• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN Skeletonema costatum DENGAN KEPADATAN BERBEDA TERHADAP SINTASAN Artemia salina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN Skeletonema costatum DENGAN KEPADATAN BERBEDA TERHADAP SINTASAN Artemia salina"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

21

PENGARUH PEMBERIAN Skeletonema costatum DENGAN KEPADATAN BERBEDA TERHADAP SINTASAN

Artemia salina

Muhammad Junda, Nani Kurnia, dan Yunisda Mis’am Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar

Parangtambung, Jl. Dg. Tata Makassar 90222 e-mail: [email protected]

Abstract: Effect of Skeletonema costatum with Different Densities of The Survival Rate of Artemia salina. The purpose of the study is to determine the effect of Skeletonema costatum as a natural food for survival (survival rate) of Artemia salina. This study used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 replications. Data collection includes Artemia’s survival rate and water quality. Statistical analysis was performed with analysis of variance and test HSD / Tukey to determine the treatment that gives the best effect. The results showed that the treatment give significan effect on survival of Artemia salina. However the best treatment is D with average results survival rate at 53%. Based on the temperature, salinity and pH, the quality of water during the research is still in decent range for the life of Artemia salina. To sum up feeding Skeletonema costatum with a density of 4.5 x 106 cells/L/day affect the survival rate of Artemia salina.

Abstrak: Pengaruh Pemberian Skeletonema costatum dengan Kepadatan Berbeda terhadap Sintasan Artemia salina. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Skletonema costatum sebagai pakan alami terhadap sintasan (tingkat kelulushidupan) Artemia salina. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data yang dikumpulkan adalah data hasil sintasan dan kualitas air. Analisa statistik yang dilakukan adalah analisa ragam dan dilanjutkan dengan uji BNJ/Tukey untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh yang terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan D dengan rata-rata hasil sintasannya yaitu 53%. Berdasarkan suhu, salinitas dan pH, kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan Artemia salina kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan Artemia salina. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 4,5 x 106 sel/L/hari mempengaruhi sintasan Artemia salina.

Kata kunci: pakan alami; Artemia salina; Skeletonema costatum; tingkat kelulushidupan

A. PENDAHULUAN

Perkembangan usaha budidaya perikanan semakin hari di rasakan semakin meningkat baik pada perikanan air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang melakukan kegiatan budidaya perikanan baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hal ini memang sudah sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Budidaya ikan, udang dan rajungan semakin berkembang, kebutuhan akan pakan mejadi salah satu masalah yang menjadi perhatian serius dari akuakulturis yang bergerak di bidang ini. Dalam dunia perikanan, aspek pakan merupakan hal yang perlu diperhatikan khususnya dalam kegiatan

budidaya baik pembenihan maupun pembesaran ikan. Ketersediaan pakan dalam kegiatan budidaya sangat dibutuhkan demi menjaga kelangsungan hidup organisme budidaya.

Pembenihan merupakan langkah awal atau kunci keberhasilan dalam usaha budidaya perikanan. Faktor utama yang mendukung dalam keberhasilan pengelolaan benih adalah ketersedian pakan alami yang memadai dan berkesinambungan. Penyedian pakan alami yang berkualitas dan mencukupi sangat penting untuk pemeliharaan larva berbagai biota perairan seperti ikan dan udang. Pentingnya penyediaan pakan alami sangat dirasakan pada pembenihan

(2)

organisme laut maupun tawar, karena saat ini belum ada pakan buatan yang dapat menggantikan peranan pakan alami secara sempurna (Erniati, 2012).

Pakan alami yang banyak digunakan di hatchery-hatchery benih antara lain adalah Artemia salina sebagai makanan larva ikan dan udang. Banyaknya kebutuhan akan pakan alami seperti artemia ini, maka usaha produksi/ kultur pakan alami dalam skala luas mulai dilakukan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada kultur Artemia salina adalah pakan. Artemia salina di alam memanfaatkan pakan berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organik lainnya yang memiliki kandungan gizi yang cukup untuk pertumbuhannya dan ukuran yang sesuai dengan mulutnya (Erniati, 2012).

Pemberian mikroalga dapat dijadikan pakan alternatif pada kultur Artemia salina Berbagai jenis mikroalga dapat digunakan seperti Chaetoceros sp, Skeletonema costatum dan Nannochloropsis oculata (Mudjiman,1989 dalam Erniati, 2012).

Mikroalga tersebut sangat cocok dijadikan sebagai pakan untuk pertumbuhan Artemia salina, karena memiliki kandungan gizi yang baik. Pada hatchery-hatchery benih ketiga mikroalga tersebut sering digunakan sebagai pakan dalam budidaya Artemia. Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis fitoplankton yang biasa dijadikan sebagai pakan alami dalam kegiatan budidaya, karena plankton jenis ini mudah dikembangbiakkan dan memerlukan waktu yang relatif singkat dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan fitoplankton jenis yang lain. Spesies ini sangat baik untuk makanan zooplankton. Grahame (1987) menyebutkan komposisi kimia yang terkandung yaitu protein 59%, lemak 8%, dan karbohidrat 33%.

Pada penelitian ini akan digunakan pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan yang berbeda. Oleh karena itu objek penelitian ini untuk sebagai bahan skripsi adalah pengaruh pemberian Skeletonema costatum untuk meningkatkan sintasan Artemia salina.

B. METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan mengamati sintasan (survival rate) Artemia salina dalam jangka waktu 7 hari dari fase kista (telur) sampai hari ketujuh yang

diberi pakan alami Skeletonema costatum dengan kepadatan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014, yang bertempat di Balai Budidaya Air Payau Takalar.

Penelitian ini terdiri atas 2 variabel, yakni variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah jumlah Skeletonema costatum yang berbeda-beda. Variabel terikatnya adalah kesintasan Artemia salina yang diamati berdasarkan jumlah kelulus hidupannya (%).

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan.

Tabel 1. Desain Penelitian dalam Wadah Penelitian

Pengulangan Perlakuan

1 A2 E1 C2 B2 D3

2 E3 B3 A1 D2 C3

3 C1 A3 D3 B1 E2

Keterangan:

A = Silase ikan 20 mg/l (Kontrol) B = 3,5 x 106 sel/L

C = 4 x 106 sel/L D = 4,5 x 106 sel/L E = 5 x 106 sel/L

Skeletonema costatum merupakan pakan alami yang berukuran kecil, memiliki kandungan nutrien yang baik, serta merupakan makanan untuk larva ataupun zooplankton. Sintasan Artemia salina yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini. Penghitungan sintasan dilakukan 7 hari setelah proses pemberian pakan selesai.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Erlenmeyer, aerator, pipa, ember/toples, lampu, AC (air conditioner), hand counter, refraktometer, pHmeter, oven, mikroskop, autoklaf untuk sterilisasi, saringan 50 μm, saringan 80 μm, sedwick rafter, haemocytometer, timbangan, pisau. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Artemia salina, starter Skeletonema costatum, air laut steril, aquades, kapas, pupuk guillard, kertas label, ikan juwi, asam formiat.

Beberapa prosedur kerja yang dilakukan oleh peneliti adalah penyiapan alat ukur. Alat- alat kultur untuk Skeletonema costatum umumnya terbagi atas 2 jenis bahan utama, yakni peralatan yang terbuat dari gelas dan plastik.

Terlebih dahulu seluruh peralatan dibersihkan

(3)

dengan cara dicuci dengan sabun, setelah itu dibilas dengan menggunkan air tawar hingga bersih dan tidak meninggalkan aroma sabun sebelumnya, setelah itu dikeringkan dibawah sinar matahari.

Untuk peralatan yang terbuat dari gelas setelah dikeringkan, alat-alat tersebut kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 150oC selama 30 menit (Kecuali toples). Untuk Artemia salina hanya menggunakan wadah toples.

Selanjutnya penyiapan air media untuk pakan. Air laut dan akuades yang telah dituangkan dalam toples dan Erlenmeyer 250 ml disegel kemudian disterilisasi dengan autoclav pada temperatur 121°C, selama 15-20 menit (Andersen, 2005 dalam Armanda 2013).

Kemudian menyiapkan metode kultur Skeletonema costatum Menyiapkan air laut steril salinitas 28-30 ppt (sudah diautoklaf) sebanyak 800-900 ml pada Erlenmeyer 1 liter.

Ditambahkan pupuk coklat yang terdiri atas NP, Silikat (NaSiO3), TM dan Vitamin. Campuran diaerasi hingga larut sempurna ini merupakan pembuatan medium guilard. Tuangkan bibit/

starter Skeletonema costatum sebanyak 10-20 % (100-200 ml) dari volume kultur, sebelum menuangkan bibit, terlebih dahulu hitung kepadatan selnya. Mulut Erlenmeyer ditutup dengan kertas alumunium foil sambil diaerasi.

Seanjutnya pembuatan silase ikan, Pakan yang berupa silase ikan dibuat dengan cara memotong-motong ikan tembang (Juwi) lalu ditambah air dengan perbandingan 1:1 dan asam formiat 3% atau 50 g ikan ditambah 50 ml air dan asam formiat 3 % dari berat ikan, lalu disimpan selama 3-5 hari supaya didapatkan silase ikan dengan bentuk cair.

Berbagai jenis ikan yang akan dapat digunakan seperti: ikan juwi, ikan petek, viscera ikan tongkol, dan ikan kakap merah (Adityana, 2007). Pada penelitian kali ini yang akan digunakan untuk membuat silase ikan adalah ikan juwi.

Kemudian penetasan Artemia salina.

Menimbang kista Artemia salina 1-2 g, memasukkan Artemia salina kedalam air dengan salinitas 29-30 ppt di bawah cahaya lampu 25 watt dengan suhu 28-29oC dan pH 7-8, kemudian diaerasi dan tunggu selama 24 jam hingga warnanya menjadi orange kecoklatan, melepas- kan aerasi, lalu mengendapkan ±1/2 jam, memisahkan cangkang artemia dengan cara disaring.

Pemberian pakan berupa Skeletonema costatum dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pengamatan ini dilakukan selama 7 hari, ini sesuai dengan pendapat Arianti (2008) dalam Widiastuti (2012) yang menyatakan bahwa, jika Artemia salina. Digunakan sebagai makanan juvenil udang, maka lama pemeliharaan sekitar ±7 hari. Terdapat 5 macam perlakuan, yaitu: Artemia salina ditambah silase ikan juwi dan Artemia salina diberikan pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan berbeda. Masing- masing perlakuan dilakukan dalam 5 wadah yang berisi air laut 1 liter, yang didalamnya terdapat 200 individu/L (Sulistyowati, 2006), untuk mengambil 200 individu Artemia salina, maka hitung dengan menggunakan hand counter.

Perlakuan menggunakan Skeletonema costatum terdiri dari 4 kepadatan yang berbeda yaitu 3,5 x 106 sel/L, 4 x 106 sel/L, 4,5 x 106 sel/L, 5 x 106 sel/L. Pemberian pakan ini berdasar pada pola pemberian sel diatom sebagai pakan Artemia salina yaitu 22.500 sel/ind (Firmansyah, 2013). Untuk mendapatkan kepa- datan sel yang diinginkan dihitung menggunakan haemocytometer yang diletakkan pada micros- kop dengan rumus:

N = n x 104 Sel/ml Keterangan:

N : Jumlah sel fitoplankton per ml n : Jumlah sel pada blok haemacytometer

Pemberian kontrol untuk Artemia salina dengan menggunakan silase ikan sebanyak 20mg/L. Dalam penelitian ini pemberian pakan diberikan 20 mg/L/hari. Ini didasarkan pada hasil penelitian Hermanto (2006) dalam Adityana (2007) yang menyebutkan bahwa pada konsentrasi tersebut dapat memberikan tingkat kelangsungan hidup tertinggi. Pergantian air dilakukan pada hari pertama, ketiga dan ketujuh.

Sebelum pergantian air terlebih dahulu mengecek kualitas air yaitu suhu, pH dan salinitas. Tingkat Kelangsungan hidup Artemia dihitung dengan menggunakan rumus dari Effendi (1979):

Keterangan:

SR : sebagai tingkat kelulushidupan (%)

Nt : jumlah Artemia salina yang hidup pada akhir penelitian.

No : jumlah Artemia salina pada awal penelitian.

(4)

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis varian (uji F) pada taraf kepercayaan α=

0,05. Uji lanjut dilakukan pada data yang menunjukkan berpengaruh sangat nyata. Uji lanjut yang digunakan adalah uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ), Beda Nyata Terkecil (BNT) dan uji Duncan (Hanafiah, 2010).

Hasil analisis ragam tingkat kelulushidupan (sintasan) Artemia salina diuji dengan uji F menunjukkan hasil yang berpengaruh sangat nyata pada akhir penelitian yaitu pada hari ke 8 sesuai tabel Ansira pada Lampiran 2 sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan hasil uji lanjut dari rata-rata kelulushidupan Artemia salina (sintasan) pada akhir penelitian yaitu pada hari ke 8. Hasil uji statistik menggunakan analisa Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk melihat adanya pengaruh perlakuan yang menunjukkan nilai Koefisien Keragaman (KK) yang kecil (>5%) menunjukkan uji lanjut menggunakan prosedur uji Duncan. Uji Duncan ini dilakukan apabila hasil analisis ragam minimal berpengaruh nyata. Pada tabel terlihat bahwa tidak semua perlakuan menunjukkan peningkatan rata-rata sintasan individu Artemia salina di hari terakhir perhitungannya.

Tabel 2. Data Rata-rata Kelulushidupan (Sintasan) Artemia salina pada Akhir Penelitian

Perlakuan Rerata Kelulushidupan Artemia salina pada

Hari ke-8 (%)

A (Kontrol) 35.3a

B 37.3ab

C 41.3c

D 53e

E 44.1cd

Keterangan: Semua perlakuan diatas berbeda nyata pada taraf α: 0,05 dengan uji lanjut BNJ A = Silase ikan 20 mg/l/hari

B = Skeletonema costatum 3,5 x 106 sel/liter/hari C = Skeletonema costatum 4 x 106 sel/liter/hari D = Skeletonema costatum 4,5 x 106 sel/liter/hari E = Skeletonema costatum 5 x 106 sel/liter/hari

Gambar 1 menunjukkan bahwa berdasar- kan hasil penelitian sintasan Artemia salina dengan pakan alami Skeletonema costatum, persentase sintasan terbaik pada perlakuan D

(pemberian pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 4,5x106 sel/liter/hari) dengan sintasan mencapai 53%. Kemudian perlakuan E (pemberian pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 5 x 106 sel/liter/hari) yaitu 44,1%, perlakuan C (pemberian pakan Skeletoneme costatum dengan kepadatan 4 x 106 sel/liter/hari) yaitu 41,3%, perlakuan B (pemberian pakan Skeletoneme costatum dengan kepadatan 3,5 x 106 sel/ liter/hari) yaitu 37,3%, dan sintasan terendah pada perlakuan A (pem berian pakan silase ikan dengan dosis 20 mg/L) yaitu sebesar 35,3%.

Selama penelitian dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air diantaranya suhu, pH dan salinitas yang dilakukan pada hari ke 1, 3, dan 7. Adapun hasil pengamatan kualitas air tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Kualitas Air Pemeliharaan Artemia salina Selama Penelitian No. Parameter

Kualitas air Hari

ke 1

Hari ke 3

Hari ke 7 1 Suhu (oC) 28 29 29

2 pH 7 7 8

3 Salinitas

(ppt) 29 30 29

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelulushidupan merupakan presentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal pemeliharaan dalam wadah pemeliharaan.

Kelangsungan hidup akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan secara alamiah, setiap organisme memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya dengan batasan tertentu yang disebut nilai toleransi suatu hewan (Jauncey, 1982 dalam Erfanto, 2013).

Artemia salina. merupakan zoo-plankton yang cara makannya adalah menyaring (filter feeder), maka diperlukan makanan dengan ukuran partikel lebih kecil dari 60 mikron dan selalu tersedia di air. Perhitungan sintasan dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa pemberian pakan yang efektif dan efisien.

Perhitungan sintasan didapat setelah sebelumnya Artemia salina lokal diberi pakan berupa Skeletonema costatum selama 1 minggu, karena Artemia salina lokal tersebut untuk digunakan

(5)

sebagai pakan larva udang. Sesuai dengan pendapat Arianti (2008) yang menyatakan bahwa, jika Artemia salina digunakan sebagai makanan juvenil udang, maka lama pemeliharaan sekitar ±7 hari.

Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis fitoplankton yang biasa dijadikan sebagai pakan alami dalam kegiatan budidaya, karena plankton jenis ini mudah dikembangbiakkan dan memerlukan waktu yang relatif singkat dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan fitoplankton jenis yang lain (Rudiyanti, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian selama 8 hari, diperoleh hasil sintasan yang tertinggi yaitu pada perlakuan D sebesar 53% yang diberi pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 4,5 x 106 sel/L/hari, kemudian yang tertinggi kedua perlakuan E sebesar 44,1% yang diberi pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 5 x 106 sel/L/hari yang ketiga perlakuan C sebesar 41,3%

yang diberi pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 4 x 106sel/L/hari dan yang keempat perlakuan B sebesar 37,3% yang diberi pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 3,5 x 106 sel/L/hari, sedangkan sintasan yang terendah yaitu pada perlakuan A 35,3% yang diberi pakan silase ikan 20 mg/L.

Tingginya tingkat kelulushidupan pada perlakuan D yang diberi pakan Skeletonema costatum dengan kepadatan 4,5 x 106 sel/L/hari,

karena jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan Artemia salina , hal ini sesuai dengan pendapat Firmansyah (2013), bahwa pemberian pakan fitoplankton berupa Chaetosceros sp., Tetraselmis sp. dan Skeletonema sp. yang memenuhi kebutuhan pakan Artemia, yaitu 22.500 sel/ekor.

Faktor yang paling mempengaruhi tingkat kelulushidupan larva Artemia salina yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas air.

Kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi.

Ketidaktersediaannya pakan pada stadia awal dari Artemia salina akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan Artemia salina sehingga dibutuhkan pakan yang semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulus-hidupan (Harefa, 1996).

Tingkat kelulushidupan yang tinggi menunjukkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif pada kelulushidupa n, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Rudiyanti (2011), pakan alami sangat diperlukan sekali sebagai sumber makanannya.

Gambar 1. Histogram Kelulushidupan (Sintasan) Artemia salina pada Setiap Perlakuan yang Dipelihara Selama Tujuh Hari.

Keterangan: A(K): Silase ikan 20 mg/l/hari B : Skeletonema costatum 3,5 x 106 sel/liter/hari C : Skeletonema costatum 4 x 106 sel/liter/hari

D : Skeletonema costatum 4,5 x 106 sel/liter/hari E : Skeletonema costatum 5 x 106 sel/liter/hari

(6)

Hal ini dikarenakan pakan alami mempunyai kandungan gizi yang lengkap, mudah dicerna dalam saluran pencernaan karena isi selnya padat dan mempunyai dinding sel yang tipis, tidak menyebabkan penurunan kualitas air dan dapat meningkatkan daya tahan biota air terhadap penyakit maupun perubahan kualitas air karena tidak mengeluarkan racun, cepat berkembangbiak dan pergerakannya tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap oleh biota air salah satunya adalah Skeletonema costatum (Anonim, 2013). Fitoplankton jenis Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis fitoplankton yang biasa dijadikan sebagai pakan alami dalam kegiatan budidaya, karena plankton jenis ini mudah dikembangbiakkan dan memerlukan waktu yang relatif singkat dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan fitoplankton jenis yang lain. Spesies ini sangat baik untuk makanan zooplankton.

Menurut Grahame (1987) dalam Rudiyanti (2011) menyebutkan komposisi kimia yang terkandung yaitu protein 59%, lemak 8%, dan karbohidrat 33%. Selain komposisi kimianya, salah satu faktor yang mempengaruhi kelulushidupan Artemia salina adalah ukuran pakan. Ukuran sel Skeletonema costatum 4-15 mikron, Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) dalam Widiastuti et al. (2012), bahwa Artemia salina memakan pakan yang berukuran dibawah 60 mikron.

Rendahnya tingkat kelulushidupan pada perlakuan A yang diberi pakan silase ikan 20 mg/L menurut (Hastuti, 1989) dalam Firmansyah (2013) bahwa kelengkapan nilai nutrisi pakan

buatan berbeda dengan nilai nutrisi pakan hidup.

Kelebihan pakan alami jika dibandingkan pakan buatan sebagai pakan, antara lain: memiliki kandungan gizi lebih lengkap dan tinggi, isi sel padat dan dinding sel tipis sehingga mudah diserap dan dicerna, cepat berkembang biak dan memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan faktor lingkungan, pergerakan pakan alami tidak begitu aktif sehingga mudah ditangkap dan selama dikultur tidak mengeluarkan senyawa yang bersifat racun.

Menurut Amri (2008) dalam Erfanto (2013) selain pengaruh pakan yang diberikan, faktor lingkungan khususnya kualitas air juga sangat mempengaruhi kelulushidupan. Selama dalam penelitian ini faktor kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, dan salinitas. Kisaran suhu selama penelitian adalah 28–29oC. Kisaran pH yang diukur selama penelitian berlangsung sebesar 7–8 kondisi ini masih layak untuk kehidupan dan pertumbuhan Artemia. Salinitas yang diukur selama penelitian berkisar antara 29–

30 ppt.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh 2 kesimpulan yaitu:

1. Pemberian Skeletonema costatum sebagai pakan alami berpengaruh terhadap sintasan (tingkat kelulushidupan) Artemia salina.

2. Kepadatan Skletonema costatum sebagai pakan alami yang tepat untuk sintasan (tingkat kelulushidupan) Artemia salina sebesar 4,5 x 106 sel/L/hari.

E. DAFTAR PUSTAKA

Achmad Himawan. 2002. Pengaruh Pemberian Artemia sp. yang Diperkaya dengan Minyak Kelapa, Minyak Jagung dan Minyak Ikan Terhadap Volume Otak Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lerva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Bogor: Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Adityana Dina. 2007. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah Pada Produksi Biomassa Artemia franciscana. Surakarta: Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anonim. 2013. Produksi Pakan Alami. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Aras, T. R. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina.

Makassar: Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.

Armanda, D. T. 2013. Pertumbuhan Kultur Mikroalga Diatom Skeletonema costatum (Greville) Cleve Isolat Jepara Pada Medium F/2 Dan Medium Conway. Semarang: Program Studi Tadris Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang. Bioma, Vol. 2, No. 1.

Erfanto Feri. 2013. Pengaruh Substitusi Silase Ikan Rucah Dengan Persentase Yang Berbeda Pada Pakan Buatan Terhadap Efisiensi Pakan, Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio ).Semarang: Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

(7)

Diponegoro Jl. Prof. Soedharto Tembalang- Semarang. Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 26-36.

Erniati dan Hairina. 2012. Pemberian Mikroalga Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Artemia salina.

BerkalaPerikananTerubuk, Juli 2012,hlm13–19 Vol. 40. No.2 ISSN 0126 – 4265.

Fa’ahakhodo Harefa. 1996. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang Dan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Firmansyah, (2013). “Pengaruh perbedaan jenis pakan alami (skeletonema sp., chaetosceros sp., tetraselmis sp.) Terhadap laju pertumbuhan dan kandungan nutrisi pada artemia sp”. Surabaya:

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1, April 2013.

Gunawan. 2012. Pengaruh Perbedaan ph Pada Pertumbuhan Mikroalga klas Chlorophyta.

Banjar Baru: Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

Iriyanto, P. 2011. Pemanfaatan Mikroalga Laut Scenedemus sp Sebagai penyerap Bahan Kimia Berbahaya Dalam Air Limbah Industri. Bogor:

Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Maharani, E. T dan Yusrin. 2010. Kadar Protein Kista Artemia Curah Yang Dijual Petambak Kota Rembang Dengan Variasi Suhu Penyimpanan.

Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.

Mulyadi. 2006. Kajian Pengaruh Suhu dan Jenis Pakan Terhadap Perkembangan Stadia dan Reproduksi Kopepoda Siklopoida Apocyclops sp yang Dikultur Secara Individu Di Dalam Laboratorium. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Murni isnawati. 2011. Budidaya Perikanan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (supm) Negeri Pontianak.

Purba Yolanda Christine. 2012. Performa Pertumbuhan, Kelulushidupan, Dan Kandungan Nutrisi Larva Udang Vanamei (Litopenaeus Vannamei) Melalui Pemberian Pakan Artemia Produk Lokal Yang Diperkaya Dengan Sel Diatom. Semarang:

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 102-115.

Rudiyanti, S. 2010. Pertumbuhan Skeletonema costatum Pada Berbagai Tingkat Salinitas Media, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK – UNDIP. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011: 69 -76

Sudjiharno, Ir. 2002. Budidaya Fitoplankton &

Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Lampung.

Sulistyowati, B. E. 2006. Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Kista Artemia franciscana setelah Pemberian Silase Ikan. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Bioteknologi 4 (2): 46-52, Suminto. 2005. Budidaya Pakan Alami Mikroalgae dan

Rotifer. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Umbas, P, A. 2002. Pengaruh Dosis Pengkayaan 0, 6, 7, 8, 9 dan 10 ml/400ml dan Waktu Dedah Terhadap Kinerja Pertumbuhan Artemia sp. Bogor:

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Widiastuti. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Berbeda (Skeletonema costatum dan Chaetoceros gracilis) Terhadap Pertumbuhan Biomass Mutlak dan Kandungan Nutrisi Artemia sp. Lokal.

Program Studi Budidaya Perikanan, Jurusan Perikanan fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang. Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 236- 248.

Zaidin. 2013. Sintasan Larva Rajungan (Portunus pelagicus) Stadia Megalopa Melalui Kombinasi Pakan Alami Artemia salina dan Brachionus plicatilis. Kendari: Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 01 No. 01 ( 1 12 – 1 2 1 ) ISSN : 2303 – 39.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pakan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan berat dan panjang ikan, konversi pakan, efisiensi

lokal perlu diteliti disertai dengan data analisa kandungan nutrisi dari diatome yang akan diberikan sebagai pakan Artemia sp..

Pengaruh pemberian kascing (bekas cacing) dengan dosis yang berbeda dalam kultur Skeletonema costatum1. The effect of vermicompost with different doses in cultured

Hasil laju filtrasi rata-rata kerang Totok ( P. erosa ) yang mendapat perlakuan pakan T. costatum dan Campuran dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan

Hasil sintasan pada kontrol lebih tinggi dibanding hasil sintasan pada perlakuan A, B dan C hal ini disebabkan karena meningkatakan jumlah kepadatan pakan yang diberikan

Populasi sel tertinggi didapatkan pada dosis pupuk urea 100 ppm dengan populasi sebesar 1.228 x 10 4 sel/mL yang didapatkan pada hari ke-3 setelah penebaran dengan

kepadatan 40.000 sel/ml (perlakuan C) menyebabkan hipoksia (berkurangnya oksigen terlarut) pada media pemeliharaan larva udang vaname sehingga pertumbuhan dan sintasan

kepadatan 500.000 sel/mL mempunyai kelulushidupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, tetapi jika dilihat dari pertumbuhannya yang diukur dari panjang