1 51,89 6 3.882 5.492 c C

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom notasi yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Glukomanan tertinggi 66,00% terdapat pada perlakuan AA3 (7%) dan terendah 51,89% terdapat pada perlakuan AS1 (3%).

Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan glukomanan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

0 10 20 30 40 50 60 70

AA3 AA2 AA1 AS3 AS2 AS1

Gambar 4.2 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan Glukomanan Glukomanan

konsentrasi perendaman asam

(39)

27

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa glukomanan tertinggi 66,00%

terdapat pada perlakuan AA3 (konsentrasi perendaman asam askorbat 7%), dan terendah terdapat 51,89% pada perlakuan AS1 (konsentrasi perendaman asam sitrat 3%). Hal ini dapat dijelaskan bahwa asam sitrat adalah salah satu asam organik lemah yang terdapat di dalam buah jeruk. Sedangkan asam askorbat termasuk asam organik lemah tetapi lebih kuat dari asam sitrat. Asam sitrat terdapat dalam bentuk anhidrat (bebas air) dan monohidrat, sehingga kekuatannya sangat rendah (Farida, dkk., 2012). Asam askorbat termasuk juga asam organik lemah, tetapi Asam askorbat memiliki kelebihan yang spesifik dibandingkan dari asam sitrat. Massa molar asam askorbat adalah 192,124 g/mol, dan asam sitrat massa molarnya 176.124 g/mol, serta Massa jenisnya asam askorbat adalah 1.694 g/cm, sedangkan asam sitrat 1.66 g/cm. Hal ini yang menyebabkan asam askorbat lebih kuat dibandingkan dari asam sitrat (Nurhaeni, dkk. 2018). Dengan demikian glukomanan dalam porang dapat dipertahankan tetap tinggi dengan perendaman asam askorbat dibandingkan perendaman dalam asam sitrat.

4.5 Organoleptik Warna

4.5.1 Konsentrasi Perendaman Asam

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman asam berpengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap organoleptik warna. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tingkat perbedaan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(40)

28

Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata pengaruh konsentrasi perendaman asam terhadap orgnoleptik warna

Perlakuan Rataan Jarak LSR Notasi

(P) 0.05 0.01 0.05 0.01

AA3 2.95 - - - a A

AA2 2.92 2 0.080 0.112 a A

AA1 2.90 3 0.084 0.118 a A

AS3 2.52 4 0.087 0.122 b B

AS2 2.48 5 0.087 0.124 b B

AS1 2.45 6 0.088 0.125 b B

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom notasi yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan AS1, AS2 dan AS3 berbeda tidak nyata, demikian juga antar perlakuan AA1, AA2 dan AA3 berbeda tidak nyata, tetapi antar perlakuan AS1, AS2 dan AS3 dengan AA1, AA2 dan AA3 berbeda sangat nyata. Warna tertinggi 2.95% terdapat pada perlakuan AA3 (7%) dan terendah 2.45% terdapat pada perlakuan AS1 (3%). Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan warna dapat dilihat pada Gambar 4.3.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

AS1 AS2 AS3 AA1 AA2 AA3

Gambar 4.3 Hubungan konsentrasi perendaman asam dengan Warna Warna

konsentrasi perendaman asam

(41)

29

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa warna tertinggi 2,95 terdapat pada perlakuan AA3 (konsentrasi perendaman asam askorbat 7%), dan terendah 2,45 terdapat pada perlakuan AS1 (konsentrasi perendaman asam sitrat 3%). Semakin tinggi konsentrasi asam, menyebabkan nilai organoleptik warna semakin tinggi.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa warna akan lebih stabil dalam suasana asam.

Berpengaruhnya konsentrasi larutan asam dan jenis asam yang berbeda, menimbulkan warna yang berbeda. Tepung porang yang direndam menggunakan larutan asam askorbat memiliki kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan tepung porang yang direndam larutan asam sitrat. Tingginya nilai organoleptik warna yang direndam dalam larutan asam askorbat dibandingkan dengan perendaman dalam laurtan asam sitrat karena, asam askorbat adalah jenis pengawet dan anti oksidan yang dapat mencegah terjadi reaksi pencoklatan (Haryani, dkk., 2016).

(42)

30

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Konsentrasi Perendaman Larutan Asam Sitrat Dan Asam Askorbat Terhadap Mutu Tepung Porang yang dihasilkan dapat disimpulkan sebagai berikut :

5.1.1 Konsentrasi perendaman larutan asam berpengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap kalsium oksalat, glukomanan dan warna, serta berpengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap kadar air dan kadar abu.

5.2. Saran

Untuk menghasilkan tepung porang yang baik dapat dilakukan perendaman dalam larutan asam askorbat konsentrasi 7%, dan larutan asam sitrat 7%. Karena larutan asam askorbat dengan konsentrasi 7% mampu menurunkan kadar oksalat yang baik sebesar 4,09%, begitu juga untuk asam sitrat sebesar 5,87%.

(43)

31

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, MA (2001). Pengeringan Kripik Umbi Iles-Iles Secara Mekanik untuk Meningkatkan Mutu Keripik Iles-Iles. Teknologi Pasca Panen. PPS. IPB.

bogor.

Belleville-Nabet F. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan dalam Sistem Biologis . Dalam: Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan. CFNS – IPB dan Kedutaan Besar Prancis – Jakarta.

Budiman, B., & Arisoesilaningsih, E. (2011). Predictive model of Amorphophallus muelleri Growth in Some Agroforestry in East Java by Multiple Regression Analysis. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 13(1).

Candra, A., 2011. Efek Oksalat Bagi Kesehatan. Kecamatan Ngrayun. Depkes RI.

1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Davies. et all, 1991. Vitamin C: Its Chemistry and Biochemistry. Hal: 97-100. The Royal Society of Chemistry: Cambridge.

Dinas kehutanan. 2017. Rencana Kerja 2017. Modul. Dinas kehutanan provinsi Jawa Timur. Surabaya.

Friedman, M., 1996. Food Browning and Its Prevention: An Overview.

Journal of Agricultural and Food Chemistry, 44(3).

Haryani, dkk. 2014. Tepung Rebung Termodifikasi Sebagai Pengganti Terigu Pada Pembuatan Donat Kaya Serat. Jurnal Agritepa, Vol 1. Di akses pada tanggal 29 Februari 2024. Medan.Hidayah, R. (2016). Budidaya umbi porang secara intensif. Reseacrh gate.

Haryani, K. dan Hargono. 2008. Proses pengolahan iles-iles(Amorpho-phallus sp.) menjadi glukomannan sebagai gelling agent pengganti boraks.

Momentum 4(2):38-41.

Haryani KH, Raharjo BA, dan Dewi NWS. 2012. Pemanfaatan tepung glukomanan dari umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) sebagai bahan baku pembuatan edible film. J Tek Kim Ind.1 (1): 401-411.

Hasibuan, Maharani. 2015. “Penetapan Kadar Asam Asetat dalam Larutan Cuka Makanan dengan Metode Titrimetri di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.” Jurnal Universitas Sumatera Utara 1(3): 82–91.

(44)

32

Hatmi, RU, & Djaafar, T. F. 2014. Keberagaman Umbi-Umbian Sebagai Pangan Fungsional. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang Dan Umbi 2014 , 22 , 950 – 960.

Hutchings, J B. 1999. Food Color and Appearance. Springer.

https://books.google.co.id/books?id=qomUwOXpUX4C.

James M. May, Zhi-chao Qu, Huan Qiao, dan Mark J. Kouryab. "Maturational Loss of the Vitamin C Transporter in Erythrocytes". Department of Medicine, Vanderbilt University School of Medicine. Diakses tanggal 2010-11-26.

Jansen, PCM, C. van der Wilk, dan WLA Hetterscheid. 1996. Amorfophallus Blume mantan Decaisne. Di dalam Flach, M. Dan F. Rumawas (ed.).

PROSEA: Tanaman Sumber Daya Asia Tenggara No 9 .Tanaman Menghasilkan Non-benih Karbohidrat. Leiden: Kembali Penerbit.S.B.

Widjanarko, A. Sutrisno, dan B. Susilo. (2012). Optimasi produksi tepung porang dari chip porang secara mekanis dengan metode permukaan respons. Jurnal Teknik Industri, 13(2), 158–166.

K., Oshima K., Sato, T., dan Matsuzaki, K., 2003. Contitution of Konjac Glucomannan: Chemical Analysis and 13C NMR Spectroscopy.

Carbohydrate polymers, j. Science direct, 53, 183–189.

Koswara, S. 2013. Modul: Teknologi Pengolahan Umbi-umbian Bagian 2:

Pengolahan Umbi Porang. Bogor: Southest Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Bogor Agricultural University.

Komaryanti, S. 2017. Ensiklopedia Buah-Buahan Lokal Berbasis Potensi Alam Jember. Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi. 2(1) : 61-75.

Kulsum, 2012. “Kualitas Organoleptik dan Kecepatan Meleleh dengan Penambahan Tepung Porang (Amorphopallus onchopillus) sebagai Bahan Stabil,” Universitas Hassanudin.

Kurniawati, A. D., & Widjanarko, S. B. (2010). Pengaruh Tingkat Pencucian dan Lama Kontak Dengan Etanol Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Porang (Amorphophallus Oncophyllus). Malang: Universitas Brawijaya.

Kurniawati, Ika. 2007. Studi Pembuatan Mie Instan Berbasis Tepung Komposit Dengan Tambahan Tepung porang (Amorphophallus oniophyllus) .Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.

Universitas Brawijaya Malang. Malang.

M. Alonso-Sande, dkk. 2008. Glucomannan, a Promising Polysaccharides for Biopharmaceutical Purposes. Eur. J. Pharm. Biophar.

(45)

33

Marliana E. 2011. Karakterisasi dan Pengaruh NaCl Terhadap Kandungan Oksalat dalam Pembuatan Tepung Talas Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Melidia, 2021. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Sifat Fisikokimia pada Tepung Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus). [Skripsi].

Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jambi.

Nurani, S. Yuwono, S.S. 2014. Malang. “Pemanfaatan tepung kimpul (Xanthosoma sagittifolium) sebagai bahan baku cookies (kajian proporsi tepung dan penambahan margarin)”. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.50-58. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya Malang, Malang

Nurenik, 2016. Perubahan Sifat Fisik Dan Penurunan Kadar Kalsium Oksalat Pada Tepung Porang (Amorphophallus Oncophyllus) Dengan Variasi Penyosohan Dan Penghembusan Udara Serta Perendaman Etanol. Jurnal Teknik pertanian, (1). Diakses 29 Februari 2024.

Nurhaeni, dkk. 2018. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Kulit Dan Dami Buah Cempedak (Artocarpus chempeden). Jurnal Kovalen, 4(3), 304- 315.

Pamudji, A. S., dan Rachmadani, S. 2009. Pabrik Asam Sitrat dari Mollases dengan Menggunakan Proses Submergered Fermentasi dengan Menggunakan Bakteri Aspergillus niger. Fakultas Teknologi Industri.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Prayudyaningsih, R., & Nursyamsi, N. 2015. Keberagaman dari Umbi Tanaman- tanaman Dan Arbuskular Jamur Mikoriza (Amf) Di bawah Komunitas Hutan Berdiri di dalam Selatan Sulawesi. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 4 (1), 81. https://doi.org/10.18330/jwallacea.2015. vol

Purwaningsih & Kuswiyanto. (2016). Perbandingan Perendaman Asam Sitrat dan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada Talas.

Jurnal Vokasi Kesehatan, II(I), 89–93.

Rahmi, dkk. 2021. Pemanfaatan Dan Pengolahan Tepung Glukomannan Umbi Porang (Amorphophallus Muelleri) Sebagai Bahan Pengenyal Produk Olahan Bakso. Jurnal Riset Teknologi Industri. Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru. Diakses pada tanggal 29 Februari 2024. Medan.

Rissa, dkk. 2021. Pengaruh pemberian jelly mengandung glukomanan porang (Amorphophalus oncophyllus) dan inulin sebagai makanan selingan terhadap berat badan, IMT, lemak tubuh, kadar kolesterol total, dan trigliserida pada orang dewasa obesitas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol.

17 No. 4.

(46)

34

Sabahannur, S. 2020. Penggunaan NaCl dan Asam Sitrat untuk Memperpanjang Umur Simpan dan Mutu Cabai Rawit (Capsicum frutesceus L.). jurnal Galung Tropika. Vol. 9(1): 31-40.

Sasmitaloka, K. S. 2017. Produksi Asam Sitrat oleh Aspergillus niger pada Kultivasi Media Cair. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 6(3) : 116-122.

Sumarwoto, 2005. Iles-iles (Amorphophallusmuelleri Blume) ; Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya. Keanekaragaman hayati .Volume 6, Nomor 3.

Setiawati, E., Bahri S., dan Razak R.A. 2017. Ekstraksi glukomanan dari umbi porang (Amorphophallus paeniifolius (dennst) Nicolson). Jurnal Riset Kimia. 3(3):235.

SNI.7939-2013. “Standar Nasional Indonesia (SNI). (2013). Serpih porang (SNI 7939-2013). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.”

Soekarto, S.T.1985. Penilaian Organoleptik (Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian). Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, Haryono B, Suhardi., 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Liberty.

Svirbelf, Joseph Louis; Szent-Gyorgyi, Albert (April 25, 1932), The Chemical Nature Of Vitamin C (PDF). Part of the National Library of Medicine collection. Accessed January 2007

Syarifah, W. 2010. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Sitrat-Asam Malat Terhadap Sifat Fisik Tablet Effervescent Yang Mengandung Fe, Zn, Dan Vitamin C. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta. 2010.

Tatirat, O., & Charoenrein, S. (2011). Physicochemical properties of konjac glucomannan extracted from konjac flour by a simple centrifugation process. LWT-Food Science and Technology, 44(10), 2059–2063.

Trihardhini, Rizky. 2016. Pemanfaatan Daun Matoa (Pometia pinnata) sebagai Adsorben Logam Timbal (Pb) dalam Air Menggunakan Aktivator Asam Sitrat (C6H8O7). Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Wardani, RK, & Handrianto, P. (2019). Pengaruh Perendaman Umbi dan Tepung Porang Dalam Sari Buah Belimbing Wuluh Terhadap Sifat Fisik dan Kadar Kalsium Oksalat. Jurnal Farmasi dan Sains , 4 (2), 105–109.

Wardani, Handrianto. 2018. “Pemanfaatan Kalsium Klorida (CaCl2) Untuk Ekstraksi Asam Sitrat Pada Buah Jeruk Purut,” in The 3rd Science and Pharmacy Conference, Akademi Farmasi Surabaya, 2018, pp. 41–44.

(47)

35

Yuniwati, dkk. (2020). Pengolahan Umbi Porang Menjadi Tepung Porang Sebagai Upaya Peningkatan Penghasilan Kelompok Tani Desa Kembiritan Kecamatan Genteng Pasca Pandemi Covid19. Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif (Sentrinov) Ke-6. Vol. 6 No. 3.

Zhao, J., Zhang, D., Srzednicki, G., Kanlayanarat, S., & Borompichaichartkul, C.

(2010). Development of a low-Cost Two-Stage Technique for Production of Low-Sulphur Purified Konjac Flour. International Food Research Journal, 17, 1113–1124.

(48)

36

Lampiran 1. Tabel Data Kadar Air

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III

AA1 12.89 12.00 11.56 36.44 12.15

AA2 11.56 12.44 12.22 36.22 12.07

AA3 12.33 11.11 11.33 34.77 11.59

AS1 12.00 12.11 11.67 35.78 11.93

AS2 12.89 11.67 13.78 38.34 12.78

AS3 12.89 12.89 12.00 37.78 12.59

Total 74.55 72.22 72.55 219.33 12.19

Lampiran 2. Tabel Analisis Sidik Ragam Kadar Air

SK db JK KT F. hit F. tabel

0.05 0.01

FK 1 2672.5361

Kons. Asam 5 2.8590 0.5718 1.35 tn 3.11 5.06

Galat 12 5.0648 0.4221

Total 17 7.9238

Koefisien Keragaman (KK) = 5.3317 %

Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata

(49)

37

Lampiran 3. Tabel Data Kadar Abu

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III

AA1 2.87 2.91 3.87 9.65 3.22

AA2 2.91 3.12 3.11 9.14 3.05

AA3 3.27 2.79 2.94 9.00 3.00

AS1 3.13 2.81 2.91 8.85 2.95

AS2 2.93 2.91 2.92 8.62 2.92

AS3 2.89 3.05 2.76 8.70 2.90

Total 18.00 17.59 18.51 54.10 3,01

Lampiran 4. Tabel Analisis Sidik Ragam Kadar Abu

SK db JK KT F. hit F. tabel

0.05 0.01

FK 1 161.0414

Kons. Asam 5 0.2490 0.0498 0.68 tn 3.11 5.06

Galat 12 0.8827 0.0736

Total 17 1.1318

Koefisien Keragaman (KK) = 9.0676 %

Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata

(50)

38

Lampiran 5. Tabel Data Kalsium Oksalat

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III

AS1 6.50 6.69 6.50 19.69 6.56

AS2 5.94 5.79 6.69 18.42 6.14

AS3 5.84 5.89 5.89 17.62 5.87

AA1 5.29 4.99 5.39 15.67 5.22

AA2 4.79 4.89 5.04 14.72 4.91

AA3 4.50 3.29 4.49 12.28 4.09

Total 32.86 31.54 34.00 98.40 5.47

Lampiran 6. Tabel Analisis Sidik Ragam Kalsium Oksalat

SK db JK KT F. hit F. tabel

0.05 0.01

FK 1 537.9200

Kons. Asam 5 12.2409 2.4482 18.63 ** 3.11 5.06

Galat 12 1.5771 0.1314

Total 17 13.8180

Koefisien Keragaman (KK) = 6.6316 %

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %

(51)

39

Lampiran 7. Tabel Data Glukomanan

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III

AS1 55.00 50.00 50.67 155.67 51.89

AS2 49.33 55.00 53.67 158.00 52.67

AS3 57.33 53.00 51.33 161.66 53.89

AA1 61.33 54.67 58.33 174.33 58.11

AA2 55.67 63.67 55.33 174.67 58.22

AA3 67.67 66.33 64.00 198.00 66.00

Total 346.33 342.67 333.33 1022.33 56.80

Lampiran 8. Tabel Analisis Sidik Ragam Glukomanan

SK db JK KT F. hit F. tabel

0.05 0.01

FK 1 58064.3683

Kons. Asam 5 414.1858 82.8372 7.94 ** 3.11 5.06

Galat 12 125.1460 10.4288

Total 17 539.3319

Koefisien Keragaman (KK) = 5.6859 %

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %

(52)

40

Lampiran 9. Tabel Data Warna

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III

AS 3 2.55 2.55 2.45 7.55 2.52

AS 2 2.50 2.55 2.40 7.45 2.48

AS 1 2.50 2.50 2.35 7.35 2.45

AA 1 2.95 2.85 2.90 8.70 2.90

AA 3 2.95 3.00 2.90 8.85 2.95

AA 2 2.95 3.00 2.80 8.75 2.92

Total 16.40 16.45 15.80 48.65 2.70

Lampiran 10. Tabel Analisis Sidik Ragam Warna

SK db JK KT F. hit

F. tabel 0.05 0.01

FK 1 131.4901

Kons. Asam 5 0.8774 0.1755 32.39 ** 3.11 5.06

Galat 12 0.0650 0.0054

Total 17 0.9424

Koefisien Keragaman (KK) = 2.7231 (%)

Keterangan : ** = Berpengaruh Sangat Nyata pada Taraf 1 %

(53)

41

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Kimia Glukomanan
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Umbi Porang  (per 100 gram)
Tabel 2.2. Syarat mutu tepung porang
Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Dicuci bersih
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian asam sitrat dan pektin terhadap mutu selai belimbing dewi murni dan untuk mengetahui pada penambahan berapa asam

Hubungan antara perlakuan konsentrasi asam sitrat dan lama perendaman terhadap kadar protein saus kupang merah. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu perendaman untuk mengurangi residu formalin pada ikan tongkol melalui metode perendaman dalam larutan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan konsentrasi asam asetat terhadap karakteristik fisikokimia tepung sukun meliputi:

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perlakuan steam blanching dan perendaman dengan larutan asam sitrat dengan dua tingkat konsentrasi (0,5% dan 1%)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan steam blanching dan perendaman menggunakan larutan asam sitrat terhadap kualitas fisik, kimia,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perlakuan pendahuluan perendaman limbah serutan kayu dalam beberapa konsentrasi larutan asam asetat terhadap

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi dan lama perendaman asam laktat terhadap karakteristik fisikokimia tepung sukun termodifikasi.