• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FRAUD RISK FACTOR DENGAN PENDEKATAN FRAUD PENTAGON TERHADAP KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH FRAUD RISK FACTOR DENGAN PENDEKATAN FRAUD PENTAGON TERHADAP KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FRAUD RISK FACTOR DENGAN PENDEKATAN FRAUD PENTAGON TERHADAP KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Nico Aditya Pradana

Dr. Lilik Purwanti, M.Si., CSRS., CSRA., Ak., CA.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univеrsitas Brawijaya

Malang

Email: bungnico0@gmail.com ABSTRACT

The aim of this study is to examine the effect of pentagon fraud theory, which is proxied by financial targets, financial stability, external pressure, institutional ownership, ineffective supervision, quality of external auditors, change of auditors, change of directors and frequent number of CEO pictures on fraudulent financial reporting that is proxied using F- Score. The study used the purposive sampling method with the sample criteria being manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period from 2016 to 2018.

Based on these criteria, a sample of 85 companies was obtained for the three-year financial statement period. This research was conducted with a quantitative approach, using the analysis technique of multiple regression analysis with SPSS. The results showed that the variable financial targets, financial stability, external pressures, the nature of the industry, the quality of external auditors and changes in external auditors significantly influenced fraudulent financial reporting.

Keywords: fraud pentagon, fraudulent financial reporting, F-score, financial target, financial stability, external pressure, institutional ownership, ineffective monitoring, nature of industry, quality of external audit, change in auditor, change in directors, frequent number of CEO pictures.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh teori fraud pentagon yang diproksikan dengan target keuangan, stabilitas keuangan, tekanan eksternal, kepemilikan institusional, ketidakefektifan pengawasan, kualitas auditor eksternal, pergantian auditor, pergantian direksi dan jumlah foto CEO terhadap kecurangan laporan keuangan yang diproksikan dengan menggunakan F-Score. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sampel merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2016 sampai 2018. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh sampel sebanyak 85 perusahaan selama tiga tahun periode laporan keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel target keuangan, stabilitas keuangan, tekanan eksternal, sifat industri, kualitas auditor eksternal dan perubahan auditor eksternal berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

Kata kunci: Fraud pentagon, kecurangan laporan keuangan, F-score, target keuangan, stabilitas keuangan, tekanan eksternal, kepemilikan institusional, ketidakefektifan

(2)

pengawasan, kualitas auditor eksternal, pergantian auditor, pergantian direksi, jumlah foto CEO.

PENDAHULUAN

Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (IAI, 2018) menyatakan bahwa penyusunan laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi berkaitan dengan posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas dan digunakan oleh pemakai sebagai alat pengambilan keputusan. Laporan keuangan merupakan alat komunikasi penting antara pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan pihak manajemen, maka pembuatannya harus memenuhi beberapa standar yakni bersifat andal (reliable) yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation). Namun perusahaan kadang kala menyusun laporan keuangan tak sesuai dengan kinerja atau keadaan yang sebenarnya. Kecurangan yang dilakukan perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan sering disebut dengan fraud dan praktik kecurangan pelaporan keuangan itu tersendiri lebih dikenal dengan fraudulent financial reporting.

Cressey (1953) mengemukakan tiga kondisi atau faktor yang selalu hadir dalam kecurangan laporan keuangan, yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization) yang disebut dengan fraud triangle. Selanjutnya Wolfe dan Hermanson (2004) menyatakan bahwa fraud triangle dapat dikembangkan guna mencegah dan mendeteksi terjadinya kecurangan dengan menambahkan satu elemen, yaitu kemampuan (capability), dan dikenal dengan teori fraud diamond. Wolfe dan Hermanson (2004) dalam Yusof et al. (2015) meyakini bahwa suatu kecurangan dapat terjadi dengan memiliki kemampuan lebih dan kapabilitas yang dimiliki oleh manajemen untuk melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Pengembangan teori fraud triangle selanjutnya dilakukan oleh Horwarth (2011) dengan menambahkan kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance) yang dikenal dengan teori fraud pentagon.

Menurut Horwarth (2011) kecurangan dapat terjadi dengan memanfaatkan elemen kompetensi yang dimiliki oleh seseorang karena kecurangan tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kompetensi yang tepat untuk melaksanakan setiap detil dari kecurangan.

Selanjutnya adalah arogansi, yang merupakan sikap superioritas atas hak dan ego yang tinggi dikarenakan posisinya di sebuah perusahaan sehingga merasa pengendalian internal dan kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya (Horwarth, 2011). Teori fraud pentagon digunakan sebagai dasar oleh peneliti untuk melakukan penelitian dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Peneliti menggunakan teori fraud pentagon karena teori ini merupakan pengembangan dari teori-teori sebelumnya, yaitu teori fraud triangle dan fraud diamond. Selain itu teori fraud pentagon juga mencakup semua variabel dari teori fraud triangle dan fraud diamond.

Penelitian terkait fraud pentagon dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) yang memproksikan faktor fraud pentagon ke dalam beberapa variabel yaitu financial target, financial stability, external pressure, nature of industry, ineffective monitoring, change in auditor, rationalization, dan capability. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel financial stability, external pressure, nature of industry, dan rationalization memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Penelitian terkait fraud pentagon juga dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016) yang memproksikan faktor fraud pentagon ke dalam beberapa elemen yang terdiri dari financial target, financial stability, external pressure,

(3)

institutional ownership, ineffective monitoring, quality of external audit, change in auditor, change in director, dan frequent number of CEO’s picture untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan antara lain financial stability, external pressure, dan frequent number of CEO pictures.

Penelitian ini memperluas penelitian Tessa dan Harto (2016) dengan menambah variabel nature of industry (sifat industri) yang diadopsi dari penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014) untuk menguji elemen opportunity. Hal ini dikarenakan variabel sifat industri berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan pada penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014). SAS No.99 (AICPA, 2002) menyebutkan bahwa sifat suatu industri dapat menjadi peluang bagi perusahaan untuk melakukan fraud. Hal ini menjadikan peneliti menggunakan variabel sifat industri sebagai bagian faktor risiko untuk mendeteksi terjadinya kecurangan laporan keuangan.

Selain itu, penelitian Tessa dan Harto (2016) menggunakan sampel yakni perusahaan sektor keuangan dan perbankan, sedangkan penelitian ini menggunakan perusahaan sektor manufaktur periode tahun 2016-2018 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Peneliti menggunakan sampel perusahaan sektor manufaktur dikarenakan manufaktur merupakan sektor yang memiliki frekuensi kasus fraud terbanyak di wilayah Asia Pasifik dengan tingkat kerugian tertinggi hingga mencapai 500 ribu USD (ACFE, 2018). Proksi yang peneliti gunakan untuk mendeteksi variabel dependen berupa kecurangan laporan keuangan juga berbeda dengan penelitian Tessa dan Harto (2016) serta Sihombing dan Rahardjo (2014). Penelitian Tessa dan Harto (2016) menggunakan penyajian kembali laporan keuangan (restatement) sebagai proksi kecurangan laporan keuangan, sedangkan peneliti menggunakan fraud score model atau yang lebih dikenal dengan F-Score. Menurut Sukrisnadi (2010), F-Score dinilai lebih efektif dan direkomendasikan sebagai firstpass screening bagi para auditor dalam mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan.

TINJAUAN PUSTAKA Teori Keagenan

Teori keagenan menjelaskan adanya hubungan kontrak (loosely defined) antara pihak pemegang saham sebagai prinsipal dengan pihak operasional perusahaan yakni manajemen sebagai agen. Hubungan keagenan terjadi ketika salah satu pihak (prinsipal) yang dalam hal ini adalah pemilik perusahaan atau pemegang saham mempekerjakan satu atau lebih individu (agen) yaitu manajemen untuk melakukan semua kegiatan operasional perusahaan atas nama prinsipal dalam kapasitasnya mengambil keputusan (Jensen dan Meckling, 1976).

Pihak manajemen yang dipekerjakan oleh pemegang saham diberikan sebagian kekuasaan untuk mengambil keputusan terbaik bagi kepentingan prinsipal. Dalam praktiknya, teori keagenan menyatakan bahwa sulit untuk mempercayai manajemen (agen) untuk selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham (prinsipal). Adanya wewenang yang diberikan membuat manajemen (agen) memiliki informasi mengenai internal perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan pemilik saham (prinsipal). Ketimpangan informasi yang dimiliki oleh agen dan prinsipal disebut dengan asimetri informasi. Hal ini berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), yakni manajemen akan bertindak menyimpang dengan mendahulukan kepentingan pribadi dan tidak memaksimalkan kepentingan pemegang saham. Prinsipal selalu menginginkan return tinggi atas investasi yang telah dikeluarkan untuk

(4)

perusahaan, sedangkan agen memiliki kepentingan tersendiri yaitu untuk mendapatkan kompensasi yang lebih besar atas hasil kinerjanya.

Fraud

Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (2018), fraud adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dan pelakunya merupakan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Fraud merupakan sebuah risiko bisnis yang harus dihadapi oleh perusahaan akibat dari aktivitas bisnisnya, tergantung dari ukuran perusahaan tersebut dan tidak ada satupun perusahaan atau organisasi yang kebal terhadap fraud (Purba, 2015:3). Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni penyimpangan terhadap aset (asset misappropriation), penyimpangan terhadap laporan keuangan (financial statement fraud), dan korupsi (corruption). Kecurangan laporan keuangan adalah suatu bentuk usaha yang biasanya dilakukan dengan sengaja oleh oknum pihak manajemen dalam sebuah perusahaan untuk mengelabuhi, bahkan menyesatkan bagi para pengguna dan pembaca laporan keuangan tersebut. Kurnia dan Anis (2017) menyatakan bahwa manajemen melakukan kecurangan dengan cara merekayasa nilai material yang terdapat dalam laporan keuangan dengan tujuan agar kondisi keuangan perusahaan tersebut senantiasa terlihat baik dan menarik bagi pengguna laporan keuangan.

Fraud Triangle

Teori fraud triangle merupakan suatu konsep atau gagasan yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya kecurangan yang diperkenalkan oleh Donald R. Cressey pada tahun 1953.

Menurut teori ini, ada tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan, yaitu tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Tekanan yakni manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan baik dengan motif keuangan maupun non keuangan (Tuanakotta, 2012:207). Kesempatan yakni situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan dan biasanya terjadi karena adanya persepsi bahwa perusahaan memiliki pengendalian internal yang lemah sehingga mengurangi kemungkinan untuk tertangkap (Dorminey, 2012). Sedangkan rasionalisasi memiliki arti yakni suatu sikap, karakter atau seperangkat nilai-nilai etika yang memungkinkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.

Fraud Diamond

Teori fraud diamond merupakan sebuah gagasan dan konsep baru mengenai fenomena kecurangan yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson pada tahun 2004. Kemampuan atau capability adalah sifat-sifat pribadi dan kemampuan yang memainkan peran utama terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan dengan disertai kehadiran tiga elemen lainnya yakni tekanan, kesempatan dan rasionalisasi (Wolfe dan Hermanson, 2004). Fraud tidak akan terjadi tanpa adanya seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengenali peluang.

Fraud yang bernilai material besar hanya akan terjadi apabila dilakukan oleh orang yang memiliki kapabilitas dan kemampuan yang tepat.

Fraud Pentagon

Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle (Cressey, 1953) dan teori fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) dengan menambah satu elemen baru yakni, arogansi (arrogance). Menurut Horwarth (2011), arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku

(5)

untuk dirinya. Pendapat lain disampaikan oleh Aprilia (2017) bahwa arogansi (arrogance) merupakan sifat kurangnya hati nurani yang merupakan sikap superioritas atau adanya sifat congkak pada seseorang yang percaya bahwa pengendalian internal tidak dapat diberlakukan secara pribadi.

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Target Keuangan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Target keuangan (financial target) merupakan tuntutan pada manajemen untuk mencapai suatu target yang telah ditetapkan oleh direksi atau pemerintah. Manajer dituntut untuk melakukan performa yang bagus dalam menjalankan kinerjanya. SAS No. 99 (AICPA, 2002) menjelaskan bahwa tuntutan yang berlebihan dapat menjadi sebuah tekanan bagi manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Target keuangan dapat diukur menggunakan perhitungan ROA (return on asset). Menurut Tandelilin (2010), ROA digunakan untuk mengukur rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu, selain itu kemudian diproyeksikan ke masa mendatang untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa mendatang. Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. Tuntutan terhadap manajemen untuk menghasilkan ROA yang tinggi menyebabkan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen.

H1: Target keuangan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Pengaruh Stabilitas Keuangan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

SAS No. 99 (AICPA, 2002) menjelaskan bahwa stabilitas keuangan (financial stability) merupakan suatu kondisi yang menggambarkan stabilitas keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat dikatakan stabil dengan mengukur pertumbuhan keuangannya melalui penjualan perusahaan, nilai laba perusahaan per tahun, dan pertumbuhan aset perusahaan. Manajer menghadapi tekanan untuk melakukan kecurangan dan manipulasi laporan keuangan ketika stabilitas keuangan dan profitabilitas perusahaannya terancam kondisi ekonomi, industri, dan situasi lainnya (Skousen et al., 2009). Aset merupakan cerminan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk menunjukkan outlook dari suatu perusahaan. Penelitian Skousen et al. (2009) mengindikasikan bahwa semakin besar rasio perubahan total aset suatu perusahaan maka terdapat kemungkinan dilakukannya tindakan fraud pada laporan keuangan. Hal ini menjelaskan bahwa bentuk manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen untuk membuat keuangan perusahaan terlihat stabil berkaitan dengan manipulasi pertumbuhan aset perusahaan, sehingga rasio perubahan total aset perusahaan dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat stabilitas perusahaan.

H2: Stabilitas keuangan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Pengaruh Tekanan Eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Tekanan eksternal (external pressure) adalah keadaan dimana perusahaan mendapatkan tekanan dari pihak luar perusahaan atau pihak ketiga. SAS No.99 (AICPA, 2002) menjelaskan bahwa harapan atau ekspetasi yang berlebihan oleh pihak ketiga dapat menimbulkan tekanan menyebabkan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Harapan pihak ketiga dapat berbentuk ekspetasi yang terlalu tinggi atas tingkat profitabilitas atau tren analisis investasi dan adanya persyaratan atas pencatatan bursa atau kontrak utang yang membuat perusahaan harus menghasilkan performa keuangan yang baik. Tekanan eksternal dapat diproksikan dengan menggunakan rasio leverage yaitu perbandingan antara total liabilitas dan

(6)

total aset. Agar perusahaan mendapatkan pinjaman dari pihak eksternal, maka ia harus bisa dipercaya untuk mengembalikan pinjaman yang telah diperolehnya. Jika perusahaan memiliki nilai leverage yang tinggi, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan memiliki hutang yang besar dan risiko kreditnya tinggi. Adanya risiko kredit yang tinggi, maka terdapat kekhawatiran bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan (Tessa dan Harto, 2016).

H3: Tekanan eksternal berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Kepemilikan institusional (institutional ownership) adalah persentase saham yang dimiliki oleh institusi, seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, maupun perusahaan lain. Kepemilikan institusional atau kepemilikan saham institusi diindikasikan dapat memberikan tekanan bagi perusahaan ketika menyusun laporan keuangan. Tekanan tersebut terjadi karena pihak manajemen memiliki tanggung jawab yang lebih besar dikarenakan pertanggungjawaban yang dilakukan tidak hanya kepada seorang individu, namun kepada institusi (Tessa dan Harto, 2016). Selain itu, besarnya kepemilikan saham oleh institusi daripada perseorangan membuat manajemen melakukan usaha yang lebih agar tidak kehilangan para investor tersebut, salah satunya dengan cara mempercantik laporan keuangan melalui tindakan manipulasi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan yakni semakin besar kepemilikan saham oleh institusi maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan merasa tertekan sehingga melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Skousen et al., 2009).

H4: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan

Pengaruh Sifat Industri terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Sifat industri (nature of industry) merupakan keadaan ideal sebuah perusahaan dalam lingkungan industri. SAS No. 99 (AICPA, 2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa kondisi sifat industri yang dapat menjadi peluang bagi manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Salah satu bentuk dari sifat industri yaitu adanya akun keuangan yang melibatkan penilaian subjektif sehingga sulit untuk dibenarkan perhitungannya seperti akun aset, liabilitas, pendapatan dan biaya. Penilaian secara subjektif ini umumnya ialah akun-akun yang dinilai berdasarkan estimasi, contohnya akun piutang dan persediaan. Siddiq (2017) menjelaskan bahwa akun piutang dan persediaan memerlukan penilaian subjektif atau estimasi oleh manajemen dalam memperkirakan jumlah piutang tidak tertagih piutang dan persediaan usang atau kadaluarsa (obsolete inventory). Dengan diperbolehkannya perusahaan dalam mengestimasi nilai piutang, hal ini membuka peluang bagi perusahaan menggunakan akun tersebut untuk memanipulasi laporan keuangan (Skousen et al., 2009). Menurut penelitian Summers dan Sweeney (1998), akun piutang dan persediaan dapat mendorong manajer untuk melakukan manipulasi pada laporan keuangan perusahaan.

H5: Sifat industri berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Pengaruh Ketidakefektifan Pengawasan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Ketidakefektifan pengawasan merupakan suatu keadaan yang menggambarkan lemah atau tidak efektifnya pengawasan perusahaan dalam memantau kinerja perusahaan. SAS No.

99 (AICPA, 2002) mengatakan bahwa pengawasan yang tidak efektif ini sebagai akibat dari adanya dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil tanpa adanya kontrol kompensasi serta tidak efektifnya pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal yang sekaligus dapat menciptakan peluang bagi manajemen untuk

(7)

melakukan kecurangan laporan keuangan. Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustiavandana, 2006;135).

Kehadiran komisaris independen diharapkan dapat memberi pengawasan dan kontrol internal terhadap proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Skousen et al. (2009) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan cenderung memiliki dewan komisaris yang sedikit. Oleh karena itu, ketidakefektifan pengawasan diproksikan dengan rasio dewan komisaris independen.

H6: Ketidakefektifan pengawasan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan

Pengaruh Kualitas Auditor Eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Auditor eksternal memiliki tugas untuk menilai layak atau tidaknya laporan pertanggung jawaban yang manajemen. Penunjukkan auditor eksternal dilakukan oleh komite audit perusahaan untuk menjaga independensi pemeriksaan sehingga dapat menghindari konflik kepentingan dan untuk menjamin integritas proses audit. Umumnya kantor akuntan publik (KAP) dibedakan menjadi dua kategori yaitu Big Four (PWC, Deloitte, Ernst & Young, dan KPMG) dan Non Big Four. Pemilihan auditor eksternal dapat menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Alasan yang mendasari hal ini adalah KAP Big Four dianggap memiliki kemampuan yang lebih untuk mendeteksi dan mengungkapkan kesalahan pelaporan dalam manajemen dibandingkan dengan KAP Non Big Four (Lennox dan Pittman, 2010).

H7: Kualitas auditor eksternal berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan

Pengaruh Perubahan Auditor Eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Ni Kadek (2010) menyatakan perubahan auditor eksternal adalah tindakan perpindahan auditor yang dilakukan oleh perusahaan sebagai salah satu upaya dalam menjaga independensi dan objektivitas auditor dan menjaga kepercayaan publik dalam fungsi audit akibat masa perikatan yang lama. Namun SAS No. 99 (AICPA, 2002) menyatakan bahwa perubahan auditor eksternal atau pergantian auditor yang dilakukan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu bentuk untuk menghilangkan jejak fraud (fraud trail) yang ditemukan oleh auditor sebelumnya. Kecenderungan tersebut mendorong perusahaan untuk mengganti auditor independennya guna menutupi kecurangan yang terdapat dalam perusahaan.

H8: Perubahan auditor eksternal berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan

Pengaruh Perubahan Direksi terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Posisi eksekutif dalam perusahaan dapat menjadi faktor penentu terjadinya kecurangan, dengan memanfaatkan posisi yang dimilikinya para eksekutif dapat memengaruhi orang lain guna melancarkan tindakan curang yang ia lakukan. Perubahan direksi adalah penyerahan wewenang dari direksi lama kepada direksi baru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja manajemen sebelumnya. Namun perubahan direksi dapat mengindikasikan adanya suatu kepentingan politik tertentu untuk mengantikan jajaran direksi sebelumnya. Sementara itu, pergantian direksi juga dapat menimbulkan stress period sehingga berdampak pada terciptanya peluang untuk melakukan fraud karena diperlukannya waktu beradaptasi bagi direksi baru (Sihombing dan Rahardjo, 2014). Wolfe dan Hermanson (2004) menyatakan bahwa posisi

(8)

seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan melakukan kecurangan, sehingga ia menyimpulkan bahwa pergantian direksi atau CEO dapat mengindikasikan terjadinya kecurangan.

H9: Perubahan direksi berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Pengaruh Jumlah Foto CEO terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Jumlah foto CEO yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan perusahaan dapat merepresentasikan tingkat arogansi atau superioritas yang dimiliki CEO tersebut. Seorang CEO cenderung lebih ingin menunjukkan kepada semua orang akan status dan posisi yang dimilikinya dalam perusahaan karena mereka tidak ingin kehilangan status atau posisi tersebut (atau merasa tidak dianggap), hal ini sesuai dengan salah satu elemen yang dipaparkan oleh Crowe (2011). Tingkat arogansi yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya fraud karena dengan arogansi dan superioritas yang dimiliki seorang CEO, membuat CEO merasa bahwa kontrol internal apapun tidak berlaku bagi dirinya karena status dan posisi yang ia miliki.

H10: Jumlah foto CEO berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan Kerangka Penelitian

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Tipe penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kausal, yakni penelitian yang mencari hubungan antara variabel independen dan dependen.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2018. Perusahaan manufaktur (industri pengolahan) di Bursa

Kemampuan

a. Perubahan Direksi (X9) + Kesempatan

a. Sifat Industri (X5) +

b. Ketidakefektifan Pengawasan (X6) + c. Kulitas Auditor Eksternal (X7) -

Rasionalisasi

a. Perubahan Auditor Eksternal (X8) +

Arogansi

a. Jumlah Foto CEO (X10) +

KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN

(Y)

(F-SCORE MODEL)

Tekanan

a. Target Keuangan (X1) + b. Stabilitas Keuangan (X2) + c. Tekanan Eksternal (X3) + d. Kepemilikan Institusional (X4) +

(9)

Efek Indonesia meliputi sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang akan diteliti.

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel dengan pertimbangan dan berdasarkan kriteria tertentu (Sekaran, 2016:248). Berikut kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian ini adalah:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) berturut-turut selama periode tahun 2016-2018

2. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan tahunan dalam website Bursa Efek Indonesia (BEI) berturut-turut selama periode tahun 2016-2018 3. Perusahaan menyajikan laporan keuangan dalam bentuk Rupiah

4. Mengungkapkan secara lengkap data - data yang berkaitan dengan variabel penelitian (keseluruhan data tersedia)

Variabel Penelitian Variabel Dependen

Variabel Dependen (Y) dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial reporting). Kecurangan laporan diukur dengan menggunakan fraud score model atau biasa disebut F-score yang dikembangkan oleh Dechow et al. (2007). Model F- Score merupakan penjumlahan dari dua komponen variabel dalam fraud score model, yaitu kualitas akrual dan kinerja keuangan (Skousen et al., 2009). Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dari F-Score:

1. Menghitung Kualitas Akrual (Accrual Quality)

RSST accrual (Richardson et al., 2005) mendefenisikan semua perubahan non- kas dan non-ekuitas dalam suatu neraca perusahaan sebagai akrual dan membedakan karakteristik keandalan working capital (WC), non-current operating (NCO) dan financial accrual (FIN) serta komponen aset dan kewajiban dalam jenis akrual (Rini, 2012). Accrual quality diukur melalui RSST accrual dengan menghitung perubahan aktiva lancar (tidak termasuk kas), dikurangi perubahan dalam kewajiban lancar (tidak termasuk utang jangka pendek) dan penyusutan, juga diperhitungkan perubahan long- term operating assets dan long-term operating liabilities. Model perhitungannya sebagai berikut:

𝑅𝑆𝑆𝑇 𝐴𝑐𝑐𝑟𝑢𝑎𝑙 =∆𝑊𝐶 + ∆𝑁𝐶𝑂 + ∆𝐹𝐼𝑁 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 Keterangan:

WC = (Current Assets – Current Liability)

NCO = (Total Assets – Current Assets – Investment) – (Total Liability – Current Liability – Long Term Debt)

FIN = Total Investment – Total Liability

ATS = (Beginning Total Assets + End Total Assets) / 2 WC : Working Capital

NCO : Non-current operating accrual

(10)

FIN : Financial Accrual ATS : Average Total Assets

2. Menghitung Kinerja Keuangan (Financial Performance)

Financial performance dari suatu laporan keuangan dianggap mampu memprediksi terjadinya kecurangan laporan keuangan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Skousen et al. (2009), model perhitungannya yaitu:

Financial performance = Change in receivable + Change in inventories + Change in cash sales + Change in earnings

Keterangan:

Change in receivable = ∆ Receivable/ Average Total Assets Change in inventories = ∆ Inventories / Average Total Assets

Change in cash sales = [(∆ Sales / sales (t) – ( ∆ Receivable/receivable (t))]

Change in earnings = [(Earnings (t) / Average Total Assets (t)) – (Earnings (t-1) / Average Total Assets (t-1))]

3. Menghitung F-Score

Model F-Score merupakan penjumlahan dari kualitas akrual dan kinerja keuangan. Maka dari itu, setelah hasil dari perhitungan kualitas akrual dan kinerja keuangan diperoleh langkah selanjutnya adalah dengan menambahkan kedua komponen variabel tersebut. Model perhitungannya sebagai berikut

F-Score = Accrual Quality + Financial Performance

Perusahaan dapat diprediksi melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan jika nilai fraud score model tersebut lebih dari 1 (>1), sedangkan jika nilai fraud score model kurang dari 1 (<1) maka perusahaan tersebut tidak dapat diprediksi melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan.

Variabel Independen 1. Target Keuangan

Dalam menjalankan tugasnya, manajer perusahaan dituntut untuk menghasilkan performa terbaik sehingga dapat mencapai target keuangan yang telah direncanakan.

Perbandingan laba tehadap jumlah aktiva atau ROA (return on asset) adalah ukuran kinerja operasional yang banyak digunakan untuk menunjukkan seberapa efisien aktiva telah bekerja (Skousen et al., 2009). Adapun ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ROA =Laba bersih setelah pajak Total Aset

2. Stabilitas keuangan

Stabilitas keuangan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan stabilitas keuangan perusahaan (AICPA, 2002). Skousen et al. (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan aset perusahaan merupakan salah satu bentuk manipulasi laporan keuangan yang dilakukan

(11)

oleh manajemen, adanya perubahan persentase pada total aset yang tinggi mengindikasikan terjadinya fraud. Oleh karena itu, rasio perubahan total aset (ACHANGE) dijadikan proksi pada variabel stabilitas keuangan. Adapun ACHANGE (asset change) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐴𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑡− 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑡−1 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑡

3. Tekanan Eksternal

Tekanan eksternal dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio leverage (LEV) karena tingkat leverage yang tinggi mengindikasikan perusahaan tersebut memiliki utang yang besar dan risiko kredit yang tinggi. Semakin tinggi risiko kredit, semakin besar tingkat kekhawatiran kreditor untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan. Hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya kecurangan dalam pelaporan keuangan (Tessa dan Harto, 2016).

Rasio leverage dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐿𝐸𝑉 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

4. Kepemilikan Institusional

Skousen et al. (2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional atau kepemilikan saham institusi di dalam sebuah perusahaan dapat menimbulkan tekanan bagi perusahaan.

Tekanan tersebut terjadi dikarenakan pihak manajemen memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada individu, namun juga kepada institusi. . Kepemilikan institusional diproksikan dengan rasio kepemilikan saham oleh institusi yang dilambangkan dengan OSHIP (ownership). Rasio kepemilikan saham oleh institusi dapat dihitung dengan rumus:

𝑂𝑆𝐻𝐼𝑃 = 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝐼𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑖𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

5. Sifat Industri

Pengaruh sifat industri (nature of industry) merupakan keadaan ideal suatu perusahaan dalam industri. Idealnya, pada laporan keuangan terdapat akun-akun tertentu yang besarnya saldo ditentukan oleh perusahaan berdasarkan suatu estimasi, seperti piutang dan persediaan.

Siddiq (2017) menjelaskan bahwa akun piutang dan persediaan memerlukan penilaian subjektif atau estimasi oleh manajemen dalam memperkirakan jumlah piutang tidak tertagih piutang dan persediaan usang atau kadaluarsa (obsolete inventory). Saldo akun tersebut memiliki kerentanan terhadap salah saji material, dengan asumsi tidak ada pengendalian terkait.

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan rasio total piutang sebagai proksi dari sifat industri. Rasio total piutang dihitung dengan rumus yang digunakan Skousen et al. (2009) yaitu:

𝑅𝐸𝐶𝐸𝐼𝑉𝐴𝐵𝐿𝐸 = ( 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔𝑡

𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑡− 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔𝑡−1 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑡−1)

(12)

6. Ketidakefektifan Pengawasan

Dengan adanya pengawasan yang tidak efektif, maka manajemen akan merasa tidak diawasi secara ketat dan semakin leluasa mencari cara untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya fraud dibutuhkan pihak lain yakni dewan komisaris independen (Martantya dan Daljono, 2013). Dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan direksi dan komite audit atas proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal dan sejenisnya dapat menyebabkan ketidakefektifan pengawasan (SAS No.99). Penelitian ini memproksikan ketidakefektifan pengawasan pada rasio jumlah dewan komisaris independen yang dilambangkan dengan BDOUT (board members who are outside members) menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 = Total komisarin independen Total dewan komisaris

7. Kualitas Auditor Eksternal

Kualitas auditor eksternal diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four dan Non Big Four. Lennox dan Pittman (2010) menyatakan bahwa apabila perusahaan menggunakan jasa auditor yang termasuk Big Four, maka akan memiliki potensi lebih besar untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dikarenakan sumber daya manusia yang dimiliki mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan Non Big Four. Oleh karena itu, didalam penelitian ini kualitas auditor eksternal diproksikan dengan reputasi auditor yang diukur dengan variabel dummy. Apabila perusahaan menggunakan jasa audit KAP Big Four maka diberi kode 1, dan apabila perusahaan tidak menggunakan jasa audit KAP Big Four maka diberi kode 0.

8. Perubahan Auditor Eksternal

Pergantian auditor pada suatu perusahaan dapat dinilai sebagai suatu upaya untuk menghilangkan jejak fraud (fraudtrail) yang ditemukan oleh auditor sebelumnya sehingga mendorong perusahaan untuk mengganti auditor independennya guna menutupi kecurangan yang terdapat dalam perusahaan (Sihombing dan Rahardjo, 2014). Pada penelitian ini pergantian kantor akuntan publik (ΔCPA) diukur dengan variabel dummy dimana apabila terdapat perubahan Kantor Akuntan Publik selama periode 2016-2018 maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan kantor akuntan publik selama periode tersebut maka diberi kode 0.

9. Perubahan Direksi

Perubahan direksi perusahaan (change in directors) mengemukakan bahwa perubahan CEO atau direksi dapat menyebabkan stress period yang berdampak pada semakin terbukanya peluang untuk melakukan fraud, perubahan CEO atau direksi dapat mengindikasi terjadinya kecurangan (Wolfe dan Hermanson, 2004). Pada penelitian ini pergantian direksi perusahaan (DCHANGE) diukur dengan variabel dummy. Apabila terdapat perubahan direksi perusahaan setiap tahunnya selama periode 2016-2018 maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan direksi perusahaan selama periode tersebut maka diberi kode 0 (Ulfah, 2017).

(13)

10. Jumlah Foto CEO

Tingginya tingkat arogansi dapat menimbulkan kecurangan karena dengan arogansi dan superioritas yang dimiliki seorang CEO, membuat CEO merasa bahwa kontrol internal apapun tidak berlaku bagi dirinya karena status dan posisi yang dimiliki (Herviana, 2017).

Jumlah foto CEO yang terpampang pada laporan tahunan perusahaan yang dapat merepresentasikan tingkat arogansi atau superioritas yang dimiliki CEO tersebut Terdapat kemungkinan CEO akan melakukan cara apapun untuk mempertahankan posisi dan kedudukannya. Dalam penelitian ini, jumlah foto CEO diukur dengan menghitung jumlah foto CEO yang disajikan pada laporan tahunan perusahaan (Crowe, 2011).

Pengujian Hipotesis 1. Uji Statistik F

Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan fit. Uji F dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%) jika nilai probabilitas lebih besar dari α berarti model regresi tidak fit (Ghozali, 2013:98).

2. Uji Koefisien Determinasi

Hasil pengujian koefisien determinasi antara angka nol sampai satu, nilai yang semakin kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen semakin terbatas dalam menjelaskan variabel dependen, sedangkan nilai yang mendekati angka satu menunjukkan bahwa variabel independen mampu memberikan seluruh informasi yang digunakan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).

3. Uji Statistik T

Uji statistik t dalam penelitian ini menguji tingkat signifikansi pengaruh satu variabel independen terhadap varibel dependen secara individual. Pengujian statistik t dapat dillihat melalui nilai signifikan t masing-masing variabel pada output hasil regresi dengan nilai significance 0,05 (Rahmayanty, 2015).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Statistik F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah hasil dari analisis regresi signifikan atau tidak, dengan kata lain model yang diduga tepat/sesuai atau tidak.. Hasil uji F dijelaskan sebagai berikut:

Tabel Hasil Uji F

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 685,137 10 68,514 14,046 0,000

Residual 1141,381 234 4,878

Total 1826,518 244

Sumber: Olah data SPSS 21.0

(14)

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas nilai F hitung sebesar 14,046. Sedangkan F tabel (α = 0,05 ; db regresi = 10 : db residual = 234) adalah sebesar 1,871. Model analisis regresi dianggap signifikan karena F hitung > F tabel yaitu 14,046 > 1,871 atau nilai Sig. F (0,000) < α = 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai regresi sudah fit.

Uji Koefisien Determinasi

Tabel Hasil Uji Koefisien Determinasi R R Square Adjusted R Square 0,612 0,375 0,348 Sumber: Olah data SPSS 21.0

Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh atau kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari analisis pada Tabel 4.8 diperoleh hasil R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,348. Artinya bahwa 34,8% variabel Kecurangan laporan keuangan akan dipengaruhi oleh variabel bebasnya. Sisanya yakni 65,2% variabel kecurangan laporan keuangan akan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Uji Statistik T

Uji hipotesis dilakukan untuk menjawab hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti dengan menggunakan uji t. Jika nilai probabilitas (sig. t) lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 maka terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sehingga hipotesis diterima. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih besar dari signifikansi 0,05 maka tidak terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sehingga hipotesis ditolak.

Tabel Hasil Uji T atau Uji Hipotesis

Variabel Prediksi Coefficient Sig. Hasil

ROA + 0,182 0,000 H1 didukung

ACHANGE + 0,159 0,012 H2 didukung

LEV + 0,376 0,001 H3 didukung

OSHIP + -0,046 0,840 H4 tidak didukung

RECEIVABLE + 0,291 0,000 H5 didukung

BDOUT + 0,433 0,205 H6 tidak didukung

AUD - -0,872 0,010 H7 didukung

CPA + 0,944 0,032 H8 didukung

DCHANGE + 0,193 0,518 H9 tidak didukung

CEOPIC + -0,174 0,099 H10 tidak didukung

Sumber: Olah data SPSS 21.0

Berdasarkan Tabel di atas, maka dapat disimpulkan atau diintepretasikan sebagai berikut:

1. Pengaruh Target Keuangan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

(15)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa target keuangan yang diukur dengan ROA memiliki koefisien sebesar 0,182 dan tingkat signifikansi 0,00 sehingga hipotesis 1 diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Widarti (2015), Putriasih et al. (2016) dan Zelin (2018) yang menyimpulkan bahwa target keuangan yang diukur dengan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

Semakin tinggi ROA yang ditargetkan perusahaan, maka potensi perusahaan melakukan manipulasi laba juga meningkat.

Pernyataan tersebut dipertegas oleh Widyastuti (2009) yang menemukan bahwa perusahaan yang memiliki laba yang besar (diukur dengan ROA) lebih mungkin melakukan earning management daripada perusahaan yang memiliki laba yang kecil. Teori keagenan menyatakan bahwa agen harus bertanggung jawab terhadap prinsipal. Sehingga perusahaan sebagai agen akan melakukan segala usaha untuk menghasilkan laba termasuk melakukan manipulasi atas laporan keuangan guna menarik minat prinsipal yakni investor.

2. Pengaruh Stabilitas Keuangan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa stabilitas keuangan yang diukur dengan ACHANGE memiliki koefisien sebesar 0,159 dan tingkat signifikansi 0,012 sehingga hipotesis 2 didukung. Semakin besar nilai stabilitas perusahaan, maka semakin tinggi potensi kecurangan laporan keuangan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014), Tiffani dan Marfuah (2015), Siddiq et al. (2017) serta Zelin (2018) yang menyatakan bahwa stabilitas keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

Keuangan yang tidak stabil akan menurunkan performa perusahaan dan minat investor untuk berinvestasi di perusahaan. Kondisi ini dapat mendorong perusaaan untuk melakukan manipulasi laporan keuangan agar meningkatkan performa perusahaan dan minat investor untuk berinvestasi di perusahaan. Teori keagenan menyatakan bahwa agen harus bertanggung jawab terhadap prinsipal. Dalam hal ini perusahaan sebagai agen akan berusaha untuk menjaga kestabilan keuangan dengan berbagai cara termasuk manipulasi untuk memuaskan dan memenuhi harapan prinsipal yakni investor atau pemegang saham

3. Pengaruh Tekanan Eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tekanan eksternal yang diukur dengan LEV memiliki koefisien sebesar 0,376 dan tingkat signifikansi 0,001 sehingga hipotesis 3 didukung. Semakin tinggi nilai tekanan eksternal suatu perusahaan, maka semakin tinggi juga potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Pardosi (2015), Ulfah et al. (2016) dan Zelin (2018) yang menyatakan bahwa tingkat leverage perusahaan tidak berpengaruh terhadap potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014), Tiffani dan Marfuah (2015), Tessa dan Harto (2016) dan Pamungkas (2018) yang menyatakan bahwa tekanan eksternal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Rasio leverage yang tinggi mengindikasikan perusahaan memiliki jumlah utang yang besar dan berdampak pada risiko kerugian yang besar (Kasmir, 2013). Utang yang besar akan menimbulkan tekanan bagi manajemen karena risiko gagal bayar juga akan semakin tinggi. Untuk dapat meyakinkan kreditor bahwa mereka dapat membayar

(16)

utangnya, maka manajemen akan melakukan berbagai cara termasuk tindak manipulasi laporan keuangan.

4. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kepemilikan institusional yang diukur dengan OSHIP memiliki koefisien sebesar -0,046 dan tingkat signifikansi 0,84 sehingga hipotesis 4 tidak didukung. Dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya nilai kepemilikan institusional tidak akan mempengaruhi terjadinya kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Skousen et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa institusional ownership memiliki pengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Astari (2015), Tessa dan Harto (2016) dan Andriana (2018) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini dipertegas oleh penjelasan yang dikemukakan oleh Chew dan Gillan (2009) bahwa adanya kepemilikan institusional belum tentu memiliki dampak atau pengaruh terhadap peningkatan proses pengawasan atas kemungkinan tindak manipulasi yakni kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini dikarenakan saham yang dimiliki oleh institusi tidak menjadi tekanan tersendiri bagi perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Bagi perusahaan tidak ada perbedaan antara saham yang dimiliki oleh institusi ataupun perorangan karena sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk membagikan dividennya kepada para pemegang saham sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan (Andriana, 2018).

5. Pengaruh Sifat Industri terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel sifat industri yang diukur dengan RECEIVABLE memiliki koefisien sebesar 0,291 dan tingkat signfikansi 0,000 sehingga hipotesis 5 didukung. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai sifat industri maka akan meningkatkan potensi perusahaan melakukan tindak manipulasi atau kecurangan laporan keuangan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2016) dan Rahmawati (2017) yang menyatakan kondisi industri berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Subramanyam dan Wild (2009), Sihombing dan Rahardjo (2014), Kurnia dan Anis (2017) serta Zelin (2018) yang menyatakan bahwa sifat industri memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Subramanyam (2009) menjelaskan bahwa perusahaan berpotensi melakukan manipulasi piutang, baik dengan manipulasi tanggal jatuh tempo atau menghilangkan sebagian piutang jangka panjang guna menarik minat nasabah dan investor. Skousen et al. (2008) juga menyatakan bahwa akun piutang dan persediaan sering menjadi objek manipulasi laporan keuangan karena adanya unsur estimasi dalam menilai akun tersebut. Hal ini membuat manajemen memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan seperti memanipulasi umur ekonomis aset.

6. Pengaruh Ketidakefektifan Pengawasan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel ketidakefektifan pengawasan yang diukur dengan BDOUT memiliki koefisien sebesar 0,433 dan tingkat signifikansi 0,205 sehingga hipotesis 6 tidak didukung. Besar atau kecil nilai ketidakefektifan pengawasan tidak akan memengaruhi potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan. Hasil ini tidak sejalan

(17)

dengan penelitian Diany (2014), Tiffany dan Marfuah (2015) dan Putriasih et al. (2016) yang menyatakan bahwa jumlah komisaris independen memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan manajemen.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014), Tessa dan Harto (2016), Kurnia dan Anis (2017) dan Zelin (2018) yang menyimpulkan bahwa ketidakefektifan pengawasan tidak memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Jumlah komisaris independen dalam suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan perusahaan. Kurnia dan Anis (2017) menyatakan bahwa hal ini mungkin terjadi karena keberadaan komisaris independen dalam perusahaan hanyalah sebagai syarat regulasi atau formalitas saja sedangkan dalam praktiknya mereka dapat dipengaruhi atau diintervensi oleh pihak perusahaan.

7. Pengaruh Kualitas Auditor Eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel kualitas auditor eksternal yang diukur dengan AUD memiliki koefisien sebesar -0,872 dan tingkat signifikansi 0,010 sehingga hipotesis 7 didukung. Penggunaan jasa audit KAP Big Four akan mengurangi potensi kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tessa dan Harto (2016) serta Siddiq et al. (2017) yang mengemukakan bahwa tidak ada pengaruh antara penggunaan jasa audit perusahaan Big Four maupun non Big Four dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smaili et al. (2009) serta Lennox dan Pittman (2010) yang menunjukkan bahwa KAP Big Four memiliki kemampuan mendeteksi fraud yang dilakukan oleh perusahan lebih baik dibandingkan KAP non Big Four. KAP Big Four berkemampuan untuk melakukan audit laporan keuangan yang berkualitas dengan tujuan untuk melindungi reputasi nama besar yang telah dimiliki. Oleh karena itu, auditor dengan reputasi yang baik seperti KAP Big 4 cenderung menghasilkan kualitas audit yang baik pula agar reputasi mereka tetap baik (Herusetya, 2009).

8. Pengaruh Perubahan Auditor eksternal terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel perubahan auditor eksternal yang diukur dengan CPA memiliki koefisien sebesar 0,944 dan tingkat signifikansi 0,032 sehingga hipotesis 8 didukung. Semakin tinggi tingkat pergantian auditor eksternal, maka semakin tinggi kemunginkan terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014), Tessa dan Harto (2016) dan Zelin (2018) yang menyatakan bahwa perubahan auditor eksternal tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriasih et al. (2016) dan Siddiq et al. (2017) yang menyebutkan bahwa perubahan auditor eksternal memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecurangan laporan keuangan. Pergantian auditor yang dilakukan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu bentuk untuk menghilangkan jejak fraud (fraud trail) yang ditemukan oleh auditor sebelumnya. Kecenderungan tersebut mendorong perusahaan untuk mengganti auditor independennya guna menutupi kecurangan yang terdapat dalam perusahaan.

(18)

9. Pengaruh Perubahan Direksi terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel perubahan direksi yang diukur dengan DCHANGE memiliki koefisien sebesar 0,193 dan tingkat signifikansi 0,518 sehingga hipotesis 9 tidak didukung. Ada atau tidaknya perubahan dalam struktur direksi perusahan tidak memiliki pengaruh terhadap potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen. . Hal ini terjadi karena perusahaan mengganti susunan direksi dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Dewan direksi yang lebih kompeten dari direksi sebelumnya akan berdampak pada kinerja perusaan yang lebih baik (Wolfe dan Hermanson, 2004).

Hasil penelitian ini berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004), Pardosi (2015) dan Putriasih et al. (2016) yang juga meneliti tentang capability sebagai salah satu fraud risk factor yang melatarbelakangi terjadinya fraud. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perubahan direksi dapat mengindikasikan terjadinya fraud. Namun hasil ini penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016), Kurnia dan Anis (2017) dan Pamungkas (2018) yang menyebutkan bahwa perubahan direksi tidak memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Perubahan direksi yang dilakukan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan karena tujuan perusahaan ialah untuk mengganti direksi yang sebelumnya dengan direksi yang lebih berkompeten untuk memperbaiki kinerja perusahaan.

10. Pengaruh Jumlah Foto CEO terhadap Kecurangan Laporan Keuangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel jumlah foto CEO yang diukur dengan CEOPIC memiliki koefisien sebesar -0,174 dan tingkat signifikansi 0,099 sehingga hipotesis 10 tidak didukung. Besar atau kecilnya jumlah foto CEO yang terdapat di laporan tahunan perusahaan tidak berpengaruh terhadap potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan. Hal ini terjadi karena foto CEO yang terdapat di laporan tahunan digunakan dengan tujuan desain atau artistik agar laporan tahunan terlihat lebih menarik, sehingga jumlah foto CEO tidak dapat merepresentasikan tingkat arogansi yang dimiliki oleh CEO tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian desain grafis yang didefinisikan sebagai aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis atau industri (Suyanto, 2004:27). Desain grafis digunakan untuk menciptakan tampilan sebuah publikasi atau presentasi yang dapat menarik perhatian, menambah nilai, dan meningkatkan minat audiens.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Tessa dan Harto (2016) dan Siddiq et al. (2017) yang menyatakan bahwa jumlah foto CEO berpengaruh positif signifikan dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia dan Anis (2017), Ulfat et al. (2017) dan Zelin (2018) yang menyimpulkan bahwa jumlah foto CEO tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan laporan keuangan. Gani & Kusumalestari (2014:6) menyatakan bahwa hampir tidak ada media massa cetak di Indonesia yang tidak menyertakan foto dalam setiap terbitannya. Kedudukan foto ialah sebagai daya tarik pembaca sebelum membaca berita, maka esensi dari karya foto dalam jurnalistik adalah sebagai pelengkap atau penunjang dari sebuah media cetak yang pada penelitian ini konteksnya ialah annual report atau laporan tahunan perusahaan.

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh fraud risk factor dengan pendekatan fraud pentagon terhadap Kecurangan laporan keuangan pada perusahaan sektor manufaktur periode tahun 2016-2018 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Variabel independen yang digunakan oleh peneliti yaitu tekanan yang diproksikan dengan target keuangan (X1), stabilitas keuangan (X2), tekanan eksternal (X3) dan kepemilikan institusional (X4).

Kesempatan yang diproksikan dengan sifat industri (X5), ketidakefektifan pengawasan (X6) dan kualitas auditor eksternal (X7). Rasionalisasi yang diproksikan dengan perubahan auditor eksternal (X8). Kemudian kemampuan yang diproksikan dengan perubahan direksi (X9), serta arogansi yang diproksikan dengan jumlah foto CEO (X10). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan.

Berdasarkan pada hasil pengujian analisis regresi linier berganda, dapat diketahui bahwa peneliti melakukan pengujian hipotesis untuk menguji pengaruh variabel dependen terhadap kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan pada hasil pengujian, terdapat enam variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan yaitu target keuangan(X1), stabilitas keuangan (X2), tekanan eksternal(X3), sifat industri (X5), kualitas auditor eksternal (X7), perubahan auditor eksternal (X8).

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini ialah dalam variabel perubahan auditor eksternal (X8) peneliti tidak melakukan batasan atau kontrol yakni tidak memperhatikan perubahan auditor eksternal yang dilakukan oleh perusahaan merupakan perubahan yang wajib atau bukan.

Adapun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik dalam Pasal 3 ayat (1) diatur bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas kantor akuntan publik (KAP) ialah paling lama 6 (enam) tahun buku berturut- turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut sehingga perusahaan wajib mengganti auditor eksternalnya dalam kondisi tersebut.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang akan melakukan penelitian-penelitian selanjutnya yakni:

1. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian dengan mempertimbangkan kontrol atas variabel yang digunakan dalam penelitian.

2. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mempertimbangkan variabel-variabel selain yang sudah digunakan dalam penelitian ini.

3. Peneliti selanjutnya juga diharapkan untuk menggunakan objek penelitian yang lebih luas sehingga dapat menggeneralisasikan hasil penelitian untuk seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI.

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. S., Albrecht, C.O., Albrecht, C.C. dan Zimbelman, Mark F. (2011). Fraud Examination 4th Edition. Cengage Learning. Ohio USA: Mason

(20)

Amara, I., Anis, B. A., & Anis J. (2013). Detection of Fraud in Financial Statements: French Companies as a Case Study. International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences, Vol. 3, No. 3, 456-472-6990.

American Institute of Certified Public Accountants. (2002). Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Statement of Auditing Standards No. 99. New York: AICPA.

Andriani, Asih. (2018). Pengujian Teori Fraud Pentagon dan Frauduent Financial Reporting pada Jakarta Islamic Index. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Annisya, M., Lindrianasari, & Asmaranti, Y. (2016). Pendeteksian Kecurang Laporan Keuangan Menggunakan Fraud Diamond. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), Vol. 23, No. 1, Hal. 72 – 89

Aprilia. (2017). Analisis Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap kecurangan laporan keuangan Menggunakan Beneish Model Pada Perusahaan Yang Menerapkan Asean Corporate Governance Scorecard. Jurnal Aset (Akuntansi Riset), Vol. 9, No.1, Hal. 101-132 Apriliana, S., & Agustina, L. (2017). The Analysis of Kecurangan laporan keuangan

Determinant through Fraud Pentagon Approach. Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 9, No.

2, Hal. 154–165

Arisandi, Dopi, dan Verawaty. (2017). Fraud Pentagon Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Keuanan Dan Perbankan Di Indonesia. Seminar Nasional Global Competitive Advantage. No. 3, Hal. 312-323

Astari, G. (2015). Analisis pengaruh kepilikan institusional terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Tesis.

Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya

Association of Certified Fraud Examiners. (2017). Report to the nation on occupational fraud and abuse. Diakses dari: https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/

Content/rttn/2018/RTTN-Asia-Pacific-Edition.pdf

Beneish, M., Lee, C., & Nichols, D. C. (2012). Fraud detection and expected returns. Diakses dari: https://ssrn.com/ abstract=1998387

Brennan, Niamh M. and McGrath, Mary. (2007). Financial Statement Fraud: Incidents, Methods and Motives. Australian Accounting Review, Vol. 17, No. 2, Hal. 49-61 Chaney, P. K., Faccio, M., & Parsley, D. (2011). The Quality Of Accounting Information In

Politically Connected Firms. Journal of Accounting and Economics, Vol. 51, No. 1, Hal.

58-76

Cressey, D. R. (1953). Other People’s Money: a Study in the Social Psychology of Embezzlement. Glencoe, IL: Free Press.

Dechow, P. M., Ge, W., Larson, C. R., & Sloan, R. G. (2011). Predicting Material Accounting Misstatements. Contemporary Accounting Research, Vol. 28, No. 1, Hal 17–82.

(21)

Diany, Yuvita A. (2014). Determinan Kecurangan Laporan Keuangan: Pengujian Teori Fraud Triangle. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 3, No. 2, Hal. 1-9.

Dorminey, J., A. S. Fleming, M. J. Kranacher, dam R. A. Riley. (2012). The Evolution of Fraud Theory. Issues in Accounting Education, Vol. 27, No. 2, Hal. 555–79

Gani, R., & Kusumalestari, R. R. (2013). Jurnalistik Foto Suatu Pengantar. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media

Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS 21. Edisi Ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hakim, I. L. (2015). Skandal Terungkap, CEO Toshiba Mundur. Diakses dari website Liputan 6: https://www.liputan6.com/bisnis/read/2277114/skandal-terungkap-ceo-toshiba- mundur

Hanifa, I. S. & Laksito, H. (2015). Pengaruh Fraud Indicator Terhadap Fraudulent Financial Statement: Studi Empiris pada Perusahaan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2008-2013. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 04, No. 04, Hal. 411-425.

Herusetya, Antonius. (2009). Pengaruh Ukuran Auditor dan Spesialisasi Auditor Terhadap Kualitas Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 6, No. 1, Hal. 46 - 70 Herviana, E. (2017). Kecurangan laporan keuangan: Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012-2016. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia.

Hogan, C. E., Rezaee, Z., Riley Jr, R. A., & Velury, U. K. (2008). Financial statement fraud:

Insights from the academic literature. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol.

27, No. 2, Hal. 231-252.

Huang , S. Y., Lin, C.-C., Chiu, A.-A., & Yen, D. C. (2016). Fraud Detection Using Fraud Triangle Risk Factors. Springer Science.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Iqbal, M., & Murtanto. (2016). Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Fraud Triangle Terhadap Kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Journal of Seminar Nasional Cendekiawan 2016, ISSN (E):

2540-7589, ISSN (P): 2460-8696.

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, Vol.3 No 4, 305–360.

Karyono. (2013). Forensic Fraud. Yogyakarta: CV. Andi

(22)

Kurnia, A. A., & Anis, I. (2017). Analisis Fraud Pentagon dalam Mendeteksi Kecurangan laporan keuangan dengan Menggunakan Fraud Score Model. Simposium Nasional Akuntansi XX, 1-30.

Kusumawardhani, P. (2013). Deteksi Financial Statement Fraud Dengan Analisis Fraud Triangle pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi, Vol. 01, No. 03.

Lennox, C., & Pittman, J. (2010). Auditing the auditors: Evidence on the recent reforms to the external monitoring of audit firms. Journal of Accounting and Economics, Vol. 49, No.

1-2, Hal. 84–103

Marfuah., & Laila Tiffani. (2015). Deteksi Financial Statement Fraud Dengan Analisis Fraud Triangle Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

Simposium Nasional Akuntansi, Vol. 1, No. 18

Nurbaiti, Z., & Hanafi, R. (2017). Analisis Pengaruh Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Tingkat Accounting Irregularities. Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 6, No. 2, 167–184.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 tahun 2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Diakses dari:

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2008/17~ PMK.01~2008Per.HTM

Purba, B. P. (2015). Fraud dan Korupsi: Pencegahan, Pendeteksian, dan Pemberantasannya.

Jakarta Timur: Lestari Kiranatama.

Putriasih, K., `Ni N. T. H., & Made A. W. (2016). Analisis Fraud Diamond dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-2015. Skripsi. Jurusan Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 6, No. 3.

Rahmanti, M. M., & Daljono. (2013). Pendeteksian Kecurangan laporan keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan dan Peluang (Studi Kasus pada Perusahaan yang Mendapat Sanksi dari Bapepam Periode 2002-2006). Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro, Vol. 2, No. 2, Hal. 1–12.

Richardson, S. A., Sloan, R. G., Soliman, M. T., dan Tuna, I. (2005). Accrual reliability, earnings persistence and stock prices. Journal of Accounting and Economics, Vol. 39, No. 3, Hal. 437–485.

Rini, Viva Yustitia. (2012). Analisis Prediksi Potensi Risiko Fraudulent Financial Statement Melalui Fraud Score Model. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 01, No. 01, Hal.

1-15

Siddiq, F. R., Achyani, F., & Zulfikar. (2017). Fraud Pentagon dalam Mendeteksi Financial Statement. Journal of Seminar Nasional and The 4th Call for Syariah Paper, Hal 1-14 Siddiq, F. R., & Hadinata, S. (2016). Fraud Diamond Dalam Financial Statement Fraud. Jurnal

Bisnis Dan Manajemen Islam, Vol.4, No. 2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah 2015, Devy 2017, dan Putriasih 2016 menunjukkan bahwa proksi Change in Director perubahan direksi dari variabel capability memiliki pengaruh

27 CONCLUSION Removal of dyes, mixture of methylene blue, malachite green and congo red from aqueous solutions by adsorption with activated carbon has been experimentally determined